Pesan Waisak Nasional 2563 BE / 2019 – Pahami Hati, Tampakkan Kesejatian Diri

Oleh: YM Bhiksu Tadisa Paramita Mahasthavira, Koord Dewan Kehormatan WALUBI

Pengertian  ‘Pahami’  dan ‘Tampakkan’

Dalam kamus bahasa Indonesia, pengertian  ‘Paham’, adalah :1. n pengertian, pengetahuan luas 2. n pendapat; pikiran; 3.  pandangan; 4. v mengerti benar;  5. a pandai dan mengerti benar (tentang suatu hal):  Sedangkan Pahami atau Memahami 1. v  mengerti benar (akan); mengetahui benar; 2 memaklumi; mengetahui.

Pengertian “Tampak” adalah  1.v  dapat dilihat; 2. ada kelihatannya; “Tampakkan” adalah membuat menjadi dapat dilihat; ‘Tertampak/Tampakkan’  v terlihat; kelihatan; dapat dilihat.

Disebut ‘Manusia’  hanyalah gabungan dari Pancaskandha yang disebut Hati, yaitu: Rupa (tubuh), Perasaan, Pikiran, Pencerapan dan Kesadaran. Gabungan Pancaskandha ini diuraikan menjadi delapan belas dhatu.

Delapan belas dhatu, yaitu: Enam Organ Indera, yaitu: 1. Mata, 2. Telinga, 3. Hidung, 4. Mulut, 5. Tubuh , 6. Pikiran;

Enam Sensasi, yaitu: 1. Penglihatan, 2. Pendengaran, 3. Penciuman, 4. Pengecapan, 5. Sentuhan, 6. Bentuk pikiran/dharma;

Enam Kesadaran, yaitu:1. Kesadaran visual, kegiatan mental yang tergantung pada mata; 2. Kesadaran pendengaran, tergantung pada telinga; 3. Kesadaran penciuman, tergantung pada hidung. 4. Kesadaran pengecapan, tergantung pada lidah; 5. Kesadaran sentuhan, tergantung pada kulit/tubuh; 6. Kesadaran pusat indera, Mano Vijnana (Kesadaran pikiran, pembentuk gagasan, pemikiran);

Di dalam ajaran Mahayana di tambah lagi adanya Tiga Kesadaran, yaitu: 7. Kesadaran pusat pikiran, Manas Vijnana (Berpikir, berkehendak, ber’ego’, ber’aku’); 8. Kesadaran gudang ideasi, Citta Vijnana/Alaya Vijnana (Gudang kesadaran yang merupakan sumber dari segenap perwujudan); 9. Kesadaran bebas noda, yaitu: Amala Vijnana (Kesadaran yang mampu melihat sebagaimana adanya, kedemikianan, tidak lagi bersifat dualitis, tidak lagi membedakan).

Kenapa Hati Harus Dipahami?

Manusia  terdiri dari gabungan berbagai kelompok, antara lain:  jasmani, rohani (hati/mentalitas), moralitas, dan spiritualitas. Orang yang tidak pahami hatinya bagaimana ia bisa gunakan tubuhnya dengan bijak? Orang yang tidak pahami hatinya bagaimana ia bisa memiliki moralitas dan kembangkan spiritualitas? Orang awam umumnya hanya sibuk mengurusi tubuh dan keperluannya, untuk mendapatkan kebutuhannya dengan mudah lalu mereka sibuk mengenyam pendidikan formal, sibuk mencari nafkah, sibuk mengurusi keluarga dan sibuk mencari kenikmatan, lupa dengan keberadaan Hati yang menjadi sumber segalanya. Lagi kebanyakan  ajaran  agama lain hanya tertuju kepada Sang Pencipta di luar. Jarang sekali orang mau belajar untuk memahami dirinya sendiri, utamanya tertuju ke dalam hati dan kesejatian dirinya. Karena tidak paham mengenai dunia hati dan kesejatian dirinya, sehingga hati manusia banyak yang  terlantar, gelap, kotor, sakit, derita  (derita hati manusia pada umumnya, yaitu: berpisah yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, keinginan yang tidak terkabul  dan merajarelanya Pancaskandha/hati), Akibat  hati tidak dipahami kecenderungan hati menjadi liar, sensitif dan condong mengarah kepada keburukan, imbasnya ucapannya buruk, perilaku menjadi buruk, kebiasaan buruk, karakter buruk dan nasibpun jadi buruk, imbasnya  interaksi hubungan dengan keluar dan masyarakat juga jadi buruk. Karena hati tidak dikendalikan maka hati mudah tergoda, terjerat atau terbius oleh kondisi di luar. Bila hatinya gelap maka penalaran dan logikanya tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga mudah dipancing,  diseret dan dibius oleh ajaran-ajaran radikal atau ilmu-ilmu jahat akibatnya mereka menjadi kacau, bingung, linglung lalu gelap mata melakukan aksi kejahatan dan mencelakakan banyak orang.

Rupa terbentuk dari hati yang muncul; Nasib terbentuk dari hati yang bergejolak; Sepuluh hakikat Dharma Dhatu semua tercipta oleh hati; Bahagia atau derita di kondisikan oleh hatinya sendiri. Baik atau buruk semua di ciptakan oleh hatinya sendiri. Berbakti atau durhaka semua karena ulah hatinya sendiri. Dusta atau jujur direkayasa oleh hatinya sendiri; Suci atau ternoda semua di perankan oleh aktivitas hatinya sendiri. Hati bodoh diputar oleh kondisi, hati bodoh selalu memohon dharma di luar; Hati cerah dapat merubah situasi dan kondisi, Hati bijak memohon dharma ke dalam kesejatian dirinya sendiri  yang dinamakan praktisi Buddhis.

Tujuan untuk pahami hati, utamanya adalah mengembangkan hati, mengendalikan hati, memahami hati, sucikan hati dan sempurnakan hatinya.

Ditipu, Dibohongi dan Dipermainkan Hatinya Sendiri

“Untuk suatu masa yang lama, aku telah ditipu, dibohongi dan dipermainkan oleh hati ku sendiri. Oleh kemelekatan terhadap badan jasmani, perasaan, pencerapan oleh indera, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran . Karena terkondisi oleh kemelekatan ini, akan ada penjelmaan, karena terkondisi oleh penjelmaan, akan ada kelahiran, karena terkondisi oleh kelahiran, maka usia tua, kematian, kesedihan, duka cita, penderitaan, ratap tangis dan keputusasaan akan terjadi.hal ini merupakan asal mula dari semua penderitaan.” (Majjhima Nikaya 511)

Penyakit Utama Manusia

Bila Pancaskandha (hati) tidak dipahami, bagaimana kita bisa membina diri? Hati orang awam memiliki 4 corak, yaitu: Timbul, melekat, berubah dan lenyap. Penyakit utama manusia adalah ‘Hati khayal’,’ Hati kemelekatan’ dan ‘Hati terbalik’.  Hati yang memunculkan kondisi hati itulah ‘khayalan’; Hati yang terjebak dan terikat dengan kondisi hati itulah ‘kemelekatan’; Melupakan hati murni hanya tertuju kepada kondisi hati itulah ‘hati terbalik’. Ada pepatah Buddhis yang mengatakan: “Membina diri tidak membina hatinya, cepat atau lambat jadi siluman; Membina hati tidak membina diri, sulit menghindari cibiran banyak orang.”

Abhidharma Ta Sheng Chi Xin Lun, disabdakan: “Semua Dharma hanya mengandalkan pikiran khayal baru ada diskriminasi; Bilamana tinggalkan khayalan, maka tiada semua wujud kondisi.”

Sastra Kebenaran Mahayana menjelaskan: “Orang awam hatinya bodoh tidak paham kebenaran, memunculkan perwujudan dharma, lalu melekat memberi nama, dengan nama melekat kepada perwujudan, apa yang dilekatkan tidak realita, maka dinamakan khayal.” Shurangama Sutra, disabdakan: “Semua makhluk sejak tiada awal, mengalami kelahiran dan kematian yang tidak terputus, disebabkan tidak mengetahui hakikat kebenaran hati dan kesejatian diri yang senantiasa menetap, malah gunakan pikiran khayal. Pikiran ini tidaklah benar, makanya adanya siklus tumimbal lahir. “

Sutra Cen Fa Nien Chu Cing, disabdakan: “Triloka Dhatu (Karma dhatu, Rupa dhatu, Arupa Dhatu dan sembilan tingkatan alam Triloka dhatu semua kekotoran maupun kemurnian dharma,  tiada lain semua diwujudkan oleh hati semua makhluk yang berada di Dharma dhatu, bagaikan guru pelukis yang melukis semua kondisi alam. Demikianlah Hati adalah guru pelukisnya.”

Sutra Cing Tu San Mei Cing, di dalamnya ada satu bait kata: “Satu orang selama satu hari, memunculkan delapan milyar empat ribu pikiran, pikiran-pikiran tersebut cenderung tiada bukan ciptakan karma tiga alam celaka”; juga Di dalam Sutra Ti Cang Cing, disabdakan: “Makhluk-makhluk yang berada di selatan Jambhudvipa (Dunia Saha), pikirannya selalu bergerak timbul lenyap, tiada bukan menciptakan karma dan tiada bukan menciptakan dosa kejahatan.”

Sutra Shen Thien Wang Pan Ruo Cing, disabdakan: “Bilamana mengetahui hati secara bajik, maka bisa memahami banyak Dharma.”

Sutra Nirvana, disabdakan: Semua aktivitas tidaklah kekal, adalah Dharma timbul lenyap; Timbul lenyap sudah lenyap, Sunyi Nirvana adalah kebahagiaan hakiki.

Kekotoran Batin Manusia:

Pada umumnya manusia yang belum bijaksana cenderung hatinya gelap, liar, kotor dan merajarela Pancaskandha. Selalu haus dan dahaga dengan segala sensasi  dan sensual kenikmatan, sehingga senang mencari yang serba merangsang nafsu.      “Mata kita hanya ingin melihat yang indah-indah. Telinga kita hanya ingin mendengar yang merdu-merdu. Mulut kita hanya ingin makan makanan yang enak-enak. Tubuh kita hanya ingin merasakan sentuhan-sentuhan yang sensual. Pikiran kita hanya ingin memikirkan hal-hal yang menyenangkan, inilah kekotoran batin”.(Dhamma Vagga)

“Batin adalah putih suci, namun ternodai oleh kekotoran batin yang sebelumnya tidak ada. Orang-orang tidak menyadari, oleh karenanya tidak menjaga batinnya. Batin adalah putih suci dan dapat dimurnikan dari kekotoran batin yang sebelumnya memang tidak ada. Siswa yang agung mengerti hal itu, oleh karenanya mereka menjaga batin mereka.”(Anguttara Nikaya 1:10)

“Ketika berada diantara obyek penglihatan, suara, bebauan, rasa kecapan, sentuhan dan pikiran jagalah indera-indera dengan baik .Bila pintu-pintu indera terbuka dan tidak  terjaga, maka kekotoran dapat masuk ke dalam batin seperti perampok yang dapat masuk ke dalam sebuah desa yang tidak terjaga dengan baik. Demikian pula seperti rumah yang atapnya bocor bila hujan datang air akan merembes masuk ke dalam rumah, begitu juga nafsu keinginan akan datang ke dalam batin yang tidak dijaga” (Dh.13).

Kondisi Hati Bila Tidak Dibina 

Sutra Xin Ti Kuang Cing, Buddha mengatakan: ” 1. Hati bagaikan dharma ilusi, untuk urusan hidup munculkan banyak hati dan pikiran, akibatnya menerima senang derita; 2. Hati bagikan aliran air, pikiran-pikiran timbul lenyap di depan di belakang tidak menetap; 3. Hati bagaikan angin besar, sesaat saja dapat merusak apa saja; 4. Hati bagaikan nyala api, berbagai kondisi terpenuhi baru bisa muncul; 5. Hati bagaikan cahaya kilat, sekilas terjadi tidak berlangsung lama; 6. Hati bagaikan angkasa raya, hati asalnya lapang, hanya tamu sensasi membuat kerisauan dan merintangi; 7 Hati bagaikan monyet, berkelana di pohan lima nafsu tidak bisa diam; 8. Hati bagaikan guru pelukis, dapat melukis dunia bermacam-macam rupa; 9. Hati bagaikan pelayan anak, mediasi untuk semua kegalauan; 10. Hati bagaikan aktivitas sendirian, tiada kesempatan terjadi dua kali; 11. Hati bagaikan raja, leluasa mengerjakan banyak urusan; 12. Hati bagaikan kumpulan penagih hutang, membuat tubuh menerima derita besar; 13. Hati bagaikan debu, menodai tubuh sendiri jadi kotor; 14. Hati bagaikan bayang-bayang wujud, dharma tidak kekal dilekatkan jadi kekal; 15. Hati bagaikan mimpi ilusi, dharma tiada ego/aku dilekatkan jadi ego/aku; 16. Hati bagaikan raksasa, pelahap jasa pahala; 17. Hati bagaikan laler hijau, awal baik berubah kotor dan buruk; 18. Hati bagaikan pembunuh, bisa melukai tubuh; 19 Hati bagaikan bermusuhan, senantiasa ciptakan kesalahan; 20. Hati bagaikan pencuri, mencuri jasa pahala; 21. Hati bagaikan tambur besar, pembangkit perang/pertempuran; 22. Hati bagaikan ngengat, suka sensual kenikmatan; 23. Hati bagaikan rusa liar, mengejar suara rayuan; 24. Hati bagaikan sekelompok babi, senang dengan kekotoran (nafsu); 25. Hati bagaikan sekelompok tawon, mencari rasa madu/kesenangan; 26. Hati bagaikan gajah mabuk, terlena dalam sentuhan merangsang.”  Hakikat hati tiada perwujudan, disebabkan adanya kondisi muncullah hati. Hati dan kondisi bila keduanya lenyap, Dharmakaya seketika menampakkannya.

Jika ia hidup dengan indra-indra yang tak terkendali, hal-hal yang penuh dengan daya tarik, hal-hal yang menjijikkan, dan kondisi-kondisi batin yang tidak baik akan bermunculan.      Oleh karena itu, ia harus mengendalikan indra-indra tersebut, dan setelah indra-indra tersebut terkendali, ia akan memperoleh kebahagiaan dan ketenangan. (Majjhima Nikaya 346)

Kebodohan Utama Manusia

Para makhluk mengalami kelahiran dan kematian yang berulang dalam siklus tumimbal lahir, disebabkan tidak bisa memahami “Semua Hakikat Dharma yang Sunya dan Sunyi.” Terhadap hakikat semua Dharma yang sunya dan sunyi memunculkan diskriminasi dan kemelekatan, dikarenakan ketidaktahuan sehingga dikatakan bodoh.

Dunia ini dikuasai oleh kebodohan batin (kegelapan hati manusia), dan hanya muncul untuk dipahami. Bagi seseorang yang bodoh, yang melekat, dan terselubungi kegelapan, dunia tampak sebagai sesuatu yang abadi. Tetapi bagi orang yang sudah mengerti, tidak ada suatu apapun. (Buddha, Ud)

Kebodohan manusia ada dua:  1. Satu pikiran bergerak khayal;  2. Sejak tiada awal pikiran selalu bergerak khayal (Jejak karma tersimpan dalam gudang kesadaran). Inilah yang disebut kebodohan utama manusia.

Di dalam Sutra Yen Cie Cing, disabdakan: apa yang disebut Kebodohan/ Avidya? Semua makhluk sejak tiada awal, pikirannya banyak yang terbalik, seperti di empat penjuru mudah ditemukan orang bodoh (tidak bisa menunjukkan arah timur, selatan, barat dan utara) . Berkhayal memastikan catur Maha Bhuta (empat unsur tubuh) adalah wujud dari tubuh sendiri. Enam sensasi indera sebagai wujud hati sendiri, bagaikan mata sedang sakit melihat angkasa raya ada bunga. Nyatanya di angkasa raya tiada bunga, hanya pesakitan khayal melekat, karena khayalan dan kemelekatan ini, menutupi kesejatian diri yang luas bagaikan angkasa raya, juga disebabkan kebodohan dikiranya bunga ada di angkasa raya, karena khayalan ini ada, maka alami siklus kelahiran dan kematian berulang, ini dinamakan kebodohan.

Hati khayal bersifat timbul lenyap, tentu bisa memohon usia panjang; Hati benar tidak timbul tidak lenyap bagaimana bisa memohon usia panjang?

Relatifitas Hati

Suasana hati menentukan kesehatan; Aktivitas hati menentukan nasib; Khayalan hati menimbulkan kesulitan; Kebodohan hati sumber  penderitaan; Rasional hati menentukan dualitas pilihan; Rencana hati memunculkan strategi; Seni hati menentukan kepribadian; Keinginan hati menentukan karakter; Kekacauan hati menimbulkan banyak masalah; Kedamaian hati karena dapat melepaskan semua beban; Satukan hati tembus ruang dan waktu; Kosongkan hati bebas dari semua derita; Sucikan hati bebas dari Sang Aku dan Dharma.

Hati ada dua bentuk, yaitu “Hakikat Hati” dan “Kesadaran Hati”; Hakikat hati tiada pikiran inilah nuansa Buddha. Kesadaran hati ada pikiran yang menjadi ciri para makhluk. Pikiran benar mengarah ke jalur Buddha, sedangkan pikiran khayal menjauhi Buddha. Pikiran khayalan yang mengarah pikiran bajik mengarah kepada tiga alam bajik, yaitu: alam dewa, alam manusia dan alam asura; Kalau pikiran buruk mengarah kepada tiga alam celaka, yaitu alam neraka, alam setan kelaparan dan alam binatang.

Hati Ada Dimana? 

Anda bertanya kepada saya itulah hati anda, saya menjawab itulah hati saya. Bilamana saya tiada hati bagaimana bisa menjawab anda? Bilamana anda tiada hati, bagaimana pula bisa bertanya kepada saya. Sejak kalpa tiada awal sampai sekarang apa yang digerakkan, bebas dari waktu dan ruang itulah hati anda, adalah anda punya hakikat Buddha.

Dalam Sutra Intan, disabdakan: hati masa lalu tidak diperoleh; Hati sekarang tidak diperoleh, Hati yang akan datang juga tidak diperoleh.

Sutra Shurangama, disabdakan: “Hati tidak di dalam, tidak di luar, juga tidak di antaranya.”

Pertanyaannya hati ada dimana? ‘Hati Khayal’ timbul-lenyap bergejolak terus mengembara jauh entah kemana dan dimana, sulit dilacak, tidak diketahui keberadaannya dan tidak diperoleh. Sesungguhnya ‘Hati Benar’ adalah tidak timbul-tidak lenyap, tidak kotor-tidak bersih, tidak bertambah-tidak berkurang, bebas dari dimensi dualitas, ciri, rupa, identititas, kondisi, lokasi ruang dan waktu. ‘Hati Benar’ itulah ‘Kesejatian Diri’ kita sendiri.

Satu Pikiran Tiga Ribu Alam   

Ajaran Mahayana Buddhis sekte Tian Tai, Maha Bhiksu Che Ce (智者大师), mengajarkan “Satu Pikiran” mempunyai tiga ribu dunia/masalah.

Andalkan Sutra Avatamsaka, bagian Dasa Bhumika, disabdakan: Semua dharma bisa dibagi menjadi: 1. Neraka; 2. Setan kelaparan; 3. Binatang; 4. Asura; 5. Manusia; 6. Dewa ( Enam alam tumimbal lahir); 7. Sravaka; 8. Pratyeka Buddha; 9. Bodhisattva; 10. Buddha ( Empat makhluk suci) berjumlah  sepuluh alam (Dharma dhatu).  Diantara Sepuluh Dharma dhatu setiap Satu Dharma dhatu juga terdapat sembilan Dharma dhatu, saling melengkapi saling harmoni, dengan sepuluh yana berisi sepuluh berarti ada seratus Dharma dhatu.  Di Sutra Lotus bagian bab Fan Pien Phing dikatakan ada Sepuluh Kedemikianan, yaitu: 1. Bentuk/Aspek demikian; 2. Sifat demikian; 3. Diri demikian; 4. Kekuatan demikian; 5. Perilaku demikian; 6. Sebab demikian; 7. Syarat demikian; 8. Pengaruh/ hasil demikian; 9. Pahala/ pembalasan demikian; 10. Awal dan akhir demikian.

Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun bab ke 47, dikemukakan ada tiga jenis waktu, 1. Waktu pancaskandha; 2. Waktu para makhluk; 3. Waktu dunia/alam.

Dengan demikian satu pikiran terdapat tiga ribu alam yang membentuk seluruh kenyataan perwujudan.

Teori tiga ribu alam tersebut mengungkapkan bahwa di dalam satu saat kesadaran atau satu saat pikiran terkandung tiga ribu dunia. Konsep tiga ribu alam atau dunia ini merupakan konsep yang khas dari aliran Tian Tai yang menitik beratkan hubungan erat antara makhluk-makhluk hidup dengan alam semesta.

Tiga ribu alam tersebut berada secara alami, secara asli, secara asasi, sehingga timbul istilah “satu pikiran muncul tiga ribu alam”.  Artinya satu pikiran muncul dapat berinteraksi dengan tiga ribu alam; Maknanya “Satu pikiran muncul tiga ribu masalah menyertainya”.

Sutra Avatamsaka, Disabdakan: Bilamana orang ingin mengetahui, tiga masa semua Buddha, seharusnya merenungkan Hakikat Dharma Dhatu. Semua terbentuk oleh aktivitas hati. (Hati adalah sumber segalanya. Hatilah yang menciptakan segalanya. Semua kondisi dibentuk dan dirasakan oleh hatinya. Oleh hatinya pula semua dilenyapkan).

Kualitas & Kekuatan Hati

Orang awam yang menyenangi duniawi berpikir uang adalah segalanya, mengira dengan uang bisa bisa membeli dan melakukan apapun; Orang pemuja Penguasa Langit (Pencipta dan pengatur segala sesuatu), Penguasa Langit adalah segalanya, mengira Penguasa Langit pulalah yang mencipta, mengatur, menguji, menghukum, akhirnya musti kembali kepada-Nya. Orang berpikir kritis penuh nalar dan logika, ilmu pengetahuan adalah segalanya, mengira ilmu pengetahuan bisa menciptakan segala sesuatu untuk kemajuan dunia dan memenuhi kebutuhan manusia; Ajaran Buddha tertuju kepada ‘Kekuatan Hati’. Semua rupa dan kondisi makhluk terbentuk oleh peran dan fungsi hatinya sendiri. Semua surga dan neraka bersumber dan tercipta oleh aktivitas hati. Makhluk apapun yang ingin mencapai Kebuddhaan harus memiliki kekuatan hati dan kualitas hati menapak jenjang tingkatan jalur Kebuddhaan.

Sutra 42 Bagian, bab ke 28, Hyang Buddha bersabda: “Waspada dan berhati-hatilah! Jangan turuti kehendak anda, kehendak anda tidak boleh anda turuti! Hanya saja bila telah mencapai kesucian “Tingkat Arahat”, anda baru dapat menuruti dan mempercayai kehendak hati anda.” (Hati orang awam diliputi khayalan, kemelekatan, dan keterbalikan, kecenderungan orang awam hatinya penuh keserakahan, kebencian dan kebodohan; Begitu pula orang awam hatinya masih dicengkram oleh jejak karma masa lampau, sehingga dikuasai oleh watak, tabiat  dan karakter bawah sadar yang pernah diciptakan pada masa lampau yang tidak terbatas;  Hanya praktisi yang telah mencapai kesucian tingkat Arahat, hatinya sudah murni

sehingga bisa dipercaya dan bisa dituruti kehendaknya.)

Ajaran Buddha Mahayana Tertuju Kepada Hati & Kesejatian Diri

Buddha babarkan semua Dharma untuk mengobati semua penyakit hati; Bila tiada penyakit hati untuk apa semua Dharma dibabarkan?

Sutra Shurangama, Buddha bersabda: bagaikan orang dengan tangan, menunjukkan jarinya kepada bulan, orang yang di beri petunjuk  awalnya melihat arah yang ditunjuk kemudian lihatlah  bulan yang dituju.  Apabila hanya melihat jari yang dianggap bulan, orang ini kehilangan  pandangan lihat bulan purnama.  Buddha mengajarkan semua Dharma sebagai jembatan untuk menolong semua makhluk agar kembali kesejatian dirinya sendiri, yang pada akhirnya untuk mencapai pembebasan mutlak.

Hati ini adalah Buddha, hakikat Buddha adalah hakikat para makhluk, kesejatiannya tiada mendua dan berbeda; Saat untuk para makhluk, hati ini tidak lenyap, Saat untuk para Buddha, hati ini tidak bertambah. Hakikat dirinya adalah lengkap. Bilamana tidak memantapkan keyakinan ini adalah Buddha, walaupun sudah melewati banyak kalpa untuk membina diri, akhirnya tidak mencapai buah kesucian.

Menciptakan karma buruk atau karma bajik adalah kemelekatan terhadap wujud. Bila melekat wujud menciptakan kejahatan akan menerima siklus tumimbal lahir yang konyol. Bila melekat wujud menciptakan karma bajik, akan menerima kelelahan dan derita yang konyol. Semuanya lebih baik mengenali dan mengarahkan ke hakikat hati. Di luar hati tiada Dharma. Hati ini adalah Dharma; di luar Dharma tiada hati, hatipun realitas tiada hati, hati sunyi semua kondisi pun buyar. Semua berada dalam dirinya sendiri dengan hening dirasakannya.

Di dalam Abhidharma Cing Kang Kuo Lun, Hyang Buddha bersabda: Semua kebaikan dan keburukan bersumber dari aktivitas hati. Bila hati membina kebaikan maka jasmaninya tentram bahagia. Bila hatinya menciptakan keburukan maka tubuhnya akan menerima penderitaan. Hati yang mengatur tubuh, sedangkan tubuh dipergunakan hati. Kenapa bisa demikian? Karena Kebuddhaan dicapai oleh hati yang sempurna. Kesucian karena hati dikendalikan. Pahala dihasilkan oleh hati penuh kebajikan. Jasa terbentuk karena pembinaan. Kebahagiaan karena hati membuatnya. Mengalami malapetaka karena hati mempunyai kecenderungan. Hati bisa menciptakan surga bisa pula menjebloskan ke neraka. Hati benar bisa menjadi Buddha. Hati yang ditelantarkan jadi makhluk. Oleh karena itu, hati benar bisa menjadi Buddha. Hati sesat jadi mara (iblis). Hati bajik jadi dewa. Hati jahat jadi asura (raja setan). Hati adalah sumber dari dosa dan pahala. Bila ada orang yang bisa memahami, bisa menentramkan sekaligus bisa menatanya, tidak berbuat jahat senantiasa membina kebaikan. Mengikuti petunjuk dan praktik sesuai dengan ajaran Buddha, membangkitkan tekad dan pelaksanaan seperti Hyang Buddha. Buddha mengatakan orang tersebut tidak lama lagi jadi Buddha.

Penderitaan sebenarnya bukan bersumber pada keadaan di luar diri kita, tetapi dalam diri kita yang menolak kenyataan yang ada. Janganlah menyalahi keadaan atau orang disekitar anda atas ketidaknyamanan yang kita alami. Jika seseorang telah dapat mengatasi gangguan luar dengan mengubah cara berpikirnya dan menerima keadaan dengan apa adanya. Maka ia dapatlah dikatakan memiliki ketabahan  dan kebijaksanaan mampu menjadi orang yang tidak pernah mengeluh.

Patriach ke-5 Master Hung Ren, bersabda: Tidak menyadari hati, praktik Dharma tidaklah bermanfaat; Bila menyadari hakikat hati, menampakkan kesejatian diri dinamakan manusia agung, guru para dewa manusia atau Buddha.

Patriach ke-6 Master Hui Neng, bersabda: kesejatian diri tidak diketahui di sebut makhluk; Kesejatian diri sudah disadari adalah Buddha. Kesejatian diri inilah disebut Aku yang sejati.

Di dalam Shurangama Sutra, bab ke-4 disabdakan buah Kebuddhaan: Bodhi, Nirvana, Tathata, Hakikat Buddha, Amala Vijnana (Kesadaran murni), Sunyata Tathagatagarbha, Kebijaksanaan Cermin Besar adalah tujuh jenis, nama berbeda, tapi kebenarannya sama. “Sempurnanya kemurnian, hakikat tubuh kesadaran tunggal. Seperti Vajra Raja, senantiasa menetap tidak rusak”.

Sutra Avatamsaka, disabdakan; Bila dapat melepaskan Khayalan, kemelekatan dan keterbalikan, maka semua kebijaksanaan, kebijaksanaan tanpa guru, kebijaksanaan tanpa rintangan, kebijaksanaan natural akan muncul dengan sendirinya.

Dimanakah Lokasi Kesejatian Diri (Buddhata)?

Dalam catatan Tian Shen Kuang Ten Lu, bab ke 6, di jelaskan:

Ada sepenggal percakapan luar biasa tentang pahami hati tampakkan kesejatian diri. Dulu ada Raja Yi Jien, bertanya kepada Arahat Po Luo Thi: Buddha itu apa? Arahat berkata: Tampakkan kesejatian diri adalah Buddha. Raja bertanya: Maha Bhiksu apakah sudah tampakkan kesejatian diri belum?. Arahat berkata Saya sudah menampakkan Hakikat Buddha (Buddhata/ kesejatian diri). Raja bertanya:  Buddhata dimana bisa menampakkan? Arahat berkata: Buddhata ada di enam organ indera berinterksi dengan enam sensasi sehingga mengetahui segala sesuatu.Raja berkata: bagaimanakah kerjanya? Kenapa saya melihat tapi tidak menampakkan? Arahat berkata: saat sekarang kamu bertanya, itulah ia bekerja, hanya saja Maha Raja punya kebijaksanaan belum terbuka, tidak mampu seketika memastikan ia bekerja. Raja berkata: saya punya Buddhata sekarang berada dimana dan bagaimanakah ia bekerjanya? Arahat Berkata: Maha Raja dalam satu kata satu aktivitas, angkat alis berkedip mata, Buddhata nya muncul berperan. Bila Raja punya hati istirahat tidak digunakan, Buddhata intinya bersembunyi  tanpa jejak. Raja Berkata: lalu Buddhata saat bekerja , ada dimana dan bagaimanakah  ia menampakkannya? Arahat berkata: garis besarnya disebut ada delapan. Raja berkata: dimanakah delapan tempat tersebut, mohon saya dijelaskan dengan terperinci. Arahat berkata: Setelah memasuki rahim ia bermukim di antara perwujudan tubuh; saat melayani dan menyelesaikan urusan ia mengikuti hubungan antar orang tersebut. Di mata ia bisa melihat, di telinga ia bisa mendengar, di hidung ia bisa mencium aroma, di mulut ia bisa bercakap-cakap, di tangan ia bisa mengambil, di kaki ia bisa berjalan. Saat semua berfungsi, mengingkuti kondisi dimana-mana ia berada, bila tidak digunakan ia kembali bersembunyi tanpa jejak. Ribuan makhluk suci sulit melacaknya, hanya orang yang sudah cerah bisa seketika memastikan sepuluh penjuru jejak hati para Buddha.  Orang yang tidak sadar, hatinya mengikuti dalam perputaran timbul lenyapnya antara pikiran, kesadaran dan hatinya. Raja Yi Jien setelah mendengar penjelasan Arahat tersebut, seketika menyadari Buddha asalnya lengkap dalam dirinya sendiri, tidak berada di luar tubuh.

Untuk membina diri pertama-tama kita semua harus memahami apa itu ‘Hati’ dan apa itu “Kesejatian Diri”? Saat pikiran khayalan  muncul disebut ‘Hati’, saat pikiran khayal  lenyap itulah “Kesejatian Diri”. Hati dan kesejatian diri tidaklah mendua.  Bila sudah pahami hati dan tampakkan kesejatian diri baru dapat membuka kebijaksanaan, menghancurkan kerisauan, akhirnya peroleh kebahagiaan hakiki. Hati tidak dibina maka pikiran khayal tidak pernah berhenti.  Kesejatian diri tidak akan tertampak, kebijaksanaan juga tidak terbuka. Karena itu harus membina hati dan merawat kesejatian diri. Kesejatian diri mengandalkan hati yang dibina.

Penjelasan Hati dan Kesejatian Diri hakikatnya tidak mendua, tetapi adanya ‘Benar’ dan ‘Khayal’, ‘Tergerak’ dan ‘Hening’ yang tidak sama. Kesejatian diri disebut kosong sejati, kebenaran hati (kesejatian diri adalah belum tergerak nya hati, karena hati dan kesejatian diri tidaklah berbeda, bagaikan air samudra dan ombak, tiada air tiada ombak, tiada ombak tiada air pula). Kesejatian diri disebut juga kebenaran Tatha, realitas Wujud sejati, wajah aseli dan sebagainya. Hati relatifnya adalah khayal, penuh ilusi, seperti perasaan, pemikiran, kesadaran (diskriminasi, ego dan memory) seperti ombak yang mudah bergelombang dan bergejolak mengikuti kondisi. Air dan ombak mempunya ciri basah asalnya tidak berbeda. Ombak menderu bergejolak, air adalah tenang jernih. Hati bergejolak membuat kacau, hati tenang jernih bulan mantul terang. Hati dan kesejatian diri bukan satu bukan pula berbeda. Orang-orang terhadap hati mudah memahami dan memaklumkan, karena selamanya seperti ombak terus bergejolak. Tetapi kesejatian diri banyak orang tiada yang mampu memahami dan menampakkannya. Seperti ombak yang terus menderu dan bergelombang sehingga kekotoran ikut terbawa dan mengotori air, gelombang yang saling sambung menyambung yang tidak pernah bisa diam sehingga tidak bisa melihat wujud sejatinya, yaitu: air atau kesejatian diri.  Bergerak tetapi selamanya sunyi, makhluk-makhluk adalah Buddha; Sunyi tapi malah tergerak, Buddha adalah makhluk-makhluk.

Gunakan kesejatian diri atau hati benar jangan gunakan hati khayal. Umumnya orang orang awam hatinya masih diliputi kebodohan. Satu pikiran muncul yang bergerak khayal; tentu menimbulkan aktivitas, sehingga munculah berbagai kesadaran, baik kesadaran diskriminasi, kesadaran ego dan tersimpan di dalam gudang kesadaran, akibatnya ada karma berkelanjutan  sehingga adanya kelahiran baru, organ indera, muncullah kesan-kesan, perasaan, kecintaan, kemelekatan, adanya karma baru, kelahiran lagi, usia tua, sakit dan mati.  Untuk mengakhiri siklus kelahiran dan kematian yang berulang, gunakan hati benar, melihat hanya sekedar melihat tidak ada munculkan pikiran diskriminasi dualitas, tidak memunculkan kesadaran ego sang aku subjek yang melihat, dan ada objek yang dilihat. Seandainya ia melihat tapi tidak mengetahui, seandainya mengetahui sekedar mengetahui tapi  ia tidak mengingat.

Pikiran Khayal tiada hakikatnya, tapi ingatan-ingatan saling berkesinambungan. Makhluk makhluk cerdas satu ingatan berbalik introspeksi ke dalam dirinya, seketika menampakkan kesejatian diri; Perasaan suci dan awam berakhir, Sinar gaib sendirinya memancar, Tidak tergerak oleh delapan angin (sukses-gagal, untung-rugi, dipuji-dicela, bahagia-derita) Debat pertengkaran berakhir, semua jasa pahala dan Dharma realitasnya sempurna.

Hakikat Kebuddhaan atau kesejatian diri melampaui dualitas suci-awam, sebab-akibat, kebajikan- kejahatan, tidak diperlukan kepalsuan dalam bertindak, tiada pembinaan-tiada pencapaian, Saat bodoh tidak hilang, saat cerah tidak diperoleh, Buddha dan para makhluk hanya dibedakan satu pikirannya sekarang, Tiga Maha Asenkya kalpa membina diri peroleh pencerahan dan orang awam seketika cerah tiada bertambah pun tiada berkurang.

Tidak perlu hati keluar memohon Dharma, Di dalam tinggalkan siapa yang melihat khayalan hati, keluar apa yang dilihat khayalan wujud, organ indera dan sensasinya kembali dilepaskan, Langsung menampakkan hakikat wajah aslinya.

Guru Zen Patriach ke enam Master Hui-Neng mengatakan: Semua akibat  berkondisi berasal dari sebab perilaku, semua  tingkah laku berasal dari pikiran. Beliau menganjurkan “Gunakan jati dirinya untuk menolong dirinya sendiri” (自性自度). Yaitu:  “Pikiran sesat datang di ditaklukkan oleh kebenaran; Pikiran khayal di ubah oleh  pencerahan; Pikiran bodoh digantikan oleh kearifan; Pikiran jahat dikalahkan  oleh kebajikan”.

Hati tiada wujud berbeda dinamakan ‘Kebenaran Tathata’; Hati tidak bisa dirubah dinamakan ‘Hakikat Dharma’; Hati tidak ada relasinya dinamakan ‘Pembebasan Mutlak’; Hati dan kesejatian diri tanpa rintangan dinamakan ‘Bodhi’; Hati dan kesejatian diri sunya senyap dinamakan ‘Nirvana’.

Realitas Kesejatian Diri

Abhidharma Ta Ce Tu Lun, bab ke 31, dikatakan: Kesejatian Diri ada dengan sendirinya. Tidak menunggu sebab kondisi. Bilamana menunggu adanya sebab kondisi maka dinamakan ‘Berbuat Dharma’(dibentuk) ini tidak dinamakan Kesejatian Diri. Semua Dharma hakikatnya tiada Inti, kenapa demikian? Semua Dharma yang berkondisi/dipamrihkan berasal dari sebab kondisi sehingga muncul. Sebab kondisi yang muncul ini disebut Berbuat Dharma (dibentuk). bilamana tidak berasal dari sebab kondisi bersama dan dibentuk ini dikatakan ‘Tiada Dharma’. Demikianlah semua Inti Dharma tiada diperoleh maka dinamakan intinya sunya/kosong.

Patriach ke-6 Master Hui Neng, bersabda: ‘Kesejatian Diri’ hakikatnya murni; Kesejatian diri hakikatnya tidak timbul-tidak lenyap; Kesejatian diri hakikatnya tidak tergerak; Kesejatian diri hakikatnya sudah lengkap; Kesejatian diri hakikatnya memunculkan semua Dharma.

Sutra Altar, bagian Prajna, Patriach Zen Master Hui Neng berkata: Semua kebijaksanaan Prajna muncul berasal dari kesejatian diri.

Hakikat kesadaran murni yang gaib, keberadaannya tiada awal usianya sama dengan angkasa raya, belum pernah muncul-belum pernah lenyap; belum pernah eksis-belum pernah tiada; belum pernah kotor-belum pernah bersih; belum pernah rebut (ramai)-belum pernah sunyi; belum pernah muda-belum pernah tua; tiada bentuk, tiada di dalam diluar, tiada bisa diukur, tiada bentuk wujud, tiada rupa kondisi, tiada suara, tidak bisa dicari, tidak bisa dimohonkan, tidak bisa dengan kebijaksanaan menyadari dan memahami; tidak bisa dengan ucapan dan kata dijelaskan; tidak bisa dipakai dengan perumpamaan; tidak bisa dilatih untuk mencapainya. Para Buddha dan Bodhisattva dengan semua makhluk yang memiliki kesadaran sama memiliki Hakikat Maha Nirvana.

Para Buddha dan semua makhluk hanya satukan hati, tiada dharma lain. Hati ini sejak tiada awal, belum pernah muncul belum pernah lenyap, tidak berwarna hijau atau kuning, tiada bentuk tiada wujud, tiada relasi antara ada dan tiada, tidak terjebak baru atau lama, bukan panjang bukan pendek, bukan besar bukan pula kecil. Melampaui batasan nama, ucapan, jejak , pelacakan dan dualitas. Itulah hakikat sejatinya, pikiran tergerak jadi aneh. Seperti angkasa raya tiada batasannya juga tidak bisa diukur, hanya satukan hati adalah Buddha, Buddha dengan semua makhluk tidaklah berbeda. Tetapi para makhluk melekat kepada wujud memohon keluar. Memohon malah berubah jadi kehilangan. Memiliki Buddha mencari Buddha, dengan hati mau menangkap hati, selama kalpa yang tidak terbatas atau selama hayat dikandung badan tidak didapat. Tidak mengetahui, istirahatkan pikiran, melupakan khawatiran, Buddha menampakkan diri. Hati ini adalah Buddha, Buddha adalah semua makhluk. Saat untuk semua makhluk hati ini tidak berkurang, saat untuk para Buddha hati ini tidak bertambah, sampai jasa pahala dari praktik Sad Paramita  dan puluhan ribu praktik lainnya. Hakikat diri lengkap tidak perlu penambahan metode lain, ketemu jodoh berdana, jodoh berakhir hati sunyi.  Sekarang orang membina diri Tidak cerah memahami hakikat hati, mudah dengan hati memunculkan hati, mencari keluar dengan memohon Buddha. Membina dirinya terjebak wujud ini adalah dharma buruk bukan jalan kebodhian, Praktisi  Tiada hati  adalah tiada semua hati, hakikatnya demikian demikian, ke dalam bagaikan kayu batu tidak tergerak tidak bergoyang, keluar bagaikan angkasa raya tidak tertandingi dan tidak terhalangi.

Patriach ke 5 Grand Master Hung Ren, bersabda: Dalam tujuh hari “Tiada Hati” bilamana tidak menampakkan kesejatian diri, setelah mati maka saya terjatuh ke neraka  lidah mulutnya dibajak. Ada hati pasti ada sakit derita, Sepuluh hati sepuluh penderitaan, ribuan hati ribuan penderitaan. Tiada hati itulah damai tentram, realita kehidupan bahagia dan hidup leluasa.

Sutra Buddha disabdakan: Kesejatian diri manusia tidak pernah ada kekurangan satu obyek, tidak juga bertambah satu obyek.

Abhidharma Ta Sheng Chi Sin Lun menyebutkan: “Sutra-sutra mengungkapkan: “Bilamana para makhluk dapat merenungkan ‘Tiada pikiran’, ini mengarah kepada Kebijaksanaan Buddha.”  “ Hati benar Tathata (kedemikian) adalah Dharma Dhatu Tunggal, yang menjadi hakikat kumpulan maha wujud pintu Dharma.”

Kesejatian Diri yang Luar Biasa

Patriach Zen Grand Master Bodhidharma bersabda: Tubuh Dharmakaya ini adalah anda punya hakikat hati, hati ini sejak maha kalpa yang tidak terbilang, tidaklah berbeda, belum pernah lahir dan mati, tiada timbul-tiada lenyap, tidak bertamba- tidak berkurang, tidak kotor- tidak bersih, tidak baik-tidak jahat, tidak datang-tidak pergi, juga tiada benar-tiada salah, juga tiada berwujud pria-wanita, juga tiada figur sramana atau umat perumah tangga, tiada  tua atau muda, tiada sakral atau profan, juga tiada Buddha juga tiada para makhluk, tiada perlu dibina untuk mencapai, juga tiada sebab akibat, tiada ketegangan, tiada berupa, bagaikan angkasa raya, dijamah tidak bisa dilepaskan juga tidak bisa. Gunung, sungai batu dan tembok tiada yang bisa rintangi, leluasa dan gaib, tembusi gunung Panca skandha, menyeberangi sungai kelahiran kematian, semua karma rintangan  terhadap Dharmakaya tidak diperoleh. Hati ini sangat menakjubkan dan gaib sulit dilihat. Di antara cahaya dan terang, bergerak tangan dan kaki bagaikan pasir di sungai gangga. Juga bertanya dan praktik akhirnya tidak bisa diperoleh. Bagaikan rupa bentuk orang kayu, akhirnya sendiri yang gunakan dan menerima, sebab apa tidak dikenali?

Buddha bersabda: semua makhluk kebanyakan adalah makhluk bodoh, karena ini menciptakan karma sehingga terjatuh ke sungai kelahiran dan kematian. Berkeinginan untuk keluar sulit , disebabkan tidak menampakkan kesejatian diri.

Patriach Bodhidharma berkata: Walaupun berada di antara tubuh dan pancaskandha, kesejatian diri hakikatnya adalah murni. Tidak ternoda. Dharmakaya hakikatnya tiada perasaan, tiada lapar dan haus, tiada dingin-panas, tiada sakit, tiada budi-cinta, tiada kerabat, tiada derita-senang, tiada baik-buruk, tiada panjang-pendek, tiada kuat-lemah, hakikatnya tiada apapun yang bisa diperoleh. Disebabkan kondisi dan kemelekatan terhadap tubuh rupa, maka adanya lapar, haus, panas, dingin, penyakit dan lain sebagainya. Tidak melekat adalah salah satu usaha yang harus dilakukan. Bilamana di dalam arus kelahiran dan kematian bisa leluasa memutar semua Dharma, sama dengan orang suci yang memiliki ilmu gaib, leluasa tanpa rintangan, tiada tempat yang tidak tentram.

Di dalam Sutra Sila Bodhisattva (Pu Sha Cie Cing), disabdakan: ‘Sumber dasarnya hakikat diri adalah murni, bila menyadari hati menampakkan kesejatian diri, adalah mencapai Jalan Kebuddhaan.’

Demikian lah Pesan Waisak Nasional 2563BE/2019 yang bertemakan “Pahami Hati Tampakkan Kesejatian Diri” dibuat, semoga dapat diambil hikmahnya dan bermanfaat.

Selamat Merayakan Hari Raya Trisuci Waisak 2563BE/2019; Semoga Semua makhluk Berbahagia, Svaha.