Berbagai Macam “Tuhan” Dalam Buddhisme

Sering sekali umat Buddhis dicap tidak ber-Tuhan.
Apakah definisi “TUHAN” itu sendiri?

Umumnya Tuhan dapat di artikan:
1.  Pencipta Alam Semesta. 2.  Juru Selamat. 3. Tujuan Hidup. 4.  Tempat Bernaung. 5.  Pelindung Dunia. 6. Penentu Hidup. 7.  Masih Banyak Lagi…

Dari definisi tersebut, telah jelas bahwa umat Buddha itu ber-Tuhan.
1.    Tuhan-nya umat Buddha jika dipandang dari segi Pencipta Alam Semesta ini adalah “tidak dapat diceritakan”.
Karena awal dari segala awal adalah sama seperti menceritakan rasa manisnya jeruk pada orang yang tidak pernah mencicipi jeruk.
Sebagaimana hebatnya saya bahas manisnya jeruk itu,orang tersebut tak akan tahu bagaimana rasa manis jeruk itu kecuali dia mencoba jeruk itu sendiri.
2.    Tuhan-nya umat Buddha jika dipandang dari segi Juru Selamat adalah  “diri kita”.
Dalam kitab suci umat Buddha bagian Dhammapada, telah disabdakan Sang Buddha bahwa dirimu sendirilah juru selamatmu, kepada siapa lagi engkau harus menjadikan juru selamat?
Hanya diri kita yang menentukan masa depan hidup kita, Sang Buddha hanya menunjukkan JALAN, dan yang berjalan di JALAN itu adalah diri kita sendiri, bukannya di gendong Sang Buddha.
3.    Tuhan-nya umat Buddha jika dipandang dari segi Tujuan Hidup adalah “Nibbana”.
Dalam agama Islam, tentu Allah swt dijadikan tujuan akhir hidupnya yakni hidup di sisi-Nya.
Dalam agama Hindu, juga Moksa dijadikan tujuan akhir hidupnya.
Maka, dalam Buddhisme, Nibbana adalah tujuan hidup yang paling akhir.
Namun, Nibbana bukanlah personal dan bukan alam.
Nibbana adalah KEADAAN yang bebas dari kemelekatan, keserakahan, ketidaksenangan, kegelapan batin, dan melenyapkan segala nafsu keinginan. Nibbana dapat dicapai di dalam hidup ini juga.
4.    Tuhan-nya umat Buddha jika dipandang dari segi Tempat Bernaung adalah “Buddha, Dhamma, Sangha”.
Di paritta yang sering kita baca yakni:
Buddham saranam gacchami;
Dhammam saranam gacchami;
Sangham saranam gacchami.
Arti sesungguhnya adalah kita BERNAUNG kepada Buddha sang Kesadaran, Dhamma sang Kebenaran, dan Sangha sang Kesucian.
Bukan BERLINDUNG secara eksplisit atau luar, karena yang melindungi diri kita hanyalah diri kita dengan bernaung pada sabda Kebenaran.
Buddha, Dhamma, dan Sangha memang betul adalah PELINDUNG, tapi bukan pasif, tetapi kembali kepada diri kita lagi apakah diri kita sudah menanamkan benih-benih Buddha, Dhamma, dan Sangha ke dalam lubuk hati kita?
Hanya masing-masing individulah yang menentukan. Jadi Pelindung utama diri kita yang paling paling utama adalah diri kita sendiri.
Buddha, Dhamma, dan Sangha akan bisa melindungi kita jika kita menanamkan benih-benih itu dalam diri kita sendiri.
5.    Tuhan-nya umat Buddha jika dipandang dari segi Pelindung Dunia adalah “malu dan takut berbuat jahat”.
Jika manusia mengembangkan sifat ini, maka dunia akan terlindungi, bagai bulan yang terbebas dari awan.
6.    Tuhan-nya umat Buddha jika dipandang dari segi Penentu Hidup adalah “karma”.
Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai. Jika ingin melihat kehidupan lampau, lihatlah apa yang kita dapat sekarang. Jika ingin melihat kehidupan depan, lihatlah apa yang telah kita kerjakan.
Namun,karma bisa dinetralisir. Jangan menjadikan karma seperti hal yang membuat kita pasrah pada masalah dan alam.
Misalnya,saat terjadi krisis keuangan di keluarga, ayah menganggap ini bagian dari karma yang berbuah. Jika semua orang pasrah pada karma yang didasari pemahaman keliru, maka dunia ini akan sulit untuk maju dan bahkan terjadi kekacauan.
Dikira Tidak Ber-Tuhan?
Saat saya sedang duduk sendiri di antara bangku-bangku di ruang tunggu Bandara Juanda, Surabaya, menunggu pesawat menuju Banjarmasin, ada seorang pria yang berjalan ke arah saya. Matanya teruju kepada saya. Pria itu duduk di sebelah saya. Ia menyapa dan membuka pertanyaan dengan kalimat, “Anda Hindu atau Buddha?”
Saya jawab, “Buddhis”. Lalu pria itu bertanya, “apakah Buddhis mengenal Tuhan?” Saya bergurau di kepala, “Ini tanya, apa mau ngetes?” Ini memang pertanyaan umum. Pertanyaan mudah, tapi sulit menerangkan jawabannya. Karena, konsep Buddhis tentang Tuhan, berbeda dari umumnya.
Saya menjawab, bahwa Buddhis juga mengenal konsep keTuhanan. Karena, dalam agama Buddha ada konsep Nibbana, sebagai tujuan yang hendak dicapai. Tidak perlu diragukan, jawaban saya pasti membuat pria itu pusing…! Jangankan pria itu yang beda keyakinan, umat Buddha sendiri juga masih ada yang belum paham? Betul tidak? Ayo… Jujur!

Melihat pria itu masih bingung, saya menjelaskan lagi, bahwa dalam konsep Buddhis, Tuhan itu berbeda dengan konsep umum. Misalkan kita bicara tentang “ada”. Itu ada tiga tahapan.

Pertama, “ada” karena ada yang membuat atau menciptakan. Kedua, “ada” yang tidak ada yang membuat atau menciptakan, tapi disebabkan. Yang ketiga, “ada”, yang tidak dibuat, tidak diciptakan juga tidak disebabkan.

Pertama. “Ada” karena dibuat, atau diciptakan. Itu hal-hal duniawi. Contohnya meja, karena yang ada di depan kami saat itu adalah meja. Kedua, “Ada” yang tidak dibuat, dan tidak diciptakan tapi disebabkan. Itu berupa hukum kebenaran sebab akibat. Kalau meja ini dibuat, kolong meja tidak ada yang membuat. Tapi kolong meja itu ada.

Apakah kita katakan meja yang menciptakan kolong meja? Penjelasan ini, membuat pria itu mengernyitkan alisnya tanda berpikir. Dan, saya pun menambahkan, “tidak tepat dikatakan meja sebagai pencipta kolong meja. Tapi meja sebagai pencipta penyebab adanya kolong meja”. Pria itu mengangguk sambil tersenyum.

Ketiga, Nah, karena masih ada satu lagi tahapan pemahaman, saya melanjutkan, “‘ada’ jenis ketiga ini adalah ada karena tidak ada yang menciptakan, tidak ada yang membuat, dan tidak ada yang menyebabkan. Itulah Nibbana. Itulah konsep Tuhan dalam agama Buddha”.

Pria itu mengangguk, sambil senyum dia berkata, “waduh, Pak, ternyata dalam juga ajaran Buddha.” sekarang ganti saya yang tersenyum. Tidak lama kemudian, saya pun diundang masuk ke dalam pesawat.

“Permisi, Pak… Ya, sampai bertemu lagi.” percakapan ini pun selesai sudah…

Ungkapan Hati Seorang Buddhis
Buddha memang tidak pernah menjanjikan hal-hal indah kepadaku

Ia juga tak pernah menjanjikan aku pasti akan ke surga atau ke nirvana bila percaya kepadaNya.

Namun Buddha tidak pernah menakutiku dengan berkata “kalau tidak percaya padaku pasti masuk neraka”

Apakah Buddha begitu lugu? di semua agama berkata, akulah yang menciptakan langit dan bumi, namun Buddha tidak pernah mengatakan itu.

Buddha juga tidak pernah memberikan dongeng – dongeng yang mengerikan ataupun yang menyenangkan supaya aku percaya dan takut kepadaNya.

Dia juga tidak pernah menjanjikan hal-hal yang indah padaku, Dia juga tidak bisa mensucikan orang lain. Dia hanya mengatakan untuk menjadi suci harus mengandalkan diri sendiri, siapa yang menanam dialah yg memanen hasilnya, begitulah kata Buddha.

Tidak ada yang instan dalam ajaran Buddha, dia tidak pernah memberikan tiket tol untuk menuju surga, dia tidak pernah memberikan tiket freepas untuk masuk surga, dia tidak pernah memberikan kunci rahasia untuk membuka pintu surga, tapi kenapa aku masih mau mengikuti jalannya? karena Buddha, aku tahu kenapa aku menderita karena Dia, aku tahu kenapa aku terluka karena Dia, aku tahu kenapa aku tak sempurna karena Dia, aku tahu kenapa aku sakit – sakitan karena Dia, aku tahu kenapa aku akan menjadi tua karena Dia, aku mengerti hukum karma dan tak lagi menyalahkan yang kuasa sang pencipta yang tidak adil dan pilih kasih dan karena Dialah aku mengerti empat kesunyataan mulia.

Buddha memang tak pernah memberi janji – janji manis, namun Buddha telah memberikan bukti nyata, bukan cuma 1 orang, bukan 2, bukan 10, bukan 500 namun lebih dari 500 siswanya telah membuktikan ajarannya dan menikmati hasilnya. Bukti yang benar – benar nyata bukan sekedar kesaksian belaka.

Oleh Buddha lah aku diajarkan cinta kasih terhadap semua makhluk apapun juga, yang tidak pernah aku temukan dalam ajaran yang lainnya yang hanya bisa mengasihi sesama manusia bahkan ada yang hanya mengajarkan untuk mengasihi sesama umatnya saja.

O Buddha, aku datang tanpa paksaan, aku datang tanpa bujukan, aku datang tanpa pembohongan, bukan keindahan ataupun ke-ngerian ceritamu yg membuat aku percaya, tapi aku percaya karena Engkau yang menyuruh aku untuk membuktikan kebenaran ajaranmu.

Bukan hanya sekedar mendengar katanya, bukan hanya sekedar membaca kitab yang disakralkan (disucikan), bukan hanya sekedar percaya begitu saja.

Oleh karena itu kini aku berada di jalanmu, jalan tengah berunsur delapan, jalan menuju nibbana.

Daftar Referensi:
•    Berbagai Macam Tuhan Dalam Buddhisme http://www.wihara.com/forum/topik-um…buddhisme.html
•    Ungkapan Hati Seorang Buddhis http://www.kaskus.us/showthread.php
•    Dikira Tidak Ber-Tuhan? oleh Bhante Saddhaviro Mahathera, dari internet.