Kembangkan Brahmavihara Untuk Kebahagiaan Semua Makhluk

(oleh YM Bhiksu Tadisa Paramita Mahasthavira, Koordinator Dewan Sangha Walubi)

Dunia Kacau Penuh Aksi Kekerasan & Teror
Penduduk dunia sudah lebih dari Tujuh milliar, sedangkan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah mencapai 193 negara. Begitupula Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdiri dari lebih 17,000 pulau dengan penduduk sekitar 240 juta orang, serta memiliki lebih dari 100 suku bangsa yang menganut berbagai agama dan kebudayaan.  Dunia termasuk Indonesia  adalah bangsa yang majemuk terdiri banyaknya suku, agama, ras, antar golongan (SARA) dan ragam budaya, semuanya harus ditata, dilindungi, dibimbing dan diberikan pengarahan agar mereka senantiasa mengembangkan hati penuh kasih, cinta damai dan keluhuran pikiran, serta mengembangkan sikap dan perilaku simpatik, yaitu: saling menghormati, toleransi, rukun,  bersinergi, membangun kebersamaan dan mengobarkan semangat gotong royong,  agar tercapainya negara dan dunia yang tertib, aman, damai dan  harmoni.

Perkembangan teknologi sudah begitu canggih, di satu sisi kemajuan teknologi membawa dampak kebaikan sehingga segala kemudahan dan hidup menjadi praktis telah dirasakan oleh segenap umat manusia, tetapi di lain sisi kemajuan teknologi banyak disalah gunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang menciptakan segala senjata pemusnah, pornografi, alcohol, narkoba, virus dan racun. Pada zaman sekarang saat berlangsungnya era kekacauan yang bersifat mengglobal ini kehidupan manusia cenderung  invidualistik yang menekankan kemerdekaan manusia dan kebebasan sendiri, mereka menentang holisme, kolektivisme dan statisme. Menganut paham kebebasan penuh, yaitu: freedom, free love dan free sex. Kebebasan kebablasan  tanpa etika ini membuat mental dan moral umat manusia semakin meredup atau merosot yang sudah mencapai tingkatan yang mengkhawatirkan, sehingga sikap dan perilaku manusia banyak yang kacau, menyimpang, dan merusak.

Perdamaian dirancang oleh pikiran bijaksana manusia, sebaliknya perang juga diciptakan oleh pikiran bodoh manusia. Terjadinya banyak perselisihan dan pertikaian di awali dari kacau tidak harmoninya hati manusia, menimbulkan kegelisahan yang memunculkan emosi negatif dan pemarah, sehingga senang berselisih dan berkelahi. Di awali dari dalam rumah tangga, berkelanjut terjadi antar pelajar, antar teman, sesama pekerja, profesi, pedagang, artis, politikus, berkembang menjadi antar geng, suku, agama, ras, perkumpulan dan partai, melebar dan terus berkembang antar bangsa dan Negara.

Tengoklah berita dunia, dimana aksi teror, kejahatan  dan pembantaian sudah merajarela, baik pembunuhan terhadap manusia maupun binatang terus terjadi. Begitu pula tindakan kekerasan terus berkecamuk, menyebar luas dan cepat ke seluruh penjuru dunia. Berbagai bentuk aksi kekerasan yang merusak seluruh tatanan, komponen dan elemen  kehidupan terus direproduksi. Kekerasan telah menghantui dan menjadi ancaman kehidupan yang damai.

Begitu juga film-film brutal penuh aksi kekerasan diproduksi dan di edarkan kepada masyarakat dunia yang mempunyai implikasi baik langsung maupun tidak langsung, telah ikut memberikan contoh inspirasi, motivasi dan kontribusi kepada masyarakat dunia untuk membenarkan dan menyenangi aksi kekerasan, tentu di antara penonton pasti ada yang mengambil pelajaran, menggugu, meniru dan mengikuti aksi kekerasan tersebut.

Periode Kerusuhan
Di dalam zaman Lima Kerusahan (1. Kalpa rusuh; 2. Pandangan yang rusuh; 3. Kegalauan yang rusuh; 4. Makhluk-makhluk yang bermental rusuh; 5. Penghidupan yang rusuh), yang sedang  terjadi,  marak dan merajarela, semua makhluk mempunyai kecenderungan hati yang penuh keserakahan, kebencian dan kebodohan sehingga senang melakukan aksi kejahatan, seperti: membunuh, mencuri, berzina, berdusta, makan, minum atau menghisap zat-zat yang membuat ketagihan, memabukkan dan kehilangan kesadaran diri.  Kegelapan batin manusia sudah begitu pekat, memunculkan beragam perangai dan watak buruk. Sehingga sepak terjangnya liar dan jahat. Aksi kekerasan akan selalu ada karena adanya pandangan salah, pikiran gelap, naluri primitif dan emosi jelek manusia. Kita bisa saksikan di media elektronik maupun cetak melihat tindak tanduk manusia-manusia yang berperilaku kasar, buas, sadis dan anarkis telah menjadi momok yang menakutkan. Namun ada pula manusia yang mendorong kepedulian dan berbagai kualitas positif lainnya.

Dalam dunia yang kacau, disharmoni dan terbelah antara kuat dan lemah, pro dan kontra, kawan dan lawan, pengembangan belas kasih sangat diperlukan demi keselamatan umat manusia. Untuk itu dituntut upaya keras dari pemimpin bangsa dan masyarakat internasional, bahwa kita harus berpikir jernih tentang dampak kekerasan dan akibat perang serta kemungkinan penguasasan senjata di tangan yang salah. Kita harus saling bahu membahu untuk bekerja sama dalam berbagai bidang demi membangun kehidupan harmoni penuh perdamaian. Karenanya, tantangan utama zaman ini adalah menciptakan masyarakat global dimana semua orang dapat hidup bersama dengan damai dan saling menghormati. Inilah sesungguhnya  misi agama yang diharapkan.

Meningkatan Kualitas Kehidupan Luhur
Terlahir sebagai manusia merupakan hasil dari jutaan bentuk pikiran dan tindakan yang lalu. Manusia tidak langsung jadi, tetapi selalu dalam keadaan menjadi. Rupa manusia terbentuk oleh kondisi hatinya, sedangkan nasib di dipengaruhi oleh gejolak hatinya, begitu pula proses pikirannya sendiri menentukan perangainya. Manusia tidak menjadi sempurna dengan sendirinya, ia harus melatih dirinya untuk menjadi sempurna. Hyang Buddha mengatakan bahwa manusia mampu mengatasi segala kelemahannya dan mengembangkan suatu kehidupan luhur melalui usahanya sendiri. Manusia punya pilihan untuk berjuang meraih  tataran kehidupan yang tinggi dengan pikiran yang unggul dibanding dengan makhluk lain. Manusia dapat beraspirasi untuk meraih kebijaksanaan. Dengan keuntungan terlahir sebagai manusia yang berpotensi untuk mengatasi kejahatan dan mencapai kesempurnaan. Hanya dengan menjadi manusia, sesuatu makhluk dapat menghimpun dan menebarkan kebajikan. Kehidupan duniawi sebagai manusia begitu penting, sehingga semua Buddha mencapai pencerahan ketika terlahir sebagai manusia.

Perbuatan membunuh manusia sungguh merupakan kejahatan keji dan pelanggaran besar, karena manusia adalah satu-satunya makhluk di bumi yang memiliki potensi untuk mengembangkan kebaikan, belas kasih, kejujuran, niat baik, dan kualitas kemanusiaan lainnya untuk melayani makhluk hidup lain dan membebaskan mereka dari kebodohan, penderitaan, ketakutan dan kekhawatiran. Manusia dengan berbuat demikian, dia mengembangkan nilai-nilai kemanusiaannya serta mempersiapkan diri untuk kehidupan mendatang dan kebebasan.

Hyang Buddha bersabda, “Ketika menjelajahi segenap penjuru dengan pikiran; Orang tak menemukan seorang pun lebih disayang dari dirinya sendiri; Begitu pula setiap orang memandang dirinya sendiri yang tersayang; Karena itu ia yang mencintai dirinya sendiri sebaiknya tak mencelakai orang lain”. (Samyutta Nikaya i, 75; Udana 47)

Sungguh sulit terlahir sebagai manusia, terlahir dengan tubuh manusia yang panjangnya satu depa ini dengan pikiran dan berbagai persepsinya, Buddha menyatakan adanya dunia, asal mula dunia, pengakhiran dunia, dan jalan yang membawa ke pengakhiran dunia. Karena manusia mempunyai pikiran dan perkembangannya melampaui segala makhluk lain. Tetapi banyak manusia tidak menyadari kualitas kehidupan manusia, tidak mau mengembangkan potensi diri, kecenderungannya hanya mengotori diri dan merusak kehidupannya, bahkan menghancurkan kehidupan makhluk lain.

Hyang Buddha berkata: “Seseorang tanpa perasaan murah hati bukanlah manusia; Seseorang tanpa perasaan hormat dan sopan bukanlah manusia; Seseorang tanpa perasaan malu dan segan bukanlah manusia; Seseorang yang tidak bisa membedakan benar dan salah bukanlah manusia”.

Kehidupan ini keramat dan harus dibimbing dengan tepat. Hidup harus dihargai dan dikembangkan. Jika tidak, hidup bisa menjadi sampah dan kutuk bagi yang yang lain. Pengembangan cinta kasih, belas kasih, kegembiraan dan keseimbangan terhadap semua hal yang berkaitan dengan para makhluk, maka akan membawa kedamaian, keleluasaan dan kesejahteraan.

Dengan mengembangkan Brahmavihara, yaitu: sikap-sikap luhur Cinta Kasih, Welas Asih, Kegembiraan atau Simpatik, dan Keseimbangan Batin, kita dapat secara bertahap melenyapkan niat buruk, kekejaman, iri hati, dan nafsu keinginan. Dengan jalan ini, mereka dapat mencapai kebahagiaan bagi diri mereka sendiri dan pihak lain, sekarang dan pada masa yang akan datang.

Hakikat Semua Makhluk Tidaklah Berbeda
Di dalam Sutra Mahayana, Hyang Buddha bersabda: Buddha, hati dan para makhluk tidaklah berbeda hakikatnya. Untuk memahami ketidak perbedaan, adalah saat bodoh, Buddha adalah ‘dia’ di luar, merasakan hati dan Buddha terpisah, tapi saat cerah, hati dan Buddha tidak  mendua. Hakikat Hati adalah Buddha, kondisi hati menjadi Buddha. Pikiran yang lampau tidak timbul adalah hati, pikiran yang akan datang tidak lenyap  adalah Buddha; Menjadikan segala wujud adalah hati, meninggalkan segala wujud adalah Buddha. Semua makhluk pada hakikatnya memiliki Tathagata yang inheren, sepuluh perwujudan dan kondisi dharma-dhatu terbentuk karena aktivitas hati. Di dalam Sutra Ta Fang Ten Ju Lai Cang Cing, bab ke-1, disabdakan: “Putra berbudi, semua makhluk walaupun berada di berbagai alam fana, di dalam tubuh galaunya tersimpan Tathagata, senantiasa tidak kotor dan memiliki pahala besar, mereka tidak berbeda dengan Buddha”.

“Semua makhluk dapat menjadi Buddha” -Ratna- gotra-vibhanga 1
Kecenderungan sifat manusia pada umumnya adalah egosentris. Merasa ‘dirinya adalah “aku”, itulah sebabnya ia membedakan “dia” dengan yang lain, inilah yang menuntun pada kegelisahan dan kekacauan. “Aku” yang berkeinginan menggapai kebenaran, tetapi masih terikat oleh “Aku” yang bertentangan dengan kebenaran tidak akan pernah mengerti dengan sempurna apa maksud kebenaran itu. Ia haruslah menyatu dengan dunia dan sepenuhnya menghilangkan “Aku” dan menyatu dengan kebenaran.

Di dalam Sutra Fan Wang Cing disabdakan: semua makhluk adalah ayah ibuku di masa lampau dan calon-calon Buddha di masa yang akan datang. Semua makhluk sejak tanpa awal dan akhir mengalami siklus tumimbal lahir mengalami kelahiran dan kematian yang tidak terkirakan, mereka saling berhubungan, saling menyokong dan berbagi, saling melindungi dan mengisi kehidupan, sehingga mempunyai pertalian hubungan sebagai orang tua-anak, saudara dan kawan. Begitupula setiap makhluk mempunyai kesadaran berasal dari Benih Kebuddhaan, jika mereka membina diri maka kelak mereka akan mencapai kesempurnaan Buddha.

Di dalam Sutra Buddha, disabdakan: semua ajaran Buddha bila meninggalkan cinta kasih dan belas kasih adalah “dharma iblis”. Cinta kasih bermakna memberikan kebahagiaan, sedangkan welas asih bermakna menyelamatkan. Bagi yang belum berjodoh, kita limpahkan kebahagiaan, sedang bagi yang sudah berjodoh kita segera selamatkan.

Setiap orang ingin berbahagia, bahkan semua makhluk ingin hidup tenang dan bahagia, tetapi kebahagiaan tidak dapat dicapai dalam ‘pemisahan diri’. Kebahagiaan seseorang bergantung pada kebahagiaan bersama dan kebahagiaan bersama bergantung pada kebahagiaan seseorang. Hal ini dikarenakan semua kehidupan adalah saling bergantung, mengandalkan dan terkait. Untuk menjadi bahagia, kita perlu mengembangkan sikap yang baik kepada orang lain dalam masyarakat dan kepada semua makhluk hidup.

Pandangan, pikiran, maupun sikap dan perilaku yang paling baik kepada semua makhluk hidup adalah melalui pengembangan Bodhicitta dan meditasi. Di antara semua pikiran, Bodhicitta adalah terunggul, berjuang ke atas mencapai Kebuddhaan, dan ke bawah menolong semua makhluk. Di antara banyak topik meditasi yang diajarkan oleh Buddha, ada empat yang secara spesifik berkenaan dengan pengembangan Cinta kasih, belas kasih, Kegembiraan/ Simpatik, dan Keseimbangan Batin. Empat hal ini disebut Empat Pikiran Luhur. Keempatnya tertuju kepada semua makhluk yang tak terhingga banyaknya dan karma baik yang dihasilkan dengan menjalankan keempatnya tidaklah terukur. Empat Pikiran Luhur itu memunculkan “Kasih Luhur”, yang membawa sukacita bagi diri sendiri, orang-orang yang kita kasihi, makhluk-makhluk  yang berada disekeliling kita, bahkan dilimpahkan kepada semua makhluk di jagat raya ini..

Cinta Kasih
Metta (Bahasa Pali) atau Maîtri (Bahasa Sansekerta)  bermakna cinta kasih adalah bagian pertama dari Empat Kediaman Luhur (Brahmavihara) atau empat keadaan yang tidak terbatas (Apamanna). Bagian lainnya, yaitu: Karuna (welas asih), Mudita (simpatik), dan Upekkha (keseimbangan batin).  Cinta kasih adalah rasa persaudaraan, persahabatan, pengorbanan, yang mendorong kemauan baik, memandang makhluk lain sama dengan dirinya sendiri. Cinta kasih  juga suatu keinginan untuk membahagiakan makhluk lain dan menyingkirkan kebencian serta keinginan jahat.

Cinta kasih yang di ajarkan oleh Hang Buddha adalah cinta kasih yang universal. Cinta kasih universal berasal dari pancaran Hakikat Kebuddhaan, ia hanya melihat Hakikat Kebuddhaan semua makhluk adalah sama tidak berbeda. Sehingga ia tidak terjebak faktor keakuan, kepribadian, jenis kehidupan dan keusiaan semua makhluk.  Ia menebarkan cinta  kasih yang murni tanpa perbedaan dan tidak membedakan. Menebarkan cinta kasih tanpa kendala dan rintangan ke segenap penjuru. Menuntun dan membimbing semua makhluk untuk melenyapkan kebodohan dan penderitaan. Mengajarkan berbagai metode berdasarkan kebutuhan dan kemampuan makhluk tersebut untuk memperoleh kebahagiaan dan keselamatan. Buddha mengatakan bahwa semua makhluk harus dianggap sebagai sahabat atau saudara dalam kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian. Karena semua makhluk hidupnya sudah banyak menderita akibat berkembangnya  tiga racun keserakahan, kebencian dan kebodohan, bagaimana pula bisa tega untuk menyakiti dan membunuh mereka lagi?

Dijelaskan dalam Metta Sutta:  “Cinta kasih adalah bagaikan seorang ibu yang mempertaruhkan nyawanya, melindungi putra tunggalnya. Demikianlah terhadap semua makhluk, dikembangkannya pikiran cinta kasih tanpa batas, ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling, tanpa rintangan, tanpa benci dan permusuhan”.

Hyang Buddha mengajarkan cinta kasih yang universal sebagai dasar utama. Cinta kasih ini haruslah dikembangkan dengan sebaik-baiknya dengan motivasi yang benar. Cara terbaik mengembangkan cinta kasih, yaitu:  “Cinta kasih seharusnya dikembangkan melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan”. Cinta kasih universal adalah obat bagi segala penyakit yang menjangkiti umat manusia. Karena adanya cinta kasihlah keturunan manusia berkelanjutan, karena peran cinta kasihlah dunia selalu dinamis dan damai. Sesungguhnya energy kepribadian manusia adalah suatu keinginan untuk mencintai dan untuk persahabatan. Cinta kasih adalah penangkal kejahatan, dan niat baik adalah penangkal kemarahan. Mempunyai harga diri membuat kita melakukan hal dengan baik, tetapi cinta kasihlah yang membuat kita melakukan hal-hal dengan sempurna.

Cinta kasih adalah pengharapan agar semua makhluk, tanpa terkecuali, berbahagia. Cinta kasih menangkal niat buruk (kebencian). Sikap Cinta Kasih adalah seperti perasaan yang ada pada seorang ibu terhadap bayi yang baru dilahirkannya. Ia berharap agar anaknya peroleh kesehatan yang baik, memiliki teman-teman yang baik, pandai, dan sukses dalam segala usahanya. Pendeknya, ia berharap dengan tulus agar anaknya berbahagia. Kita dapat memiliki sikap Cinta Kasih yang sama kepada seorang teman atau orang lain di kelas, komunitas, atau negara kita.

“Dengan cara yang sama, hendaknya engkau mengembangkan pikiran Cinta Kasih kepada teman dan lawan tanpa perbedaan. Setelah mencapai kesempurnaan dalam Cinta Kasih, engkau akan mencapai pencerahan.” (Jataka Nidanakatha, 169)

“Memancarkan ke satu jurusan dengan hati penuh Cinta Kasih, …, ke atas, ke bawah dan ke sekeliling; semua tempat dan secara merata ia memancarkan ke seluruh dunia dengan hati yang penuh cinta kasih, melimpah, agung, tak terukur, bebas dari permusuhan, dan bebas dari kesakitan” (Digha Nikaya , i,250).

Cinta Kasih yang meluas dalam contoh di atas terbatas pada orang-orang yang mana kita masih memiliki keterikatan atau kepedulian. Akan tetapi, meditasi Cinta Kasih menuntut kita untuk meluaskan Cinta Kasih bukan hanya kepada orang-orang yang kita merasa dekat, tetapi juga kepada orang-orang yang hanya kita kenal sekilas atau bahkan tidak kita kenal sama sekali. Akhirnya, Cinta Kasih kita diperluas meliputi semua makhluk di seluruh alam kehidupan. Hanya dengan begitulah sikap Cinta Kasih universal yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari bisa mencapai tataran yang luhur atau tak terbatas.

Welas-asih
Welas asih atau Belas Kasih adalah pengharapan agar semua makhluk hidup selamat dan terbebas dari penderitaan. Ini adalah niat dan kemampuan untuk membebaskan, mengubah penderitaan dan meringankan kesengsaraan ketika menghadapi kekejaman. Ketika seorang ibu, misalnya, melihat anaknya sakit serius, secara alami ia akan tergerak oleh rasa welas asih dan berharap dengan sungguh-sungguh dan bertindak sedemikian rupa supaya anaknya dapat terbebas dari penderitaan akibat penyakitnya. Begitu pula, kebanyakan orang telah mengalami perasaan welas asih  ketika menyaksikan penderitaan kerabatnya, teman sekolahnya, bahkan hewan peliharaannya. Kewelas asihan  harus melampaui batas-batas kelompok atau individu yang kita cintai atau pedulikan. Kewelasan harus diperluas meliputi semua makhluk hidup di segenap alam kehidupan agar menjadi tak terbatas.

Belas kasih adalah  inheren dalam ajaran agama itu sendiri. Istilah belas kasih memiliki arti menanggungkan sesuatu bersama orang lain, menempatkan diri kita dalam posisi orang lain, untuk merasakan penderitaannya, seolah-olah itu adalah penderitaan kita sendiri, dan secara murah hati masuk ke dalam sudut pandangnya. Belas kasih mewujud dalam sikap altruisme konsisten yang berprinsip.

Gaung belas kasih ini harus menggema dan menyebar ke segenap penjuru, untuk menetralisirkan akumulasi kegelisahan umat manusia atas begitu banyak penyalahgunaan agama seperti tindakan terorisme, radikalisme, agresi, dan berbagai tindakan keji lainnya yang membenarkan kekejaman, kebrutalan, perbudakan, pelecehan dan penistaan yang mengabsenkan norma-norma manusia berakal, berbudi dan nilai-nilai agama yang luhur.

Sang Tathagata dan para siswaNya, ketika mereka hidup di dunia, mereka berbuat untuk kebaikan banyak makhluk, untuk kebahagiaan banyak makhluk, timbul dari rasa Kasih Sayang untuk seluruh dunia, untuk kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan dewa dan manusia.” (Anguttara Nikaya II, 146)
Kembangkan belas kasih universal dan tebarkan gelombang telepati cinta kasih untuk meredam bahkan melenyapkan suara dan gerakan ekstremisme, intoleransi, dan kebencian yang memercik atas nama SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan).

Kegembiraan / Simpatik
Kegembiraan Simpatik adalah sikap ikut bergembira akan kebahagiaan dan kebajikan semua makhluk. Sikap ini berlawanan dengan iri hati dan mengurangi keterpusatan pada diri sendiri.

Kegembiraan Simpatik dapat di alami oleh seorang ibu yang bersukacita karena anaknya sukses dan bahagia dalam hidupnya. Demikian pula, hampir setiap orang pada suatu saat pernah mengalami perasaan sukacita atas nasib baik temannya. Hal-hal ini merupakan bentuk-bentuk Kegembiraan atau  Simpatik pada umumnya. Dengan melakukan meditasi Kegembiraan /Simpatik, kita memancarkan sukacita kepada semua makhluk dan tidak hanya kepada orang-orang yang dicintai. Hanya dengan demikian kita mengalami Kegembiraan /Simpatik sebagai suatu keadaan pikiran yang luhur dan tak terbatas. Mari kita menggugu dan meniru perilaku para Bodhisattva yang senantiasa memberikan kegembiraan, harapan, kemudahan dan bantuan kepada semua makhluk.

Hyang Buddha bersabda, “Apakah yang merupakan kekuatan simpati? Ada empat pokok simpati : murah hati, berbicara ramah, berbuat kebajikan dan memperlakukan semua secara sama rata. Murah hati yang terbaik adalah murah hati dengan Dharma. Berbicara ramah yang terbaik adalah membabarkan Dharma berulang-ulang kepada pendengar yang baik dan penuh perhatian. Kebajikan terbaik adalah membujuk, mendorong, dan membangun keyakinan pada mereka yang tidak memiliki keyakinan, kebajikan pada mereka yang tidak berkebajikan, kemurahan hati pada mereka yang kikir, dan kebijaksanaan pada mereka yang bodoh. Perlakuan yang sama yang terbaik adalah persamaan antara orang yang telah memasuki arus [Sotapanna] dengan orang yang telah memasuki arus, antara orang yang hanya dilahirkan sekali lagi [Sakadagami] dengan orang yang hanya dilahirkan sekali lagi, antara orang yang tidak dilahirkan lagi [Anagami] dengan orang yang tidak dilahirkan lagi, dan antara yang mahamulia [Arahat] dengan yang mahamulia. Inilah yang dinamakan kekuatan Simpati.” (Anguttara Nikaya, IV 362)

Keseimbangan Batin
Sifat luhur Keseimbangan adalah suatu perasaan netral, pikiran yang tenang dalam keadaan apapun atau memandang dengan bijaksana, melihat tanpa adanya perbedaan, yaitu: tanpa kemelekatan atau keengganan, melihat dengan benar dan sadar tanpa kesenangan ataupun ketidak-senangan. Sifat luhur Keseimbangan ini adalah merupakan yang paling sulit dan yang terpenting untuk dicapai dibandingkan dengan ketiga sifat luhur sebelumnya.

Keseimbangan Batin adalah sikap menganggap semua makhluk hidup adalah setara, terlepas dari hubungan mereka dengan diri sendiri. Keseimbangan Batin menetralkan ketamakan dan kebencian, Keseimbangan Batin tidak dingin atau tidak acuh. Keseimbangan Batin adalah kasih yang tidak terbagi dan tanpa prasangka.

Ketika seorang anak yang bertumbuh dewasa tinggal bersama keluarganya, ia mulai menjalani kehidupan yang mandiri dan bertanggung jawab kepada diri sendiri. Meskipun ibunya masih memiliki perasaan Cinta Kasih, Welas asih, dan Kegembiraan/Simpatik kepadanya, ketiga perasaan tersebut sekarang tergabung dengan sebuah perasaan baru akan Keseimbangan Batin. Sang ibu mengenali posisi baru anaknya dalam kehidupannya yang mandiri dan bertanggung jawab, dan tidak mengikat dia erat-erat.

Bagaimanapun juga, untuk mencapai keadaan pikiran yang luhur, sikap Keseimbangan Batin harus diperluas mencakup semua makhluk. Untuk melakukan hal ini, kita perlu ingat bahwa hubungan kita dengan para keluarga, teman, bahkan orang yang memusuhi adalah akibat dari karma lampau kita. Dengan demikian, seyogianya kita tidak melekat erat pada keluarga dan teman sementara memandang yang lain dengan tak acuh atau kebencian. Lebih jauh, keluarga dan teman kita dalam kehidupan sekarang mungkin pernah menjadi lawan dalam suatu kehidupan lampau dan mungkin menjadi lawan lagi pada kehidupan yang akan datang, sedangkan lawan kita dalam kehidupan sekarang bisa jadi adalah keluarga dan teman kita dalam suatu kehidupan lampau, dan mungkin akan menjadi keluarga dan teman kita lagi dalam kehidupan yang akan datang.

Kembangkan Brahmavihara untuk kemakmuran  dan perdamaian
Negara bisa makmur karena bangsanya berjiwa luhur. Bangsa yang luhur karena rakyatnya melaksanakan Brahmavihara. Di dalam kehidupan rakyatnya punya prinsip dan hati mereka di penuhi dengan  cinta-kasih, belas kasih, kegembiraan dan keseimbangan dalam mengisi kehidupan individul maupun kehidupan kolektif.

Bilamana seluruh umat manusia dapat mengembangkan hati dan pikiran Brahmavihara, maka sangat diyakini dan bisa diharapkan dunia akan kembali aman dan nyaman untuk dihuni. Segala aksi kejahatan akan reda bahkan berkurang dengan sendirinya. Bumi, alam dan lingkungan hidup akan kembali bersahabat, tidak lagi terjadi bencana, malapetaka dan musibah.  Umur kehidupan manusia akan menjadi panjang, sehat lahiriah dan batiniah. Bila umat manusia di dunia menyadari pentingnya pengembangan Brahmavihara dan tekun melaksanakan Brahamavihara, maka tidak lagi diperlukan segala senjata dan angkatan perang. Bila Brahmavihara terus dipraktikkan oleh umat manusia dimana saja, kapan saja dan siapa saja, maka lambat laun mereka semua akan menjadi Bodhisattva. Lama-kelamaan bumi ini pun akan kembali menjadi surga yang damai, indah dan nyaman.

Umat Manusia Perlu Dibina
Dengan berlandaskan kebenaran Dharma dan pandangan terang, semua makhluk mempunyai Hakikat Buddha sehingga memiliki hak untuk hidup di dunianya, tidak dibenarkan menyakiti dan membunuh mereka. Alangkah bijaknya bila ‘Meletakan pisau jagal untuk menapak jalan Buddha’.

Semua Makhluk tidak mau disakiti, semua makhluk tidak mau di bunuh, dikurung dan dimakan. Oleh sebab itu, dianjurkan masyarakat internasional dan pendududk lokal harus belajar hidup bervegetarian untuk mengimplementasikan Brahmavihara, dan utamanya semua orang diwajibkan untuk mengambil Pancasila Buddhis, yaitu: 1. Tidak membunuh; 2. Tidak mencuri; 3. Tidak berzina; 4. Tidak berdusta; 5. Tidak makan atau minum yang membuat ketagihan dan memabukkan, agar kondisi dunia selalu aman dan nyaman untuk dihuni.

“Kita harus peduli kepada sesama manusia, mencintai semua kelompok, bahkan belajar mencintai musuh kita.” Sebuah pernyataan yang sejalan dengan Buddhadharma bahwa “Kebencian tidak akan berakhir bila dibalas dengan kebencian. Tetapi kebencian akan berakhir bila dibalas dengan cinta kasih. Inilah satu hukum abadi.” (Dhammapada 5)

“Orang yang tidak membenci di antara mereka yang membenci, damai di antara mereka yang kejam; dan tidak melekat di antara mereka yang melekat, maka ia ku sebut seorang Brahmana.” (Dhammapada 406)

Umat manusia wajib di ajarkan Hukum Sebab-akibat (Hukum Karma), karena bila mereka yakin dan mempraktikkannya, niscaya dunia pasti aman dan  damai, sebaliknya bila tidak,  maka dunia akan kacau dan berseteru. Juga ajarkan Hiri-Otappa, yaitu: Malu berbuat jahat dan takut akibat perbuatan jahat, untuk meredakan bahkan bisa menghentikan aksi kejahatan.

Di dalam Majjhima Nikaya 1, 424, Disebutkan: Kembangkan meditasi cinta kasih, maka kebencian akan lenyap; Kembangkan meditasi welas asih, maka kejahatan akan lenyap; Kembangkan meditasi simpati, maka ketidak-sukaan akan lenyap; Kembangkan meditasi keseimbangan, maka panca indera akan terkendali; Kembangkan meditasi kekotoran batin, maka kemelekatan akan lenyap; kembangkan meditasi ketidak-kekalan, maka kecongkakan ‘keakuan’ akan lenyap.

Demikianlah artikel “Kembangkan Brahmavihara Untuk Kebahagiaan Semua Makhluk” dibuat, semoga dapat diambil hikmahnya dan bermanfaat. Diiringi doa dan harapan semoga semua makhluk berbahagia, salam kasih ‘Amithofo’.