Manfaat Menghormati Buddha

Pradaksina
–     Akan dihormati oleh para dewa, naga, yakhsa, gandharva, asura, garuda, kinara dan mahoraga.
–    Selanjutnya tidak akan mengalami lagi delapan keadaan yang tidak menguntungkan.
–    Mempunyai batin waskita, penuh kewaspadaan, daya pemahaman yang jelas, cerdas, penuh kekuatan dan keteguhan iman.
–    Memiliki penampilan yang menyenangkan serta mempunyai bentuk yang sempurna dengan ciri-ciri yang menakjubkan; bersinar/berseri-seri, dihormati dimana-mana.
–    Memperoleh usia panjang, mendapatkan segala jenis kekayaan, bebas dari ketamakan, dermawan, murah hati dan selalu hidup berbahagia.
–     Akan terlahir di keluarga makmur, berbudi luhur atau terlahir di salah satu alam yang lebih tinggi seperti alam Brahma, Grhpati dan sebagainya yang senantiasa menghargai ajaran Sang Buddha.
–     Memahami akan Dharma bahwa semua proses pencerapan adalah kosong adanya, keragu-raguan menerima Dharma berakhir cepat, kemudian berproses dan di penghujungnya akan mendapatkan kebahagiaan sejati.
–     Tidak akan diganggu oleh makhluk-makhluk jahat.
–     Selama masa seratus kalpa tidak akan pernah mengalami kecacatan maupun kebutaan.
–    Dan masa bermilyaran kalpa akan senantiasa diberkahi kebijaksanaan serta memperoleh penghormatan.
–     Mempunyai suara yang merdu dan menyenangkan.
–    Mencapai apa yang diharapkan di dalam meniti tahapan-tahapan menuju kebahagiaan sejati. Bila cepat mencapai pencerahan, akan terlahir sebagai orang suci yang agung.

Demikian besarnya nilai manfaat dari pradaksina, diumpamakan Sang Buddha, antara lain: nilai seratus gajah yang kuat dan besar-besar dilengkapi  emas dan permata, nilainya tak sebanding, dan hitungannya hanya seperenambelas dari sekali langkah putaran pradaksina.

Berkenaan dengan persembahan suka cita dan ketulusan pada stupa candi Buddha atau terdapat di Indonesia yakni pada sebuah bukit Sambhara Budhara (Borobudur), telah disebutkan oleh Sang Buddha antara lain:

–     Barang siapa dengan suka cita mempersembahkan hanya sebuah mangkok dari tanah liat pada stupa candi Buddha, nilai manfaat yang diperoleh tidak akan bisa menandingi, walau ditukar dengan nilai seratus ribu istana yang terbuat dari emas.
–    Barang siapa dengan suka cita mempersembahkan bunga pada stupa candi Buddha, nilai manfaat yang diperoleh tidak akan bisa menandingi, walau ditukar dengan nilai seratus ribu bejana terbuat dari emas.
–     Barang siapa dengan suka cita mengalungi karangan bunga pada stupa candi Buddha, nilai manfaat yang diperoleh tidak akan bisa menandingi, walau ditukar oleh nilai dua puluh juta karung berisi emas.
–    Barang siapa dengan suka cita memercikan air farfum pada stupa candi Buddha, nilai manfaat yang diperoleh tidak akan bisa menandingi, walau ditukar oleh nilai seribu tumpukan bukit emas
–     Barang siapa membersihkan stupa candi Buddha dengan rasa bakti, maka  dia akan memiliki wajah dan bentuk yang cantik, enak dipandang serta akan terbebas dari segala kekurangan duniawi.
–    Barang siapa dengan suka cita mempersembahkan pelita pada stupa candi Buddha, nilai manfaat yang diperoleh tidak akan bisa menandingi, walau ditukar oleh nilai seratus ribu kali dan sepuluh juta takar emas.
–    Barang siapa mempersembahkan dengan tulus wewangian yang harum dan menyenangkan atau menyalakan dupa pada stupa candi Buddha dengan rasa bakti, maka  tubuhnya akan memancarkan aroma wangi yang menyenangkan.
– Barang siapa memberikan persembahan yang pantas sekemampuannya pada stupa candi Buddha, maka dia akan menjadi tersucikan dan akan mencapai pencerahan agung dari nirvana yang tiada taranya.
-Barang siapa dengan rendah hati melakukan sembah sujud di depan rupang atau stupa candi Buddha, maka dia akan memperoleh kedudukan yang akan semakin terhormat diantara manusia dan dewa.
–         -Barang siapa mempersembahkan musik pada stupa candi Buddha, maka dia akan memperoleh kesempurnaan dalam keyakinan dalam kelancaran berbicara, memiliki wawasan dan pengetahuan yang mendalam. Suaranya akan memiliki lima kualitas yang menyenangkan.
–     -Barang siapa yang membersihkan bunga-bunga layu disekitar stupa candi Buddha  dan dilakukan dengan rasa bakti, maka dia akan terbebebaskan dari kemelekatan serta rasa benci; disamping itu hidupnya tidak akan diliputi oleh kegelapan kayalan maupun melekat pada pandangan yang salah. Dia akan senantiasa bersuka cita dan berbahagia.

Kebaktian
lima manfaat yang bisa raih, jika kita rutin di dalam pelaksanaan kebhaktian. Manfaat manfaat tersebut adalah:
a.    Mengikis ke AKU an melalui pelaksanaan namaskara. Ditahapan ini, kita diajarkan untuk senantiasa rendah hati, tidak angkuh/sombong, serta memiliki keluhuran budi. Orang yang tidak sombong/angkuh akan selalu di cintai dan di hargai, di manapun dia berada. Hidupnya akan selalu terlindung, akibat dari kemuliaan sifat yang dimiliki.
b.    Mendapatkan perlindungan sejati, melalui penglafalan Paritta Paritta/Mantram Mantram suci.
c.    Pikiran menjadi tenang dan terkontrol dengan baik melalui pelaksanaan meditasi. Pikiran yang terkontrol dengan baik, tidak akan bisa tercemari oleh niat niat jahat. Terbebaskan dari niat niat jahat, itulah kebahagiaan yang sesungguhnya.
d.    Kebijaksanaan akan meningkat, melalui rutinnya mendengar dharma (dhammasavana). Orang bijaksana di dalam tutur kata maupun tindakannya, tidaklah akan menimbulkan kerugian maupun penderitaan, bagi siapapun juga. Dia bagaikan pelita yang menerangi kegelapan.
e.    Bebas dari kemelekatan, melalui pelaksanaan dana paramita. Orang yg bebas dari unsur kemelekatan, tidak akan frustasi atau kecewa, dikala tertimpah musibah maupun kemalangan. Kemelekatan akan apapun juga, itulah pencetus timbulnya dukkha (derita) yang sesungguhnya.

Bersujud pada Buddha
Bersujud pada Buddha bukanlah hal yang sulit. Tetapi, hal ini sulit bagi beberapa orang. Beberapa cendekiawan merasa berlutut dan membungkuk untuk menghormat/Namaskara adalah hal yang sangat sulit. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung merasa harga dirinya tinggi sekali. Mereka tidak mengerti arti Bersujud pada Buddha. Dalam pandangan mereka, membaca dan mempelajari Sutra sudah cukup dan hal lain tidaklah penting. Tanpa berlatih untuk Bersujud pada Buddha, kita tidak akan dapat menghilangkan ego “aku” dan pandangan salah yang telah kita kenakan selama beberapa dekade.

Mereka yang yakin pada Triratna akan penuh Sujud pada Triratna dengan tulus tanpa memperdulikan apakah ada orang yang melihatnya atau tidak. Melalui latihan ini, keyakinan seseorang akan semakin menguat. Keyakinan akan luntur jika kita ragu dalam Menghormati Buddha. Ada pepatah mengatakan: “Bagi mereka yang telah menjadi umat Buddha selama setahun, Buddha berada tepat di depan mereka. Sesudah tiga tahun, Buddha berada di angkasa. Sesudah lima tahun, Buddha jauh berada di Barat. Sesudah dua puluh tahun, mereka tidak Menghormati Buddha lagi. Buddha telah menghilang dari pikiran mereka”. Kita harus tulus dalam Bersujud pada Buddha sehingga kita akan mendapatkan manfaat yang sesungguhnya.

Hal pertama dari “Sepuluh Janji Agung dan Perilaku dari Samantabhadra Bodhisattva” adalah Bersujud pada Semua Buddha. Dengan Bersujud secara tulus, kita dapat mengurangi kesombongan dan rasa bangga pada diri kita. Jika tidak yakin pada Triratna, kita tidak pantas menjadi siswa Triratna. Kita dapat menilai keyakinan seseorang pada Buddha dari ketulusannya dalam Menghormati Buddha. Kita wajib mengamalkan metode Bersujud pada Buddha ini dengan baik. Kita dapat memasuki Ruang Utama dan Bersujud pada Buddha sebanyak yang kita mau.

Melalui ketulusan dalam Menghormati Buddha, kita dapat melihat kebenaran dalam diri kita. Kita akan menjadi rendah hati dan tidak tersesat. Bersujud pada Para Buddha dapat menuntun pada pencapaian kearifan. Ketika melihat Citra Buddha, dengan gerakan badan kita berNamaskara secara perlahan-lahan. Pada saat itu kita bersama dengan Buddha. Kita akan lupa akan sekeliling kita dan dapat berkonsentrasi. Saat berkonsentrasi, kita akan dapat melihat kesalahan kita dan menyadari betapa kecilnya kita. Ini membuat kita berusaha memperbaiki diri dan menyucikan hati dan pikiran. Dengan Bersujud pada Buddha, kita akan menemukan pentingnya hidup dan memperoleh kedamaian pikiran. Kearifan kita akan berkembang.

Namaskara
Tanya Jawab Dengan Ven.Sheng Yen : Soal Namaskara
(Diambil dari “Zen: Pengetahuan dan Tindakan”, diterbitkan olah penerbit Karaniya)

Question:
Maukah anda menjelaskan praktek dan manfaat namaskara dalam Ch’an? Bagaimana seharusnya seseorang bersikap dalam melakukan Namaskara ? Kadang-kadang anda menyuruh melakukan-nya dengan sikap pertobatan, kadang-kadang dengan kesadaran akan gerakan tubuh, kadang-kadang dengan rasa terima kasih. Anda juga menyinggung cara bernamaskara dan hasil yang bisa diperoleh dari praktek namaskara.

Answer:
Namaskara adalah praktek kuno di India yang sudah lama ada sebelum Buddha-Dharma muncul di sana, sekitar 2500 tahun lalu. Di waktu itu agama adalah kekuatan dominan di India dan ada cara interaksi antara orang dan mahkluk ke-dewa-an dan alam spiritual. Namaskara adalah bentuk interaksi itu.

Sewaktu orang berdiri atau duduk, kepala tegak dan mata menatap ke depan. Sewaktu anda Namaskara, anda secara simbolis meletakkan kepala anda di kaki dari sosok yang sedang ada beri sujud dan telapak tangan menghadap ke atas yang melambangkan anda sedang menyangga kaki sosok tersebut.

Kepala itu bagian yang paling terhormat dari tubuh kita sedangkan kaki adalah bagian yang paling tidak terhormat. Jadi orang yang bersujud memakai bagian tubuhnya yang bermartabat dan meletakkan-nya pada bagian yang paling rendah dari orang lain. Dalam posisi ini amatlah mudah bagi perasaan rendah hati, kekurangan dan ketidaksempurnaan untuk muncul dalam pikiran seseorang.

Dalam posisi dan kondisi pikiran seperti ini, keakuan seseorang akan berkurang. Pikiran cenderung menjadi lebih jernih, masalah terlihat lebih tajam dan lenyap lebih cepat. Sewaktu kondisi demikian muncul lebih mudah bagi seseorang untuk berhubungan dengan sesuatu yang bersifat spiritual atau alam ke-dewa-an. Apakah anda percaya alam-alam itu ada atau tidak, itu bukan masalah. Kenyataan-nya kita tidak bisa mengatakan bahwa semua itu hanya tahayul dan menolak akan keberadaan alam gaib. Alam itu benar-benar ada dan seorang manusia selalu berhubungan dengan alam ini, terlepas apakah dia menyadari-nya atau tidak. Ini-lah salah satu manfaat dari Namaskara, yaitu untuk melampaui batas keduniawi-an dan berhubungan lebih dalam dengan realitas spiritual.

Di masa sang Buddha, seseorag menjadi siswa dengan berbuat dua hal. Pertama mereka berlindung pada tiga mustika (Buddha, Dharma dan Sangha); kedua, mereka menunjuk-kan sujud dan penghormatan kepada Sang Buddha. Sujud melibatkan gerak atau tindakan ritual, sementara penghormatan pada sikap mental.

Berlindung pada tiga mustika adalah perbuatan simbolis yang dikenal luas oleh kebanyakan umat Buddha. Itu dilakukan lewat sujud dan penghormatan dalam dua cara berbeda. Yang satu lewat persembahan dan yang lain lewat ritual. Penghormatan ritual bisa ditunjuk-kan dalam banyak cara, tetapi yang paling sederhana adalah dengan merangkapkan tangan (beranjali), menatap ibu jari tangan dan kemudian membungkuk. Sikap yang lebih dalam adalah dengan Namaskara.

Ada dua cara Namaskara. Yang satu adalah menyentuh lantai dengan lutut, siku dan kening dengan telapak tangan menghadap ke atas. Ini cara yang kita lakukan. Ini yang kebanyakan dilakukan dalam tradisi Buddhis di Cina. Cara yang lain adalah dengan menjulurkan seluruh bagian depan tubuh dan menyentuh tanah dalam posisi namaskara penuh. Cara ini kebanyakan dilakukan oleh mereka yang menjalani tradisi Tibet.

Waktu ber-Namaskara, penting bagi anda untuk menjaga kepala dan badan dalam satu garis lurus ketika membungkuk. Kalau tidak anda bisa sakit kepala.

Question:
Apa maksud anda dengan memberi persembahan?

Answer:
Persembahan berarti anda memberikan bagian dari dirimu kepada Tiga Mustika. Anda melakukan dan memberikan yang terbaik. Jika anda mampu, persembahan bisa termasuk uang. Tetapi uang bukan-lah satu-satunya bentuk persembahan. Anda bisa mempersembahkan air, makanan, atau bunga. Anda juga bisa mempersembahkan tenaga. Ingat, yang berperan adalah pikiran dan niat anda.

Namaskara seperti memberi persembahan dengan tubuh. Menurut Sutra ada enam cara melatih diri. Pertama membaca Sutra, kedua mencetak Kitab Suci, ketiga Namaskara, ke-empat memberi persembahan, kelima bertobat, keenam menguraikan Dharma. Meditasi dan perenungan adalah bagian praktek yang lebih khusus. Di masa silam, saat orang melatih Dharma, mereka biasanya mulai dengan keenam latihan pertama tersebut.

Banyak orang memperoleh hambatan fisik atau psikologis saat meditasi, yang merupakan manifestasi karma masa lampau. Mereka mungkin mengeluh bahwa mereka mengantuk atau melamun, dan bahkan tidak bisa lama-lama membaca Sutra. Jika membaca keras-keras mereka akan capek, jika membaca pelan, pikiran mereka berkelana. Di saat begitu namaskara baik untuk dilakukan.

Dalam Buddha-Dharma, penekanan besar diletak-kan pada sikap sujud, hormat dan pertobatan, terutama buat mereka yang punya kesulitan dalam meditasi. Namaskara disertai dengan pertobatan seringkali bermanfaat. Dalam tradisi Vajrayana Tibet, pemula memulai kehidupan spiritual dengan empat latihan dasar. Yang pertama adalah Namaskara penuh 100 ribu kali. Saat selesai kondisi fisiologis dan psikologis orang itu akan berubah dan akan jauh lebih mudah buat orang itu untuk mulai berlatih meditasi.

Di Cina, dari masa dinasti Sui, terutama di tradisi Tien Tai, praktek Namaskara sudah digiatkan. Beragam cara dibuat untuk mereka yang melatih pertobatan. Salah satunya disebut pertobatan Sutra Teratai. Yang lain didasarkan pada Sutra lain-nya. Bagi kebanyakan orang, Samadhi tidaklah mudah dicapai, sehingga amatlah penting dan bermanfaat melakukan Namaskara pertobatan.

Saya sudah menjelaskan berbagai jenis Namaskara. Sebagai tambahan, Namaskara bisa dilakukan cepat atau lambat. Namaskara bisa dilakukan di depan sebuah Buddha Rupang atau dengan gambaran Tiga Mustika di benak anda; atau bisa juga dilakukan hanya dengan menyadari gerakan-nya sendiri. Tujuan menyadari gerakan selagi ber-Namaskara adalah untuk melupakan tubuh dan pikiran agar Namaskara bisa mengalir dengan sendirinya.

Ada empat pencerapan mental yang bisa dicapai selagi Namaskara dengan pikiran terpusat pada gerakan. Yang pertama adalah mengamati segala aspek gerakan tubuh, setiap dan semua detil, sembari mengarahkan gerakan itu. Pada tingkat kedua anda tidak mengamati semua detil, tetapi menyadari gerakan tubuh. Ketiga, anda tidak mengarahkan gerak tubuh atau menganggap tubuh sebagai milik, tetapi tetap mengawasi gerakan. Keempat anda tidak menyadari tubuh atau siapa yang bergerak, tetapi Namaskara tetap berjalan. Ada dua ragam untuk tingkat yang ke-empat. Yang pertama adalah diam, tidak ada gerakan sama sekali, tetapi ini bukanlah Samadhi sejati. Ragam yang lebih tinggi adalah saat tubuh tetap ber-Namaskara walaupun pikiran sudah berhenti bergerak.

Tingkatan ini tidaklah mudah dicapai. Di sini di pusat Ch’an saya hanya melihat beberapa yang mencapai tingkat ke-empat jenis pertama. Saya juga melihat beberapa orang mencapai tingkat ketiga, di mana mereka bilang seakan-akan mereka sedang mengamati orang lain.

Sejauh ini saya menyinggung mengenai Namaskara lambat. Pada saat anda melakukan Namaskara lambat, anda bisa saja masih mempunyai banyak pikiran mengembara. Jika anda tidak bisa menenangkan pikiran, anda bisa melakukan Namaskara cepat. Ini biasanya mengurangi pikiran yang berkelana, terutama bila digabungkan dengan melafal nama Buddha.

Saya sudah membahas sedikitnya empat ragam Namaskara: Namaskara penghormatan, Namaskara pernyataan rasa terima-kasih, Namaskara pertobatan dan Namaskara sebagai latihan konsentrasi. Sehubungan dengan tiga jenis yang pertama, anda tidak akan bisa terus bernamaskara dan tetap mempertahankan sikap mental itu dalam waktu lama. Anda bisa mulai dengan perasaan terima kasih, tetapi kondisi mental itu akan pudar dan hilang. Hal yang sama berlaku bagi sikap penghormatan dan pertobatan. Yang seterusnya anda lakukan adalah memperhatikan gerakan Namaskara anda.

Namaskara pertobatan biasanya diikuti dengan beberapa jenis liturgi yang dilafal sebelum atau setelah Namaskara. Liturgi menyatakan perasaan bertobat. Tetapi bagian utama praktek tetaplah Namaskara. Selagi Namaskara, janganlah anda menyalahkan diri sendiri atau menuruti perasaan kasihan pada diri sendiri. Jangan memelihara perasaan demikian terus menerus dalam hati. Begitu anda bertobat, buang jauh-jauh perasaan itu dan bernamaskaralah!!

Question:
Jika seseorang membuang perasaan bertobat, bukan-kah hal itu menjadi latihan Samadhi?

Answer:
Ada bedanya. Pertama ada pelafalan liturgi sebelum dan sesudah-nya. Lagi pula, dalam jenis latihan ini, orang melafal nama Buddha atau Bodhisattva yang berbeda-beda selama Namaskara. Karena penambahan pelafalan ini tidak mungkin untuk memasuki Samadhi. Selain itu kalau seseorang melakukan ini dalam waktu yang cukup lama, pikiran akan tenang dan meditasi duduk akan menjadil lebih mudah.

Adapula ada orang yang melakukan Namaskara pertobatan tanpa mengikutsertakan liturgi. Mereka biasanya hanya mengikuti suatu pola. Contohnya, setiap hari mereka ber-Namaskara 500 kali sehari dengan pikiran yang bertobat. Sekali lagi, itu tidak berarti bahwa mereka memaksakan pertobatan, mereka hanya mengingatkan diri sendiri sebelum mulai bahwa ini adalah namaskara pertobatan. Ini praktek yang bermanfaat. Saya melakukan hal itu sewaktu saya masih seorang Bhiksu muda dan setelah beberapa lama saya mendapat reaksi khusus dari praktek tersebut. Saya mendapat ketenangan pikiran dan sesudah itu pikiran menjadi lebih jernih.

Question:
Apakah anda mengajarkan Namaskara sebagai pengganti meditasi sekali atau dua kali seminggu?

Answer:
Kalau namaskara menjadi bagian dari jadwal latihan anda itu sangat bagus, tetapi mestinya jangan menjadi pengganti meditasi. Anda harus bernamaskara sebagai tambahan meditasi. Akan tetapi, bila anda mencoba duduk dan merasa amat tidak nyaman, baik tubuh atau pikiran, boleh boleh saja diganti dengan Namaskara. Tetapi harap diingat, anda tidak boleh menyerah begitu saja , anda harus mencoba benar-benar untuk duduk. Kalau tidak mampu juga, lakukan Namaskara sebagai wujud penyesalan.

Question:
Selama penyunyian, terkadang Anda berkata bahwa kita harus merefkeksikan kekurangan kita lalu melupakan-nya dan memusatkan perhatian pada gerakan namaskara. Apa gunanya hal ini?

Answer:
Kalau saya meminta anda Namaskara, sewaktu-waktu saya meminta anda merefleksikan kekurangan anda, dan di lain waktu saya meminta anda untuk namaskara disertai rasa terima kasih pada Tiga Mustika. Manfaatnya adalah untuk membangkitkan perasaan bertobat dan bersyukur dalam diri anda. Kalau kita punya pikiran seperti ini , pikiran akan lebih mudah tenang. Ini baik untuk meditasi.

Question:
Saya belum bisa melakukan-nya. Selama penyunyian saya memaksa diri untuk membangkitkan perasaan untuk bertobat dan bersyukur. Tetapi saya tidak yakin kalau di sanalah semua konsentrasiku seharusnya ada, atau kalau saya harus berkata itu adalah semacam pelonggaran di permulaan, kemudian melupakan-nya dan hanya berkonsentrasi pada gerakan. Saya jadi bingung dan tegang.

Answer:
Kalau anda bisa membangkitkan perasaan bertobat atau bersyukur itu baik. Kalau tidak bisa, katakan saja beberapa hal lalu tinggalkan dan konsentrasilah pada gerakan anda. Jangan memaksa.

Beberapa orang melakukan Namaskara selama penyunyian dan mereka ingin berlinang dengan air mata, mereka ingin menangis dengan penyesalan mendalam. Kalau itu tidak terjadi mereka menanyaiku mengapa saya tidak membiarkan mereka menangis. Saya bilang saya tidak mengurusi hal-hal yang demikian. Saya berkata bahwa penyunyian bukanlah-lah tempat untuk menangis atau saya bilang mereka bukanlah jenis orang yang mudah menangis.

Moralitas
Makna dari Moralitas itu sendiri dan sejauh mana suatu tindakan dikatakan (patokan) moralitas.

Opini:
1.     Moralitas adalah suatu tindak laku berdasarkan kesepakatan antar individu di dalam lingkungan itu sendiri.
2.     Moralitas berdasarkan norma dalam masyarakat dan berlaku hampir di semua masyarakat.
3.     Sesuai yang dipaparkan diatas, bahwasanya Moralitas merupakan suatu praktek tindak laku yang berdasarkan pada suatu komunitas dan lingkungan, maka standar Moralitas itu akan berbeda-beda sesuai dengan lingkungan komunitas itu diacu, berbeda karena kultur dari suatu masyarakat tertentu. Sebagai contoh: berpelukan dan berciuman bagi Negara Barat adalah hal yang lumrah dan etika, namun di beberapa Negara Asia tertentu hal demikian masih termasuk tindak laku yang tabu.
4.     Praktek amoralitas akan menimbulkan efek negative di dalam masyarakat. Sebagai contoh: berhubungan intim di depan umum, akan menimbulkan tindakan pemerkosaan. Untuk itulah disini kita bisa melihat betapa pentingnya untuk bersikap proaktif (refers back to session no.1), dibandingkan bersifat ignorant. Dalam jaman kemerosotan moral ini selain kita menjaga diri sendiri, kita juga harus proaktif untuk menegakkannya.
5.     Lebih lanjut, dikarenakan background kita adalah Buddhis maka batasan Moralitas adalah yang sesuai dan berdasarkan Buddhisme. Salah satu contoh yang diberikan adalah: tindak laku yang sesuai dengan Pancasila Buddhis, sebagai dasar dari pegangan/disiplin (Sila) diri sendiri yang menjalankan ajaran Sang Buddha.
6.     Praktek moralitas ini tidak hanya dilihat dalam batasan norma umum yang berlaku dalam masyarakat. Sepanjang tindak laku yang dilakukan memberikan kebahagiaan maka itu harus dilakukan dan sebaliknya apabila mengakibatkan kesengsaraan tidak boleh dilakukan (refers back to session no. 1, opinion no. 4)

Kesimpulan:
Praktek moralitas sulit dicari satu kesamaan visi karena dalam penggalian maknanya sendiri akan berlainan dikarenakan budaya dan kultur masyarakat yang berbeda. Namun sebagai seorang Buddhis kita sendiri sudah mempunyai awalan dasar yakni Pancasila Buddhis yang menjadi basic dari praktek moralitas itu sendiri. Pedoman ini menjadi sangat penting karena apabila kita tidak mempunyai suatu pedoman, maka manusia tidak bisa memilih yang terbaik untuk dirinya.

Pikiran, merupakan satu point yang perlu diperhatikan disini. Ialah yang memberikan batasan sendiri bagi kita untuk menilai suatu tindakan apakah termasuk dalam moralitas atau sebaliknya. Sebelum kita melakukan suatu tindak laku, hendaknya kita menggunakan Pikiran, apakah ia bermanfaat, membahagiakan dan mendamaikan diri sendiri dan bagi semua makhluk. Hal ini tidak terbatas saja berlaku pada kita sebagai seorang Buddhis, namun bagi semua manusia dan makhluk lain.

Judul Topik:
Moralitas, batasannya bila dilihat dari Pikiran (karena kita Buddhist), apa saja dilihat dari manfaat dan kegunaannya?

Opini:
1.     Memberikan manfaat dan kegunaan buat semua makhluk, bukan hanya terbatas pada makhluk manusia. Terkadang, manusia menjadi egosentris terhadap dirinya sendiri dan menindas makhluk yang lemah, contoh: binatang.
2.     Memperhatikan segi waktu, terkadang suatu perbuatan yang dilakukan secara terburu-buru yang dianggap akan memberikan manfaat malah akan menimbulkan kerugian besar di masa yang akan datang. Tidak ada contoh spesifik yang diberikan peserta conference dari point ini.
3.     Manfaat dan kegunaan dari suatu tindak laku mungkin berlainan dari persepsi berbeda. Misalnya : orang yang merokok, beragumen dengan merokok akan memberikan manfaat/kegunaanânya. Seperti memberikan semangat, tidak kantuk, atau menahan lapar. Dari contoh seperti itu, kita bisa melihat suatu fenomena egosentris diri sendiri yang tidak memperhatikan kebaikan bagi orang lain.

Kesimpulan:
Manfaat dan kegunaan dalam menjalankan praktek moralitas adalah salah satu acuan penting dalam penerapannya. Selain kedua aspek tersebut, motivasi juga point yang harus diperhatikan untuk berjalan seiring dengan praktek moralitas tersebut. Manfaat, kegunaan, dan motivasi haruslah dilihat sebagai satu kesatuan dalam praktek demikian. Sebagai contoh, pembasmian virus (unggas, ternak terkontaminasi virus) maknanya akan menjadi bertolak belakang bila hanya melihat dari satu sisi saja, yaitu manfaat/kegunaan (adanya makhluk yang menderita, unggas/ternak yang dibasmi itu dibalik perbuatan (moral), tapi bila dibarengi dengan motivasi, perbuatan itu dilakukan untuk kebaikan dalam arti yang lebih luas. Sepanjang inti dari suatu perbuatan (termasuk di dalamnya dunia bisnis) dan praktek Moralitas tidak semakin mengembangkan Tiga Racun (dosa, lobha, moha), kejahatan, dan sesuai dengan 4 prinsip proaktif pada tulisan di atas, itu adalah perbuatan Moralitas yang bajik bagi semua makhluk.