Shuranggama Sutra 楞嚴經
Di terjemahkan dari Mandarin ke Bahasa Inggris oleh Upasaka Charles Lu K’uan Yu
Alih bahasa oleh dr.Djauheri
(sambungan dari edisi sebelumnya)
BAGAIMANA CARA UNTUK MELEPASKAN ENAM SIMPUL
Maka Ananda dan kelompok tersebut mendengar khotbah yang tak terbandingkan dari Sang Buddha yang penuh belas kasihan dan gatha yang artinya mendalam sangatlah menerangi dan menembus, sehingga mata batin mereka terbuka; mereka berseru bahwa mereka belum pernah melihatnya sebelum itu. Ananda kemudian menyatukan kedua telapak tangannya, bersujud dan berkata: ‘Pada hari ini saya mendengar ajaran Sang Buddha yang penuh belas kasihan yang mengungkapkan alami (diri) dari Kebenaran yang suci, luar biasa dan permanen, tetapi saya masih tidak begitu jelas tentang bagaimana cara untuk melepaskan (enam) simpul satu diikuti yang lainnya dan apa yang Sang Buddha artikan dengan “apabila enam simpul telah dilepaskan maka yang satu juga akan lenyap”. Maukan anda sekali lagi menaruh kasihan pada kelompok dan generasi masa datang dan mengajarkannya kepada kami sehingga melenyapkan ketidaksucian kami?’
Sang Buddha yang berada di kursi kebesarannya, ˡmengatur baju dalam dan luarnya dan mengambil dari baki tempat teh, sepotong kain yang sangat bagus yang mana dewa Yama² telah mempersembahkannya untuk Beliau. Kemudian di dalam kelompok tersebut, Beliau mengikat sebuah simpul dan menunjukkannya kepada Ananda, bertanya: ‘Apakah ini?’ Ananda dan yang lainnya menjawab: ‘Itu adalah simpul.’ Sang Buddha mengikat empat simpul lagi, menunjukkan masing-masing kepada Ananda dan bertanya: ‘Apakah ini?’ Mereka semua menjawab bahwa masing-masing adalah sebuah simpul.
Sang Buddha berkata kepada Ananda: ‘Sewaktu pertama sekali saya mengikat simpul pada kain ini, anda menyebutkannya sebagai simpul. Di sini hanya satu potong kain tetapi mengapa anda katakan yang simpul kedua dan ketiga juga sebagai simpul?’ Ananda menjawab: ‘Yang Maha Agung, walaupun hanya satu potong kain, jika anda mengikatnya sekali, akan dijumpai satu timpul dan jika anda mengikatnya seratus kali, maka akan ditemukan seratus simpul. Mengapa anda menyetujui sebutan saya bahwa ikatan pertama adalah simpul dan tidak menyetujui bahwa ikatan kedua dan ketiga juga disebut sebagai simpul?’
Sang Buddha berkata: ‘Ananda, pada dasarnya hanya dijumpai satu potong kain, akan tetapi sewaktu saya mengikatnya enam kali, maka akan ditemukan enam simpul. Seperti yang telah anda lihat, panjang dari kain masih sama seperti sebelumnya, tetapi sekarang ukurannya berbeda dengan enam simpul tersebut. Simpul pertama yang saya ikat disebut yang yang pertama dan semuanya saya mengikat enam, apakah anda berpikir bahwa yang keenam bisa disebut sebagai simpul pertama?’ Ananda menjawab: ‘Tidak, Yang Maha Agung, sepanjang mereka ada enam simpul, yang terakhir adalah yang keenam dan tidak bisa disebut sebagai yang pertama. Bahkan jika saya mendiskusikan ini sepanjang hidup saya, bagaimana bisa saya memberi nomor yang salah pada simpul yang keenam ini?’
__________________________
ˡ Simhasana: kursi kebesaran singa, atau bangku, tempat duduk Sang Buddha, di mana Sang Buddha duduk, bahkan di atas tanah datar sekalipun.
² Raja dari alam dewa ketiga, di mana waktu, atau musim selalu baik.
Sang Buddha berkata: ‘Penjelasannya adalah demikian; enam simpul ini adalah berbeda tetapi berasal dari satu kain dengan ukuran tertentu, dan anda tidak bisa membalikkan urutannya. Hal ini adalah sama dengan enam organ indera anda yang mana walaupun berasal dari (sumber) yang sama, pada nyatanya adalah berbeda. Ananda, dengan jelas anda keberatan akan enam simpul tersebut dan lebih memilih satu (potong kain) tetapi bagaimana bisa anda memperolehnya?’ Ananda menjawab: ‘Jika enam simpul ini menetap, konsep yang benar dan salah akan timbul dengan keraguan yang besar, dengan (benda seperti) simpul ini yang bukanlah satu ini dan yang simpul ini bukanlah yang satu itu. Yang Maha Agung, jika semua simpul dilepaskan, maka tidak akan tersisa apapun, dengan pelenyapan semuanya tentang ini dan itu; kemudian tanpa adanya satu, bagaimana bisa ditemukan enam?’
Sang Buddha berkata: ‘Seperti sewaktu enam simpul dilepaskan, yang satu juga akan lenyap. Hal ini disebabkan oleh keraguan di dalam pikiran gila anda sejak zaman dahulu bahwa intelektual anda membangkitkan ilusi, penciptaan tanpa akhir yang mengganggu penglihatanmu dan menyebabkan ia menerima objek dengan cara yang sama bahwa mata yang terganggu melihat bunga-bunga yang menari. Oleh karena di dalam (Kebenaran) yang murni dan cemerlang ini timbul tanpa sebab apapun dari fenomena keduniawian seperti pegunungan, sungai, bumi yang besar, samsara dan nirvana yang hanyalah bunga-bunga menari (yang diciptakan oleh) keraguan, masalah (nafsu) dan pembalikan’.
Ananda berkata: ‘Bagaimana bisa seseorang melepaskan simpul-simpul yang diciptakan dari masalah dan keraguan?’
Kemudian Sang Buddha mengangkat (ke atas) sepotong kain, menarik ujung kirinya dan bertanya : ‘Dapatkah ia diikat dengan cara ini?’ Ananda menjawab : ‘Tidak, Yang Maha Agung.’ Sang Buddha kemudian menarik ujung kanan dan bertanya: ‘Apakah ia bisa diikat dengan cara ini?’ Ananda menjawab : ‘Tidak, Yang Maha Agung.’ Sang Buddha berkata : ‘Saya telah menarik kedua ujung dari kain tetapi masih belum mampu untuk mengikat suatu simpul. Apakah yang akan anda kerjakan sekarang?’
Ananda menjawab: ‘Yang Maha Agung, (setiap) simpul seharusnya diikat pada inti (tengahnya).’ Sang Buddha berkata: ‘Benar, Ananda, benar. Simpul seharusnya diikat pada intinya. Ananda, Buddha Dharma yang saya jelaskan berwujud karena sebab dan berada di luar bentuk-bentuk kasar yang berasal dari (konsep) keduniawian tentang campuran dan gabungan. Sewaktu Sang Buddha mengungkapkan tentang keduniawian dan spiritualisme, Beliau mengetahui tentang sebab utama dan keadaan yang bersamaan. Beliau bahkan juga sangat jelas mengetahui jumlah rintik hujan di beberapa mil jauhnya dari tempat ini seperti halnya butiran pasir di Gangga, seperti halnya mengapa pohon pinus berdiri tegak dan rumput-rumputan bengkok, angsa bewarna putih dan gagak bewarna hitam. Maka, Ananda, pilih satu organ dari yang enam, dan jika simpulnya dilepaskan, semua objek indera akan lenyap semuanya. Apabila semua ilusi lenyap, jika ia bukanlah Kebenaran, apa lagi yang anda harapkan? Ananda, sekarang ceritakan kepada saya jika enam simpul dari kain dapat dilepaskan bersamaan’.
Ananda menjawab: ‘Tidak, Yang Maha Agung, oleh karena mereka pada dasarnya terikat satu sama lain dan seharusnya tidak diikat dengan cara yang sama. Walaupun mereka ada di dalam satu potong kain yang sama, mereka tidaklah terikat bersamaan; bagaimana sekarang mereka bias terlepas bersamaan?’
Sang Buddha menjawab: ‘Enam organ anda seharusnya dilepaskan dengan cara yang sama. Apabila anda memulai untuk melepaskan mereka, anda akan menyadari bahwa ego itu adalah kekosongan. Sewaktu kekosongan ini suci sempurna, anda akan menyadari bahwa semua (fenomena) dharma adalah kekosongan. Apabila anda dilepaskan dari dharma, kekosongan (dari ego dan dharma) akan lenyap. ˡInilah yang disebut sebagai Kesabaran Ketahanan dari Yang Tak Tercipta yang diperoleh dengan jalan Samadhi dalam fase Bodhisattva.’
Setelah Ananda dan kelompok tersebut mendengar ajaran Sang Buddha, pengertian mereka menjadi jelas dan bebas dari keraguan dan curiga.
________________________
ˡ Enam simpul mewakili enam organ indera, dan juga untuk enam ilusi dari (a) yang diwariskan dan (b) Ego pembeda, (c) yang diwariskan dan (d) dharma yang dibeda-bedakan, dan ketidaknyataan dari (e) Ego dan (f) dharma; kesemua ilusi ini seharusnya dihapuskan sebelum Absolut diperoleh. (Cf. Ajaran Ch’an dan Zen, Seri Ketiga, Bagian III, halaman 181, The Sutra of Complete Enlightenment.)
Ananda menyatukan kedua telapak tangannya, bersujud di hadapan-Nya dan berkata : ‘Hari ini tubuh dan pikiran menjadi jelas, tanpa beban dan tanpa hambatan. Walaupun saya telah mengerti apa yang Sang Buddha maksudkan dengan hilangnya (baik) satu dan enam, saya masih tidak mampu untuk menyempurnakan organ indera saya. Yang Maha Agung, saya seperti halnya seorang pengelana sepi dan yatim piatu yang tidak beruntung. Sungguh beruntung bahwa saya telah bertemu dengan Sang Buddha dan menjadi saudara-Nya, seperti seorang bayi lapar yang tiba-tiba bertemu dengan ibu yang baru melahirkannya. Hal ini memberikan kesempatan untuk mencapai tujuan suci, tetapi walaupun saya telah mendengar tentang kata-kata suci-Nya, saya masih belum sadar seperti seolah-olah saya belum pernah mendengarnya. Maukah anda mengungkapkan kepada saya tentang Jalan Utama (melalui cara dari organ yang sesuai)?’
Setelah berkata demikian, dia bersujud dan berkonsentrasi pada potensial dalamnya untuk menerima ajaran mendalam tersebut.
Kemudian Yang Maha Agung berkata kepada para Bodhisattva dan ketua Arahat dalam kelompok tersebut : ‘Saya ingin bertanya kepadamu, Bodhisattva dan Arahat yang telah melatih Dharma saya dan telah mencapai keadaan di luar yang biasanya, pertanyaan ini: “Sewaktu anda mengembangkan pikiran anda untuk menyadari kedelapan belas lapangan indera, yang mana anda menganggapnya sebagai cara yang paling baik untuk sempurna dan dengan metode apakah anda memasuki keadaan Samadhi?”’
Meditasi tentang enam data indera
Kaundinya, (salah satu dari) lima bhikkhu pertama, bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Sewaktu, segera pencapaian penerangan sempurna-Nya, kita bertemu Sang Tathagata di taman Mrgadava dan Kukkuta, saya mendengar suara Beliau, mengerti ajaran-Nya dan sadar akan Empat Kesunyataan Mulia. Sewaktu ditanyakan oleh Sang Buddha, saya menjelaskannya dengan benar dan Sang Tathagata mengikat penyadaran saya dengan menamakan saya Ajnata (Pengetahuan Sempurna). Dengan suara-Nya yang luar biasa yang secara misterius mencakup semuanya, saya memperoleh tingkat arahat melalui suara. Oleh karena Sang Buddha bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, untuk saya suara adalah cara terbaik yang sesuai dengan pengalaman pribadi saya’.
Upanisad kemudian bangkit dari kursinya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata : ‘Saya juga bertemu Sang Buddha setelah pencapaian penerangan-Nya. Setelah meditasi tentang ketidaksucian yang mana saya temukan menjijikkan dan dari yang saya simpan, saya sadar akan alami dasar dari semua bentuk. Saya sadar bahwa (bahkan) tulang (kita) yang diputihkan yang berasal dari ketidaksucian akan menjadi debu dan akhirnya kembali ke keadaan kekosongan. Oleh karena baik bentuk dan kekosongan diterima sebagai ketidaknyataan, saya memperoleh keadaan di luar biasanya. Sang Tathagata mengikat pengertian saya dan menamakan saya Nisad. Setelah melenyapkan bentuk (relatif), bentuk sempurna (surupa) muncul secara misterius yang melingkupi semuanya. Maka saya memperoleh tingkat arahat melalui meditasi tentang bentuk. Oleh karena Sang Buddha bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, untuk saya bentuk adalah cara terbaik yang sesuai dengan pengalaman pribadi saya’.
Seorang Bodhisattva yang bernama ‘Cantik-Harum’ kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata : ‘Setelah Sang Tathagata mengajarkan kepada saya untuk meneliti tentang semua fenomena keduniawian, saya meninggalkan-Nya dan beristirahat untuk mengarahkan pikiran saya saya untuk istirahat. Sewaktu mengamati hukum alam, saya melihat seorang bhikkhu membakar dupa wangi. Dalam keheningan, wangi harumnya itu memasuki hidung saya. Saya meneliti wewangian ini yang bukanlah bahan dupa ataupun kekosongan, dan bukanlah asap ataupun api dan yang bukan asalnya dari mana ataupun di mana akan pergi; di sanalah intelektual saya lenyap dan saya memperoleh keadaan di luar aliran kelahiran dan kematian. Sang Tathagata mengikat penyadaran saya dan menamakan saya “Cantik-Harum”. Setelah pelenyapan tiba-tiba dari wangi yang (relatif), wewangian luar biasa menjadi secara misterius melingkup semuanya. Maka saya memperoleh tingkat arahat dengan cara penciuman. Oleh karena Sang Buddha bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, untuk saya penciuman adalah cara terbaik yang sesuai dengan pengalaman pribadi saya’.
Dua Bodhisattva yang dipanggil Bhaisajya-raja dan Bhaisajya-samudgata yang hadir bersama dengan lima ratus Brahmadeva, kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Sejak zaman dahulu, kita telah menjadi ahli pengobatan di dunia dan telah merasakan dengan mulut kita sendiri tanaman obat, tumbuh-tumbuhan obat dan semua jenis mineral dan batu yang ditemukan di dunia (saha), yang jumlahnya 108.000 semuanya. Oleh karena hasil dari pengetahuan kita tentang rasa, apakah pahit atau asam, asin, tanpa rasa, manis, pahit, dan lain-lain, bahan-bahan yang alami, berubah atau harmoni, dan apakah mereka mendinginkan, memanaskan, beracun atau menambah gizi. Kita menerima ajaran dari Sang Tathagata dan mengetahui dengan jelas bahwa pengecapan bukanlah nyata maupun tidak nyata, juga bukanlah tubuh ataupun pikiran dan tidaklah nyata terpisah dari mereka. Oleh karena kita bias membedakan penyebab pengecapan, kita memperoleh kesadaran kita yang diikat oleh Sang Buddha yang kemudian menamakan kami Bhaisajya-raja dan Bhaisajya-samudgata. Sekarang kita berada dalam urutan “putra dari raja Dharma” di dalam kelompok ini dan oleh karena penyadaran melalui cara pengecapan, kita telah memperoleh tingkat Bodhisattva. Oleh karena Sang Buddha bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, untuk kami pengecapan adalah cara terbaik yang sesuai dengan pengalaman pribadi kami’.
Bhadrapala yang bersama dengan enam belas kawan-kawannya yang semuanya merupakan Bodhisattva agung, bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata : ‘Sewaktu Buddha dengan suara inspirasi yang luar biasa (Bhisma-garjita-ghosa-svara-raja) muncul di dunia ini, saya mendengar tentang Dharma dan meninggalkan rumah. Sewaktu saya mandi, saya mengikuti aturan-aturan dan masuk ke dalam kamar mandi. Secara tiba-tiba saya sadar akan air penyebab yang membersihkan bukan hanya kotoran tetapi tubuh juga; maka saya merasa berkurang beban saya dan menyadari keadaan tanpa apapun. Selama saya tidak pernah melupakan latihan saya sebelumnya, sewaktu saya meninggalkan rumah untuk mengikuti Sang Buddha pada kehidupan masa sekarang ini, saya memperoleh keadaan di luar yang dipelajari. Sang Buddha menamakan saya Bhadrapala oleh karena kesadaran saya akan sentuhan luar biasa dan penyadaran saya akan urutan sebagai putra Sang Buddha. Oleh karena Sang Buddha bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, untuk saya sentuhan adalah cara terbaik yang sesuai dengan pengalaman pribadi saya’.
Mahakasyapa yang mana hadir dengan bhikkuni ‘Kilau Keemasan’ dan yang lainnya (dari anggotanya), kemudian bangkit dari tempatnya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Pada zaman sebelumnya, sewaktu Buddha Candra-suryapradipa muncul di dunia ini, saya memiliki kesempatan untuk mengikuti-Nya dan mendengarkan Dharma yang menjadi latihan saya. Setelah beliau meninggal, saya menghormati abu-Nya, menyalakan lampu untuk mengabadikan cahaya-Nya dan menghias patungnya dengan bubuk emas murni. Sejak itu, pada setiap reinkarnasi yang selanjutnya, tubuh saya telah memancarkan cahaya keemasan yang sempurna. Bhikkuni ini, “Kilau Keemasan” dan yang lainnya yang berada dengannya, adalah kelompok saya oleh karena kami mengembangkan pikiran yang sama pada saat yang sama pula. Saya meneliti tentang enam perubahan data indera yang dapat dikurangi sampai akhirnya lenyap semua hanya melalui keadaan Nirvana. Maka tubuh dan pikiran saya mampu melintasi beratus-ratus dan beribu-ribu masa dalam sekejap. Dengan melenyapkan semua (benda-benda dan ide) dharma, saya mencapai tingkat arahat dan Yang Maha Agung menyebutkan bahwa saya merupakan yang pertama yang berpendidikan. Saya sadar akan dharma yang sempurna, sehingga mengakhiri tumimbal lahir. Oleh karena Sang Buddha bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, untuk saya dharma adalah cara terbaik yang sesuai dengan pengalaman pribadi saya’.
Meditasi tentang lima organ indera
Aniruddha kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Setelah saya meninggalkan rumah, saya selalu sangat suka tidur dan Sang Tathagata memarahi saya, berkata bahwa saya adalah seperti seekor binatang. Setelah kritik yang sangat pedas ini, saya menangis terisak-isak dan menyalahkan diri saya sendiri. Oleh karena kesedihan saya, saya tidak tidur selama tujuh malam berturut-turut dan menjadi buta. Kemudian Yang Maha Agung mengajarkan saya bagaimana mengambil kesenangan dalam Samadhi Penerangan Vajra yang membuat saya mampu untuk menerimanya, bukan dengan pikiran saya (tetapi pikiran), Jalan Suci menembus ke sepuluh penjuru, sangat jelas diamati, mudah seperti halnya melihat sebuah mangga yang dipegang di tangan saya. Sang Tathagata mengikat pencapaian saya akan tingkat arahat. Oleh karena Beliau sekarang bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, untuk saya penglihatan adalah cara terbaik yang sesuai dengan pengalaman pribadi saya, yang terbaik di mana membuatnya mungkin dengan membalikkan organ penglihatan kembali ke sumbernya’.
Ksudrapanthaka kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata : ‘Saya tidak mengetahui banyak (tentang Dharma) maka sangat suka membaca dan mengulang-ulang (Kitab Suci). Sewaktu saya pertama sekali bertemu Sang Buddha, saya mendengar Dharma dan kemudian meninggalkan rumah. Saya mencoba untuk menghafal setiap baris dari gatha-Nya tetapi gagal selama beratus-ratus hari oleh karena segera saya dapat mengingat kata pertama, saya melupakan kata terakhirnya, dan sewaktu saya mampu mengingat kata terakhir, saya melupakan kata pertamanya. Sang Buddha merasa kasihan pada kebodohan saya dan mengajarkan saya bagaimana untuk hidup dalam suatu tempat pelarian yang tenang dan untuk mengatur pernapasan saya. Pada waktu itu saya mengamati keseluruhan dari setiap napas yang masuk dan keluar dan menyadari bahwa ia timbul, menetap, berubah dan berakhir hanya beberapa saat (ksana); maka pikiran saya menjadi jelas dan tanpa hambatan sampai saya melangkah keluar dari tumimbal lahir dan akhirnya mencapai tingkat arahat. Saya datang untuk menetap dengan Sang Buddha yang mengikat penyadaran saya sebagai keadaan di luar yang dipelajari. Oleh karena Beliau sekarang bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, untuk saya pernapasan adalah cara terbaik yang sesuai dengan pengalaman pribadi saya dalam membalikkan pernapasan kembali ke keadaan tanpa apapun’.
Gavampati kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Oleh karena dosa ucapan saya sewaktu saya mengejek para bhikkhu pada masa sebelumnya, dalam setiap reinkarnasi yang berikutnya saya telah dilahirkan dengan mulut yang selalu mengunyah tembakau seperti seekor lembu. Sang Tathagata mengajarkan kepada saya tentang doktrin Pikiran Tunggal yang suci dan murni yang membuat saya mampu untuk melenyapkan keadaan pikiran sehingga saya memasuki ke dalam keadaan Samadhi. Saya mengamati pengecapan, menyadari bahwa itu bukanlah inti (subjektif) ataupun benda (objektif) dan keluar dari tumimbal lahir. Sejak itu saya melepaskan diri saya dari zyang lepas dari sangkarnya, yang menghindari ketidaksucian dan sifat buruk. Dengan mata Dharma saya yang suci dan murni, saya memperoleh tingkat Arahat dan Sang Tathagata secara pribadi mengikat penyadaran saya akan keadaan di luar yang dipelajari. Oleh karena Sang Buddha sekarang bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, untuk saya mengembalikan pengecapan kembali ke asalnya yang mengetahui adalah cara terbaik yang sesuai dengan pengalaman pribadi saya’.
Pilindavatsa kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Sewaktu saya pertama sekali mengikuti Sang Buddha untuk memasuki Jalan Suci, sering kali saya mendengar bahwa Sang Tathagata berkata tentang keduniawian yang tidaklah dapat memberikan kesenangan dan kebahagiaan. (Suatu hari) saya pergi ke kota untuk meminta makanan, dan sewaktu saya berpikir tentang ajaran-Nya, saya menginjak tanpa sengaja taji beracun yang menusuk kaki saya dan menyebabkan saya merasa saki sekujur tubuh saya. Saya berpikir bahwa tubuh saya yang mengetahui dan mengenal rasa sakit yang luar biasa ini. Walaupun ada perasaan ini, saya mengamati ke dalam pikiran yang suci dan murni saya yang mana tidak ada satu rasa sakitpun dapat mempengaruhinya. Saya juga berpikir,”Bagaimana bisa satu tubuh dari saya ini memiliki dua jenis perasaan?” dan setelah konsentrasi (batin) singkat tentang hal ini, secara tiba-tiba, tubuh dan pikiran saya kelihatannya menjadi tidak nyata dan tiga minggu kemudian saya memperoleh keadaan di luar tumimbal lahir dan saya mencapai tingkat arahat. Sang Buddha secara pribadi mengikat penyadaran saya yang berada di luar yang dipelajari. Oleh karena Beliau sekarang bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, untuk saya kesadaran suci yang menghapuskan semua (konsep tentang) tubuh adalah cara terbaik yang sesuai dengan pengalaman pribadi saya’.
Subhuti kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Sejalan dengan pikiran saya yang telah terbebas dari semua hambatan pada masa sebelumnya, sekarang saya bisa mengingat reinkarnasi sebelumnya yang tak berhingga seperti pasir di sungai Gangga. Bahkan ketika saya masih berupa bayi di dalam rahim ibu saya, saya telah menyadari keadaan dari kekosongan yang akhirnya menyebar ke sepuluh penjuru dan yang membuat saya mampu untuk mengajari makhluk hidup bagaimana supaya sadar akan alami absolut mereka. Saya ucapkan terima kasih kepada Sang Tathagata, saya menyadari bahwa kekosongan absolut dari kesadaran diri, dan dengan kesempurnaan dari alami tanpa bentuk saya, saya mencapai tingkat arahat, selanjutnya memasuki secara tiba-tiba kedalam Sang Tathagata Sempurna dan Cemerlang yang sangat besar seperti angkasa dan lautan, yang mana saya (sebagian) memperoleh pengetahuan ke-Buddha-an. Sang Buddha mengikat pencapaian saya akan keadaan di luar yang dipelajari ini; saya kemudian dianggap sebagai murid yang pertama oleh karena pemahaman saya akan alami diri dari yang tanpa bentuk. Oleh karena Sang Buddha sekarang bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, menurut pengalaman saya, cara terbaik di dalam memperoleh ketidakbenaran dari semua fenomena, dengan pelenyapan dari ketidakbenaran ini, agar dapat melenyapkan semua benda menjadi kekosongan’.
Meditasi tentang enam kesadaran
Sariputra kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan- Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Pada masa sebelumnya, persepsi penglihatan dari pikiran saya sudah suci dan murni, dan dalam reinkarnasi berikutnya yang tak berhingga seperti jumlah pasir di sungai Gangga, saya dapat melihat tanpa hambatan melalui semua benda-benda baik yang bersifat keduniawian maupun spiritualisme. (Suatu hari), saya bertemu di jalan dua bersaudara Kasyapa yang kedua-duanya mengajarkan doktrin dari sebab, dan setelah mendengar dari mereka, pikiran saya menjadi sadar tentang Kebenaran dan maka menjadi lebih luas dan tanpa batas. Kemudian saya meninggalkan rumah untuk mengikuti Sang Buddha dan memperoleh persepsi penglihatan yang sempurna maka memperoleh kekuatan tanpa rasa takut, mencapai tingkat arahat dan memenuhi syarat sebagai Anak Tertua dari Sang Buddha – yang lahir dari mulut Sang Buddha dan melalui transformasi dari Dharma. Oleh karena Sang Buddha sekarang bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, menurut pengalaman saya, cara terbaik terdiri dari penyadaran akan pengetahuan yang paling jelas dengan cara persepsi pengilhatan yang dipancarkan pikiran’.
Bodhisattva Samantabhadra kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Saya telah menjadi anak dari raja Dharma sewaktu sebelumnya saya berada dengan Sang Tathagata dalam jumlah tak berhingga seperti halnya pasir di sungai Gangga. Semua Buddha di sepuluh penjuru yang mengajar muridnya menanamkan akar Bodhisattva, mendorong mereka untuk melatih bibit Samantabhadra yang disebut setelah nama saya. Yang Maha Agung, saya selalu menggunakan pikiran saya untuk mendengar dengan tujuan untuk membedakan berbagai jenis pandangan yang dipegang oleh makhluk hidup. Jika di dalam suatu tempat, terpisah dari sini oleh sejumlah dunia yang jumlahnya tak terhitung seperti pasir di sungai Gangga, seorang makhluk hidup melatih bibit Samantabhadra, saya menyediakan segera enam gading gajah dan munculkan diri saya dalam beratus dan beribu bentuk untuk membantu di dalam pencapaian tujuannya. Bahkan jika ia tidak mampu untuk melihat saya oleh karena hambatan karmanya yang besar. Secara diam-diam saya meletakkan tangan saya pada kepalanya untuk melindunginya dan menenangkannya sehingga dia akan berhasil. Oleh karena Sang Buddha sekarang bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, menurut pengalaman saya, cara terbaik terdiri dari pendengarandengan pikiran, yang menuju pada pembeda non diskriminasi’.
Sundarananda kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Sewaktu saya meninggalkan rumah untuk mengikuti Sang Buddha, walaupun diperintah habis-habisan, saya gagal untuk menyadari keadaan Samadhi oleh karena pikiran saya yang tidak menetap; maka saya tidak mampu untuk mencapai keadaan di luar tumimbal lahir. Yang Maha Agung kemudian mengajarkan saya dan Kausthila untuk memperbaiki pikiran pada puncak dari hidung. Saya memulai meditasi ini dan kira-kira tiga minggu kemudian, saya melihat bahwa napas yang masuk dan keluar dari tonjolan-tonjolan hidung saya seperti asap; ke dalam juga tubuh maupun pikiran sangat jernih dan saya mengamati melalui dunia (luar) yang menjadi kehampaan murni seperti kristal di manapun. Asap ini secara perlahan lenyap dan pernapasan saya menjadi putih. Seiring dengan pikiran saya terbuka, saya mencapai keadaan di luar tumimbal lahir. Baik napas yang masuk maupun yang keluar, sekarang cemerlang, diterangi sepuluh penjuru sehingga saya mencapai tingkat arahat. Yang Maha Agung meramalkan bahwa saya akan mencapai penerangan. Oleh karena Sang Buddha sekarang bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, menurut pengalaman saya, yang terbaik adalah dengan melenyapkan pernapasan yang kemudian menjadi memancarkan, meyakinkan pencapaian keadaan dari kesempurnaan di luar dari tumimbal lahir’.
Purnamaitrayaniputra kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Pada zaman sebelumnya, kekuatan bicara saya terhambat dan saya belajar (doktrin tentang) penderitaan dan ketidakbenaran; sehingga menembus ke dalam Kebenaran absolut. Saya (juga) menjelaskan dalam kelompok tentang pintu Dharma Sang Tathagata untuk menerangi dalam jumlah tak berhingga seperti pasir di sungai Gangga, dan sehingga mencapai keadaan tanpa rasa takut. Yang Maha Agung mengetahui bahwa saya telah memperoleh kekuatan besar di dalam bicara dan mengajarkan kepada saya bagaiama kerja dari Sang Buddha dalam memberikan khotbah. Maka, bersama dengan-Nya, saya membantu Beliau di dalam pemutaran roda Dharma dan oleh karena saya bisa mengeluarkan suara auman singa, saya memperoleh tingkat arahat. Beliau mengikat kemampuan yang tak ada bandingnya dari saya dalam membabarkan Dharma. Oleh karena Beliau sekarang bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, menurut pendapat saya, yang terbaik adalah terdiri dari membabarkan ajaran Dharma untuk mengalahkan Mara yang penuh penipuan dan untuk menghentikan siklus lahir mati’.
Upali kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Saya secara pribadi mendampingi Sang Buddha dan kita mendaki dinding kota untuk lari dari rumah. Dengan mata saya sendiri, saya melihat bagaimana Beliau menderita penuh di dalam latihan-Nya selama enam tahun pertama dalam kehidupan suci, mengalahkan semua iblis-iblis, mematahkan sikap skeptis dan membebaskan diri-Nya dari keinginan keduniawian dan semua bau-bau (asrava) yang tidak suci dari pikiran. Beliau secara pribadi mengajarkan kepada saya disiplin, yang mencakup tiga ribu peraturan dan delapan ratus baris kelakuan yang memurnikan semua karma bawaan lahir dan konvensional yang tidak benar. ˡ Dengan pikiran dan tubuh saya yang berada dalam keadaan nirvana, saya mencapai tingkat Arahat dan Sang Tathagata mengikat pikiran saya oleh karena pengamatan ketat saya akan disiplin dan pengaturan tubuh. Saya sekarang merupakan tiang displin di dalam kelompok ini dan saya dianggap sebagai murid yang pertama. Oleh karena Sang Buddha sekarang bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, menurut pendapat saya, yang terbaik adalah terdiri dari displin tubuh sehingga ia bisa bebas dari semua beban dan kemudian disiplin pikiran sehingga ia bisa menembus ke segala arah, yang hasilnya adalah terbebasnya dari tubuh dan pikiran’.
_________________________
ˡ Karma yang menentang hukum alam, seperti mencuri dan karma yang menentang peraturan konvensional seperti seorang pendeta makan daging.
Maha-Maudgalyayana kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Suatu hari sewaktu saya sedang meminta makanan di jalan, saya bertemu dengan tiga saudara Kasyapa, Uruvilva, Gaya dan Nadi, yang memberikan khotbah tentang doktrin mendalam tentang sebab yang diajarkan oleh Sang Tathagata. Secara tiba-tiba pikiran saya terbuka dan menyebar ke segala arah. Kemudian Sang Tathagata memberikan kepada saya jubah bhikkhu dan sewaktu saya memakainya, rambut dan janggut saya rontok. Saya berkelana ke sepuluh penjuru dan tidak menemui hambatan apapun. Kemudian saya memperoleh kekuatan batin yang membuktikan bahwa saya yang pertama dan mengantarkan saya menuju pencapaian tingkat arahat. Bukan hanya Yang Maha Agung, tetapi semua Tathagata di sepuluh penjuru memuji kekuatan batin saya yang sempurna, suci, luar biasa dan tanpa rasa takut. Oleh karena Sang Buddha sekarang bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, menurut pendapat saya, yang terbaik adalah mengembalikan ketenangan untuk membiarkan cahaya pikiran muncul seperti halnya air lumpur yang dibiarkan diam akan menjadi suci dan bersih seperti kristal’.
Meditasi tentang tujuh elemenˡ
Usschusma kemudian datang ke hadapan Sang Tathagata, menyatukan kedua telapak tangannya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Saya masih dapat mengingat bahwa di suatu masa yang lama sekali, saya dipenuhi oleh keinginan rendah. Pada saat itu seorang Buddha yang disebut sebagai “Raja dari yang Tak Terbentuk” muncul di dunia ini. Menurutnya, siapa yang dengan keinginan rendah memicu api neraka dirinya. Beliau kemudian mengajarkan saya bagaimana meditasi tentang tulang dari tubuh saya, tentang empat anggota gerak saya dan tentang napas saya yang panas dan dingin. Jadi dengan membalikkan ke dalam cahaya spiritual dengan konsentrasi penuh, pikiran rendah saya berubah menjadi api kebijaksanaan. Sejak itu, saya disebut sebagai “Kepala Api” oleh semua Buddha. Oleh karena kekuatan Cahaya Api Samadhi, saya mencapai tingkat Arahat. Kemudian saya bersumpah untuk menjadi setengah dewa (vira) sehingga sewaktu semua Buddha sewaktu akan mencapai penerangan, saya secara pribadi akan membantu mereka untuk mengatasi Mara yang menipu ini. Oleh karena Sang Buddha sekarang bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, menurut pendapat saya, yang terbaik adalah dengan mengamati panas yang tidak nyata di dalam tubuh dan pikiran dengan tujuan untuk melenyapkan semua hambatan dan melenyapkan semua tumimbal lahir sehingga Cahaya Sempurna yang besar akan muncul dan membimbing ke arah pencapaian Bodhi Sempurna’.
_________________________
ˡ Tujuh elemen yakni : api, tanah, air, angin, udara, kesadaran, dan persepsi.
Bodhisattva Dharanimdhara kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan-Nya dengan kepala berada pada kaki Sang Buddha dan berkata: ‘Saya masih ingat bahwa sebelumnya sewaktu Buddha Cahaya Universal muncul di dunia ini, saya adalah seorang bhikkhu yang berusaha untuk mengatasi semua rintangan, membangun jembatan dan mengangkat pasir dan tanah untuk memajukan jalan utama, kapal, lading beras dan tempat-tempat berbahaya untuk dilewati yang berada di dalam kondisi jelek atau tidak cocok untuk dilalui oleh kuda dan gerobaknya.
Maka saya melanjutkan untuk bekerja selama jangka waktu yang lama yang mana tak terhingga jumlah Buddha muncul di dunia ini. Jika seseorang membeli di pasar dan membutuhkan yang lainnya untuk mengangkatnya ke rumah untuknya, saya melakukannya tanpa biaya apapun. Sewaktu Buddha Visvabhuˡ muncul di dunia ini dan kelaparan sering terjadi, saya menjadi pengangkut dengan biaya hanya satu koin tanpa melihat berapa jauhnya perjalanan. Jika gerobak lembu tidak mampu untuk bergerak di dalam lumpur, saya menggunakan kekuatan batin saya untuk mendorongnya sampai ia bebas. Suatu hari raja mengundang Sang Buddha dalam suatu perjamuan: oleh karena jalan sangat jelek, saya membimbing jalan-Nya. Sang Tathagata Visvabhu meletakkan tangannya di kepala saya dan berkata: “Anda seharusnya membimbing pikiran dasar anda, kemudian semua benda-benda di dunia ini akan berada dalam tingkatan yang sama.” (Setelah mendengar ini), pikiran saya terbuka dan saya menerima bahwa molekul dari tubuh saya tidaklah berbeda dengan yang dibentuk oleh dunia ini. Molekul ini disusun satu sama lain sehingga mereka tidak saling menyentuh dan tidak bias disentuh bahkan oleh senjata tajam. Saya kemudian sadar akan ketahanan kesabaran dari yang tidak diciptakan dan kemudian mencapai tingkat arahat. Kemudian dengan cara membalikkan pikiran saya, saya menyadari tingkat Bodhisattva dan sewaktu saya mendengar Sang Tathagata menjelaskan Pengetahuan Universal dari Sang Buddha dalam Sutra Teratai yang mendalam, saya merupakan yang pertama yang mendengarnya dan sadar akan hal tersebut dan diangkat sebagai pimpinan di dalam kelompok tersebut. Oleh karena Sang Buddha sekarang bertanya tentang cara terbaik menuju kesempurnaan, menurut pendapat saya, yang terbaik adalah mengamati ke dalam kesaamaan dari tubuh dan alam ini yang diciptakan oleh serangan dari kesalahan yang timbul dari kepustakaan Tathagata, sampai akhirnya penyimpangan ini lenyap dan digantikan oleh kebijaksanaan sempurna yang kemudian mengarahkan kepada tercapainya Bodhi Sempurna’.
______________________________
ˡ Buddha antik yang ketiga dari tujuh. Cf. Ajaran Ch’an dan Zen, Seri Kedua, halaman 28.
Bersambung ke edisi selanjutnya…
Sumber: Shuranggama Sutra, Pustaka Pundarika.