Shuranggama Sutra 楞嚴經

(sambungan dari edisi sebelumnya)

Pandangan skeptis yang terbalik tentang pelenyapan
Setelah Ananda dan seluruh anggota telah mendengar nasehat Sang Buddha, tubuh dan pikiran mereka menjadi tenang dan terkendali. Mereka berpikir bahwa sejak zaman dahulu kala, mereka telah kehilangan (pandangan) tentang pikiran mereka yang terikat pada bayangan dari sebab akibat yang membedakan dan mereka telah sadar dari semuanya kini, seperti seorang bayi (yang lapar) yang telah lama tidak disusui dan secara mendadak melihat ibunya yang tersayang. Mereka bersikap Anjali untuk berterima kasih kepada Sang Buddha dan berkeinginan mendengar khotbah-Nya tentang dualisme keadaan antara kenyataan dan kepalsuan, keberadaan dan ketidakberadaan, serta kekekalan dan ketidakkekalan dari tubuh dan pikiran.

Raja Prasenajit kemudian bangkit dan berkata kepada Sang Buddha: ‘Sebelum saya memperoleh nasehat dari Sang Buddha, saya bertemu (Kakuda) Katyayana dan (Sanjaya) Vairatiputra, yang mana keduanya bercerita tentang bila tubuh itu meninggal, maka pelenyapannya disebut sebagai Nirvana. Walaupun sekarang saya telah bertemu dengan Sang Buddha, saya masih belum mengerti tentang hal ini. Semua yang di sini yang masih berada dalam penderitaan berkeinginan untuk mengetahui bagaimana menyadari pikiran tersebut dan membuktikan bahwa letaknya di antara kelahiran dan kematian’.1

Sang Buddha berkata kepada Raja Prasenajit: ‘Raja yang Agung, sekarang saya hendak bertanya kepadamu tentang tubuhmu yang terdiri dari daging dan darah: apakah itu semua bersifat menetap dan tidak dapat mengalami kehancuran seperti halnya sebutir berlian, ataukah ia berubah terus dan akan hancur?’

(Raja menjawab:) ‘Tubuh saya akan hancur dan akhirnya musnah’.
______________________________
1 Sang Buddha mengeluarkan cahaya bersinar untuk mengajari Ananda bahwa sifat kekekalan terdapat di dalam tubuh dan objek yang bergerak. Maka sekarang kita mengetahui bahwa (keadaan) kelahiran dan kematian juga mengandung apa yang terletak di antaranya. Sekarang Ananda mengerti tentang ini dan menginginkan Sang Buddha untuk mengajarkan kepadanya bahwa yang benar dan yang tidak benar serta kebenaran, dan apa yang dilahirkan dan mati serta yang tidak, sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kenyataan dan kepalsuan untuk melenyapkan sisa keraguannya. Akan tetapi dia belum mengutarakan keinginannya itu dalam kata-kata.
Sebelumnya Raja Prasenajit menjadi pengikut guru-guru mistik. Kakuda Katyayana mengajarkan doktrin tentang keberadaan dan ketidakberadaan (yang spontan), dan Sanjaya Vairatiputra, tentang naturalisme. Walaupun banyak aliran mistik di India, doktrin-doktrin mereka tidak berada di antara kedua pandangan salah tentang sifat menetap dan pemusnahan yang telah dipelajari oleh raja, sehingga dia masih terikat pada pemikiran tentang pemusnahan walaupun dia telah bertemu dengan Sang Buddha. Seperti sekarang dia telah mendengar tentang ajaran-Nya tentang Pikiran yang terletak di antara kelahiran dan kematian, dia masih belum mengerti tentang ini dan bertanya untuk penjelasannya.

Sang Buddha bertanya: ‘Raja yang Agung, anda kan belum meninggal, bagaimana anda dapat mengetahui bahwa tubuhmu akan mengalami kehancuran?’

Raja menjawab: ‘Yang Maha Agung, walaupun tubuh saya yang tidak menetap, berubah terus dan akan hancur belum mati, saya mengamati bahwa itu semua akan berubah dan hancur terus menerus dan terakhir akan “musnah”, seperti halnya api yang perlahan-lahan mengecil dan akhirnya mati’.

Sang Buddha menjawab: ‘Ya, Raja yang Agung, anda sudah tua namun sekarang bagaimana anda dapat membandingkan dengan keadaan di masa kecilmu?’

Raja menjawab: ‘Yang Maha Agung, sewaktu saya masih kecil, kulit saya bersinar dan setelah saya besar, saya penuh dengan kekuatan, akan tetapi sekarang saya telah berumur dan menjadi lemah, saya menjadi kurus dan vitalitas saya menjadi menurun, rambut saya memutih dan wajah saya berkerut sehingga saya mengetahui bahwa saya tidak akan hidup lama lagi; tidak ada perbandingan antara sekarang dan sebelum saya penuh dengan vitalitas’.

Sang Buddha menjawab: ‘Raja yang Agung, penampakanmu tidak boleh melemah’.
Raja menjawab: ‘Yang Maha Agung, waktu telah berjalan dengan cepat sehingga tidak mungkin saya mengamatinya. Dengan perubahan musim yang terus menerus, saya telah menjadi apa yang sekarang ini. Mengapa? Karena sewaktu saya masih berumur dua puluh tahun, walaupun masih muda, saya kelihatan lebih tua dibandingkan sewaktu saya masih berumur sepuluh tahun, dan sewaktu saya berumur tiga puluh tahun juga masih tetap tua. Sekarang saya telah berumur enam puluh dua tahun, saya lebih tua dibandingkan sewaktu saya masih kelihatan kuat dan berumur lima puluh tahun. Yang Maha Agung, saya mengamati adanya perubahan yang cepat di dalam setiap dekade, akan tetapi bila saya mengamatinya dengan teliti, (saya berkesimpulan bahwa) kejadian ini bukan hanya terjadi setiap tahun, bulan dan harian, akan tetapi setiap saat dari pikiran kita. Itulah sebabnya mengapa saya mengetahui bahwa nasib tubuh saya akan mengalami kehancuran’.
Sang Buddha berkata: ‘Raja yang Agung, anda mengamati perubahan yang terus menerus dan mengetahui bahwa anda akan mati, akan tetapi apakah anda mengetahui bahwa bila anda mengalaminya, ada satu bagian dari tubuhmu yang tidak akan mati?’

Raja mengatupkan kedua telapak tangannya dan berkata: ‘Saya tidak mengetahui dengan sungguh-sungguh.’
Sang Buddha melanjutkan: ‘Sekarang saya akan menunjukkan tentang sifat dasar (dirimu) yang terletak di antara kelahiran dan kematian. Raja yang Agung, berapakah usiamu sewaktu pertama sekali anda melihat sungai Gangga?’

Raja menjawab: ‘Sewaktu usia saya tiga tahun, ibu saya membawaku untuk memuja dewa Siwa. Sewaktu kami menyeberangi sungai tersebut, saya mengetahuinya itu merupakan sungai Gangga’.

Sang Buddha bertanya: ‘Raja yang Agung, seperti yang telah anda katakan, anda kelihatan lebih tua pada usia dua puluh dibandingkan usia sepuluh tahun; dan sampai usiamu enam puluh tahun, sejalan dengan hari, bulan dan tahun yang bertukar terus, (tubuh)mu berubah pada setiap saat berpikir. Sewaktu anda melihat sungai Gangga pada usia tiga tahun, apakah airnya (sama seperti dengan) sewaktu anda berusia tiga belas tahun?’

Raja menjawab: ‘Airnya masih sama seperti pada saat saya berusia tiga tahun dan tiga belas tahun, dan sampai sekarangpun sewaktu saya berusia enam puluh dua tahun’.

Sang Buddha berkata: ‘Setelah anda memperhatikan rambut putihmu dan wajahmu yang berkerut, maka seharusnya akan dijumpai lebih banyak kerutan dibandingkan sewaktu anda kecil. Pada hari ini sewaktu anda melihat sungai Gangga, apakah anda memperhatikan bahwa penglihatanmu “tua” sementara sekarang “muda”, bukan?’

Raja menjawab: ‘Itu semuanya masih sama, Yang Maha Agung’.

Sang Buddha menjawab: ‘Raja yang Agung, walaupun wajahmu berkerut, inti dari penglihatanmu secara alamiah tidak mengalami hal tersebut. Maka itu, semua yang berkerut itu menunjukkan perubahan dan yang bebas dari kerutan tidak berubah. Perubahan itu berupa penghancuran sedangkan tidak berubah itu secara mendasar terletak di antara kelahiran dan kematian; bagaimana ia dapat menjadi subjek dari kelahiran dan kematianmu? Mengapa anda masih mengikuti pengajaran Maskari Gosaliputra (yang salah) tentang penghancuran total pada akhir kehidupan ini?’

Setelah mendengar ini semua, raja menyadari bahwa setelah mati, tidak akan lagi dijumpai (penghancuran tetapi) kehidupan lagi di dalam alam lain. Dia dan seluruh anggota lainnya bergembira dan sangat tertarik dengan Ajarannya yang mana mereka belum pernah mendengarnya’.1

Kelakuan yang terbalik
Setelah mendengarnya, Ananda bangkit dari tempat duduknya, bersujud di hadapan Sang Buddha, serta bersikap Anjali dan berlutut sambil berkata: ‘Yang Maha Agung, jika penglihatan dan pendengaran letaknya berada di antara kelahiran dan kematian, mengapa Sang Buddha telah mengatakan bahwa kita telah kehilangan (pandangan tentang) Sifat Mendasar yang Sejati dan bertingkah laku dengan cara yang terbalik? Mohon kiranya Sang Buddha yang penuh belas kasihan memberikan penerangan kepada kami dan menyapu bersih kotoran yang mengisi?’

Maka Sang Buddha merendahkan tangan-Nya dan dengan telunjuk-Nya menunjuk ke bawah dan berkata kepada Ananda: ‘Sekarang anda telah melihat tangan saya, apakah ini merupakan (posisi) yang benar atau terbalik?’

Ananda menjawab: ‘Semua manusia akan menganggap ini sebagai terbalik, akan saya sendiri tidak mengetahui posisi mana yang benar atau terbalik.
_______________________
1 Ini akan melenyapkan pemikiran yang salah tentang penghancuran (pada akhir kehidupan). Ananda menginginkan Sang Buddha untuk mengungkapkan sifat menetap dari tubuhnya (yang tidak kekal) dan pikirannya. Oleh karena ini merupakan hal yang sulit untuk dijelaskan, Beliau menggunakan pertanyaan Raja Prasenajit untuk menerangkannya.
Bukan hanya raja mengabaikan kesamaan antara kelahiran dan kematian dengan sifat menetap (alamiah dari mana mereka berasal) tetapi dia juga terikat pada pandangan yang salah tentang penghancuran yang terjadi setelah mati. Bila dia mengetahui bahwa kematian merupakan (khayalan belaka dan) secara mendasar tidak nyata, dia seharusnya menyadari bahwa itu hampir sama saja dengan kelahiran; sehingga dia dapat mengerti tentang pengertian dari Kekekalan yang Sejati. Sangatlah sukar baginya untuk mengerti dengan jelas tentang kekekalan pada akhir setiap (khayalan) kehidupan, akan tetapi itu bisa dibantu dengan menggunakan bantuan tubuh dan pikirannya.
Oleh karena itu, Sang Buddha bertanya kepada raja apakah tubuhnya yang berubah dan hancur ataukah menetap dan kekal seperti berlian yang sukar hancur. Jika tubuh ini secara teliti diperiksa, maka ia selalu berubah pada setiap kali kita berpikir, maka itu, tidak menetap, dari sejak kecil hingga masa usia dewasa dan tuanya, ia akan berubah secara perlahan dan terikat untuk hancur dan musnah. Ini merupakan kelahiran dan kematian dari ketidakekalan tubuh dan pikiran yang secara alamiah(nya) sebenarnya menetap. Akan tetapi bagaimana dapat disadarinya? Maka Sang Buddha menanyakan kepadanya tentang ingatan mengenai Sungai Gangga untuk membuktikan sifat alamiahnya, yang mana sama saja walaupun terjadi perubahan fisik yang perlahan-lahan mulai dari usia kecil sampai sekarang. Hal ini membuktikan bahwa yang berubah itu merupakan subjek dari penghancuran sedangkan yang tidak berubah itu merupakan Sifat Mendasar yang Sejati.

Sang Buddha bertanya: ‘Jika mereka berprinsip bahwa ini terbalik, posisi mana yang mereka anggap sebagai kebenaran?’

Ananda menjawab: ‘Jika Sang Buddha mengangkat tangan-Nya menunjuk ke arah langit, maka itulah yang dianggap sebagai posisi yang benar’.

Kemudian Sang Buddha mengangkat tangan-Nya dan berkata: ‘Jika semua manusia membedakan antara kebenaran dengan tangan yang terbalik, maka itu sama saja dengan membedakan tubuhmu dengan Dharmakaya yang suci dan murni dari Sang Buddha serta anda akan katakan bahwa tubuh Sang Tathagata telah mencapai penerangan sempurna sedangkan tubuhmu belum. Jika anda mengamati dengan teliti tubuhmu dan Sang Buddha, dimanakah yang disebut sebagai pembalikan?’

Setelah mendengar tentang ini, Ananda dan semua anggota menjadi bingung dan terperangah melihat Sang Buddha tanpa mengetahui apakah tubuh dan pikiran mereka sebenarnya terbalik.

Khayalan dan Penerangan Sempurna memiliki sumber yang sama
Sang Buddha tergerak hatinya dengan penuh belas kasihan, dan merasa kasihan terhadap Ananda dan anggota-anggota lainnya, berkata dengan suara-Nya setenang ombak di laut:1 ‘Manusia yang mulia, saya selalu mengatakan bahwa Bentuk dan Pikiran dan semua akibat yang ditimbulkannya, semua keadaan mental dan semua akibat fenomena merupakan manifestasi dari pikiran. Tubuh dan pikiranmu merupakan penampakan dari [Profound Mind] yang indah, cerah dan murni. Mengapa kalian semua menyimpang dari [Enlightened Mind] mendasar yang berharga, cerah dan bagus sehingga khayalan terdapat di dalam penerangan?’²
__________________________
1Suara setenang ombak lautan adalah respons yang tetap memenuhi permintaan manusia, seperti halnya ombat di lautan yang selalu pasang dan surut.
² Sekarang Ananda telah mendengar dari Sang Buddha tentang penggunaan kiasan sungai Gangga untuk mengungkapkan apa yang berada di antara kelahiran dan kematian sebagai jalan tengah dalam situasi yang berubah. Dia berpikir bahwa sewaktu dia berkata sebelum melihat tinju Sang Buddha, bahwa itu juga merupakan faktor alamiah dari penglihatannya, yang membuktikan bahwa dia tidak kehilangan (pandangan tentang) sifat mendasarnya. Mengapa Sang Buddha setuju dengan pendapat raja dan tidak setuju dengannya? Hal ini membuktikan bahwa Ananda gagal untuk mengetahui di mana pembalikannya yang sebenarnya.
Maka Sang Buddha menurunkan tangan-Nya yang merupakan posisi normal yang mana manusia duniawi menganggapnya secara salah sebagai posisi terbalik. Ini mengilustrasikan secara tepat bahwa tubuh dan kondisi penyertanya berada di dalam keadaan permanen yang mana muridnya menolak dan dengan dasar inilah dia menyimpang. Ini merupakan pandangan terbalik dari Hinayana dan skeptis. Kemudian Tangan-Nya menunjuk tegak lurus akan tetapi (dalam kenyataan) diputarbalikkan yang mana manusia duniawai menganggapnya sebagai posisi yang benar; ini merupakan keadaan yang tidak permanen dari kelahiran dan kematian yang mana disebut sebagai keadaan yang permanen. Inilah pandangan orang-orang duniawi.
Sang Buddha berkata bahwa lengan tersebut adalah punya-Nya dan secara mendasar tidak benar dan juga tidak salah, akan tetapi perubahan hanya pada posisi yang menimbulkan perbedaan tersebut. Hal ini merupakan cara yang sangat salah yang mana orang-orang yang terdelusi melihat segala sesuatunya. Dharmakaya Sang Buddha dan tubuhmu sebenarnya sama akan tetapi bila anda membedakan keduanya, anda akan mengatakan bahwa tubuh Beliau adalah tubuh yang telah mencapai penerangan dan anda punya merupakan kebalikan darinya. Tujuan Sang Buddha adalah memaksa Ananda untuk mengamati fisik tubuh untuk menyadari Dharmakaya yang spiritual. Maka Beliau bertanya kepada Ananda: ‘Perhatikan secara teliti tubuhmu dan tubuh Sang Buddha, dan beritahukan kepada saya di mana letak pembalikan tersebut.’
Oleh karena Ananda dan yang hadir pada saat itu gagal disebabkan khayalan mereka, mereka menjadi bingung dan tidak menyadari di mana letak pembalikan itu sebenarnya. Sang Buddha merasa kasihan dengan mereka dan berkata: ‘Saya selalu mengatakan bahwa Bentuk dan Pikiran dan semua akibat yang ditimbulkannya, semua keadaan mental dan semua akibat fenomena merupakan manifestasi dari Kesadaran (Sejati).’ Bentuk, (agregat rupa) terdiri dari lima organ fisik dan enam panca indera (seperti telinga dan bunyi, dan lain-lain). Pikiran terbentuk dari keempat panca khandha terakhir dan kesadaran kedelapan. Semua akibat adalah organ-organ indera dan data-data indera. Keadaan mental adalah lima puluh satu ide mental dan fenomena akibat mencakup tubuh, dunia dan benda-benda yang tidak terhitung jumlahnya yang melingkupi manusia.
Maka, anda harus mengetahui bahwa tubuh dan pikiran hanya merupakan penampakan dari [Profound Mind] yang indah, cerah dan murni. Mengapa anda hanya mengenal tubuh dan pikiran ilusimu sehingga kehilangan pandangan tentang [Enlightened Mind] mendasar yang berharga, cerah dan bagus dan mengenal khayalan terdapat di dalam Penerangan? Secara mendasar, anda tidak didelusi akan tetapi hanya kehilangan pandangan tentang Kenyataan dengan secara salah terikat pada ketidaknyataan, maka khayalanmu itu terdapat di tengah-tengah Penerangan. Di sinilah letak pembalikan tersebut.

‘(Pikiran) yang gelap menciptakan kehampaan (yang bodoh) dan keduanya, di dalam kegelapan, bergabung menjadi bentuk. Penyatuan bentuk dengan pikiran yang salah menyebabkan timbulnya bentuk-bentuk dari tubuh, dipengaruhi oleh akumulasi penyebab di dalam dan arah ke luar. Gangguan dalam ini sering disalahartikan sebagai faktor alamiah dari pikiran, oleh karena pandangan yang salah tentang letak pikiran di dalam tubuh dan gagal untuk menyadari bahwa tubuh ini seperti halnya pegunungan, sungai, luar angkasa dan bumi yang besar hanyalah fenomena di dalam Kesadaran Sejati yang terang dan berkilau. Seperti halnya seseorang yang tidak terpelajar yang mengamati samudera yang luas dan terpesona oleh busa-busa yang mengapung dan menganggapnya sebagai kemampuan ekspansi terbesar dari keseluruhan air, anda betul-betul mengalami khayalan yang terparah dibandingkan yang lainnya. Hal ini sama dengan khayalan sewaktu saya menurunkan tangan saya; maka Sang Tathagata menyebutmu adalah merupakan orang yang tersedih’.³
______________________
³Sang Buddha berkata bahwa semua benda merupakan manifestasi dari pikiran, akan tetapi telah dibingungkan sehingga banyak yang tidak mengerti tentang ini, Beliau menelusuri pembalikan ke asalnya untuk mengungkapkan sumber yang sama dari [Ignorance] dan [Enlightenment] dengan tujuan untuk melenyapkan pikiran dan penglihatan yang salah.
Secara mendasar, di dalam Kesadaran Sejati dari Kenyataan Tunggal yang murni dan suci tidak dijumpai tubuh dan pikiran serta dunia luar, tetapi ianya itu dikendalikan dan diselubungi oleh pikiran tunggal, sehingga mengubah Kesunyataan Sempurna menjadi kehampaan yang tumpul, maka kita jumpai kalimat: ‘Kesuraman dari kehampaan bergabung dengan kegelapan menjadi bentuk’. Oleh karena Kesadaran Sejati diselubungi khayalan, kebijaksanaan sempurna diubah menjadi persepsi yang salah dan bertentangan dengan bentuk-bentuk ilusi, dengan berjalannya waktu secara perlahan, ia bergabung dengan beberapa bagian kecil dari keempat elemen, menjadi bentuk ilusi dari tubuh dan pikiran, yang terdiri dari Pancakkhandha, maka: ‘Campuran dari bentuk dengan pikiran yang salah menimbulkan perubahan bentuk-bentuk tubuh’. Karena tubuh ilusi ini telah tertanam dalam pikiran, Sifat Mendasar yang Sejati yang diperoleh dari diri sendiri tidak diperhatikan, maka pengenalan gangguan dari dalam melalui pengendalian penyebab akumulasi sebagai factor alamiah dari pikiran sendiri. Setelah kehilangan (pandangan tentang) Kesadaran Sejati yang tidak terikat, tubuh dan pikiran ilusi tertanam dalam pikiran, dan pikiran dianggap berada di dalam tubuh. Oleh karena gagal untuk menyadari bahwa tubuh seperti halnya pegunungan-pegunungan, sungai-sungai, udara dan bumi merupakan fenomena yang timbul dalam Kesadaran Sejati yang cemerlang. Hal ini seperti menyingkirkan samudera yang luas untuk mengambil salah satu buihnya; ini menunjukkan suatu khayalan, dan jika buih itu disalahartikan sebagai keseluruhan air yang ada, ini juga merupakan khayalan. Maka anda akhirnya mengalami dua kali delusi. Pembalikan seperti ini tidak ada bedanya dengan pengertian merendahkan lengannya. Maka Sang Buddha berseru bahwa Ananda dan yang hadir di sana merupakan orang-orang yang patut dikasihani.
Sang Buddha melalui pengungkapan-Nya tentang dua pembalikan dasar (halaman 16) telah melenyapkan agregat ketiga sañjña dan enam kesadaran yang pertama dengan pembahasan-Nya tentang pembalikan dasar pertama.

Pembuktian tentang persepsi yang salah untuk melenyapkan agregat keempat dan mengungkapkan kehampaan dari kesadaran ketujuh

MELENYAPKAN KETIDAKNYATAAN
KEHAMPAAN DARI PERSEPSI PEMBEDA
Pandangan Ananda yang salah
Ananda menangis melihat sifat belas kasihan Sang Buddha dan ajaran-Nya yang mendalam, segera bersikap Anjali dan berkata : ‘Setelah mendengar Dharma Sang Buddha yang cemerlang, saya menyadari bahwa Pikiran Sejati itu sempurna pada dasarnya, saya akan menyimpannya dalam pikiran saya yang Mendasar. Akan tetapi jika kesadaran saya itu sebagai hasil dari sabda Sang Buddha, (sebenarnya) saya telah menggunakan pikiran sebab akibat saya untuk mendengarkannya, oleh karena itu hanya mengakibatkan penyadaran pikiran. Saya tidak berani berpura-pura bahwa itu merupakan Pikiran saya yang mendasar. Apakah Yang Maha Suci akan memberikan penerangan kepada saya untuk melenyapkan (sisa) keraguan sehingga saya dapat kembali kepada ajaran Tertinggi Tao?’1
_______________________
1Pernyataan Ananda menunjukkan pembalikan dasar keduanya (lihat halaman 16). Sampai sekarang dia telah mengenal pikiran pembedanya sebagai yang benar. Sewaktu Sang Buddha memberikan sabdanya tentang Kesadaran Sejati yang mendalam dan cemerlang, yang belum pernah didengarnya, dia menangis, akan tetapi kemampuannya untuk mengerti melalui contoh pikiran ilusi yang diajarkan-Nya tidak membangkitkannya menjadi Kesadaran Sejati. Maka, dia tidak berani berpura-pura bahwa dia sebenarnya telah sadar tentang Pikiran-Mendasar dan memohon kepada Sang Buddha untuk melenyapkan keraguannya atas masalah ini.
Walaupun para tetua memiliki keyakinan tentang pikiran-diri sendiri yang tidak tergoyahkan, mereka tidak mampu memperoleh kesadaran sebenarnya sampai mereka telah melenyapkan keraguan tentang pikiran-diri sendiri(nya). Tetapi dalam kasus Ananda, yang membingungkannya adalah tentang suara Sang Buddha dengan penyebabnya atau pikiran Samsara (yang mencegah) pencapaian penerangannya. Selama (keyakinannya) masih terikat pada intelektualnya atau Kesadaran Keenam, dia masih menerima penyebab-penyebab ilusi dan akhirnya kehilangan Kenyataan.

Ketidaknyataan dari penyebab-penyebab ilusi
Sang Buddha berkata: ‘Anda masih menggunakan pikiranmu yang terikat untuk mendengarkan Dharma, oleh karena Dharma merupakan sebab akibat, anda gagal untuk menyadari sifat alamiah dari Dharma. Hal ini sama saja artinya dengan seorang laki-laki yang menunjuk dengan telunjuknya ke bulan untuk menunjukkan arah kepada yang lainnya untuk melihat bulan. Jika mereka melihat ke telunjuk itu dan menganggapnya sebagai bulan, mereka akan kehilangan (pandangan tentang) keduanya yakni bulan dan telunjuk. Mengapa? Oleh karena bulan yang bersinar terang itu sebenarnya yang ditunjuk; mereka kehilangan pandangan tentang telunjuk dan gagal untuk membedakan antara (keadaan) terang dan gelap. Mengapa? Oleh karena mereka menganggap telunjuk itu sebagai bulan yang bersinar terang dan tidak mengerti tentang pengertian terang dan gelap.’

‘Seperti halnya, jika anda menganggap (intelektual) anda yang mendengar suara sabdaku untuk mencari (kesadaran sejati)mu, seharusnya secara alamiah tidak terikat kepada suara pembeda. Sebagai contoh, sewaktu seorang pengembara beristirahat di sebuah tempat peristirahatan pada malam hari, dia melakukannya berulang-ulang dan kemudian meninggalkannya, tidak menetap selamanya di sana: sebaliknya pemilik tempat tersebut, dia tidak memiliki tempat untuk pergi karena dia memiliki tempat peristirahatan tersebut. Perumpamaan ini sama dengan pikiranmu’.

Kesalahan dari organ-organ indera dan kesadaran
‘Jika itu merupakan Kesadaran Sejati-mu, ia tidak memilik tempat untuk pergi. Jadi mengapa sewaktu dalam keheningan, tidak memiliki pembeda alamiah dirinya? (Intelektual) pembeda ini tidak timbul hanya bila saya berbicara, akan tetapi timbul juga sewaktu anda memperhatikan penampilan saya; ia tidak memiliki pembeda alamiah bila tidak ada bentuk. (Itu bukanlah Kesadaran Sejati) walaupun anda mencapai keadaan di mana semua perbedaan lenyap, suatu keadaan yang bukan merupakan bentuk atau Kesunyataan, yang acap kali sering disebut sebagai Kegelapan Premordial’.1
_______________________
1 Kegelapan Premordial timbul pada awalnya sebelum semua benda ada.

Semua fenomena yang bisa kembali tidaklah nyata
‘Jika seseorang tidak memiliki pemahaman mendalam tentang dirinya akan lenyap bila kondisi penyebab tidak ada, bagaimana apa yang (disebut) sebagai pikiran alamiahmu sebagai Inang (yang bebas dari keterikatan) jika ia lenyap sewaktu kembali ke penyebab (ilusinya)?1
_________________________
1Hal ini menunjukkan pembalikan dasar kedua (lihat halaman 16), maka Sang Buddha menggunakan inti dari penglihatan untuk mengungkapkan kehampaan dari Kesadaran Ketujuh sebelum menunjukkan Inti dari Kesadaran (Kedelapan) sebagai inti dari Nirvana. Oleh karena yang Ketujuh merupakan organ dari Kesadaran Keenam dan merupakan pembeda alamiah untuk melaksanakan fungsinya. Kedua-duanya dimiliki oleh Persepsi dari Kesadaran Kedelapan. Kesadaran Ketujuh disebut juga sebagai Pikiran Bergantung oleh karena ia (terikat pada) penyebab dari dalam dan luar; ia tidak memiliki inti bila data luar lenyap; maka penyebab luar digunakan untuk menunjukkan kehampaannya. Sang Buddha berkata : ‘Jika anda menggunakan pikiranmu yang terikat untuk mendengarkan Dharma, oleh karena Dharma itu sendiri merupakan sebab akibat dan merupakan bagian dari penyebab objektif atau pikiran Samsara, maka anda masih belum menyadari inti Dharma (yang sempurna) yang di luar frasa-frasa dan kata-kata. Sewaktu saya mengajarkan Dharma, itu seperti saya menunjuk dengan jari telunjuk saya ke bulan untuk menunjukkannya kepada yang lain. Karena telunjuk bukanlah bulan, anda akan kehilangan (pandangan) keduanya yakni bulan (yang bersinar terang) dan (gelapnya) telunjuk, dan anda masih tidak akan mengerti tentang dua keadaan yakni terang dan gelap. Jika anda menganggap (intelektualmu) sebagai pembeda sewaktu anda mendengar sabda saya tentang Dharma sebagai kesadaran sejatimu, kesadaranmu itu seharusnya memiliki inti di dalam keheningan. Sebagai contoh, seorang tamu berhenti sementara di sebuah penginapan, akan tetapi pemiliknya menetap. Jika pikiran pembedamu merupakan pikiran sejati yang sebenarnya, maka dia harus menetap, jadi mengapa ia tidak memiliki inti di dalam keheningan? Jadi bukan saja hanya pikiran ini yang tidak memiliki inti, akan tetapi ia juga tidak bisa ditemukan sewaktu anda menatap muka saya. Hal ini mengungkapkan kehampaan dari Kesadaran Keenam.
Oleh karena Kesadaran Keenam terikat pada yang Ketujuh untuk pengertian mendalam, sekarang inti sebelumnya tidak dapat ditemukan, akan tetapi yang terakhir tidak timbul. Bukan hanya ilusi pembeda ini tidak nyata, walaupun pembeda lenyap maka tidak dijumpai bentuk ataupun kehampaan. Kesadaran Ketujuh, sebagai penyebab dari dalam, dikeluarkan dari lima data-data indera luar, sehingga ia terletak di antara bentuk, dan bagian terdalamnya yang terikat sebagai Ego, sehingga ia terletak di antara kehampaan. Inilah yang acap kali disebut sebagai Kegelapan Premordial. Walaupun ini bukan Kenyataan, lebih kurang adalah Kesadaran Ketujuh pembeda yang merupakan organ dari yang Keenam. Maka, bila Kesadaran Ketujuh ini dikurangi dari penyebab luar, ia dimengerti dalam Kesadaran Kedelapan sebagai Ego, yang sering dikenal sebagai Ego Spiritual dan dipersiapkan sebagai Otak dari Kegelapan Premordial. Keduapuluh lima sekolah skeptis menganggap hal ini permanen.
Ini mengungkapkan Kesadaran Ketujuh dan tanpa sengaja Kesadaran Kedelapan yang terikat sebagai Ego akan tetapi tidak nyata. Jika yang tidak terikat pada dirinya secara alamiah tanpa adanya penyebab-penyebab luar dianggap sebagai pikiran alamiah dirimu, bagaimana itu dapat menjadi inang apabila setiap (kekacauan) dapat (ditelusuri dan) dikembalikan ke penyebab awal? Ini mengungkapkan bahwa Inang (yang tidak terikat) dan tidak dapat dikembalikan kepada penyebab luar, itulah yang dikatakan sebagai Kesadaran Sejati. (Ini merupakan asal dari kung an (Koan Jepang): Semua benda kembali ke yang Tunggal, ke mana yang Tunggal ini kembali?)

MENGGUNAKAN INTI PERSEPSI UNTUK MELENYAPKAN
PENYEBAB-PENYEBAB LUAR
Ananda bertanya: ‘Jika semua keadaan pikiran saya dapat dikembalikan ke penyebabnya, mengapa Sang Buddha berkata tentang pikiran asal yang cemerlang tidak dapat dikembalikan ke manapun? Maukah Yang Maha Sempurna dengan sifat belas kasihan tanpa batas menerangkannya kepada saya?’
Mempersiapkan inti dari persepsi
Sang Buddha berkata: ‘Sewaktu anda memandangku sekarang, inti penglihatanmu itu jernih aslinya. Walaupun itu bukan Pikiran Sejati, hal ini seperti bulan kedua akan tetapi bukanlah cerminan dari bulan (di permukaan air). Sekarang dengarkan dengan penuh perhatian penjelasan saya tentang yang tidak dapat dikembalikan ke manapun’.

Melenyapkan penyebab-penyebab eksternal
‘Ananda, pintu-pintu dan jendela-jendela di aula ini terbuka lebar dan menghadap timur. Terang akan timbul bila matahari bersinar/terbit dan kegelapan akan timbul bila bulan yang bersinar redup atau ditutupi oleh kabut-kabut atau awan-awan. Penglihatanmu tidak terhalang oleh adanya pintu-pintu dan jendela-jendela yang terbuka, akan tetapi akan terhalang bila ada dinding-dinding ataupun rumah-rumah. Di mana dijumpai pembeda, anda menerima penyebab (pengendali) dan di dalam kehampaan tumpul, anda hanya dapat melihat kehampaan. Keadaan tidak sadar adalah hasil daripada keadaan kebingungan luar sedangkan keadaan sadar mengarah kita kepada persepsi yang jelas. Ananda, sekarang perhatikan bagaimana saya mengembalikan semua keadaan yang berubah kembali ke penyebab asalnya. Apakah yang disebut dengan penyebab asal? Ananada, untuk semua keadaan yang berubah, cahaya dapat dikembalikan ke matahari. Mengapa? Karena tidak akan ada cahaya tanpa matahari, dan oleh karena cahaya berasal dari matahari, ianya dapat dikembalikan kepadanya (dengan perkataan lain, asalnya). Kegelapan dapat dikembalikan kepada bulan yang bersinar redup, terang ke pintu-pintu dan jendela-jendela, rintangan ke dinding-dinding dan rumah-rumah, penyebab ke pembeda, kehampaan ke kehampaan relatif, kebingungan yang kacau ke keadaan tidak sadar dan persepsi yang jelas ke keadaan sadar. Tidak ada satupun yang di dunia ini berada di antara keadaan-keadaan ini. Bila sekarang Inti Persepsimu berhadapan dengan kedelapan keadaan yang di atas, di mana ia bisa dikembalikan? Jika ke keadaan terang, anda tidak akan menjumpai kegelapan bila tidak ada cahaya. Walaupun semua keadaan di atas seperti terang, gelap, dll., berbeda satu sama lainnya, penglihatanmu tetap tidak berubah’.

Sifat alamiah persepsi
‘Semua keadaan yang dapat dikembalikan ke penyebab luar cukup jelas bahwa itu bukanlah ANDA, akan tetapi apa-apa yang tidak bias dikembalikan ke manapun, jika itu bukan ANDA, apakah itu? Maka, seharusnya anda mengetahui bahwa Pikiranmu secara mendasar itu terang, murni dan cemerlang, oleh karena khayalan dan kebodohanmu, anda kehilangan pengertiannya dan terperangkap dalam roda Samsara, tenggelam dan terapung di lautan Samsara. Inilah sebabnya mengapa Sang Tathagata berkata bahwa anda adalah orang yang patut dikasihani’.1

(DASAR DARI) PERSEPSI ALAMIAH BUKAN MERUPAKAN
INTI DARI PERSEPSI
Ananda bertanya : ‘ Sekarang saya telah mengerti bahwa sifatalamiah dari Persepsi tidak dapat dikembalikan ke penyebab-penyebab luar akan tetapi bagaimana caranya agar saya dapat mengenalnya sebagai sifat Alamiah yang sebenarnya?’²
______________________________
1Setelah Ananda mendengar bahwa semua (keadaan) mental yang dapat dikembalikan ke penyebab luar bukan merupakan Inang sebenarnya, dia bertanya kepada Sang Buddha tentang Kesadaran Sejati yang tidak dapat dikembalikan. Oleh karena hal ini sukar untuk dijelaskan, Sang Buddha menggunakan Inti dari Penglihatan untuk mengungkapkannya. Penglihatan itu bercampur dengan keadaan penyebab sedangkan intinya, atau Kesadaran Kedelapan, tidak. Maka, beliau berbicara tentang Inti dari Penglihatan, yang mana walaupun bukan yang sebenarnya, merupakan tranformasi dari Sempurna dan berkaitan dengannya; sehingga hal ini seperti melihat bulan kedua yang dekat dengan bulan sebenarnya, akan tetapi bukan merupakan bayangan bulan di atas permukaan air. Jika anda mengerti Inti dari Persepsi yang tidak bisa dikembalikan ke penyebab apapun, anda akan mampu menyadari tentang Kebenaran Sejati.
² Sebenarnya Ananda masih belum mengerti tentang ajaran-Nya, oleh karena perkataannya bertentangan dengan pikiran delusinya. Sang Buddha hanya mempergunakan Inti dari Persepsi sebagai Inang sementara dengan tujuan untuk melenyapkan penyebab-penyebab luar yang juga akan melenyapkan penglihatan pembeda bila dikembalikan ke keadaan asalnya.

Kapasitas persepsi
Sang Buddha berkata : ‘Ananda, walaupun anda belum mencapai tingkat yang lebih tinggi, anda diperbolehkan untuk mempergunakan kekuatan gaib Sang Buddha untuk mengamati dengan seksama dhyana surgawi pertamaˡ tanpa halangan seperti Anirudha² yang melihat dunia (Jambudvipa) seterang buah³ yang dipegang ditangannya. Bodhisatvabodhisatva dapat melihat ratusan sampai ribuan dunia. Semua Buddha di seluruh penjuru dapat melihat dengan jelas Daratan Murni yang jumlahnya tak terhitung seperti debu. Sedangkan pada manusia biasa jarak pandang mereka (kadang-kadang) terbatas hanya beberapa inci saja’.

Bersambung ke edisi selanjutnya…

Sumber: Shuranggama Sutra, Pustaka Pundarika.