Shuranggama Sutra 楞嚴經
(sambungan dari edisi sebelumnya)
SUATU UJIAN TERHADAP PENGERTIAN MURID-MURID
TENTANG NOMENA DAN FENOMENA UNTUK MENGUNGKAPKAN KEBANGKITAN DARI ILUSI
Sang Buddha bertanya : ‘Sewaktu anda berkata tentang Bodhi dan Penerangan, apakah yang anda maksudkan bahwa karena alamiah penerangan tersebut, anda menyebutkannya Bodhi, ataukah karena sifat (dasar) alamiah tanpa penerangan, yang (sekarang) anda sebut sebagai Bodhi penerangan?’1
KEBENARAN SALAH DITANGGAPI OLEH PENGERTIAN
TENTANG KESALAHAN
Purnamaitrayaniputra berkata ‘Jika apa yang disebut tidak senantiasa menerangi disebut sebagai Bodhi, hal ini menunjukkan bahwa ia tidak sadar akan sesuatu.’²
_________________________
1Dua ujian terpisah ini adalah untuk mengungkapkan penyebab kebangkitan dari ilusi. Di sini Master Ch’an akan memberikan bentakan atau hentakan kepada anggotanya untuk menyingkirkan semua sisa-sisa keraguan di dalam pikiran murid-muridnya. Tetapi di sekolah Pengajaran, Sang Buddha diharuskan untuk menelusuri semua ilusi kembali ke asalnya dengan tujuan untuk menerangkan bahwa kesalahan tersebut timbul dari Kebenaran; maka Beliau menggunakan alam Dharma dari Kebenaran Tunggal yang merupakan sumber yang lazim dari delusi dan penerangan. Dan juga Beliau mengulang pernyataan-Nya sebelumnya tentang ‘Bodhi (diri) alamiah yang bersifat sempurna dan senantiasa menerangi dan Bodhi dasar yang senantiasa menerangi dan sempurna,’ untuk menguji kemampuan murid-murid-Nya. Beliau bermaksud:’Apakah anda berpikir bahwa Bodhi alamiah tersebut secara mendasar senantiasa menerangi dan tidak memerlukan penerangan lebih lanjut supaya bias disebut sebagai Bodhi? (Inilah yang disebut sebagai Sempurna.) Atau anda berpikir bahwa Bodhi alamiah tidak senantiasa menerangi dan memerlukan penerangan supaya menjadi Bodhi penerangan? (Inilah yang disebut Samsara.)’ Hal ini untuk melihat apakah murid-Nya memberikan jawaban yang objektif dengan menyangkal penyebab dari delusinya.
Kesadaran tentang Buddha alamiah itu diakibatkan oleh tiga penyebab: langsung, serentak, dan kesadaran. Sifat alamiah sempurna secara mendasar sempurna dan muncul sendiri dan tidak memerlukan latihan; inilah yang disebut sebagai penyebab langsung. Ia bersifat dapat dicapai karena ajaran oleh guru penerangan maka dikatakan bahwa bibit Buddha berkembang dalam keadaan yang sesuai; hal ini disebut dengan penyebab serentak. Ia bersifat mudah dicapai dengan cara latihan dan pendidikan; ini disebut sebagai penyebab kesadaran.
Kalimat: ‘Bodhi diri alamiah adalah sempurna dan senantiasa menerangi’ menunjukkan bahwa penyebab langsung dari Buddha alamiah, dan ‘bodhi dasar senantiasa menerangi dan absolut’ menunjukkan penyebab kesadarannya, karena hanya setelah penyadaran efektif dari Bodhi awal maka Bodhi dasar dapat dicapai. Maka dari itu, latihan dan pendidikan dibutuhkan untuk mencapai Penerangan.
²Sang murid menjawab dengan menyangkal bahwa asal delusinya adalah karena dia tergantung kepada objek yang mana Bodhi seharusnya sadar; hal ini merupakan kesadaran samsaranya yang menunjukkan dualitas dari subjek dan objek.
TIGA KONDISI SEMPURNA DARI YANG TIDAK SENANTIASA MENERANGI (KEBODOHAN DASAR : SUBJEK DAN OBJEK)
Sang Buddha berkata : ‘Anda berkata bahwa “apa yang tidak menyadari akan sesuatu bukanlah Bodhi penerangan,” tetapi yang menciptakan objek ilusi adalah bukan penerangan dan yang tidak melakukan apapun dari pekerjaan itu bebas dari kesadaran (subjektif). Yang bukan penerangan (tentunya) adalah alamiah murni dari Bodhi, oleh karena Bodhi alamiah (diri sendiri) pada dasarnya mencapai penerangan tetapi disalah artikan sebagai kesadaran penerangan. Bodhi bukanlah (bahwa) kesadaran akan benda-benda oleh karena kesadaran demikian menghasilkan objek-objek, dan penciptaan objek-objek ilusi menunjukkan subjek ilusi.’1
_____________________
1Hal ini menunjukkan asal dari kesalahan. Sang Buddha memulainya dengan mengulangi apa yang murid-Nya telah katakan tentang Bodhi yang bukan penerangan yang tidak menyadari akan objek-objek. Jika Bodhi bebas dari kesadaran ini, maka tentunya ia asli, oleh karena ia akan bebas dari semua dualitas. Beliau kemudian menghapuskan miskonsepsi murid-Nya dan menyatakan bahwa yang menghasilkan objek-objek bukanlah Bodhi sebenarnya dan yang bebas dari mereka semuanya tentulah bukan Bodhi yang salah, oleh karena yang secara mendasar yang bukan penerangan bukanlah Bodhi alamiah yang murni. Bodhi alamiah diri pada dasarnya menerangi dan tidak memerlukan penerangan lanjutan; ini merupakan ajaran-Nya tentang Buddha alamiah yang muncul sendiri. Akan tetapi, disalahartikan sebagai kesadaran penerangan, dan oleh karena pikiran ini, penerangan sempurna alamiah diri menjadi terlupakan; ini merupakan ajaran-Nya tentang delusi. Kesadaran akan objek adalah kesalahan dan berhubungan dengan kebodohan; ini merupakan ajaran-Nya tentang tiga pembeda kejahatan dari karma (kebodohan dasar, subjek dan objek).
Oleh karena kebodohan menyebabkan kesadaran yang salah ini, Pikiran Benar sempurna terselubungi dan digantikan oleh dualitas subjek dan objek. Objek ini adalah asal dari angkasa, dunia dan makhluk hidup. Maka di dalam paragraf dikatakan: ‘Bodhi bukanlah merupakan kesadaran akan benda-benda oleh karena kesadaran (subjektif) demikian menciptakan objek-objek,’ yakni manifestasi dari bentuk. Penciptaan bentuk menghasilkan dualitas dan menyebabkan Penerangan Nirvana mendasar, sempurna dan penuh sinar kebijaksanaan, mengubah penglihatan salah terhadap persepsi subjektif. Maka di dalam paragraf dikatakan: ‘Penciptaan objek-objek ilusi menunjukkan subjek ilusi.’ Hal ini merupakan perubahan dari Sempurna menjadi bentuk.
ENAM KONDISI BURUK DARI YANG BUKAN PENERANGAN
‘Maka bentuk yang di luar baik identitas maupun keanekaragaman menimbulkan semua perbedaan. Sewaktu objek pembeda berhadapan dengan objek yang dibedakan, hasilnya berupa keanekaragaman yang mengarah menuju identifikasi. Identitas dan pembeda berlanjut pada apa yang bukan sama maupun berbeda. Dua konsep yang bertolak belakang ini menghasilkan (persepsi) yang mengganggu yang mana dengan waktu menimbulkan bentuk-bentuk objektif. Kebingungan yang diciptakan diri sendiri, karena keterikatan pada nama, menyebabkan aktivitas karma dan sangatlah menderita. Jadi apa yang muncul menjadi dunia (yang berubah) dan yang masih tetap adalah angkasa. Maka angkasa mewakili identitas dan dunia sebagai pembeda, dan apa yang bukan sama maupun berbeda adalah makhluk hidup.’1
HUKUM KEKEKALAN
Kekekalan dari (fisik) alam semesta
‘Perdebatan terus menerus antara kesadaran (subjektif) dengan kehampaan gelap (objektif) mengakibatkan getaran dan pergerakan; maka roda udara² berada dalam pergerakan yang tetap di alam semesta. Kesadaran demikian terganggu oleh kehampaan, dan menjadi kaku karenanya dan mengeras menjadi (elemen) logam; maka roda logam meliputi bumi ini. Sewaktu pergerakan ditimbulkan oleh kesadaran, menghasilkan angin dan mengeras menjadi logam, gesekan antara angin dan logam memercikkan api, alamiah yang terjadi bersifat perubahan. Api timbul dan melumerkan logam;maka roda air merembes ke seluruh dunia di sepuluh penjuru. Pertemuan antara api dengan air membentuk lautan basah dan benua kering. Inilah sebabnya mengapa api (kadang-kadang) timbul dari dasar laut, dan sungai kecil serta sungai mengalir ke seluruh benua. Kelebihan air dibandingkan api mengakibatkan (pembentukan) pegunungan tinggi; maka batu memercik sewaktu dihancurkan dan dilumerkan oleh karena menyerah akibat panas yang berlebihan. Kelebihan tanah daripada air mengakibatkan perkembangan dari tumbuhtumbuhan; maka hutan yang terbakar mengurangi pohon-pohon dan menjadi abu (yakni tanah) dan tanaman berdarah apabila dipatahkan. Maka ilusi ini (empat roda) bercampur dan menjadi bibit yang saling tergantung untuk meyakinkan hukum kekekalan dunia ini.’
__________________________
1 Hal ini lebih lanjut menunjukkan asal dari kesalahan untuk mengungkapkan enam kondisi buruk dari yang bukan penerangan (yakni : pengetahuan, kasih sayang terus menerus, kemelekatan yang timbul dari masa lalu, penamaan objek, bibit karma, dan penderitaan yang diakibatkan setelahnya).
Pikiran Tunggal yang permanen di dalam alam Dharma dari Kebenaran Tunggal berada di antara identitas dan pembeda. Yang pertama berpikir bahwa dengan mengatur alamiah diri sendiri membangkitkan delusi, maka merubahnya menjadi kesadaran alaya yang bukan penerangan. Maka tiga kondisi sempurna dari yang bukan penerangan, akar dari keadaan buruk, menghasilkan berupa manifestasi dalam berbagai bentuk berbeda, seperti dunia dan makhluk hidup dalam gudang kesadaran.
Maka dari itu, semua jenis pembeda timbul dari apa yang berada di antara identitas dan pembeda. Maka kebodohan menjadi subjek pembeda dan dunia ini sebagai objek pembeda. Apa yang berbeda dari dunia pembeda ini adalah angkasa, oleh karena dunia selalu berubah sedangkan angkasa tidak. Maka Manjusri berkata di dalam gathanya : ‘Maka di dalam delusi muncul satu sisi kekosongan.’ Setelah pergerakan dan menetap telah diciptakan, makhluk hidup diciptakan untuk menunjukkan yang bukanlah sama maupun berbeda, oleh karena makhluk hidup memiliki bentuk dan kondisi tertentu dan sehingga berbeda dengan kehampaan, dan sadar sehingga berbeda dari benda-benda mati. Maka Manjusri berkata di dalam gathanya : ‘Di dalam mana dunia maya sewenang-wenang diciptakan …sementara yang mengenal khayalan menjadi makhluk hidup.’
Sang Buddha kemudian menjelaskan tentang enam keadaan buruk dari yang bukan penerangan. Beliau mengungkapkan kondisi pertama, pengetahuan, dalam kutipan berikut : ‘Dua konsep yang berbeda ini menghasilkan persepsi yang menggangu.’; kondisi kedua, kasih sayang, dalam : ‘… yang mana dengan waktu, menimbulkan bentuk-bentuk objektif’; kondisi ketiga dan keempat, kemelekatan dan penamaan, dalam : ‘Kebingungan yang diciptakan diri sendiri menyebabkan keterikatan pada nama’; kondisi kelima dan keenam, , dalam : ‘… menyebabkan aktivitas karma dan sangatlah menderita.’ Apa yang bukanlah dunia yang berubah ataupun angkasa yang tidak berubah adalah makhluk hidup yang merupakan subjek kelahiran dan kematian.
² Empat roda yang mana dunia menetap: angin, air, logam dan angksa.
Kekekalan makhluk hidup
‘Lebih lanjut, Purnamaitrayaniputra, cacat dalam kesadaran diakibatkan oleh subjektivitas yang membentuk objek ilusi di antara kesadaran (yang terbatas) tidak dapat dicapai; maka pendengaran seseorang dibatasi oleh suara dan penglihatan seseorang dibatasi oleh bentuk-bentuk. Maka enam data indera ilusi, terbentuk, membagi (yang alamiah tidak terbagi) menjadi penglihatan, pendengaran, perasaan dan pengetahuan. Sebagai hasil dari aktivitas (yang bukan penerangan), kesamaan karma menimbulkan kemelekatan1 sedangkan ketidakmelekatan mengarah baik kepada gabungan untuk pengejawantahan² ataupun terpisah untuk perubahan.’³
‘Sewaktu persepsi atas cahaya (yang menarik) mengungkapkan bentuk (ilusi), kejelasan yang terakhir merangsang suatu nafsu yang sangat terhadapnya. Pandangan yang bertolak belakang menyebabkan kebencian sedangkan keharmonisan membangkitkan rasa cinta, suatu aliran yang menjadi bibit-benih yang mana, bersatu dengan idamannya membentuk bayi. Maka hubungan seksual menarik mereka yang memiliki karma yang sama dan menyebabkan lima keadaan dari bayi.4 Maka dari itu, empat bentuk dari kelahiran berasal dari penyebab tertentu; lahir dari telur akibat (keunggulan dalam) pikiran; yang dari rahim berasal dari rasa kasih sayang; yang dari kelembaban berasal dari gabungan harmoni; dan yang dari perubahan berasal dari pemisahan dan metamorfosa. Gabungan dan pemisahan pikiran dan kasih sayang menyebabkan perubahan lebih lanjut dan transformasi yang timbul dan lenyap, diikuti dengan cermat oleh makhluk hidup yang merupakan subjek dari akibat karma mereka. Maka dijumpai kekekalan dari (alam) makhluk hidup1.’
____________________________
1 Kelahiran dalam kandungan dan telur.
² Kelahiran dari kelembaban.
³ Kelahiran melalui perubahan.
4 Lima stadium dari pembentukan bayi adalah : kalala, atau penggumpalan yang licin, yakni embrio manusia selama minggu pertama; arbuda, atau massa selama minggu kedua; pesi, atau serpihan dari daging lembut selama minggu ketiga; ghana, atau benjolan keras selama minggu keempat; dan prasakha, atau bayi dengan organ-organnya selama minggu kelima. 1Pada fase pertengahan setelah meninggal, kesadaran manusia berkeliaran di dalam mencari kasih sayang mereka sebelumnya. Ia tidaklah berbentuk, akan tetapi dapat melihat dalam jarak beberapa ratus mil, selalu mencari objek yang diharapkan. Maka dalam paragraph kita kemukan kalimat sebagai berikut : ‘Sewaktu persepsi terhadap cahaya (yang menarik) mengungkapkan bentuk …’ Setelah ia mendapatkan objeknya, ia segera bergegas ke sana dengan semua pikiran diarahkan untuk pengejawantahan atau melalui objek tersebut. Maka ‘pandangan terang dari bentuk menimbulkan nafsu yang sangat terhadapnya.’ Ia kemudian tertarik dalam hubungan seksual; jika ia seorang laki-laki, ia mencintai seorang wanita dan membenci laki-laki, dan jika ia seorang wanita, ia mencintai seorang laki-laki dan membenci wanita. Dan maka: ‘pandangan bertolak belakang menimbulkan kebencian sedangkan keharmonisan mengarah pada kasih sayang.’ Maka kemudian ia tertarik akan permainan sek ini dan tertarik akibat aliran rasa kasih sayang terhadap rahim wanita yang mana ia kemudian akan menjadi bibit dari bayi. Maka ‘aliran dari kasih sayang membentuk benih’. Bibit ini memasuki cairan generasi pasangan tersebut, dan dengan bersatu dengan idamannya, membentuk ilusi sebagai suatu ego. Maka : ‘bibit kemudian bersatu dengan bentuk rahim sebagai bayi.’ Ini merupakan kelahiran dari rahim. Empat bentuk kelahiran berhubungan dengan akibat dari karma pada setiap makhluk hidup.
Bersambung ke edisi selanjutnya…
Sumber: Shuranggama Sutra, Pustaka Pundarika.