Pesan Waisak BE 2555/2011 – Aktivitas Hati Pengaruhi Kondisi Alam
(Oleh YM Bhiksu Tadisa Paramita Mahasthavira; Ketua Sangha Mahayana Buddhis Internasional)
Saudara-saudari se-Dharma yang berbahagia,
Detik-detik perayaan Trisuci Waisak tahun ini, akan diperingati tepatnya pada Hari Selasa, Tanggal 17 Mei 2011 pada pukul 18, lewat 08 menit 23 detik pada sore hari. Tiga Peristiwa Agung yang bersamaan yang jatuh pada saat Purnama Siddhi di bulan Waisak diperingati oleh seluruh umat Buddha, yaitu: Kelahiran Maha Bodhisattva Siddhartta Gotama; Kesempurnaan Pertapa Siddhartta Menjadi Sakyamuni Buddha; Hyang Buddha Memasuki Maha Parinirwana.
Para Umat Buddha yang berbahagia
Akhir-akhir ini, terjadi begitu banyak bencana yang melanda diberbagai belahan dunia. Diketahui melalui media informasi elektronik dan media surat kabar, seperti bencana alam berupa gempa, tsunami, badai, longsor, gunung meletus, maraknya aksi teror, perang saudara dan kejahatan merajalela yang telah melukai dan membinasakan banyak umat manusia. Demikian juga kerugian moril maupun material yang disebabkan oleh aksi kekerasan dan perilaku anarkis umat manusia lainnya. Seperti kita ketahui, bahwa hampir mayoritas penduduk dunia beragama tetapi kenapa penduduk dunia belum bisa tentram, rukun dan sejahtera? Sehingga dunia masih belum bisa damai dan nyaman untuk dihuni? Ada apa? Dan apa yang salah? Bagaimana peran peran dan fungsi agama yang sesungguhnya?
Sesungguhnya esensi ajaran semua agama yang baik menitikberatkan ajaran jangan berbuat bodoh dan jahat, kembangkan segala kebajikan dan sucikan pikiran. Tapi sayang informasi, pendidikan dan penyebaran masing-masing agama hanya dipermukaan kulit saja, belum menyentuh substansinya, yaitu: mengembangkan kesadaran dan kebijaksanaan umatnya. Segala aktivitas keagamaan hanya tertuju kepada corak atribut, kepatuhan semu, tradisi, serta ritualitas agamanya saja, hanya memuja dan memuji kepada makhluk langit sebagai pencipta alam tapi mengabaikan ajaran moralitas, tidak memperbaiki mentalitas dan tidak mengembangkan spiritualitas efektif, sehingga umat beragama tidak memahami tujuan utama beragama, dan sulit mencapai cita-cita mulia hidup beragama. Kelihatannya memang rajin sembahyang tapi aktivitas mentalnya masih liar dan kacau sehingga moralitasnya jelek selanjutnya berkembang menjadi perilaku negatif, egois, anarkis, korupsi, tidak disiplin, pengrusakan, jorok yang membuat lingkungan kotor dan sebagainya. Melihat kondisi demikian muncul berbagai cemohan dan sindiran bahwa peran dan fungsi agama telah gagal mendidik dan membina umat manusia, akibatnya peran dan fungsi agama hanya sekedar pameran, ritual dan ceremoni belaka saja. Ditambah lagi keberadaan dan aktivitas rumah Ibadah sudah kurang efektif hanya berlomba-lomba mengejar kuantitas pengikutnya tapi mengabaikan kualitas kebajikan umatnya sehingga sulit terciptanya kedamaian, kerukunan dan kemakmuran bagi umat manusia secara keseluruhannya. Seharusnya pendidikan formal maupun agama sekarang ini, jangan hanya berorientasi pada pengembangan kecerdasan dan intelektualitas saja, melainkan harus mengembangkan disiplin, moralitas, kearifan dan kebajikan siswa-siswanya agar malu berbuat jahat dan takut akibat perbuatan jahat, sehingga dapat menjadi manusia yang berbudi luhur untuk melanjutkan pembangunan yang berkelanjutan dan menciptakan kemakmuran bagi Bangsa dan Negara. Tanpa mengembangkan moralitas, kebajikan dan hukum yang ditegakkan maka sulit mengantarkan Bangsa dan Negara ini menjadi makmur sejahtera. Disamping itu, ciptakan generasi anak muda yang cinta damai anti kekerasan, cakap, peduli dan proaktif untuk melestarikan lingkungan dan merawat bumi agar bumi masih bisa nyaman, aman dan layak untuk dihuni.
Para Umat Buddha yang terkasih
Di dalam Sutra Cen Fa Nien Chu Cing, Hyang Buddha bersabda: Bilamana umat manusia di Jambudvipa tidak berbakti kepada ayah ibu, tidak berdana kepada para Sramana, tidak menghormati orang mulia dan orang lanjut usia, suka menjelekkan Sang Triratna, tidak melaksanakan Dharma benar, maka para naga baik yang dipimpin oleh Naga Pho Siu Ci Te Cha Cia Ru Fa mengundur diri tidak melakukan kewajibannya, pada saat itu para naga pengacau memperoleh kekuatan sehingga Jambhudvipa pada saatnya tidak turun hujan, terjadi bencana kekeringan, genangan air laut meluap, sehingga banyak rakyat menjadi kelaparan. Sebaliknya bila umat manusia di Jambudvipa berbakti kepada ayah ibu, sering berdana kepada para Sramana, senantiasa menghormati orang mulia dan orang lanjut usia, tidak menjelekkan Sang Triratna, dan melaksanakan Dharma benar, maka para naga baik yang dipimpin oleh Naga Pho Siu Ci Te Cha Cia Ru Fa memperoleh kekuatan besar, pada saat itu para naga pengacau menjadi kocar-kacir dan mundur sehingga Jambhudvipa kembali tenang, dapat turun hujan pada saatnya yang membuat rakyat hidup tentram dan bahagia.
Para Umat Buddha yang dihormati
Di dalam ajaran agama Buddha dikatakan: bahwa semua kondisi terbentuk dari hati dan pikiran umat manusia. Karma efek mengikuti karma utama, yaitu kondisi lingkungan selalu mengikuti akitivitas hati. Rupa berasal dari hati yang muncul, sedangkan kondisi timbul dari hati yang bergejolak. Hati baik mendatangkan angin teratur dan hujan merata, hati tidak baik membuat ketidakteraturan angin dan hujan, empat musim kacau tidak tepat waktu. Bencana air dari nafsu keserakahan, bencana api dari kemarahan atau kebencian, bencana angin dari kebodohan, sedangkan bencana gempa bumi dari kesombongan dan khayal diri. Semua kondisi terbentuk dari hati dan pikiran umat manusia. Mengapa begitu banyak orang mati karena terkena bencana, sebagian ada yang luput dan terhindar dari bencana? Semua terjadi akibat kondisi hati dan karmanya. Bila hati dan karmanya baik maka ia akan selamat, sebaliknya bila hatinya jahat dan karmanya buruk maka ia sulit menghindari bencana. Ada juga hati dan perilaku orang tersebut tidak baik kenapa bisa selamat? Karena karma kebajikan masa lampau masih dominan untuk melindunginya dari bencana, tapi karma buruk yang ia perbuat sekarang kelak akan mendatangkan bencana baru untuk dirinya sendiri, luput atau tidak tergantung kekuatan karma barunya.
Mau memperbaiki kondisi lingkungan dan bumi, maka ingatlah pesan Hyang Buddha: “Pikiran adalah pelopor; Oleh pikiran dunia dipimpin, oleh pikiran dunia dirusak, dan semua orang memiliki kedaulatan pikiran” Artinya semua Dharma (kondisi maupun lingkungan) berasal dari akitivitas hati dan pikiran umat manusia. Bila hati dan pikirannya baik maka kondisi lingkungan atau bumi akan ikut baik pula; Sebaliknya bila hati dan pikiran umat manusia jahat dan bodoh maka lingkungan menjadi kotor dan bumi lambat laun akan rusak juga sehingga bumi tidak lagi nyaman dan aman untuk di huni. Seperti yang dikatakan Master Han-shan berkata: “Keadaan baik maupun jahat, dapat diubah oleh pikiran; Sakral dan profan timbul, sejalan mengikuti pemikiran-pemikiran”; artinya semua kebaikan dan keluhuran umat manusia harus dibangun dari pikiran, begitupula semua keindahan dan keharmonisan lingkungan di bumi harus ditata dan dirawat dari pemikiran umat manusia.
Para Umat Buddha yang dibanggakan
Di saat Bulan Waisak, marilah kita fokuskan semangat untuk praktik mengendalikan diri, lakukan refleksi diri dan pertobatan, dan lakukan meditasi bersama-sama. Di anjurkan para Tokoh Buddhis yang berpengaruh adakanlah Meditasi Waisak Nasional, agar seluruh umat Buddha atau simpatisan dapat menghentikan semua kegiatan, mengheningkan cipta dengan duduk bermeditasi sesuai kebutuhan untuk menenangkan dan memurnikan kembali pikiran umat manusia, agar kondisi dunia dan bumi bisa lebih baik. Untuk menyambut dan merayakan Waisak ajaklah keluarga, kerabat maupun sahabat kita untuk berbuat banyak kebajikan dan pancarkan pikiran penuh cinta kasih dan belas kasih kepada semua makhluk. Bila semua gelombang pemikiran umat Buddhis yang baik di arahkan bersama maka mempunyai kekuatan dashyat dapat memperbaiki segala yang rusak atau melenyapkan energi negatif kembali menjadi positif, agar kondisi lingkungan dan bumi ini kembali menjadi tenang, baik, bersih, indah dan aman kembali. Selamat Hari Raya Waisak 2555/2011, semoga semua makhluk berbahagia, svaha.