Tanah Murni Para Sesepuh
Master Zen Han-Shan membahas Buddhisme Tanah Murni
Oleh: Master Zen Han-Shan Te-Ching; Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh: Tonny
Zen dan Tanah Murni
(Ceramah di Komunitas Teratai Pencerahan Agung)
Setelah Buddha Sakyamuni mencapai pencerahan, Beliau menyebarkan Dharma dan mengalihkan makhluk hidup. Keempat lapis kelompok [1] mendapatkan keuntungan dari Dharma. Beliau mengajar manusia berdasarkan kemampuan masing-masing, menggunakan bermacam-macam metode yang berguna sehingga semuanya bisa meraih kebahagiaan dan kebijaksanaan. Ibaratnya ketika hujan turun pada waktu yang tepat serta semua pohon dan rumput mendapatkan embun dan berkembang, demikian pula semua makhluk hidup mendapatkan keuntungan dan tumbuh dengan dirinya sendiri. Terdapat beragam metode, namun mereka semuanya bersemi dari sumber yang sama. Dikarenakan semua makhluk hidup diberkahi Sifat Kebuddhaan yang sama, mereka semua dapat diajari dan dirubah. Semuanya seharusnya berpraktik sesuai dengan kemampuannya. Namun, makhluk hidup tumbuh dengan kacau jika tidak ada yang menuntunnya. Tanpa tuntunan, mereka tenggelam dalam samudera penderitaan.
Ketika Hui-neng [Sesepuh Keenam Zen] datang menemui Sesepuh Kelima, beliau bertanya, “Darimana asalmu” Hui-Neng menjawab,”Saya berasal dari Ling-Nan (China Selatan).” Sesepuh Kelima bertanya, “Apakah orang barbar juga memiliki Sifat Kebuddhaan” Hui-Neng menjawab, “Manusia dibedakan antara Utara dan Selatan, namun Sifat Kebuddhaan tidak mengenali Utara dan Selatan.”
Sejak kata-kata ini diucapkan, seperti guntur membangunkan yang tertidur, mereka menyebar ke seluruh dunia. Namun tidak banyak orang yang memahami dan sangat sedikit yang tercerahkan. Lebih dari seribu tahun sejak Zen muncul dari belahan selatan China dan disebarkan di seluruh negeri oleh Sesepuh Keenam, namun banyak orang yang … masih juga tidak bisa memahaminya. Oleh karena itu Samadhi Pelafalan Buddha (nien-fo), konsentrasi dengan tulus dan visualisasi Buddha Amitabha juga diajarkan.
Mempraktikkan Tanah Murni, seseorang harus menolak kondisi penderitaan [di Dunia Saha] dan memohon untuk dilahirkan kembali di Tanah Murni Barat. Seseorang harus mempraktikkan Pelafalan Buddha setiap hari, bersujud pada Buddha Amitabha dan melantunkan sutra-sutra pertobatan. Praktisi harus ketat dalam keyakinannya, mengikis karma buruk mereka dari hari ke hari dan membuat ikrar untuk dilahirkan kembali di Tanah Murni Barat. Siapapun yang benar-benar berpraktik dengan cara demikian, kendatipun ia mungkin hidup di dunia Saha Kelahiran dan Kematian, akan memiliki tujuan yang berarti untuk praktiknya.
Kata “Buddha” bermakna Yang Tercerahkan. Semua makhluk hidup memiliki Sifat Kebuddhaan yang sama. Semua orang bisa tercerahkan. Yang bingung mengenai Sifat Kebuddhaan-nya adalah makhluk hidup. Yang tercerahkan akan Sifat Kebuddhaan-nya disebut sebagai Buddha. Ketika seseorang melafalkan nama Buddha, Buddha Amitabha adalah Sifat-Aseli Diri seseorang, Tanah Murni adalah adalah Tanah Murni pikirannya sendiri. Siapapun yang dengan tulus melafalkan nama Buddha dalam pikiran demi pikiran dan berkonsentrasi semakin dalam dan terus semakin dalam akan senantiasa menemukan Buddha Amitabha hadir dalam pikirannya. Tidaklah tepat mencari Tanah Murni ke tempat yang jauh, seratus ribu negeri jauhnya [2]. Oleh karena itu, jika pikiran murni maka tanah pun murni. Jika pikiran tercemar, maka tanah pun tercemar. Jika pikiran jahat muncul dalam pikiran, kemudian banyak rintangan muncul. Jika pikiran baik tumbuh, kedamaian ada di mana-mana. Dengan demikian, surga dan neraka semuanya berada dalam pikiran seseorang.
Semua laki-laki dan perempuan yang baik seharusnya berpikir mengenai masa depan mereka dan persoalan besar tentang Kelahiran dan Kematian. Waktu berlalu dengan cepat dan sekali tubuh manusia hilang, tidak bisa dipulihkan bahkan sepuluh ribu kalpa. Laksana matahari dan bulan berjalan menyeberangi langit secepat jari penenun sedang bekerja. Waktu tidak bisa menunggumu. Jika kamu kehilangan kondisi sebagai manusia, kamu tidak bisa memperolehnya lagi [untuk kalpa yang lama] [3]. Ketika saat terakhir tiba, sudah terlambat untuk menyesali. Tak ada yang baik bagimu. Karena itu kamu seharusnya berjuang sekuat mungkin menghindari kondisi tak-menyenangkan ini.
Sutra-sutra mengajarkan bahwa orang biasa, orang bijak dan orang suci semuanya adalah setara. Tidak ada perbedaan [dalam sifat dasarnya]. Hanya ketercemaran atau kemurnian pikirannya yang berbeda. Karena alasan ini, dikatakan bahwa “Pikiran Buddha dan makhluk hidup tidak berbeda satu sama lainnya.” Pikiran yang murni adalah Buddha, pikiran yang tercemar adalah makhluk hidup. Buddha dan makhluk hidup berbeda hanya dalam hal lahir dan tidak-lahirnya pikiran [jernih atau tersesat].
Pikiran pada dasarnya adalah bersih dan murni, namun ia dicemari oleh keserakahan, kebodohan, keangkuhan, lima hasrat-keinginan dan beragam pikiran khayal. Oleh sebab itu, mereka dengan pikiran demikian disebut sebagai makhluk hidup. Jika noda dibuang dan pikiran menjadi murni, itulah Kebuddhaan. Tidaklah tepat tergantung pada yang lain.
Meski demikian, semua makhluk hidup menanggung karma berat; sejak waktu yang tidak bisa diingat, mereka telah sulit membersihkan noda mereka. Kebanyakan dari mereka membutuhkan praktik, seperti misalnya meditasi, berlatih dengan ‘hua-tou’ atau Pelafalan Buddha, untuk melakukannya. Jadi anda lihat, terdapat banyak cara berguna untuk berpraktik, namun semuanya adalah obat untuk menyembuhkan penyakit pikiran. Sebagai contoh, sebilah cermin pada dasarnya cemerlang, tidak bisa memantulkan apapun jika tertutup debu. Untuk membersihkannya, sebuah obat (alat pembersih) dibutuhkan. Obat itu sendiri adalah debu juga, meski ia dapat mengangkat debu benda lain. Sekali cermin itu terang, tidak dibutuhkan pengobatan lanjut. Laksana emas di dalam lapisan bijih, diselimuti oleh kotoran dan debu pasir dan batu. Setelah ia dilebur dan emas murni muncul, tidak butuh meleburnya lagi.
Sungguh sulit membebaskan diri sendiri dari karakteristik pikiran tercemar makhluk. Meski demikian, hal ini bisa dilakukan melakukan melalui praktik dengan upaya sungguh-sungguh. Ketika hal ini terlaksana, pikiran yang terang dan tak-tercemar muncul. Oleh sebab itu dikatakan bahwa semua makhluk hidup adalah Buddha dalam sifatnya. Menyebut mereka yang penuh dengan noda sebagai Buddha tidaklah keliru.
Mempraktikkan Zen serta bermeditasi mengenai ‘Hua-t’ou’ adalah metode yang penting untuk mencapai pencerahan. Malangnya, pada masa kini sangat sedikit orang yang mempraktikkannya dengan cukup giat. Hal ini dikarenakan mereka memiliki akar yang dangkal dan tidak bisa berkonsentrasi dalam praktik. Lebih jauh lagi, tanpa seorang guru yang baik untuk mengarahkan, mereka dengan mudah menjadi tersesat.
Kita seharusnya, dengan demikian, mempraktikkan keduanya, Pelafalan Buddha dan Zen. Ini merupakan Dharma yang tepat dan aman. Seseorang yang mempraktikkan Pelafalan Buddha dan kemudian mengamati dari mana Buddha-nya berasal dan ke mana Buddha-nya akan pergi, sepanjang jangka waktu tertentu, akan memahami apakah Kebuddhaan itu. Ini akan membuka pikirannya, membiarkan kebijaksanaan terang mengalir keluar dari dasar-pikiran dirinya sendiri. Tidak ada perbedaan dari bermeditasi mengenai kung-an (koan) atau hua-t’ou. Namun praktik yang tulus dan kerja keras dibutuhkan.
Jika seseorang dengan pikiran salah menolak kerja keras, mencari kesempatan bersantai siang dan malam dan tidak menganggap praktik itu penting, ia akan dibingungkan hingga Tahun Keledai. Siapa pun yang berpikir bahwa kemalasan dan pikiran salah adalah nikmat tidak hanya menipu dirinya sendiri dalam hidup ini saja; bahkan hingga akhir dari berkalpa-kalpa banyaknya ia masih dalam kebingungan.
Jika kamu memiliki kondisi yang sesuai untuk Pelafalan Buddha, cobalah mempraktikkannya. Meskipun kamu masih menjadi bagian dari dunia yang tercemar pada kekotoran masa ini, sekali kamu mempraktikkan Pelafalan Buddha, kau akan melepaskan penderitaanmu. Seperti yang disebutkan dalam sutra-sutra: jika kamu menyucikan air dengan membiarkan pasir dan lumpur mengendap di dasarnya sehingga air yang murni akan muncul. Ketika semua pasir dan lumpur diangkat dan hanya air murni yang tersisa, hal itu sama dengan menghancurkan semua ketidaktahuan dan kekotoran untuk selamanya. Kamu bisa kemudian mempraktikkan Pelafalan Buddha dengan sunyi tanpa dirimu takut akan kesalahan terkecil.
Jika kamu bisa benar-benar memisahkan diri dari noda atau, seperti yang dikatakan sutra-sutra, jika pikiran murni dan cemerlang dan kamu telah sampai pada tahapan di mana kamu tidak lagi menemui rintangan yang menghalangi jalanmu yang berasal dari penderitaan “debu tamu” [4], tidak hanya Buddha Amitabha yang akan menuntunmu terlahir kembali di Tanah Murni, namun seluruh Buddha dari sepuluh arah akan menghormatimu.
Dharma Penting Tanah Murni
Dharma Pelafalan Buddha bertujuan untuk mencapai kelahiran kembali dalam Tanah Murni, sehingga dengan demikian mengakhiri lingkaran Kelahiran dan Kematian. Ini merupakan persoal paling krusial. Oleh sebab itu, makhluk hidup disarankan untuk mempraktikkan Pelafalan Buddha. Malangnya, orang-orang sekarang hanya memahami bahwa Pelafalan Buddha dapat menuntun pada berakhirnya Kelahiran dan Kematian, tanpa pemahaman di mana akar dari Kelahiran dan Kematian terletak. Bagaimana seharusnya kamu mempraktikkan Pelafalan Buddha sehingga dapat mengakhiri lingkaran Kelahiran dan Kematian? Jika kamu tidak memotong akar Kelahiran dan Kematian, bagaimana kamu berharap dapat mengakhiri lingkaran tersebut?
Apakah akar dari Kelahiran dan Kematian itu? Seorang master dari masa kuno berkata:
“Jika karma jahat-mu tidak lah berat, kau tidak akan terlahirkan di dunia Saha. Jika pikiran cinta-kemelekatan (love-attachment) tidak dipotong, kau tidak akan bisa dilahirkan kembali dalam Tanah Murni”.
Oleh sebab itu, kita tahu bahwa cinta-kemelekatan merupakan akar dari Kelahiran dan Kematian. Semua makhluk hidup menjadi korban penderitaan Kehidupan dan Kematian karena beban cinta-kemelekatan. Akar dari kemelekatan ini tidak berasal dari kehidupan ini saja, tidak juga dari dua, tiga atau empat kehidupan sebelumnya. Jauh dari itu ia berakar dari masa tanpa permulaan, kehidupan demi kehidupan, kematian demi kematian. Meninggalkan kehidupan yang satu hanya untuk muncul kembali dalam kehidupan lainnya, kita selalu diombang-ambing oleh cinta-kemelekatan, tergantung pada kehidupan kita yang sekarang. Pikirkan kembali, kapan saat kamu memiliki satu saja pikiran yang tidak terikat oleh akar cinta-kemelekatan ini?
Benih dari cinta-kemelekatan ini terkumpul lebih dari masa kalpa yang panjang dan tertanam sangat dalam. Oleh sebab itu, kelahiran demi kelahiran, kematian demi kematian, lingkaran tersebut tidak pernah berhenti. Sekarang, kamu seharusnya mengendalikan pikiranmu untuk Pelafalan Buddha, hanya mencari untuk dilahirkan kembali dalam Tanah Murni. Jika sebagian pikiranmu dilengkapi dengan Pelafalan Buddha sementara yang lain terikat pada Kelahiran dan Kematian, bahkan jika kamu terus menerus melafal hingga saat-saat terakhir, kamu akan hanya melihat bahwa kamu tetap terikat pada cinta-kemelekatan, tetap dalam lingkaran Kelahiran dan Kematian. Pada waktu itu, kamu akan melihat Pelafalan Buddha demikian tidak berguna. Kamu munkin akan mengeluh bahwa Pelafalan Buddha tidak membawa hasil, namun telah terlampau terlambat untuk menyesalinya.
Saya menyarankan pada mereka yang mempraktikkan Pelafalan Buddha untuk memahami pertama-tama bahwa cinta-kemelekatan merupakan akar dari Kelahiran dan Kematian. Pelafalan Buddha mensyaratkan kamu memotong cinta-kemelakatan dari pikiran demi pikiran. Selama melafalkannya di rumah, ketika kamu melihat anak-anak atau cucu-cucumu atau benda kepemilikanmu, kamu terikat pada mereka semua. Namun ini adalah akar dari Kelahiran dan Kematian. Kamu mungkin melafalkan nama Buddha dengan mulutmu, namun jika akar cinta-kemelekatan di dalam pikiranmu dan kamu tidak pernah kehilangannya untuk sesaat pun, kamu tidak perlu heran mengapa kamu tidak bisa berkonsentrasi dalam Pelafalan Buddha!
Ketika pikiran dipenuhi dengan kemelekatan pada dunia Saha, Pelafalan Buddha tetaplah dangkal. Sebagian dari pikiran mempraktikkan Pelafalan Buddha sementara bagian yang lain terus menerus dipenuhi dengan cinta-kemelekatan. Jika pikiran tentang anak dan cucu di garis terdepan pikiranmu, pikiran tersebut kemudian mencoba melafalkan nama Buddha tidak bisa bertahan dari pikiran cinta, dan kemudian kau tidak bisa memotong cinta-kemelekatan. Jika demikian, bagaimana kamu bisa berharap mengakhiri lingkaran Kelahiran dan Kematian?
Karena kondisi melekat ini berakar dari banyak kehidupan lampau, untuk berhasil dalam Pelafalan Buddha, mulailah dari sekarang juga, meskipun kamu belum akrab dengan metode ini dan belum memiliki pikiran yang tulus. Jika kamu sekarang tidak memiliki kuasa dan tidak memiliki kendali atas dirimu, kamu juga tidak memiliki kendali hingga momen terakhir hidupmu.
Oleh sebab itu, saya menyarankan kalian semua: jika kamu ingin benar-benar melafalkan nama Buddha dan mengakhiri lingkaran Kelahiran dan Kematian, potonglah akar Kelahiran dan Kematian dalam pikiran demi pikiran. Tidak disarankan menunggu hingga akhir dari hidupmu untuk melakukannya. Saya menyarankan kamu untuk melakukan yang terbaik. Bawa dalam pikiran bahwa segala sesuatu adalah soal Kelahiran dan Kematian. Untuk mengakhiri lingkaran Kehidupan dan Kematian dalam masa hidupmu yang sekarang, berkonsentrasilah melafalkan nama Buddha dalam pikiran demi pikiran. Jika kamu berpraktik dengan cara demikian dalam setiap momen dan masih tidak bisa mengakhiri lngkaran Kelahiran dan Kematian, maka Para Buddha berbohong. Jadi apakah kamu seorang bhiksu atau umat awam, jagalah Kelahiran dan Kematian di baris depan pikiranmu. Ini merupakan metode untuk bebas dari Kelahiran dan Kematian dan tiada Dharma yang lebih luar biasa daripadanya.
Praktikkan Pelafalan Buddha dengan pikiranmu sendiri. Melafalkan nama Buddha adalah melafalkan pikiranmu sendiri, pikiran demi pikiran, tanpa terganggu. Buddha dan Pikiran adalah sama. Tanpa ada subyek ataupun obyek, pikiran menjadi kosong; baik subyek ataupun obyek menetap. Ini disebut melafalkan pikiran diri sendiri, melafalkan Kebuddhaan dirinya sendiri. Jika kamu kehilangan satu pikiran, kamu akan jatuh ke dalam karma dan iblis.
Banyak orang yang mengikuti Zen gaya masa kini mengiranya sebagai ‘Dharma Tertinggi’. Mereka memandang rendah Tanah Murni dan tidak mempraktikkannya. Dikarenakan kesukaan mereka akan pengakuan, mereka mempelajari beberapa kata dan kalimat dari orang bijak kuno sehingga mereka bisa berbicara dengan cerdas dan saling memuji satu sama lain. Ini bukan praktik yang sebenarnya. Saran untuk memasuki pintu Dharma sedang merosot. Orang-orang ini juga merendahkan sutra-sutra Mahayana, mengakui bahwa mereka hanya kata-kata dan tidak perlu dibaca. Meskipun orang-orang demikian mungkin bisa menumbuhkan beberapa kebajikan, mereka tidak bisa menyelamatkan diri mereka sendiri. Ini benar-benar mengerikan. Kebanyakan dari mereka tidak memahami sutra-sutra Mahayana, tidak memahami bahwa terdapat banyak metode yang berguna untuk mengajar makhluk hidup, tidak mengetahui makna dari pernyataan: “Segala sesuatu kembali ke kesatuan (manunggal), namun terdapat banyak metode berguna yang menuntun kita pada pemahaman Kebenaran.” Mereka hanya mengetahui ajaran Para Sesepuh bahwa jalan tertinggi adalah Pencerahan. Dikarenakan makna sebenarnya dari Pencerahan adalah mengakhiri lingkaran Kelahiran dan Kematian. Bukankah ini adalah tujuan utama Pelafalan Buddha?
Kebanyakan praktisi Zen gagal lolos dari lingkaran Kelahiran dan Kematian, sementara pengikut Tanah Murni lebih mudah untuk lepas dari lingkaran tersebut. Apa nalar untuk hal ini? Ini dikarenakan untuk mempraktikkan Zen, kamu haru menghentikan proses berpikir, sementara untuk melafal nama Buddha, kamu harus berkonsentrasi pada pikiran. Dikarenakan makhluk hidup telah terperangkap dalam pikiran salah untuk berkalpa-kalpa yang tak terkatakan panjanganya, sangat sulit untuk melepaskan mereka darinya. Pelafalan Buddha merubah pikiran tercemar menjadi pikiran murni, melawan racun dengan racun untuk memurnikan pikiran seseorang sendiri [ 5]. Oleh karena itu, praktik Zen sulit mencapai Pencerahan, sementara Pelafalan Buddha membuatnya mudah mencapai tujuan. Jika kamu benar-benar ingin mengakhiri lingkaran Kelahiran dan Kematian dan kamu berkonsentrasi dalam Pelafalan Buddha, tak butuh lagi terlebih merasa khawatir akan mengakhiri lingkaran tersebut.
Orang masa kini berpikir bahwa Dharma Tanah Murni sebagai metode yang berguna. Sedikit yang mereka sadari bahwa ini juga adalah ‘Dharma yang luar biasa’. Ambil contoh Samantabhadra, yang tubuh Dharma-nya meliputi seluruh Alam Dharma. Beliau membuat sepuluh Ikrar Agung mengarah pada Tanah Murni. Sesepuh Asvaghosa bergantung pada seratus bagian sutra-sutra Mahayana untuk menulis Sastra tentang Kebangkitan Keyakinan, menunjukkan pada makhluk hidup jalan menuju Tanah Murni. Semua sesepuh di Timur (yakni Asia Timur) terlibat dalam transmisi Pikiran-ke-Pikiran. Meski mereka tidak selalu merujuk pada Tanah Murni, jika setelah tercerahkan dan mengakhir lingkaran Kehidupan dan Kematian, mereka tidak beralih pada Tanah Murni, Akankah itu tidak menjadi nihilisme?
Master Zen Yung-Ming mengumpulkan semua bagian dari keseluruhan Tripitaka menunjukkan bahwa mengarahkan pikiran adalah kembali ke Tanah Murni. Selama Masa Akhir-Dharma, banyak Master Zen yang mengagungkan Tanah Murni Barat. Terlebih, Dharma Tanah Murni dikotbahkan oleh Buddha Sakyamuni sendiri tanpa dimohon dan dipuja oleh semua Buddha di seluruh sepuluh penjuru. Bukankah Para Buddha, Boddhisattva dan Sesepuh jauh lebih berharga dibandingkan segelintir orang yang tidak peduli, makhluk hidup yang tercemar?
Siapa yang bersungguh-sungguh ingin mempraktikkan Tanah Murni seharusnya tidak meminta bantuan yang lain. Ia seharusnya bergantung semata-mata pada pikirannya sendiri jika ia bersungguh-sungguh ingin mengakhiri lingkaran Kehidupan dan Kematian. Seperti jika terdapat api di kepalanya, ia tidak bisa menunda lebih lama lagi.
Sebagai contoh, jika seseorang menjadi sakit tak berdaya, sangat menderita, dan seseorang seharusnya mencari obat mujarab yang akan mengobati penyakitnya, dan jika orang ini memiliki cara pandang yang benar, yakin akan obat ini dan meminumnya dengan benar, membiarkan tubuh mengeluarkan penyakitnya, ia akan sembuh dengan cepat. Ia akan kemudian secara alamiah akan meyakini bahwa ini merupakan obat yang luar biasa. Serupa dengan ini, siapapun yang yakin akan Dharma Tanah Murni dan mempraktikkan Pelafalan Buddha hingga saat-saat terakhirnya akan menemukan bahwa metode ini benar dan luar biasa adanya. Tidak dibutuhkan memohon pada yang lain.
Saya menyarankan kamu semua berusaha sekeras-kerasnya.
Orang-orang Seharusnya Mempraktikkan Tanah Murni
Buddha Sakyamuni berkata: “Terdapat banyak cara praktik yang berguna, dan masing-masing bisa mengakhiri lingkaran Kelahiran dan Kematian.” Melafal nama Buddha memohon agar dilahirkan kembali di Tanah Murni merupakan jalan pintas. Ajaran yang luar biasa dan sempurna Avatamsaka Sutra dan Sutra Teratai , demikian juga tingkahlaku yang luhur dari Bodhisattva Samantabhadra, semuanya mengarah pada dan menuntun ke Tanah Murni. Seperti halnya Sesepuh Asvaghosa dan Nagarjuna semuanya mendukung Tanah Murni.
Dharma ini bisa mengalihkan manusia di ketiga tingkatan: superior, menengah dan inferior. Dharma ini bisa dipraktikkan memberikan dampak yang baik oleh semua manusia apakah yang berkapasitas kurang maupun yang tajam. Tidak dibatasi bagi mereka yang dangkal akarnya. Diajarkan dalam sutra-sutra bahwa jika kamu ingin memurnikan tanah Buddha, kamu harus memurnikan pikiranmu terlebih dahulu. Jika kamu ingin mendapatkan karma murni, kamu harus memurnikan pikiran dirimu sendiri. Untuk memurnikan pikiranmu, kamu harus mempertahankan disiplin suci (menjaga sila). Melepaskan tiga kejahatan tubuh, empat kejahatan mulut dan tiga kejahatan pikiran, keseluruhannya ada sepuluh karma jahat. Mereka adalah penyebab penderitaan dalam Ketiga Alam.
Mulai dari sekarang, kamu harus mempertahankan peraturan disiplin dan menjaga tiga karma tubuh, ucapan, dan pikiran tetap murni dan bersih. Dengan demikian pikiran akan secara alamiah menjadi murni. Jika kamu tidak membunuh makhluk hidup, mencuri atau berjinah, maka karma tubuh menjadi murni. Jika kamu tidak berbohong atau mengelabui dengan makna ganda dan tidak memperlakukan sesukanya berkata kasar, kotor, maka ucapan akan menjadi murni. Jika kamu tidak membiarkan merasuki pikiranmu dengan perasaan iri hati dan marah serta tidak memiliki pandangan yang menyimpang, maka karma pikiran akan menjadi murni. Jika kamu dapat memotong sepuluh karma jahat untuk selamanya, Ketiga Alam akan dibersihkan dan dimurnikan. Ini sangat penting bagi penyucian pikiranmu.
Sekali kamu memiliki pikiran yang bersih dan murni serta mengembangkan ketidaksukaan akan penderitaan di Dunia Saha, buatlah ikrar untuk dilahirkan dalam Tanah Murni. Kemudian, praktikkan tindakan benar dengan Pelafalan Buddha agar mengakhiri lingkaran Kelahiran dan Kematian. Blokir semua rintangan dari luar dan berkonsentrasilah secara tulus [atau terpusat] melafalkan nama Buddha Amitabha dalam pikiran demi pikiran selama dua puluh empat jam sehari tanpa berhenti. Saat kamu berjalan, berdiri, duduk, atau berbaring, apakah kamu sedang bergerak atau diam, dalam waktu luang atau sibuk, kamu harus selalu dalam pikiran bersih tanpa pikiran tersesat apapun dan harus tidak dipengaruhi oleh kondisi dari luar yang menyusup. Jika kamu bisa mempraktikkannya untuk jangka waktu yang lama, tidak pernah melupakan Pelafalan Buddha bahkan di dalam mimpi, melafalkannya dengan tenang dan berkelanjutan apakah sedang tertidur atau sadar, tanpa pikiran teralihkan apapun, dan jika kamu bisa melafalkan nama Buddha seperti ini hingga saat-saat terakhirmu, alam Tanah Murni akan hadir di hadapanmu.
Maka, sebagai hasilnya, kamu tidak akan lagi terikat oleh lingkaran Kelahiran dan Kematian. Buddha Amitabha akan menjawab dengan memancarkan sinar cahayanya dan menuntunmu untuk dilahirkan kembali dalam Tanah Murni.
Pelafalan nama Buddha dengan terkonsentrasi adalah tindakan yang tepat. Meskipun demikian, untuk pemahaman lebih dalam, visualisasi dibutuhkan. Demikianlah, Sutra Meditasi [teks kunci Tanah Murni] menyatakan:
Buddha Sakyamuni mengajarkan enam belas meditasi dan perenungan yang luar biasa pada Ratu Vaidehi, sehingga ia bisa mencapai kelahiran kembali di Tanah Murni dalam satu masa kehidupan.
Ketika sedang berlatih sendirian atau dengan didampingi teman, pilihlah salah satu dari keenambelas meditasi, tergantung pada tujuan dan ikrarmu. Kamu boleh memvisualisasikan hanya Buddha Amitabha dan Para Bodhisattva atau alam Tanah Murni lainnya dengan dataran emasnya dan bunga teratai mekar yang menakjubkan. Jika kamu menjaga objek visualisasi dengan jelas dalam pikiran selama dua puluh empat jam sehari, apakah sedang berjalan, duduk, berdiri, berbaring dengan mata terbuka atau tertutup, alam Tanah Murni akan selalu hadir di hadapanmu.
Jika kamu dapat melanjutkan praktik meditasi ini selama jangka waktu yang lama, kamu akan segera menjadi tercerahkan. Tanah Murni kemudian berada di mana-mana.
Seperti yang pernah diujarkan, “terlahirkan adalah semata-mata terlahirkan, namun kembali [ke Tanah Murni] tidaklah benar-benar kembali.” Ini adalah doktrin luar biasa dari Tanah Murni Hanya-Pikiran. Jika seseorang mampu menjaga disiplin seperti yang dikatakan sebelumnya, maka keenam organ akan menjadi bersih ketika seseorang mempraktikkan visualisasi dari satu pikiran demi pikiran lainnya, maka mudah untuk memyelesaikan praktik luar biasa ini. Hal ini merupakan sebab yang nyata terlahir kembali dalam Tanah Murni.
Sebaliknya, Buddha Sakyamuni mengajarkan, jika seseorang berbicara mengenai Pelafalan Buddha dan terlahir kembali di dalam Tanah Murni namun tidak menjaga sila yang dibutuhkan atau membersihkan noda – sementara itu secara terus menerus memiliki pikiran yang tercemar dan jahat – ia tidak akan pernah bisa mencapai Sang Jalan. Untuk alasan ini, semua praktisi seharusnya mempertahankan disiplin sebagai pondasi, untuk mendampingi mereka dalam praktik visualisasi dan Pelafalan Buddha yang benar. Siapapun yang berpraktik dengan cara demikian dijamin akan terlahir kembali dalam Tanah Murni.
Doktrin Penting Tanah Murni dan Zen
Mereka yang terlibat dalam [praktik ganda dengan] Pelafalan Buddha dan Zen seharusnya menggunakan nama Buddha Amitabha sebaga hua-t’ou. Selama Pelafalan Buddha, kamu seharusnya bertanya “siapa yang melafalkan nama Buddha?” Jika kamu terus bertanya dan bertanya, akan tiba saatnya ketika semua pikiran salah menghilang seketika. Tidak ada pikiran demikian yang bisa tumbuh, atau jika mereka muncul, mereka akan ditekan dengan segera. Kamu akan hanya memiliki pikiran yang tunggal dan terang, laksana matahari terang benderang di langit, dan tak akan pernah menimbulkan pikiran keliru. Pikiran tersesat tidak akan lagi berkuasa. Selanjutnya, kamu akan mengalami ketenangan dan kewaspadaan, Mahaguru Yung-Chia berkata:
Ketenangan disertai kewaspadaan adalah tepat, namun ketenangan tanpa perhatian-penuh adalah keliru. Kewaspadaan disertai dengan ketenangan adalah tepat, namun kewaspadaan yang disertai oleh pikiran tersesat adalah keliru.
Jika ketenangan tidak mengarah kepada kebingungan dan kurangnya perhatian-penuh dan kewaspadaan tidak menyebabkan pikiran yang tersesat, maka kewaspadaan dan ketenangan akan tumbuh bersama. Kamu membiarkan keduanya “tenggelam” dan “mengambang” hingga tak ada satu pun pikiran muncul dalam pikiran, tidak juga masa lalu, masa sekarang dan masa depan; kemudian, seketika kekelaman pecah dan kau melihat Wajah Aseli-mu. Tubuh, pikiran dan dunia segera menjadi damai. Kemudian bunga di angkasa [yakni dunia ilusi ini] menghilang, dan segala sesuatu di sepuluh arah menjadi terang karena sebuah cahaya cemerlang menyinari semuanya.
Ketika kamu tiba pada tahap ini, terang yang sempurna ini selalu hadir dalam keseharianmu dan kau tak akan lagi memiliki keraguan apapun. Kamu akan percaya dengan pikiranmu sendiri, di mana bersifat intrinsik sifatnya. Maka kamu tidak berbeda dari Para Buddha dan Para Sesepuh. Ketika kamu mencapai tingkatan ini, kamu tidak perlu lagi berpegangan pada Kekosongan. Apabila kamu menggenggam Kekosongan, kamu akan jatuh dalam kejahatan pandangan sesat. Tidak juga kamu berpegangan pada Keberadaan ataupun Yang Luar Biasa. Apabila kamu menggenggam Keberadaan, kamu juga akan jatuh dalam jalan yang sesat.
Apabila selama praktik, kamu menemukan beberapa alam hadir di dalam pikiran, kamu tidak boleh merengkuhnya namun cukup biarkan saja berlalu. Kemudian alam tersebut akan menghilang. Kamu juga seharusnya tidak takut akan alam yang buruk tidak juga bersukacita dalam alam yang menyenangkan saat mereka muncul, karena ini adalah tindakan para iblis. Jika kecemasan atau kebahagiaan tumbuh, ini juga merupakan pandangan para iblis. Seorang praktisi seharusnya memahami bahwa alam ini datang dari pikirannya sendiri dan bukan dari luar. Kamu harus memahami bahwa pikiran kita pada dasarnya bersih dan jernih, tanpa satu pikiran pun, bukan tersesat ataupun tercerahkan. Kita tidak termasuk dalam dunia maupun alam yang murni, tidak juga dalam alam lain manapun. Namun, dikarenakan kita pada saat ini masih tersesat, kita harus berpraktik untuk menghilangkan ketidakpedulian dan kebiasaan buruk.
Jika seseorang bisa membuka pikirannya sendiri – yang asalnya terang, meliputi semuanya, bersih dan jernih – sehingga menjadi Kewajaran Yang Luar Biasa dan tidak dibutuhkan lagi berpraktik. Kendati, karena praktisi kini belum melihat Sifat-Dasar-Diri (Pikiran), mereka harus berpraktik secara giat dengan tujuan mencapai tahapan tertinggi dan mengkahiri Kelahiran dan Kematian.
Buddha Sakyamuni mengajarkan Dharma Pikiran. Terdapat metode Dharma yang tak terhitung jumlahnya, namun semuanya bertujuan untuk mencerahkan pikiran. Metode Zen yang sangat penting telah diperkenalkan oleh beberapa Sesepuh, namun pencerahan pikiran dan Pelafalan Buddha telah diajarkan oleh Para Buddha dan banyak Boddhisattva kesepuluh tingkatan. Singkatnya, kamu harus mempraktikkan Pelafalan Buddha untuk menjadi seorang Buddha. Bahkan Para Boddhisattva yang telah berhasil mencapai tingkat Kewajaran Sejati (Bhutatathata) dan Pencerahan tidak pernah bisa terpisah dari kesadaran-penuh akan Buddha, Dharma dan Sangha.
[Dalam Avatamsaka Sutra,] pemuda Sudhana mengunjungi lima puluh tiga Penasihat Spiritual Baik. Yang pertama bhiksu Awan Kebajikan, yang mengajarkan padanya penyelamatan Dharma Pelafalan Buddha. Yang terakhir ia kunjungi adalah Bodhisattva Samantabhadra, yang mengajarnya untuk mencapai Pencerahan Luar Biasa, ia hanya butuh berpaling pada Tanah Murni Barat, menyaksikan Tathagata Cahaya Tanpa-Batas (Buddha Amitabha) dan menerima ramalan Pencerahan. Catat ini: bahkan kendaraan tertinggi Hua-Yen (aliran Avatamsaka), yang meliputi seluruh alam Dharma, juga menganjurkan Pelafalan Buddha. Para Bodhisattva di kesepuluh tingkatan, bahkan mereka yang telah mencapai Pencerahan, masih mempraktikkan perhatian-penuh pada Buddha (Pelafalan Buddha).
Terdapat mereka yang dalam Masa Akhir-Dharma yang meremehkan Pelafalan Buddha sebagai praktik yang rendah. Namun mengapa mereka harus memiliki keraguan dengan membedakan antara Zen dan Tanah Murni? Orang yang demikian kurang pengetahuan dan gagal memahami maksud Para Buddha. Mereka membuat dikotomi yang keliru. Bertolak pada Tanah Murni Hanya-Pikiran, jika pikiran murni, maka tanah pun murni. Dengan demikian, siapapun yang mempraktikkan Zen namun tidak bisa mengendalikan pikirannya seharusnya mempraktikkan Pelafalan Buddha untuk menenangkan pikirannya. Pikiran yang murni adalah pikiran yang tercerahkan.
Bahkan Para Bodhisattva yang telah tercerahkan masih mempraktikkan Pelafalan Buddha, karena tanpa Pelafalan Buddha (kesadaran-penuh pada Sang Buddha) mereka tidak akan bisa mencapai Penerangan Sempurna. Kita tahu bahwa semua Sesepuh mencapai Pencerahan melalui Pelafalan Buddha (kesadaran-penuh pada Sang Buddha). Siapapun yang mempraktikkan Pelafalan Buddha dengan terkonsentrasi dan tanpa terganggu akan menemukan bahwa seluruh noda akan hilang. Dengan pikirang yang kemudian menjadi murni, mereka disebut sebagai yang tercerahkan. Lihatlah dengan cara demikian: Pelafalan Buddha adalah Zen. Tidak ada Bodhisattva yang mengabaikan kesadaran-penuh pada Sang Buddha setelah Pencerahan. Semua Sesepuh mencapai kelahiran kembali dalam Tanah Murni [pikiran mereka]. Dengan demikian, Pelafalan Buddha adalah Zen, Zen adalah Pelafalan Buddha.
Sejak masa lampau, pertanyaan ini tetap tak terpecahkan; saya akan menjawabnya sekarang dan menghancurkan pandangan bahwa Tanah Murni dan Zen adalah berbeda. Seandainya semua Buddha muncul di dunia ini, mereka akan mengatakan hal yang sama. Mengabaikan Dharma ini dan merengkuh kata-kata yang salah adalah pekerjaan iblis dan bukan Dharma sejati.
Tanah Murni Bisa Menyelamatkan Semua Makhluk Hidup dalam Samudera Penderitaan
Buddha Sakyamuni secara khusus mengajarkan Dharma Tanah Murni untuk menyelamatkan semua makhluk hidup di dalam dunia Saha. Beliau menganjurkan orang-orang melafalkan nama Buddha Amitabha dan berikrar untuk dilahirkan kembali di dalam Tanah Murni. Dharma yang luar biasa ini diajarkan dalam Amitabha Sutra dan dibabarkan oleh seluruh Buddha di sepuluh arah. Tanah Murni merupakan ajaran khusus yang disesuaikan untuk semua makhluk hidup pada Masa Akhir-Dharma.
Terdapat banyak metode berbeda dalam mempraktikkan Tanah Murni. Jika sekelompok orang mempraktikkannya bersama dalam sebuah vihara, terdapat prosedur memulainya dalam komentar-komentar Tanah Murni. Seorang individu yang mempraktikkan Dharma Tanah Murni sendirian berlutut pada Para Buddha dan melafalkan Sutra Berlian dan Amitabha sekali setiap sesi. Ia kemudian mengulang-ulang nama Buddha Amitabha sebanyak lima ribu hingga sepuluh ribu kali, setelah ia membuat sebuah ikrar agar terlahir kembali di dalam Tanah Murni, berkata: “Saya berharap telahir kembali di dalam Tanah Murni Barat, dengan bunga teratai sembilan tingkat sebagai orang tuaku. Ketika semua kelopak teratai mekar sempurna, saya akan melihat Buddha Amitabha dan tercerahkan hingga Kebenarana Absolut, dengan Para Bodhisattva yang tak akan merosot lagi sebagai temanku.” Ini dilakukan pada pagi hari dan kemudian dengan cara yang sama pada malam hari.
Terpisah dari sesi-sesi ini, selama sepanjang hari, praktisi hanya mengulang-ulang nama Buddha dan mempertahankan Buddha Amitabha di dalam pikirannya, pikiran demi pikiran, tanpa gangguan, menggenggam nama Amitabha sebagai semangat utamanya. Apakah berjalan, berdiri, duduk atau berbaring, ia selalu melafalkan nama Buddha Amitabha. Jika ia harus berhadapan dengan situasi yang berat atau menyenangkan serta ia terdorong untuk marah atau bahagia, ia hanya butuh berkonsentrasi dengan mengulang-ulang nama Buddha Amitabha untuk kemarahan tersebut, sehingga pencemaran [dan kondisi pikiran-mengganggu lainnya, seperti kebahagiaan] berhenti.
Karena kekotoran [batin] merupakan akar Kelahiran dan Kematian, kita melafalkan nama Buddha untuk membersihkan diri dari cemar dan berpaling dari penderitaan Kelahiran dan Kematian. Jika seseorang yang melafalkan nama Sang Buddha membersihkan dirinya dari kekotoran, ia bisa mengakhiri lingkaran Kelahiran dan Kematian. Jika ia bisa mengatasi kekotoran [batin] selama Pelafalan Buddha, ia dapat mengatasinya dalam mimpi-mimpinya. Jika ia dapat mengatasinya dalam mimpi-mimpinya, ia dapat mengatasinya selama sakit. Dan jika ia dapat mengatasi kekotoran ketika sakit, ia bisa mengatasinya hingga saat-saat terakhirnya. Kemudian menjadi sangat jelas bahwa ia bisa terlahirkan kembali dalam Tanah Murni.
Hal ini tidaklah sulit, namun ketulusan, pikiran yang bersungguh-sungguh diperlukan untuk mengakhiri lingakaran Kelahiran dan Kematian. Dalam mengulang-ulang nama Buddha Amitabha, jangan pikirkan yang lainnya selama periode waktu yang lama, dan kamu akan mendapatkan kebahagiaan besar. Semua praktisi seharusnya memahami Dharma ini. Siapapun yang bisa melafalkan nama Buddha dan mempraktikkan Dharma ini adalah seorang praktisi sejati. Siapapun yang mengabaikan metode ini tidak akan menemukan cara yang lebih baik untuk mencapai tujuan ini.
Jangan mendengarkan orang dengan ajaran sesat, agar dirimu tidak membangun pikiran yang salah. Terdapat metode luar biasa [sebagai tambahan terhadap metode pelafalan oral yang digambarkan di atas] yang akan kuajarkan pada kalian semua: bayangkan sebuah teratai mahabesar , berbentuk seperti roda dan berwarna biru, kuning, merah atau putih. Selama meditasi dan Pelafalan Buddha, selalu berkontemplasi teratai ini bersemi dengan jelas. Juga, bayangkan dirimu duduk di atas kursi bunga teratai ini. Bayangkan tentang Buddha Amitabha memancarkan cahaya, menerangi tubuhmu. Selama visualisasi, jangan terikat pada posisi jalan, berdiri, duduk atau berbaring. Juga, jangan terikat pada waktu. Hanya visualisasikan Tanah Murni dengan jelas. Apakah matamu terbuka atau terpejam, [gambaran tersebut] seharusnya tidak boleh menjadi kabur. Bahkan hingga dalam mimpimu kamu seharusnya tetap melihat Buddha Amitabha, Bodhisattva Avalokitesara (Kuan Yin) dan Mahasthamaprapta (Shih Chih) dan semua Bodhisattva lainnya duduk di atas bunga teratainya masing-masing, semuanya terang dan jelas.
Jika praktisi bisa memvisualisasikan bunga teratai tersebut dengan konsentrasi sempurna hingga saat-saat terakhir, ia bisa mengakhiri lingkaran Kelahiran dan Kematian. Pada saat kematian, teratai tersebut akan muncul di hadapannya dan ia akan melihat dirinya duduk di antaranya. Ia juga akan melihat Amitabha, Avalokitesvara dan Mahasthamaprapta, seluruhnya datang menuntunnya untuk dilahirkan kembali dalam Tanah Murni Barat, tidak akan kembali lagi ke Dunia Saha, tidak akan lagi menanggung penderitaan Kelahiran dan Kematian.
Siapapun yang mempraktikkan Dharma Tanah Murni akan mencapai kelahiran kembali dalam Tanah Murni dalam satu masa hidup. Dikatakan berulang kali di dalam sutra-sutra bahwa ini adalah metode langsung dan rute yang terpendek ke Tanah Murni. Seseorang hanya perlu mengambil jalan singkat melafalkan nama Sang Buddha. Siapapun yang mengabaikan Dharma luar biasa ini tidak menemukan langkah yang lebih baik untuk diikuti.
Alasan Mengajarkan Dharma Tanah Murni
Terdapat tiga kendaraan dalam Dharma [kendaraan Para Sravaka, Pratyeka Buddha, Boddhisattva] untuk orang yang belajar dan berpraktik. Namun ketakutanku mengenai semua darinya adalah jika praktisi tidak bisa mencapai hasil dalam satu masa kehidupan, ia mungkin akan tenggelam dalam samudera Kelahiran dan Kematian , tidak mampu untuk bebas [untuk berkalpa-kalapa yang akan datang].
Praktisi Zen mungkin mengakhiri lingkaran Kelahiran dan Kematian dalam satu masa kehidupan. Namun terlalu banyak pikiran salah dan kebiasaan yang mendarah daging mendalam membuatnya sulit mempraktikkan Zen.
Jika seseorang tidak mencapai Pencerahan dalam kehidupan ini, ia akan terus menerus masuk kembali dalam lingkaran Kelahiran dan Kematian. Oleh karena itu, Buddha Sakyamuni mengajarkan Dharma Tanah Murni. Bukan masalah jika seseorang memiliki kemampuan rendah, menengah ataupun superior. Bukan masalah jika seseorang kaya raya, berpangkat tinggi, atau miskin dan terbelakang. Selama ia mempraktikkan Dharma ini, ia dijamin memperoleh hasil dalam satu masa kehidupan. Tidak ada Dharma lain yang lebih luar biasa dan bermanfaat dibandingkan jalan pintas Pelafalan Buddha. Mengapa? Karena ketika kita menetap di dunia Saha ini, kita berada di dalam sebuah dunia yang penuh penderitaan. Terdapat penderitaan kelahiran, penderitaan usia tua, penderitaan penyakit, penderitaan kematian, penderitaan akan keinginan yang tidak terwujud, penderitaan akibat hal yang tidak menyenangkan, dan seterusnya; terdapat begitu banyak jenis penderitaan. Singkatnya, penderitaan-penderitaan ini tak terlukiskan. Bahkan orang dengan jabatan yang tinggi dan makmur yang terlihat menemukan kebahagiaan dalam hidup, semuanya berdampak penderitaan di masa depan.
Dikarenakan semua penderitaan dalam dunia Saha sangat sulit untuk dijauhi, Buddha Sakyamuni mengajarkan Dharma Tanah Murni. Dalam wilayah tersebut semua makhluk hidup bebas dari penderitaan dan menikmati setiap kebahagiaan, dan oleh sebab itu disebut sebagai Tanah Kebahagiaan Puncak. Karena alam itu tanpa ketercemaran, ia disebut sebagai Tanah Murni. Semua makhluk terlahir dari sebuah bunga teratai. Oleh karena itu tidak ada penderitaan kelahiran. Semua makhluk memilki hidup yang tak terbatas. Oleh karena itu, tidak ada penderitaan usia tua dan kematian. Makana dan pakaian tersedia secara alamiah. Oleh karena itu tidak ada keinginan yang tak terwujud. Karena seseorang bisa bergabung dengan kelompok makhluk superior yang terkumpul dalam satu tempat, tidak ada penderitaan akibat hal yang tidak menyenangkan. Karena Tanah tersebut diperindah oleh tujuh harta, ia tidak dikotori oleh reruntuhan dan duri. Semuanya disebutkan dalam sutra-sutra. Mereka yang memohon agar dilahirkan dalam Tanah Suci hanya berkonsentrasi dengan tulus melafalkan nama Buddha.
Agar praktik tepat, selama pelafalan visualisasikan dirimu sendiri duduk di atas bunga teratai. Kemudian, pada saat-saat terakhirmu, kamu akan melihat Buddha Amitabha dan sebuah lotus besar memancarkan cahaya di depanmu menuntunmu untuk dilahirkan kembali dalam Tanah Murni. Kamu tidak akan lagi merosot atau tenggelam kembali dalam samudera Kelahiran dan Kematian. Ini merupakan hasil dari mempraktikkan Tanah Murni dan jasa hasil Pelafalan Buddha.
Barangsiapa yang melafalkan nama Sang Buddha dengan tulus akan segera menemukan Pencerahan atau melihat Sifat Sejati-Diri. Hanya diperlukan memvisualisasikan Buddha Amitabha dan melafalkan nama-Nya. Berdana dan memberikan persembahan pada Tiga Mustika (Buddha, Dharma dan Sangha), demikian juga menambah amal yang lain dengan memuja Tanah Para Buddha, merupakan kegiatan yang mendukung.
Meski demikian, bahkan jika kamu mempraktikkan Pelafalan Buddha dan membuat ikrar agar terlahir kembali dalam Tanah Murni Barat, kamu harus tetap mengangkat akar Kelahiran dan Kematian untuk menjamin kelahiran kembali. Apa akar dari Kelahiran dan Kematian? Kerakusan dan merenggut segala sesuatu di dunia. Banyak hal yang memberikan kenikmatan, seperti warna yang indah, suara dan rasa yang menyenangkan, kenyamanan badaniah merupakan penyebab dari penderitaan [karena mereka mengganggu pikiran]. Penyebab lain adalah kemarahan, kebencian, kerakusan dan pandangan salah dari ajaran sesat. Jangan percaya dengan mereka akan segalanya. Kamu hanya butuh berkonsentrasi pada Pelafalan Buddha, melafalkan Amitabha Sutra tiga kali sehari dan nama Sang Buddha beberapa ribu kali atau [jika kamu sangat berkeyakinan kuat] lebih dari sepuluh ribu kali, dalam pikiran demi pikiran tanpa gangguan. Ini merupakan hua-t?€™uo dan ini merupkanan Wajah Sejati-mu.
Kamu mungkin bertanya, kehidupan seperti apa dan apa yang akan datang setelah kematian? Mereka yang menciptakan akar kejahatan dalam hidup akan menemukan alam jahat muncul di hadapan mereka setelah kematian. Namun mereka yang melafalkan nama Sang Buddha mencari kehidupan kembali dalam Tanah Murni akan, pada saat-saat terakhir mereka, melihat alam Amitabha Buddha, Tanah Murni, muncul di depan mereka. Surangama Sutra berkata: “Proses berpikir membuat hamparan benua tersebut.”
Mempraktikkan , kamu harus menghilangkan semua pikiran keliru, dan itu sangat sulit. Mempraktikkan Tanah Murni adalah menggunakan pikiran murni untuk merubah pikiran tercermar. Ketika teratai muncul, hal itu merupakan kesempurnaan dari visualisasimu.
Terdapat tak terhitung metode yang berguna, namun merujuk pada Para Buddha dan Para Sesepuh, Dharma Tanah Murni khususnya adalah yang penting. Tidak dibutuhkan untuk memahami pikiranmu sendiri atau melihat Sifat Aseli-Diri-mu. Hanya dibutukan melafal nama Sang Buddha. Kata “Buddha” berarti Ia Yang Tercerahkan. Jika kamu melafalkan nama Sang Buddha dalam pikiran demi pikiran, tidak pernah melupakan-Nya bahkan untuk sesaat, kemudian, setiap pikiran merupakan pikiran yang tercerahkan. Jika pikiranmu melupakan Buddha Amitabha, itu bukanlah Pencerahan. Jika kamu bisa mempraktikkan Pelafalan Buddha dalam mimpimu seperti yang kamu lakukan di siang hari, hal tersebut merupakan kewaspadaan konstan. Jika pikiranmu tidak dikacaukan pada saat ini dan tidak dikacaukan pada saat-saat terakhirmu, maka kamu akan pasti dilahirkan kembali dalam Tanah Murni.
T A M A T
CATATAN AKHIR
1. Keempat lapis kelompok. Bhiksu, Bhiksuni, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan.
2. Kalimat ini merujuk pada aspek nomenon (transendental) Tanah Murni: “jika pikiran murni, maka tanah pun murni.” Aspek fenomenal dari Tanah Murni diungkapkan dalam Amitabha Sutra.
3. Untuk menggambarkan betapa sulitnya dilahirkan kembali ke alam manusia, Buddha Sakyamuni membandingkannya dengan perumpamaan seekor penyu buta, muncul dari kedalaman samudera hanya sekali setiap abad, akan dihalangi batang pohon yang ke sarang.
4. Penderitaan bisa disebut sebagai “”tamu debu.” Disebut “tamu”karena mereka datang dan pergi, tidak seperti Sifat Aseli kita yang kosong dan tenang. Disebut “debu” karena mereka melekat dan mencemari Pikiran Sejati, seperti halnya debu yang menutupi sebuah cermin terang dan mencegahnya dari memantulkan obyek di hadapannya.
5. Racun; obat. Pelafalan Buddha adalah racun pada asalnya. Ia juga merupakan pikiran salah yang, pada intinya, seharusnya dibuang. Pelafalan Buddha adalah obat karena bisa menyembuhkan pikiran yang asalnya adalah sumber segala penyakit. Ia juga merupakan penyembuh bagi individu dengan semua kapasitas di bawah semua keadaan.
Sumber:
Zen Master Han-Shan Te-Ching,
Pure Land of The Patriarchs:
Zen Master Han-Shan on Pure Land Buddhism
Translated by Dharma Master Lok To
Sutra Translation Committee of
The United States and Canada
http://vincentspirit.blogspot.co.id/2012/10/tanah-murni-para-sesepuh.html