Ingatlah Budi Besar & Laksanakan Bakti Kepada Ayah-Ibu
Dirangkum dari berbagai sumber oleh YM Bhiksu Tadisa Paramita Mahasthavira, (Jing Ren Fa She)
PENDAHULUAN
Di era globalisasi seperti jaman sekarang ini, dalam pendidikan formal di sekolahan atau di sarana pendidikan ketrampilan lainnya tidak ada lagi yang mempunyai kurikulum khusus untuk mengajarkan budi pekerti, pendidikan moral etika dan ajaran bakti kepada orang tua, guru, negara dan semua makhluk secara signifikan, konsisten, utuh dan menyeluruh, sehingga anak-anak tidak memahami dan tidak melaksanakan moral etika, penghormatan serta tidak berbakti kepada orang tua, guru, negara maupun kepada semua makhluk. Akibatnya banyak anak-anak sekarang cenderung menjadi liar, nakal, binal dan senang berkelahi. Bisa kita saksikan di media massa, banyak remaja dan pemuda suka tawuran atau antar kelompok masyarakat, mudah berseteru dan suka mempergunakan aksi kekerasan untuk menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi.
Walaupun negara kita berazaskan Pancasila dan Berketuhanan, tetapi kiranya fungsi dan peran Pancasila sebagai dasar negara sudah memudar dan cenderung di abaikan, tidak lagi dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Begitupula keberadaan dan fungsi agama sudah tidak berada lagi di jalur pembinaan dan pengendalian umat manusia, cenderung hanya mengenalkan identitas ciri, melaksanakan rutinitas tradisi dan ritual agamanya saja, dominan hanya memuja dan takluk kepada yang di “atas langit” saja, tidak mengajarkan kebaikan mentalitas dan moralitas umat manusia secara benar dan menyeluruh. Tidak mendidik umatnya untuk menciptakan ketertiban dan kedisiplinan umum, juga jarang membuat slogan pendidikan moral etika berskala nasional dan membentuk karakter bangsa yang baik, bagaimana menjadi warga yang mempunyai sikap dan perilaku yang sadar, patuh dan saleh terhadap hukum yang berlaku. Memang akhir-akhir ini terlihat penyiaran agama berkembang pesat, marak dengan sinetron religius sehingga kuantitas umat beragama bertambah tapi sayangnya kualitas umat beragama belum juga terangkat malahan dikhawatirkan semakin turun kualitasnya, sehingga kuantitas dan kualitas aksi kekerasan dan kejahatan merajalela yang banyak meresahkan dan menyusahkan masyarakat juga membuat citra negatif di mata dunia internasional.
Kemerosotan moral dan etika umat manusia disebabkan sejak dini tidak di ajarkan hukum sebab akibat dan di abaikan pendidikan moral etika umat manusia sehingga manusia banyak menjadi liar, buas dan brutal. Seperti yang disabdakan dalam kitab suci. “Bila umat manusia mempunyai keyakinan yang mendalam akan hukum karma (hukum sebab-akibat), maka umat manusia akan malu berbuat jahat dan takut akibat perbuatan jahat, sehingga dunia akan aman, damai dan tentram, manusia akan hidup rukun, tertib dan penuh kebajikan. Sebaliknya bila umat manusia tidak yakin dan tidak dibina dengan ajaran hukum karma dan moral etika, maka manusia cenderung senang berbuat bodoh, jahat dan tidak takut akibat perbuatan jahat, sehingga dunia menjadi kacau, tidak aman dan nyaman untuk di huni karena merajalelanya aksi kekerasan dan kejahatan”. Umat manusia apabila merosot kualitas moral-etikanya akan saling memperdaya, menindas, menipu dan mencelakakan. Bila aksi kekerasan dan kejahatan merajalela di muka dunia ini maka bumi dan alam tidak lagi bersahabat dengan kehidupan umat manusia lagi.
Sebab-Akibat Minimnya Informasi, Pendidikan Bakti dan Moral-Etika
Sejak jaman dulu sampai era globalisasi seperti sekarang ini sangat mudah mencari orang pintar, berilmu, atau kaum sarjana yang mempunyai kecerdasan dan intelektualitas tinggi, tetapi sangat sulit mencari orang baik yang mempunyai moral dan etika luhur dan berkebajikan tinggi. Kecenderungan orang tua hanya mendidik anaknya dalam dunia pendidikan formal saja untuk peroleh kemakmuran materi saja tetapi mengabaikan pendidikan budi pekerti, moral etika, pengendalian mentalitas dan pengembangan spiritualitas yang efektif untuk menciptakan manusia luhur yang tumbuh berkembang secara utuh lahir dan batinnya. Karena di abaikan pendidikan moral etika dan kebajikan, maka banyak anak-anak tidak memahami dan tidak melaksanakan bakti kepada orang tua, tidak menghormati para guru, tidak bisa mengabdi, membela dan memajukan negara secara patriot sebagai hak dan kewajiban seorang warga negara, juga tidak berbelas kasih kepada penderitaan semua makhluk.
Untuk mengetahui dampak negatifnya anak-anak yang tidak di bina maupun di ajarkan moral etika dan kebajikan, salah satu ajaran fondasi yang paling mendasar untuk menjadi manusia-manusia, adalah: masalah bakti kepada orang tua. Untuk itu, silakan di lihat sikap perilaku dan perbuatan anak-anak yang tidak paham dengan masalah bakti sehingga tidak respek dan tidak berbakti terhadap orang tuanya, antara lain:
Sejak jaman dulu sampai sekarang banyak anak-anak tidak menghormati dan tidak berbakti kepada orang tuanya. Mereka hanya melihat sisi kekurangan dan kejelekan orang tuanya saja, tetapi tidak mampu melihat dan merasakan sisi utama, yaitu: kebaikan dan pengorbanan orang tuanya. Mereka menganggap sebagai orang tua sudah semestinya mencintai dan memberi kasih sayang penuh terhadap anak-anaknya, karena siapa suruh mau melahirkan anak? Begitupula anak anak yang susah payah di besarkan oleh kasih orang tuanya tidak dapat mengingat budi apalagi dapat membalas budi orang tuanya. Bahkan ada anak yang tega-teganya menyakiti bahkan membunuh orang tuanya sendiri karena alasan sepele, yaitu: privasi anak terganggu atau keinginan anak tidak dipenuhi. Banyak anak-anak hanya pintar merengek dan menuntut banyak hal dari orang tuanya, akan tetapi anak-anak tersebut tidak melakukan kewajiban seorang anak dengan baik terhadap orang tuanya.
Banyak anak menginginkan orang tuanya seperti seorang Bodhisattva yang sempurna tindak tanduknya. Menuntut orang tuanya agar dapat bertutur kata dan berperilaku baik, dan dapat memenuhi segala keinginan anak. Bila mengetahui kesalahan atau keburukan orang tuanya banyak anak-anaknya menjdi malu, gusar, mencibir, memusuhi, bahkan hatinya dendam penuh kebencian terhadap orang tuanya. Anak-anak lupa bahwa orang tua masih sebagai manusia awam tentu tidak luput dari kekhilapan, kesalahan dan dosa. Kiranya sangat manusiawi sekali bila orang tua masih banyak kekurangan. Tentu orang tua yang baik akan berusaha semaksimal mungkin memberikan yang terbaik untuk kejayaan masa depan anak-anaknya, akan tetapi, justru kadang-kadang keinginan baik orang tuanya sulit terlaksana karena ketidak mampuan ekonomi, kurang berpendidikan, akibat pergaulan buruk, dan terjerat karma individual masing-masing yang berbeda, sehingga kemampuan mendidik dan menata masa depan anak jadi kurang baik. Bahkan ada anak-anak yang membenci orang tuanya karena terlahir bermuka jelek, bertubuh tidak normal, kehidupannya menjadi miskin dan papa, karena sebab peran orang tuanya. Anak-anak tersebut tidak menyadari bahwa semua rupa terbentuk dari gejolak hatinya sendiri, nasibnya terbentuk dari aktivitas hati dan perilakunya sendiri. Begitupula jodoh dan kondisinya berasal dari sebab-akibat masa lalunya sendiri.
Banyak anak-anak yang sudah dibesarkan dengan segala pengorbanan darah dan keringat orang tuanya tidak tahu berterima kasih. Bila orang tuanya mendidik untuk tujuan yang baik walau mungkin caranya kurang baik, menegor atau menghukum anaknya bila berbuat salah atau jahat untuk tujuan yang baik agar kelak menjadi orang yang memiliki moralitas dan etika menjadi manusia yang berguna. Anak-anak tersebut menjadi marah, suka mendelik, menentang, membangkang bahkan melawan orang tuanya, kadang pula ada yang balik memukul orang tuanya. Tidak jarang anak-anak menganggap orang tuanya sebagai ’pembantu atau pesuruh untuk melayani kebutuhan anak-anaknya. Sering dijumpai anak-anak menjadi kasar dan kejam terhadap orang tuanya yang lemah dan tidak berdaya, atau berlaku tidak sopan dan menghormati apabila kehidupan orang tuanya semua ditunjang oleh anak-anaknya. Banyak anak-anak saat pergi tidak pamit, saat kembali tidak memberitahu. Anak-anak tidak pernah menanyakan bagaimana kesehatan orang tuanya dan apa yang dibutuhkan oleh orang tuanya. Anak-anak hanya pandai meminta segala sesuatu yang diinginkan, tapi sulit memberi apa yang dibutuhkan oleh orang tuanya.
Di dunia ini banyak ditemukan anak-anak yang mempunyai karakter jelek, sifat-buruk, nakal, keras kepala, dungu dan malas. Mereka sukar di didik, di beri nasehat dan sulit di atur. Mereka menganggap orang tuanya terlalu mendikte, cerewet dan ‘kepo’ (banyak mengatur). Mereka menjadi malas belajar, tidak disiplin dan hidup jorok. Bergaul dengan teman-teman liar dan brengsek, sehingga imbasnya mereka meniru kebiasaan-kebiasaan buruk dan jahat. Kecenderungan mereka tidak betah di rumah, senang keluyuran sampai larut malam, mencari sensasi kenikmatan, berjudi, berzina, pecandu alcohol dan narkoba, senang membuat keributan dan melakukan aksi kejahatan. Keburukan anak tersebut juga ditularkan kepada saudara-saudara lainnya sehingga rumah tangga kacau dan hati orang tua menjadi nestapa dan gundah gulana.
Banyak anak-anak yang pandai memboroskan harta kekayaan orang tuanya. Mereka hidup ceroboh tidak disiplin, menghambur-hamburkan harta orang tua, menyalakan lampu, pendingin, televisi, saund-system di saat tidak dipergunakan. Kecenderungan anak-anak senang dengan kehidupan yang ugal-ugalan, pandai merusak alat-alat kebutuhan rumah tangga tanpa mampu memperbaiki kembali. Begitupula banyak anak-anak kehidupannya tidak bermoral-etika, tidak ada sopan-santun terhadap orang tua, kakek-nenek, paman-bibi nya sendiri. Gaya hidup mereka semau gue dan seenaknya sendiri. Bila di nasehati anak-anak tersebut mengatakan sekarang jaman modern bukan lagi jaman ‘kuno’, janganlah ketinggalan jaman. Anak-anak tersebut hidup ingin bebas tanpa adanya tata-krama yang merepotkan, sehingga lambat-laun mereka menjadi liar dan kurang beradab.
Banyak orang tua mendidik anaknya susah-payah, membekali ilmu dan memberikan modal usaha, sehingga setelah dewasa menjadi makmur, karena peran dan sumbangsih dari orang tuanya. Tetapi setelah anak-anaknya hidup makmur tega melupakan budi besar orang tuanya, menelantarkan orang tuanya yang sudah tua, papa dan banyak penyakit. Tidak peduli dan sama sekali tidak menyokong biaya kehidupan orang tuanya. Tidak merawat orang tuanya yang dalam keadaan sakit dan lemah. Tidak menghibur orang tuanya di saat duka. Saat liburan panjang anak-anaknya tidak mengajaknya orang tuanya berlibur bersama dengan keluarganya. Anak-anaknya tidak dapat menentramkan dan menyenangkan hati orang tua, saat orangnya tua renta dan sisa usia kehidupannya tidak lama lagi. Ada pula anak-anak yang menganggap orang tuanya yang sudah tua, pikun, cerewet, hidup tidak bisa mandiri lagi, tidak berguna lagi, merepotkan, dan bikin susah keluarganya, sehingga orang tuanya di kirim ke rumah jompo, dan ditinggali begitu saja tanpa ada perhatian dan tidak pernah dikunjungi.
Banyak anak-anak menjadikan orang tuanya yang sudah usia lanjut untuk dijadikan sebagai ‘penjaga rumah’ atau ‘baby sister’ untuk merawat cucu-cucunya. Perlu diketahui, sebagai ayah-ibu tentu sepanjang hidupnya sudah repot merawat dan membesarkan anak-anaknya. Di saat orang tua sudah usia lanjut tega-teganya anak-anak memberikan tugas dan kewajiban baru untuk mengurus cucu-cucunya kembali. Kebanyakan orang tuanya di desak dan di ancam, bila tidak mau mengurus cucu-cucunya maka anak-anaknya tidak mau membantu biaya kebutuhan orang tuanya. Banyak orang tuanya karena hidup bergantung kepada kebaikan anak-anaknya maka terpaksa menerima pekerjaan ini walau terasa lelah dan sulit. Jadilah kesibukan orang tuanya sepanjang hayat hanya mengurus anak dan cucunya sehingga tidak ada waktu untuk melatih diri dan berbuat kebajikan. Anak-anaknya tidak memberikan kesempatan dan tidak menciptakan jodoh orang tuanya untuk belajar agama Buddha. Tidak membimbing orang tuanya yang sudah tua renta untuk praktik melatih diri dan berbuat kebajikan sebagai bekal melanjutkan kehidupan baru. Bila orang tuanya ada kelalaian atau ada kesalahan dalam menjaga cucu-cucunya, maka anak-anaknya tak segan mengomel, memarahi, menyakitkan hati orang tuanya bahkan memukul dan mengusir orang tuanya keluar dari rumah.
Banyak anak-anak sebelum menikah menjadikan orang tuanya menjadi tumpuan dan nomor satu di rumah. Tetapi setelah menikah, hidup berpisah dan mempunyai keturunan. Anak-anak sudah melupakan keberadaan, peran dan kebaikan orang tua, menganggap orang tuanya sebagai barang yang sudah usang atau barang antik sehingga hanya dijadikan barang pajangan saja, sehingga hanya disimpan, dikucilkan dan dijauhkan anak-anak. Kecenderungan anak-anak yang sudah menikah kebanyakan mendengar pembicaraan patnernya (suami atau istrinya), jarang mau mendengar nasehat orang tuanya yang sudah banyak berpengalaman makan asam garam dalam meniti kehidupan. Banyak anak-anak tidak mengenal budi, tidak mempunyai akal budi dan tidak bisa membalas budi orang tuanya. Misalnya: sering dijumpai anak-anak yang tidak perduli dengan kebutuhan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kesehatan orang tuanya, tidak pernah menanyakan apakah orangtuanya menderita kesusahan, lapar atau haus, tidak pernah menanyakan apakah orangtuanya dapat tidur nyenyak dan beristirahat dengan tenang. Mereka tidak pernah menanyakan keinginan orang tuanya apa? Adakah kendala dengan kebutuhan orang tua, atau adakah cita-cita orang tua yang belum tereasasikan? Tentu sebagai anak yang baik harus dapat memenuhi segala kebutuhan orang tua sekaligus dapat melanjutkan cita-cita dan perjuangan mulia orang tuanya agar orang tuanya bahagia. Banyak anak-anak yang masa bodoh dengan kondisi orang tuanya, tidak pernah melayani dan mengecek kesehatan orangtuanya ke rumah sakit. Mereka jarang memperhatikan kondisi mental dan spiritualitas orangtuanya. Anak-anak jarang mau memperhatikan keluh kesah dan penderitaan orang tuanya.
Banyak anak-anak melakukan penghidupan salah atau melakukan bisnis sesat, seperti: mendirikan rumah jagal, menjual daging hasil pemotongan hewan, mendirikan sex-shop (pornografi) atau rumah pelacuran, usaha perjudian, menjual alcohol, menjual racun atau narkoba, atau menjual senjata pemusnah massal. Hasil keuntungan penjualan ini sebagian dinikmati istri-anak bersama keluarganya sebagian lagi diberikan kepada orang tua. Sepintas lalu terlihat perbuatan anak ini berbakti, tetapi dibalik itu juga bisa mencelakakan orang tuanya. Karena penghidupan salah, atau melakukan mata pencaharian yang salah, karma utamanya memang pelakunya, tapi orang tuanya yang menerima atau menikmati uang panas (haram) hasil kejahatan tersebut akan menerima karma efek pula. Perlu disadari, bahwa menikmati uang haram hasil kejahatan, maka orang tuanya pasti hidupnya banyak penyakit, susah hati, hidup tidak berbahagia atau mengalami banyak musibah atau kecelakaan, dan paling ditakuti adalah di akhir penghidupannya khawatir masuk ke tiga alam celaka (alam neraka, setan kelaparan dan binatang).
Banyak anak-anak di saat orang tuanya lemah, sakit, sekarat, menjelang wafat atau sesudah meninggal menggantikan keyakinan agama orang tuanya dengan keyakinan agama anaknya tanpa sepengetahuan dan seijin orang tuanya. Banyak anak-anak merasa superior bertindak sewenang-wenangnya memaksakan kehendak untuk menggantikan keyakinan agama orang tuanya. Mereka memutuskan keyakinan orang tuanya secara sepihak dengan dalih untuk keselamatan dan kebahagiaan orang tua. Padahal orang tuanya selama hidupnya beragama Buddha, keyakinannya sudah mendarah-daging dan telah mendapatkan perlindungan dan bimbingan Sang Triratna (Buddha, Dharma dan Sangha). Tetapi bila ketemu anak durhaka tersebut maka keyakinan orang tua yang telah dipraktikkan sepanjang hayatnya pun di rubah dan diganti dengan semena-menanya saja. Dengan perbuatan begini nyatanya anak-anak durhaka tersebut tidak menghormati keyakinan orang tuanya dan melecehkan agama orang tuanya. Kebanyakan anak-anak Non-Buddhis, menganggap semua berasal dan pemberian dari “Atas Langit”, bukan dari orang tua, sehingga anak-anak tersebut hanya mau mengingat, berdoa dan berterima kasih kepada kebaikan ‘Atas-Langit’. Terhadap kebaikan orang tua, anak-anak tersebut ini cuek, masa bodoh dan tidak peduli. Karena pengaruh doktrin salah kaprah dan menyimpang. Hanya berpikir bahwa segalanya adalah pemberian, kehendak dan takdir dari ‘Atas-langit’, hidup atau matipun sudah di atur oleh-Nya kelak pasti akan kembali kepangkuan-Nya. Akibatnya doktrin salah kaprah tersebut maka banyak anak-anak yang tidak menghormati, berbakti dan menolong orang tuanya sendiri saat tua renta atau meninggal dunia.
Banyak anak-anaknya di saat perayaan ulang tahun ayah-ibu mengadakan pesta yang meriah, tetapi menu hidangannya berupa makanan aneka daging yang bervariasi dari hasil memotong dan membinasakan banyak binatang. Perbuatan yang dianggap berbakti itu kiranya untuk menyenangkan orang tua, tanpa disadari perbuatan begini justru berbalik mencelakakan orang tuanya yang berulang tahun, yaitu: kelak orang tuanya banyak penyakit dan usia kehidupan menjadi pendek. Juga di saat orang tuanya meninggal dunia, di altarnya masih juga dihidangkan tiga jenis daging (dikenal daging san-seng, yaitu: ayam, ikan dan babi). Hidangan ala tradisional begini justru dapat mencelakakan atau menghambat arwah (sen se) orang tuanya ke surga. Kenyataan tidak mungkin orang tuanya bisa hidup bahagia apabila mencari kebahagiaan di atas penderitaan makhluk lain. Perlu diketahui! Urusan hidup dan mati seseorang adalah masalah terbesar. Apabila semasa hidup kelakuannya tidak sesuai dengan kebenaran Dharma maka hidup ini banyak mengalami kesusahan dan derita. Di saat meninggal pun apabila tidak dibimbing dan salah di urusi dapat mencelakan orang tuanya masuk ke tiga alam celaka (alam neraka, setan kelaparan dan binatang). Ingat! Anak yang sembrono, gegabah dan lalai melaksanakan kewajiban untuk menolong dan menyelamatkan arwah orang tuanya yang sudah meninggal sehingga orang tua terjatuh di tiga alam celaka, adalah perbuatan durhaka.
Banyak anak-anak di saat orang tuanya meninggal dunia, hanya sekedar mengurus dan mengantar jenazahnya ke liang lahat atau ke tempat krematorium saja (pembakaran jenazah), setelah itu di anggap selesai sudah tugas dan kewajiban anak terhadap orang tua. Banyak anak-anak di saat orang tuanya meninggal mereka tidak berusaha mengendalikan diri dan melakukan kebajikan atau mengundang para Bhiksu-Sangha untuk melakukan upacara khusus untuk menolong dan menyeberangkan orang tuanya yang sudah meninggal dunia agar terlahir di surga. Anak-anak yang kikir dan tidak mau repot menggunakan jurus jitu, yaitu: dengan berdalih sibuk tidak ada waktu, untuk penghematan tidak mau menghambur-hamburkan uang, sehingga tidak berusaha menolong orang tuanya yang sudah wafat. Begitupula anak-anak menjadi malas dan lesu untuk melaksanakan praktik kesucian dan kebajikan guna melakukan pelimpahan jasa untuk mendiang orang tuanya. Kecenderungan mereka hanya mencari harta warisan dan menanyakan di mana di simpannya harta-benda orang tua saja. Apabila mendapatkan warisan yang tidak sama-rata, maka tak jarang anak-anak tersebut mengumpat, mengomel bahkan sumpah serapah terhadap orang tuanya yang tidak adil dan pilih kasih. Bisa kita saksikan di media berita banyak terjadi di antara saudara kandung pada berkelahi atau saling menggugat di pengadilan karena berebut warisan orang tuanya. Perlu diketahui, kebanyakan orang tua memberikan harta-benda sesuai bakti anak terhadap orang tua. Karena orang tua merasa anak yang telah berbakti tersebut telah mengeluarkan banyak uang dan perhatian besar untuk merawat dan memenuhi kebutuhan orang tuanya. Atau bisa juga diberikan harta benda sesuai kebutuhan anak. Bisa saja anak yang sudah makmur diberi sedikit, tapi bagi anak yang masih miskin kemungkinan diberikan lebih banyak. Banyak anak setelah orang tuanya meninggal dunia begitu saja melupakan budi jasa pahala orang tuanya. Mereka tidak mau berziarah untuk menghormati, mengenang dan membersihkan ke makam orang tuanya atau ke rumah penitipan abu tempat menyimpanan abu jenazah orang tuanya. Setiap tahun banyak anak-anak acuh dan tidak peduli, serta tidak mau bergabung untuk melaksanakan upacara Ullambana guna melakukan pelimpahan jasa dan menyeberangkan arwah (shen se) orang tua atau leluhurnya ke surga.
Banyak anak-anak hanya melakukan upacara Chautu sekali saja atau mengikuti upacara ulambana untuk menyeberangkan arwah orang tuanya hanya sekedar 1 kali, 3 kali atau 7 kali saja, setelah itu mereka tidak mau lanjutkan mengikutkan upacara selanjutnya. Mereka berpikir sudah cukup kebajikan demikian yang dilakukan anak-anak. Anak-anak lupa bahwa Budi Besar orang tua sulit terbalas karena orang tua telah mengandung, melahirkan, membesarkan, mendidik, mensukseskan serta membahagiakan anak-anak sepanjang hidup orang tua. Bagaimana mungkin hanya ikut upacara ulambana hanya 1 kali, 3 kali, atau 7 kali maka sudah terbayar budi besar orang tua? Kenyataannya memang air mengalir ke bawah tanpa jet pump, tetapi menginginkan air ke atas maka perlu jet pump. Artinya: ”Mudah dijumpai orang tua yang menyayang anak-anaknya sepanjang hidup orang tua. Sebaliknya sangat sulit mendapatkan anak-anak yang dapat menyayangi orang tuanya sepanjang hayatnya” Perlu diketahui! Bilamana orang tuanya yang sudah meninggal belum terlahir di surga Buddha minimal terlahir di surga dewa, maka tugas dan kewajiban bakti anak belum berakhir, yaitu: berusaha menolong dan menyelamatkan orang tuanya untuk terlahir di surga, dengan pengendalian diri dan berbuat kebajikan atas nama orang tua atau melakukan dana paramita untuk mengikutkan upacara Chautu dan ulambana sampai batas kemampuan dan akhir penghidupan anak-anaknya.
PENGORBANAN ORANG TUA
Kehidupan manusia di dunia ini berawal dari pengorbanan dan kebaikan orang tuanya. Pengorbanan orang tua telah di berikan sejak ibu mengandung, melahirkan, sampai anak-anaknya dewasa dan menikah, bahkan sampai orang tua meninggal dunia. Orang tua selalu berkorban untuk anak-anaknya, menyayangi dan melindungi anak sepanjang hayatnya, paling tidak dengan kasih sayang atau pemikiran untuk kehidupan anak-anaknya.
Janin tumbuh dalam kandungan selama sepuluh bulan perhitungan Candra Sengkala. Alangkah menderitanya ibu selama janin berada disitu! Pada bulan pertama kehamilan, hidup janin tidaklah menentu seperti titik embun pada daun yang kemungkinan tidak akan bertahan dari pagi hingga sore, tetapi akan menguap pada tengah hari! “Pada bulan kedua, janin menjadi kental seperti susu kental”.
Pada bulan ketiga, ia seperti darah yang mengental. Hingga pada bulan keempat, janin mulai berwujud sedikit seperti manusia. Selama bulan kelima dalam kandungan, kelima anggota badan anak (dua kaki, dua tangan, dan kepala) mulai terbentuk. Pada bulan keenam kehamilan, anak mulai mengembangkan inti ke enam alat inderanya, yaitu: mata, telinga, hidung, lidah, badan dan pikiran.
Selama bulan ketujuh, ketiga ratus enam puluh tulang-tulang dan persendian terbentuk, dan kedelapan puluh empat ribu pori-pori rambut juga telah sempurna. Dalam bulan kedelapan kehamilan, kecerdasan dan kesembilan lubang terbentuk. Pada bulan kesembilan, janin suka menggerakkan tangan dan kakinya membuat ibu tidak nyaman dan kehilangan selera makan. Janin telah belajar menyerap berbagai zat makanan, misalnya: janin dapat menyerap sari buah-buahan, akar tanaman tertentu, dan kelima macam padi-padian”.
Selama kehamilan, pembekuan darah ibu dari organ-organ dalamnya membentuk zat tunggal yang menjadi makanan anak. Selama bulan ke sepuluh kehamilan, badan janin disempurnakan dan siap untuk dilahirkan. Setelah sepuluh bulan merasakan kesusahan, darah ibu akan mengalir deras seperti sungai agar janin bisa lahir dengan sempurna. Bila janin ini kelak akan menjadi anak yang berbakti, dia akan lahir dengan telapak tangan disatukan sebagai hormat dan kelahiran itu akan aman dan baik. Ibunya tidak akan terluka oleh kelahirannya dan tidak akan membawa derita kesakitan bagi sang Ibu.
Tetapi, bila anak tersebut akan menjadi pembangkang maka ia akan merusak dan melukai kandungan ibunya, membuatnya sangat menderita. Saat melahirkan Ibu akan merasa seperti di sayat seribu pisau atau seperti ribuan pedang yang menikam jantungnya, mengoyak hati dan jantung, menyangkut ditulang ibunya. Itulah kesakitan yang di alami saat kelahiran anak yang nakal dan pembangkang. Sebagai seorang anak, kita tidak boleh melupakan penderitaan orang tua, dalam merawat dan membesarkan kita. Jika kita lupa, kita bahkan lebih kejam dan jahat dari binatang buas.Untuk menambah bakti kita dan lebih jelasnya, kita harus mengerti ada 10 jenis kebajikan yang diperbuat oleh seorang ibu kepada anaknya:
Kebaikan yang pertama, adalah “Kebaikan di dalam memberikan perlindungan dan penjagaan selama anak dalam kandungan”. Kebaikan dalam menanggung penderitaan selama kelahiran. Kebaikan selanjutnya: Menyediakan makanan dan perlindungan. Sungguh sulit terlahir sebagai manusia bagi kelahiran-kelahiran kita yang tak terhitung jumlahnya. “Tidak mudah bisa berada di dalam kandungan ibu, dibutuhkan hubungan karma dengan orang tua”. “Dengan berlalunya bulan, kelima organ penting berkembang. Dalam waktu tujuh minggu, keenam alat indera mulai tumbuh, dan ter-bentuk”. “Saat janin mulai tumbuh, beban ibu semakin berat dan badannya pun menjadi seberat gunung”. Diam atau gerakan-gerakan janin adalah laksana gempa bumi dan bencana angin ribut. Baju-baju ibu yang cantik tidak dapat dipakai dengan baik lagi, dan begitu juga cerminnya pun berdebu karena hanya memikirkan bayinya, ibu tidak sempat dan terlalu letih untuk berdandan.
Kebaikan yang kedua, adalah “Kehamilan berlangsung selama sepuluh bulan”. Masa kehamilan semakin lama semakin tidak menyenangkan. “Saat kelahiran semakin dekat, kesusahan dan kesulitan ibu semakin berat”. Setiap pagi ibu merasa sangat sakit, sepanjang hari terasa mengantuk dan lamban. Ketakutannya dan ke gelisahannya sukar dilukiskan. Dengan khawatir ibu memberitahu keluarganya, bahwa ibunya pasrah dan rela apabila nyawanya melayang asalkan bayinya bisa dilahirkan dengan selamat.
Kebaikan yang ketiga, adalah “Kebaikan untuk melupa kan semua kesakitan begitu anak telah dilahirkan”.Saat bersalin, kelima organ semua terbuka lebar, Membuat tubuh dan pikiran Ibu sangat letih. Darah mengalir laksana seekor domba yang disembelih, hingga ibu pingsan beberapa kali. Tetapi ketika mendengar bahwa anaknya terlahir sehat, dia dipenuhi dengan kegembiraan yang berlimpah, tetapi sesudah kegembiraan, rasa sakit kembali mengaduk-ngaduk bagian dalam tubuhnya.
Kebaikan yang keempat, adalah ”Memakan bagian yang pahit bagi dirinya dan menyimpan yang manis bagi anak”. Kebaikan kedua orang-tua sangat besar dan dalam, penjagaan dan pengabdiannya tidak pernah berhenti, tidak pernah beristirahat, ibu senantiasa menyimpan yang manis untuk anak, dan tanpa mengeluh menelan yang pahit bagi dirinya. Cintanya amat besar dan emosinya sukar tertahankan, kebaikannya adalah mendalam dan begitu juga kasihnya, hanya menginginkan anak mendapat cukup makanan, ibu yang kasih tidak membicarakan kelaparannya sendiri. Asal anaknya bahagia, orang tua rela kedinginan dan menahan lapar. Cinta kasih dan kasih sayang mereka tidak terlukiskan.
Kebaikan yang kelima, adalah “Memindahkan anak ke tempat yang kering dan dirinya sendiri berbaring di tempat yang basah”. Ibu rela berdiam di tempat basah agar anaknya dapat berada di tempat yang kering. Ibu senantiasa melindungi anak dengan lengannya dari angin dan dingin. Dalam kebaikannya, kepala ibu jarang lega di atas bantal, dan bahkan dia melakukannya dengan gembira selama anak dapat merasa senang, Ibu yang baik tidak mencari penghiburan bagi dirinya sendiri.
Kebaikan yang keenam, adalah “Menyusui anaknya pada payudaranya, memberinya makan, memelihara dan membesarkan anak”. Dengan kedua payudaranya dia memuaskan rasa lapar dan haus sang anak, selama 3 tahun ibu menghidupi anaknya dengan air susu, yang sebenarnya adalah darahnya sendiri. Ibu yang baik adalah bagaikan bumi yang besar, Ayah yang tegar laksana langit yang mengasihi, yang satu melindungi dari atas, yang lainnya menunjang dari bawah.
Kebajikan semua orang-tua adalah sedemikian rupa sehingga mereka tidak membenci atau marah terhadap anaknya meskipun mereka terlahir jelek. Mereka juga tidak kecewa dan tetap menyukainya, sekalipun anak terlahir cacat. Setelah ibu mengandung dan melahirkan anaknya, ayah dan ibu bersama-sama merawat, membesarkan dan melindungi anaknya sampai akhir hayatnya. Sungguh luar biasa cinta kasih orang tua terhadap anaknya.
Kebaikan yang ketujuh, adalah ”Rela membersihkan kotoran anaknya”. Pada mulanya ibu cantik dan memiliki tubuh yang indah, semangatnya kuat dan bergelora, alis matanya seperti daun willow yang segar, dan kulitnya bersinar.Tetapi karena kebaikan ibu yang begitu mendalam sehingga ia melupakan dan melepaskan kecantikannya. Sekalipun merawat, membersihkan segala kotoran dan mencuci pakaian kotor anaknya, yang dapat membuat dirinya ikut kotor dan merusak badannya. Ibu yang baik bertindak hanya demi untuk kepentingan putra-putrinya. Dan dengan rela menerima kecantikannya yang memudar.
Kebaikan yang yang kedelapan, adalah ”Kebaikan dari selalu memikirkan anak bila dia berjalan jauh”. Kematian dari orang yang dicintai sukar terlukiskan penderitaannya. Tetapi berpisah dari yang dikasihi juga sangat menyakitkan. Bila anak berjalan jauh, ibu merasa khawatir di kampungnya, dari pagi hingga malam, hatinya selalu bersama anaknya, sentiasa bersembahyang berharap anaknya selamat dan sukses agar dapat cepat pulang dan berkumpul kembali. Orang tua menunggu berita siang dan malam. Dan air mata jatuh berderai dari matanya, seperti: monyet yang menangis diam diam. Sedikit demi sedikit hatinya hancur. Ketika tiada berita kunjung tiba. Demikian dalamnya cinta seorang ibu kepada anaknya.
Kebaikan yang kesembilan, adalah “Kasih sayang yang dalam berupa pengabdian dan perhatian orang tua terhadap anaknya”. Sungguh budi orang tua sulit untuk dibalas. Mereka rela menderita demi kepentingan anaknya. Alangkah besarnya kebaikan orang tua dan gejolak emosinya! Ketika tahu atau mendengar anaknya susah, orang tua akan ikut bersusah hati. Bila anaknya bekerja berat, orang tua pun merasa tidak tenang. Bila mereka mendengar bahwa anak berjalan jauh, mereka khawatir bahwa pada waktu malam sang anak berbaring kedinginan. Bahkan sakit sebentar yang diderita putra atau putrinya, akan menyebabkan orang tua lama bersusah hati.
Kebaikan kesepuluh, adalah “Kebaikan dari rasa kasihan yang dalam dan simpati dari Orang tua terhadap anaknya”. Cinta kasih dan kasih sayang orang tua adalah besar dan penting. Perhatiannya yang lemah lembut tidak pernah berhenti, seperti: cahaya abadi dari bulan dan matahari yang menyinari seluruh dunia, tidak pernah akan sirna. Sejak bangun pagi, yang dipikirkan mereka adalah anaknya. Apakah anak-anak dekat atau jauh, orang tua selalu memikirkan mereka. Sekalipun seorang ibu hidup untuk seratus tahun. dia akan selalu mengkhawatirkan anaknya yang berumur delapan puluh tahun. Inginkah anda mengetahui “Kapan” kebaikan dan cinta yang demikian itu berakhir ? Ia bahkan tidak berkurang hingga akhir hidupnya. Meski menjadi hantu sekalipun, mereka masih terikat kepada anaknya. Mereka tidak bisa melepaskan keterikatan itu.
Kebajikan Tulus Dari Orang Tua
Sang Buddha berkata kepada Ananda: “Bila Aku merenung tentang makhluk-makhluk hidup, Aku melihat bahwa sekalipun sebagian dari mereka terberkahi dilahirkan sebagai manusia, tetapi mereka bodoh dan dungu dalam pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan mereka. mereka tidak mempertimbangkan kebaikan dan kebajikan orang tua mereka. Mereka tidak menghormati dan melupakan kebaikan dan apa yang benar. Mereka kurang manusiawi dan kurang berbakti atau patuh pada orang tua.Mereka tidak menyadari kebaikan orang tua yang sangat luar biasa. Alangkah sedihnya bila acap kali anak justru tidak menghormati orang tua mereka. Bahkan mereka dengan mudahnya melupakan kebaikan orang tua mereka. Mereka sungguh anak-anak yang tidak berbakti dan berbudi. Kebajikan dari orang tua sungguh tulus, luas dan tidak terbatas. Bila seseorang berbuat kesalahan karena tidak berbakti, sungguh sulit untuk membayar kembali kebaikan itu !”
Setelah mendengar uraian Guru Buddha tentang betapa dalamnya kebaikan orang tua, banyak yang menjatuhkan diri mereka ke tanah dan bersujud dalam kesedihan. Sebagian pingsan, yang lain menghentakkan kakinya ke tanah. Bahkan ada yang berdarah karena terluka dan sedih. Dengan suara lantang mereka meratap : “Sungguh menderitanya! Alangkah sakitnya! Betapa menyakitkan! Anak yang tidak berbakti dan telah menyakiti hati orang tuanya”.
Sulit Membalas Budi Besar Orang Tua
Pada waktu itu Tathagata memakai delapan macam suara yang sangat dalam dan bersih, seraya berkata: “Bila seseorang memikul ayahnya dengan bahu kirinya dan ibunya dengan bahu kanannya dan oleh karena beratnya menembus tulang sumsumnya sehingga tulang-tulangnya hancur menjadi debu karena beban berat mereka, dan anak tersebut mengelilingi Puncak Semeru selama seratus ribu kalpa lamanya, sehingga darah yang mengucur membasahi pergelangan kakinya, anak tersebut belum dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya”.
“Bila seorang anak selama waktu satu kalpa yang penuh dengan kesukaran dan kelaparan, memotong sebagian dari daging badannya demi memberi makan kedua orang tuanya dan ini diperbuatnya sebanyak debu yang dilalui dalam perjalanan ratusan ribu kalpa, anak tersebut belum dapat membalas kebaikan yang dalam dari orang tuanya”. “Bila ada seorang anak yang demi orang tuanya, mengambil sebuah pisau yang tajam dan mencungkil kedua belah matanya dan mempersembahkannya kepada Tathagata, dan terus dilakukannya hingga beratus-ratus ribu kalpa, anak tersebut masih tetap belum dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya”.
“Bila seorang anak demi ayah dan ibunya mengambil sebuah pisau tajam dan mengeluarkan jantung dan hatinya sehingga darah mengucur dan menutupi tanah dan ini ia lakukan dalam beratus ribu kalpa, tiada sekalipun mengeluh tentang kesakitannya, anak tersebut tetap belum dapat membalas kebaikan yang besar dari orang tuanya”. “Bila seorang anak yang demi orang tua-nya menelan butiran-butiran besi yang mencair dan berbuat demikian hingga beratus ribu kalpa, orang itu tetap belum dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya”.
“Bila seorang anak demi orangtuanya, menghancurkan tulang-tulangnya sendiri sampai ke sumsum dan melakukannya hingga beratus ribu kalpa, anak tersebut tetap belum dapat membalas kebaikan yang besar dari orang tuanya”. “Jika seorang anak demi orangtuanya, menahan ratusan ribu pisau dan panah pada tubuhnya, dan hal ini dilakukannya hingga beratus ribu kalpa, anak tersebut tetap belum dapat membalas budi baik yang besar dari orang tuanya”. “Bila ada seorang anak yang demi orang tuanya, dalam keadaan terbakar mempersembahkan tubuhnya kepada Buddha, dan melakukannya selama ratusan ribu kalpa, anak tersebut masih tetap belum dapat membalas jasa kebajikan dari orang tuanya”.
BAKTI ANAK KEPADA ORANG TUA
Anak-anak amat berhutang budi kepada orang tuanya. Tanpa kasih sayang dan pengorbanan orang tua, anak-anak tidak mungkin dapat hidup bahagia. Sang Buddha pernah mengatakan bahwa orang tua laksana “Brahma” bagi anak-anaknya. Oleh sebab itu, Anak-anak seyogyanya berbakti kepada orang tuanya. Anak-anak seyogyanya merasa gembira dan bahagia bila berkumpul dengan orang tuanya. Anak-anak seyogyanya berlaku baik dan sopan terhadap orang tuanya.
Dalam Dhammapada bab XXIII ayat 332, Sang Buddha bersabda, “Berlaku baik terhadap ibu merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini; Berlaku baik terhadap ayah juga merupakan kebahagiaan. Berlaku baik terhadap pertapa merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini; Berlaku baik terhadap Para Ariya juga merupakan kebahagiaan”.
Anak-anak seyogyanya berusaha melakukan kewajibannya sebagai anak dengan sebaik-baiknya. Dalam Sigalovada Sutta di uraikan mengenai 5 macam kewajiban anak kepada orang tuanya, yaitu:
1. Merawat dan menunjang kehidupan orang tuanya terutama di hari tua mereka.
2. Membantu menyelesaikan urusan-urusan orang tuanya.
3. Menjaga nama baik dan kehormatan keluarganya.
4. Mempertahankan kekayaan keluarga, tidak menghambur-hamburkan harta orang tua dengan sia-sia.
5. Memberikan jasa-jasa kebahagiaan kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia.
1. Merawat dan menunjang kehidupan orang tua.
Anak-anak seyogyanya merawat dan menunjang kehidupan orang tuanya yang telah tua dengan hati yang tulus ikhlas. Anak-anak seyogyanya menanyakan kesehatan orang tuanya. Jika sakit, anak-anak seyogyanya mengajak orang tuanya berobat ke dokter, membantu meminumkan obat, menghiburnya, dan sebagainya. Anak anak seyogyanya membawakan makanan dan minuman yang enak bagi orang tuanya. Anak-anak seyogyanya menyempatkan diri untuk menemani orang tuanya pergi ke Vihara atau jalan-jalan ke tempat rekreasi.
Anak-anak seyogyanya menyediakan tempat tinggal yang layak bagi orang tuanya yang ingin menginap. Anak-anaknya tidak patut menolak kedatangan o‑‑‑rang tuanya yang ingin menginap. Anak-anak tidak patut saling melempar tanggung jawab di antara mereka dalam hal merawat dan menampung orang tuanya. Seharusnya anak berbahagia jika orang tuanya memilih tinggal dirumahnya, karena anak tersebut mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membalas kebaikan orang tuanya. Anak yang berbakti tidak akan menempatkan orang tuanya di rumah jompo, walaupun dengan alasan orang tuanya lebih senang karena banyak teman.
2. Membantu menyelesaikan urusan-urusan orang tuanya.
Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti mempunyai barbagai masalah, termasuk orang tua kita. Anak-anak seyogyanya berusaha membebaskan orang tuanya dari berbagai masalah dan kekhawatiran. Anak-anak seyogyanya menanyakan masalah-masalah yang dihadapi oleh orang tuanya dengan lemah lembut. Kemudian, anak-anak berusaha menghibur orang tuanya dengan mengatakan bahwa semua masalah pasti dapat terpecahkan. Tidak ada problem yang tidak terselesaikan. Tidak ada kesulitan yang tidak ada akhirnya. Selanjutnya, anak-anak berusaha membantu memecahkan masalah-masalah orang tuanya tersebut.
3. Menjaga nama baik dan kehormatan keluarga.
Anak-anak seyogyanya bertutur kata sopan dan berkelakuan baik. Anak-anak seyogyanya menjalankan Pancasila Buddhis dalam kehidupan sehari-hari, yang berarti berusaha menghindari kejahatan. Anak-anak seyogyanya berusaha menambah kebaikan dengan berdana dan lain-lain. Anak-anak seyogyanya berusaha membersihkan pikirannya dari lobha (keserakahan), dosa (kebencian), dan moha (kebodohan). Anak-anak seyogyanya berusaha mengembangkan nilai-nilai spiritual dalam batinnya; melatih diri untuk menjadi baik; melatih kesabaran, toleransi, simpati, rendah hati, ramah, jujur, bijaksana, dan memiliki kesederhanaan. Dengan mempraktekkan ajaran-ajaran Sang Buddha dalan kehidupan sehari-hari anak, tersebut telah dapat menjaga nama baik dan kehormatan keluarga.
4. Mempertahankan kekayaan keluarga.
Hasil jerih payah orang tua selama hidup merupakan harta warisan yang perlu di jaga agar dapat membawa manfaat. Anak-anak harus memanfaatkan harta tersebut dangan sebaik-baiknya untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
5. Memberikan jasa-jasa kebahagiaan kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia.
Setelah orang tua meninggal dunia, anak-anak patut melakukan pattidana (Ulambana) atau berbuat jasa kebaikan yang dilimpahkan kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia tersebut. Jasa-jasa kebaikan yang dapat dilakukan oleh anak itu, antara lain:
1. Memanjatkan paritta/mantra/sutra Buddhis.
2. Mencetak buku-buku Dhamma.
3. Berdana kepada vihara-vihara yang membutuhkan
4. Mempersembahkan jubah, Makanan, obat-obatan kepada Bhikkhu Sangha.
5. Melepas semua makhluk hidup, seperti burung, kura-kura, ikan dan sebagainya.
Itulah lima kewajiban yang seyogyanya dilakukan oleh anak kepada orang tuanya. Anak-anak seyogyanya berbakti kepada orang tua ketika masih hidup, karena itu akan lebih besar manfaatnya jika dibandingkan setelah orang tua meninggal dunia. Anak-anak seyogyanya berusaha menyempatkan diri di antara kesibukan-kesibukannya untuk mengunjungi dan memperhatikan orang tuanya. Jika anak-anak membutuhkan cinta dan perhatian dari orang tuanya, maka sesungguhnya orang tua juga membutuhkan cinta dan perhatian dari anak-anaknya.
Hubungan Orang Tua, Anak dan Mantu
Rukun di kalangan manusia mendatangkan keberuntungan. Ribut dalam rumah tangga, yang datang adalah bencana. Rumah tangga yang suka berselisih dan bertengkar, umumnya sulit memperoleh rejeki, juga ekonominya sulit maju berkembang karena keberuntungannya rusak, selain itu diam-diam ditertawai para tetangga, sudah pasti tidak ada hari baik yang bakal menyusul.
Dalam masyarakat kadang-kadang terjadi bahwa anak-anak yang sudah menikah mendapat banyak rintangan ketika ingin berbakti kepada orang tuanya. Anak laki-laki yang sudah menikah mungkin di ancam oleh isterinya sedemikian rupa, sehingga ia takut dan mengikuti segala keinginan isterinya untuk tidak membantu dan memperhatikan orang tuanya.
Hal ini dapat pula terjadi terhadap anak-anak perempuan yang sudah menikah. Ia dilarang oleh suaminya untuk berhubungan dengan orang tuanya. Ia dilarang untuk membantu orang tuanya yang kadang-kadang memang sedang dalam kesulitan. Ia tidak didukung oleh suaminya ketika ingin berbakti kepada orang tuanya, bahkan ia dikritik, dicela dan dicegah. Akhirnya, ia akan menjadi ragu dan bimbang, dan kemudian berhenti berbakti kepada orang tuanya. Penyebabnya, ia lemah dan tidak memiliki keberanian untuk merealisasikan niat baiknya itu karena dirintangi oleh partner hidupnya. Ia menyadari semua tindakannya yang keliru setelah orang tuanya meninggal dunia. Ia menyesal, tetapi terlambat. Yang ia dapat lakukan kemudian adalah pelimpahan jasa atau pattidana (ulambana).
Sesungguhnya, umat Buddha yang baik tidak gentar terhadap kritikan dan celaan, apalagi dalam hal berbuat baik, seperti berbakti kepada orang tua. Sang Buddha pernah mengatakan, “Janganlah berhenti berbuat baik hanya karena Anda dikritik. Jika Anda memiliki keberanian untuk melaksanakan perbuatan baik, walaupun dikritik, maka sesungguhnya Andalah orang besar dan dapat berhasil dimana pun.”
Sesungguhnya, anak-anak yang baik akan tetap berbakti kepada orang tuanya walaupun orang tuanya berwatak keras dan berkelakuan buruk. Anak-anak yang baik akan menyadari kebenaran hukum karma, bahwa ia bisa mempunyai orang tua yang berwatak keras dan berkelakuan buruk itu juga disebabkan oleh karma lalunya yang kurang baik. Anak-anak yang baik tidak akan mencela dan membenci orang tuanya yang berbuat salah, karena ia meyadari bahwa orang tuanya yang belum mencapai kesucian itu masih bisa berbuat salah. Anak-anak yang baik tidak akan menganiaya atau membunuh orang tuanya yang mencaci makinya, karena ia memiliki “Hiri dan Ottappa” (malu berbuat jahat dan takut akibat perbuatan jahat). Anak-anak yang baik akan dapat menerima kenyataan bahwa orang tuanya memiliki kekurangan-kekurangan. Anak-anak yang baik akan memberikan maaf kepada orang tuanya yang melakukan kesalahan-kesalahan. Selanjutnya, anak-anak yang baik akan berusaha melihat sifat-sifat baik yang dimiliki oleh orang tuanya, dan berusaha menyayangi orang tuanya dengan sepenuh hati, serta membimbing orang tuanya ke jalan yang benar dengan cara yang bijaksana.
今生護太太罵父母,死墮斬舌地獄。《佛說善惡因果經》Dalam kehidupan sekarang melindungi (membela) istri tapi memaki (memarahi) ayah-ibu, setelah mati terjatuh ke neraka potong lidah. (Fo shuo Shan Eh Ying Kwo Cing/ Sutra Buddha bersabda sebab akibat kebajikan dan kejahatan)
Orang Tua yang Berprofesi Menjadi Penjahat
Banyak anak-anak yang memiliki orang tuanya yang menjadi koruptor, pembunuh, perampok, germo, pelacur atau berprofesi menjadi penjahat lainnya. Umumnya alasan memilih pekerjaan jahat karena adanya kesempatan dan aji mumpung demi kepentingan diri sendiri dan dinikmati oleh keluarganya. Akibat penghidupan dan pekerjaan salah orang tuanya sehingga melahirkan anak-anak yang mempunyai nasib, mentalitas dan moralitas yang jelek dan jahat menyerupai kelakuan orang tuanya. Apabila anak-anak setelah beranjak dewasa mengetahui pekerjaan atau kelakukan orang tuanya yang buruk, awalnya anak-anak tersebut menjadi malu, kecewa, frustasi dan menjauhkan orang tua, tetapi karena pengaruh keburukan yang berkepanjangan dan tekanan yang bertubi-tubi dari orang tuanya, sehingga anak-anak pun menjadi terbiasa, ikut liar dan mulai belajar jahat, menggugu dan meniru sikap dan perilaku orang tuanya yang buruk dan mengikuti sepak terjang orang tuanya yang menjadi sampah masyarakat.
Perlu diketahui, sebagai manusia normatifnya bukan karena kelahirannya langsung menjadi penjahat, juga pada dasarnya tidak ada satu orang pun yang mau menjadi penjahat. Dikarenakan minim pendidikan agama dan ajaran moralitas, di landa kegelapan batin, minimnya ilmu, adanya kondisi yang menghimpit dan pengaruh dari keburukan orang lain maka orang tua terpaksa menjadi penjahat. Walaupun orang tuanya menjadi penjahat, sebagai anak jangan pernah melupakan budi dan mencampakkan orang tuanya. Ingat! “Apapun kondisi nasib dan keburukan orang tua, terimalah mereka apa adanya; Orang tua adalah tetap orang tua tidak mungkin menjadi bekas orang tua”.
Sebagai anak yang baik, janganlah memusuhi, kasar atau mencelakakan orang tua sekalipun mereka jahat. Tunjukkan kesalehan dan bakti kepada orang tua. Belajar dan bekerjalah dengan baik dan benar, berilah kecukupan sandang pangan orang tua, jangan menistakan atau mencoba mengikuti jejak kelakuan buruk orang tua. Kalaupun kelakuan jahat orang tuanya satu hari ditangkap polisi dan di masukan ke penjara, sebagai anak harus membesuk dan memperhatikan segala kebutuhan orang tuanya. Berilah buku-buku agama, jelaskan adanya hukum negara, hukuman akherat dan hukum karma yang adil dan sulit dihindari. Katakan: ”Pelaku kejahatan mendatangkan musibah kemalangan, sedangkan pelaku kebajikan mendatangkan keberuntungan dan kebahagiaan”. Perbanyak doa dan melakukan kebajikan untuk menyadarkan keburukan orang tua. Beri masukan dan sadari orang tua secara arif dan santun di saat yang tepat. Lapangkan dada untuk memberikan maaf kepada kesalahan dan keburukan orang tua yang pernah menyakiti atau menelantarkan anak-anaknya. Bila suatu hari orang tua sudah sadar dukung dan bimbinglah orang tua agar menjadi baik dan benar, mulailah hidup baru untuk menyongsong masa depan yang sesuai harapan yang dilandasi kebenaran dan penuh kebajikan.
Untuk lebih mengetahui Ajaran Bakti, silakan di simak: Kumpulan Sutra-sutra Buddha bersabda balas budi dan berbakti kepada orang tua.
佛說報恩孝親經句集要佛經
1. 佛告王舍城內之妙德長者,勇猛長者,善法長者等言,長者!我今說妙義,欲利益未知未來世之恩德者,世間出世間之恩有四種:一者父母恩,二者眾生恩,三者國王恩,四者三寶恩,是四恩,一切眾生,平等負荷。(心地觀經)
Hyang Buddha memberitahu Brahmana Miau Te di dalam kota Wang Se Chen, Brahmana Yung Meng, Brahmana Shan Fa dan lainnya. Brahmana! Saya (Buddha) sekarang bicarakan kebenaran gaib, berhasrat untuk memberikan manfaat yang belum tahu dan untuk masa yang akan datang kepada para budiman dan pelaku bajik. Di dunia atau keluar dari dunia ada 4 jenis budi: Pertama budi ayah ibu; Kedua budi para makhluk; Ketiga budi Raja/ Kepala pemerintahan; Ke empat budi Sang Triratna. Adanya 4 budi ini semua makhluk harus sama rata berusaha membalas budinya. ( Sutra Xin Ti Kuan Cing)
2. 依慈父悲母長養之恩,一切男女皆安樂也。慈父之恩,高如山王;悲母之恩,深似大海。(心地觀經)
Dengan mengandalkan cinta kasih dan budi ayah ibu yang telah membesarkan, semua putra dan putri memperoleh ketentraman dan kebahagiaan. Cinta kasih dan budi ayah bagaikan setinggi gunung raja; Welas asih dan budi ibu sangat dalam bagaikan samudra luas. ( Sutra Xin Ti Kuan Cing)
3. 母之悲恩,我一劫之間住世而說,亦說難盡。 ……悲母之念子,無物可比也。自入胎十個月間,行住坐臥,受諸苦惱,口不能宣之。所欲飲食衣服, 雖得亦不喜之,憂心無時休息,但思惟將生產好兒。若產難時,如百千刀,競來割之;若安產時,與諸眷屬共喜樂,如貧人得如意珠,十月苦痛,以生兒一聲忘之矣。如聽音樂之樂,子寢於母之胸臆,以左右膝,為遊履處,由母之胸臆,出甘露泉而長養,其恩德,聳天山岳亦不及,大海亦猶淺。若隨順慈母之教而無違者,諸天護念之,福德無盡。若有善男子善女人,為欲報母恩,一劫之間,每日三時,割自身肉,以養父母,亦未能報一日之恩。(心地觀經)
Terhadap welas asih dan budi ibu, Saya (Buddha) selama waktu satu kalpa tinggal di dunia untuk membicarakan juga sulit menjelaskan sampai akhir. ………. Welas asih ibu sangat dalam senantiasa mengingat anaknya, tiada satu hal yang bisa menandinginya. Sendiri memasuki rahim selama waktu sepuluh bulan, berjalan, berdiri, duduk dan rebahan menerima banyak kesusahan dan derita, mulutnya sulit mengutarakan. Saat mau makan dan berpakaian walaupun mendapatkan tapi tidak gembira. Hati galau tiada waktu bisa istirahat, hanya kepikiran kelak saat melahirkan anak yang baik. Bila saat kesulitan melahirkan bagaikan ratusan ribu pisau menyayat dan melukai; Bila saat melahirkan dengan tenang (lancar) semua kerabat bersama-sama gembira dan bahagia. Bagaikan orang miskin mendapatkan mutiara pengabul harapan. Selama sepuluh bulan mengalami sakit dan derita, setelah anaknya lahir dan mendengarkan suaranya maka lupalah penderitaannya. Bagaikan mendengar suara musik yang merdu, anak tidur di dekapan dada ibu, lutut kanan kiri tamasya di bagian perutnya. Dari dada ibu mengeluarkan sumber Amrta (susu kehidupan) untuk merawat dan membesarkan. Budi dan kebajikan ini melampaui tingginya gunung Thien Shan (gunung yang menjulang ke langit), dibanding samudra luas juga masih dangkal. Bilamana selalu mematuhi ajaran ibu yang welas asih dan tidak melanggarnya, maka para dewa senantiasa melindungi sehingga rejeki dan pahala tidak terbatas. Bilamana ada putra bajik dan putri berbudi berhasrat membalas budi ibu, selama satu kalpa setiap hari tiga waktu, memotong daging tubuh sendiri untuk merawat ayah-ibu juga tidak mampu membalas budi orang tua satu hari.(Sutra Xin Ti Kuan Cing)
4. 父母視子有五事: 一令去惡就善, 二教以書疏, 三令持經戒, 四使娶婦, 五家中所有給與。(六方禮經)
Ayah-Ibu mengajarkan anaknya ada 5 hal: Pertama, jangan berbuat jahat melainkan berbuat baik; Kedua, mengajarkan dengan pedoman buku; Ketiga, untuk mematuhi aturan dan kebenaran. Keempat, mencarikan jodoh dan merestukan perkawinan; Kelima; memberikan harta warisan kepada anaknya. (Sutra Liu Fang Li Cing)
5. 佛問諸沙門,親之生子,懷之十月,身為重病,臨生之日,母危父怖,其情難言;既生之後,推幹臥濕,精誠之至,血化為乳,摩飾澡浴,衣食教詔,禮賂師友,重貢君長,子顏和悅,親亦欣豫,子設慘戚,親心焦枯。出門愛念,入則存之。心懷惕惕,懼其不善。親恩如此,當何以報? (孝子經)
Buddha bertanya kepada para sramana: anaknya yang dilahirkan sendiri, merawatnya dalam sepuluh bulan, tubuhnya mengalami sakit berat, hari menjelang kelahiran, ibu dalam bahaya dan ayah sangat khawatir, kondisi perasaannya sulit diucapkan; Setelah dilahirkan memindahkan anaknya ketempat kering, ibunya tidur ditempat basah, bersemangat dan sepenuh hati melakukannya, darahnya menjadi air susu, membelai, menghiasi, dan memandikan, mengajar dan memberitahu bagaimana berpakaian dan cara makan. Mengajarkan hormat kepada guru dan kawan, mengutamakan bakti kepada orang mulia dan para tokoh. Bila raut wajah anaknya damai dan gembira maka orang tuanya ikut senang dan nyaman, bila anaknya menampakkan sedih dan duka maka orang tuanya gelisah dan cemas. Anaknya bila keluar rumah selalu kepikiran dan merindukan. Bila sudah masuk dan terlihat keberadaannya hati orang tua selalu mengawasi, khawatir tidak berlaku bajik. Budi orang tua demikian luhur bagaimana bisa membalasnya? (Sutra Siau Ce Cing)
6. 父母生養,劬勞辛苦,十月妊娠,三年乳哺,長養教誨,艱憂備盡,冀其成立,才藝過人;又望出家,度脫生死,以是恩念,昊天難報。(最勝佛頂尊勝陀羅尼淨除業障經)
Ayah-ibu melahirkan dan merawat, sehingga penat, lelah dan susah. Sepuluh bulan kehamilan, tiga tahun menyusui, membesarkan dan mengajarkan, banyak khawatir dan susah hati, harapannya membentuk bakat luar biasa. Juga mengharapkan anaknya menjadi sramana untuk menolong mengatasi kelahiran dan kematian. Ini adalah ingatan yang berbudi , kebaikannya bagaikan seluas langit sulit bisa membalas budinya. (Sutra Cui Seng Fo Ting Cuen Seng Tho Lo Ni Cing Chu Ye Cang Cing)
7. 從地積珍寶,上至二十八天,悉以施人,不如供養父母。(末羅王經)
Dari tanah produksi permata sampai ke atas langit ke 28, di danakan kepada manusia. Lebih baik berdana kepada ayah dan ibu. (Sutra Mo Lo Wang Cing)
8. 佛問彌勒:閻浮提兒生墮地,乃至三歲,母之懷抱,為飲幾乳?彌勒答曰:飲乳一百八十斛,除母腹中所食血分。 (中陰經)
Buddha bertanya kepada Maitreya Bodhisattva: Di Jambhudvipa seorang anak baru saja terlahir di bumi sampai berusia 3 tahun, ibu mengasihi dan merangkul memberikan minuman susu berapa banyak? Maitreya menjawab: meminum susu sebanyak 180 dou (takaran di zaman kuno) selain itu di dalam rahim perut ibu menyedot darah segarnya separuh bagian. (Sutra Cung Yin Cing)
9. 佛言:唯有道德,可以久保。吾前世時,亦更為人償債,奴婢男子父母,不可稱數,皆有一時之緣,難可脫免,至今得道。現我父母,皆先世道德之緣,不由償債,父母世世放舍,使我學道,累功精進,今成得佛,皆是父母之恩,人亦學道,不可不精進孝順,一墮失人種,累劫不復。 (分別經)
Hyang Buddha berkata: hanya kesucian dan kebajikan yang dapat melindungi dengan waktu yang lama. Saya saat kehidupan lampau juga pernah jadi manusia yang berhutang kepada pelayan, pria, ayah-ibu, tidak bisa disebutkan jumlahnya karena hanya berjodoh waktu sesaat saja. Karena itu, sulit menghindarinya. Sampai sekarang Saya telah mencapai kesucian, sekarang ayah-ibu saya karena pengaruh jodoh kehidupan yang memiliki kesucian dan kebajikan sehingga tidak berhutang lagi. Sehingga ayah-ibu di masa kehidupan banyak kali dapat melepaskan, menjadikan Saya belajar kesucian, selamanya giat dengan penuh semangat, sekarang mencapai Kebuddhaan, karena budi ayah ibu. Manusia yang belajar kesucian tidak boleh tidak bersemangat dalam berbakti. Sekali terjatuh kehilangan kesempatan menjadi manusia selama kalpa yang lama tidak diperoleh lagi. (Sutra Fen Pie Cing)
10.若人慈孝父母者,必有增益,則無衰耗。(中阿含經)Bilamana manusia berbuat cinta kasih dan bakti terhadap ayah dan ibu, keuntungannya bertambah, tidak menyebabkan merosot atau bangkrut. (Sutra Cung Ah Han Cing)
11.知恩者,雖在生死,善根不壞;不知恩者,善根斷滅,是故,諸佛稱讚知恩報德者。(大方廣如來不思議境界經)Pelaku yang mengenal budi, walaupun masih dalam berproses dalam kelahiran dan kematian (siklus tumimbal lahir), akar kebajikannya tidak rusak; Pelaku yang tidak kenal budi maka akar kebajikannya putus dan lenyap. Oleh karena itu, para Buddha memuji pelaku yang kenal budi dan dapat membalas kebajikan. ( Sutra Ta Fang Kuang Ju Lai Pu Se Yi Cing Cie Cing)
12.爾時,釋迦牟尼佛,初坐菩提樹下,成無上正覺已,初結菩薩波羅提木叉,孝順父母師僧三寶,孝順,至道之法。孝名為戒,亦名制止.(梵網經)Pada saat itu, Sakyamuni Buddha, awalnya duduk di bawah pohon Bodhi setelah mencapai Anuttara Samyak Bodhi (kesempurnaan Buddha), awalnya membabarkan Bodhisattva Pratimoksa, mengajarkan bakti kepada ayah-ibu, guru, sangha dan Sang Triratna, Dharma bakti sampai mencapai kesucian. Ketaatan (bakti) di namakan sila juga di namakan mencegah (menghentikan kejahatan) (Sutra Fan Wang Cing)
13.善之極莫大於孝,惡之極不孝也。(忍辱經)Kebajikan yang terbaik paling besar adalah ke taatan anak kepada ayah-ibu (bakti); Kejahatan yang terburuk adalah tidak taat kepada orang tua (tidak berbakti). (Sutra Ren Ju Cing)
14.世若無佛,善事父母,事父母即是事佛也。(大集經)Di dunia bila tidak ada Buddha, lakukanlah kebajikan dan membantu ayah-ibu, masalah ayah-ibu adalah masalah Buddha juga. (Sutra Ta Ci Cing)
15.凡事天地鬼神,不如孝其二親,二親最上之神也。(四十二章經)
Segala sesuatu mengenai langit, bumi, setan dan dewa, lebih baik taat dan bakti kepada orang tua, karena orang tua adalah ‘Dewa tertinggi’. (Sutra She Se Ol Cing)
16.假令有人,一肩荷父,一肩擔母,盡事壽量而不暫舍,供給衣食醫藥,種種所需,猶未能報父母之深恩。(本事經)Misalnya ada orang, memikul ayahnya di satu bahu, dan menggendong ibunya di satu bahu, sekuat tenaga memenuhi kebutuhan selama hayatnya dan tidak pernah berhenti, berdana dan memberi pakaian, makanan, pengobatan dan obat, segala sesuatu yang dibutuhkan, ternyata masih belum bisa membalas budi besar yang teramat dalam dari ayah dan ibu. (Sutra Pen Se Cing)
17.善男子,於諸世間,何者最富?何者最貧?悲母在堂,名之為富;悲毋不在,名之為貧。悲母在時,名為日中;悲母死時,名為日沒。悲母在時,名為月明;悲母亡時,名為闇夜。是故汝等勤加修習,孝養父母,若人供佛,福等無異。應當如是報父母恩。(心地觀經)Putra yang bajik, terhadap semua dunia, siapakah yang paling kaya? Dan siapakah yang termiskin? Ibu yang welas asih masih berada di rumah di namakan paling kaya. Bila ibu sudah tidak ada (wafat) di namakan paling miskin. Ibu yang welas asih bila masih hidup di namakan matahari menampakkan di tengah hari. Bila ibu yang welas asih sudah meninggal dunia di namakan matahari sudah terbenam. Ibu yang welas asih masih hidup di namakan bulan terang, bila ibu yang welas asih sudah meninggal di namakan malam gelap. Oleh karena itu, kalian semuanya harus rajin dan meningkatkan perilaku taat dan merawat ayah-ibu, seperti orang berdana kepada Buddha, rejeki dan lainnya tidaklah berbeda. Seharusnya demikian membalas budi ayah-ibu. (Sutra Xing Ti Kuan Cing)
18.有福人,請百人淨婆羅門,百人仙人,百人朋友,於七寶堂內,供養百千種上妙珍膳,垂瓔珞,以百寶莊嚴床臥具,以百藥治療病,滿百千劫,亦莫若一念孝順心,以微少物,供養悲母,隨從供侍。比前功德,百千萬分,不可校量。(心地觀經)Ada orang yang memiliki rejeki, mengundang ratusan orang suci Brahmana, ratusan orang manusia dewa, ratusan orang dari teman-teman. Dengan tujuh permata yang berada di rumah didanakan ratusan ribu makanan terbaik, perhiasan , dengan ratusan tempat rebahan yang indah. Dengan ratusan obat untuk mengobati penyakit, sebanyak ratusan ribu kalpa, jasanya tidak sebanding dengan satu pikiran taat dan hati yang berbakti. Secara mikro dan sedikit materi di danakan kepada ibu yang welas asih, mengikuti dan melayani. Dibandingkan dengan jasa pahala sebelumnya, semilyar bagian tidak bisa menandingi. (maksudnya perilaku taat dan bakti kepada seorang ibu yang welas asih jasa pahalanya sungguh teramat besar, dibanding bila seorang anak walaupun telah berdana begitu banyak apa saja yang terbaik kepada siapa saja) (Sutra Xin Ti Kuan Cing)
19.奇哉!我母受大苦惱:滿足十月,懷抱我身;既生之後,推幹去濕,除去不淨,大小便利,乳哺長養,將護我身。以是義故,我當報恩,色養侍衛,隨順供養。(南大般涅槃經)Aneh sekali, ibu saya menerima penderitaan dan kesusahan besar: Sepuluh bulan penuh mengandung tubuh saya; setelah di lahirkan memindahkan ketempat kering dari tempat basah, membersihkan kotoran kencing dan tahi, menyusui, merawat sampai besar dan senantiasa melindungi tubuh saya. Dengan kebenaran ini saya seharusnya membalas budi, dengan tubuh ini memelihara, melayani dan menjaga, senantiasa berdana. (Sutra Nan Ta Pan Nie Phan Cing)
20.夫為人子者,當以五事,敬順父母,云何為五?:一者供奉能使無乏;二者凡有所為,先白父母;三者父母所為,恭順不逆;四者父母正令,不敢違背;五者父母所為,正業不斷。(長阿含經)Sebagai orang dan menjadi anaknya, seketika ada lima kewajiban yang harus menghormati dan taat kepada ayah dan ibu, apakah lima hal tersebut? : Pertama, berdedikasi dan buatlah keperluan tidak ada yang kurang; Kedua, apapun yang mau dilakukan memberitahu ayah dan ibu; Ketiga, apa yang dikehendaki oleh ayah dan ibu, dihormati dan dituruti tidak melawan; Keempat, ayah dan ibu perintahkan sesuai kebenaran jangan berani melanggarnya; Kelima, ayah dan ibu apa yang diinginkan, perbuatan benar jangan putus atau rusak. (Sutra Cang Ah Han Cing)
21.子事父母,當有五事:一當念治生,二早起令奴婢於時作飯時,三不增父母憂,四當念父母恩,五父母有疾病,當恐懼求醫治之。(六方禮經)Seorang anak memiliki kewajiban terhadap ayah dan ibu, ada lima kewajiban: Pertama, memikirkan mata pencahariannya; Kedua, bangun lebih pagi, menyuruh pelayan untuk waktu menanak nasi; Ketiga, tidak menambah ayah dan ibu kekhawatiran (resah); Keempat, senantiasa mengingat budi ayah dan ibu; Kelima, ayah dan ibu bila jatuh sakit seketika khawatir (cemas), segera membawa ke dokter untuk pengobatannya. (Sutra Lyu Fang Li Cing)
22.子視父母有五事:一念家事,二修負債,三解誡,四為供養,五令父母歡。(善生子經)Seorang anak terhadap ayah dan ibu ada 5 kewajiban: Pertama, memikirkan masalah kebutuhan di rumah; Kedua, perbaikan dan tanggung jawab; Ketiga, memahami dan mencarikan solusi; Keempat, berdana (membantunya); Kelima, senantiasa membuat ayah dan ibu gembira. (Sutra Shan Sen Ce Cing)
23.飲食及寶,未足能報父母恩,引導令向正法,便為報二親。(不思議光經)Segala minuman, makanan sampai mustika, belum cukup dapat membalas budi ayah dan ibu. Mengajak dan membimbing untuk mempraktikkan kebenaran Dharma, cara mudah untuk membalas budi orang tua. (Sutra Pu Se Yi Kuang Cing)
24.若父母無信,令起信心;若無戒,令住禁戒;若性慳,使行惠施;若無智慧,令起智慧;子能如是,方得曰報恩。(毗那耶律)Bilamana ayah dan ibu tidak percaya, diupayakan memunculkan hati penuh keyakinan; Bilamana tidak ada sila, diupayakan melaksanakan sila pengendalian; Bilamana karakteristiknya kikir, segera tunjukkan kebaikan berdana; Bilamana tiada kebijaksanaan, usahakan membangkitkan kebijaksanaan; Seorang anak dapat melakukan demikian, baru bisa disebut membalas budi. (Ajaran Sila: Pi NaYe Li)
25.爾時,世尊告諸比丘:父母於子有大增益。乳哺長養隨時將育,四大得成。右肩負父,左肩負母,經歷千年更使便利背上,然無有怨心於父母,此子猶不足報父母恩。若父母無信教令信,獲安隱處。無戒與戒,教授獲安隱處。慳貪教令好施,勸樂教授獲安隱處。無智慧教令黠慧,勸樂教授安隱處。如是信如來,至真,等正覺,明行成,為善逝,世間解無上士,道法禦,天人師,號佛,世尊。教信法,教授獲安隱處。諸法甚深,現身獲果,義味甚深。如是智者,明通此 行,教令信聖眾。如來聖眾甚清淨,行直不曲,常和合法。法成就,戒成就,三昧成就,智慧成就,解脫成就,解脫見慧成就,所謂聖眾四雙八輩,是謂如來聖眾最尊最貴,當尊奉敬仰,是世間無上福田。如是諸子當教父母行悲。(佛說父母恩難報經)Saat itu juga, Hyang Buddha memberitahukan kepada para Bhikshu: kasih ayah dan ibu terhadap anaknya memberikan manfaat besar, menyusui, merawat dan membesarkan setiap saat dan mendidiknya, sehingga empat unsur (tubuh anak tersebut) terbentuk baik. Memikul ayahnya di bahu kanan, memikul ibu di bahu kiri, selama ribuan tahun memberikan kemudahan dan fasilitas di atas pundaknya, secara natural tiada hati benci terhadap ayah dan ibu. Anak ini belum cukup membalas budi ayah dan ibu. Bilamana ayah dan ibu tiada keyakinan maka ajarkan keyakinan (ajaran Buddha) untuk mendapatkan ketentraman dan perlindungan. Bila belum melaksanakan sila anjurkan ambil sila (praktikkan Pancasila) untuk dapatkan ketentraman dan keselamatan. Bila kikir ajarkan bagaimana berdana yang baik, membimbing dengan gembira untuk ketentraman dan kebaikan. Bila tiada kearifan sadarkan untuk mengembangkan kearifan, berguru, memuliakan Buddha guru jagat dunia, ajarkan keyakinan kepada Dharma, supaya mendapatkan ketentraman dan keberuntungan. Semua ajaran Dharma sangat dalam, bila dipraktikkan sekarang memperoleh buah kebaikan, begitupula cita rasa kebenaran sangatlah dalam. Demikian para bijaksana memahami dan menembusi sekaligus mempraktikkannya. Ajarkan keyakinan kepada Sangha Suci. Sikap dan perilaku siswa suci dari Tathagata sudahlah murni, jalannya lurus tidak menyimpang, senantiasa hidup damai dan rukun. Dharma berhasil, Sila berhasil, Samadhi berhasil, kearifan berhasil, pelepasan berhasil, pelepasan menampakkan kearifan berhasil. Karena itu, makhluk suci empat pasang delapan generasi, adalah siswa Tathagata yang paling mulia dan luhur, seharusnya dimuliakan, diundang dan dihormati, karena menjadi ladang kebajikan tiada tara di dunia ini. Demikian para anak mengajarkan ayah-ibu melaksanakan belas kasih. (Sutra Fo Shuo Fu Mu En Nan Pau Cing)
26.烏答摩納至佛問訊,而作是言:曇雲,若眾生如法乞財,供養父母,又以正理使得樂處,正理供給,當得福不?佛言:如是供養,實得大福。佛言:摩納,不限汝也。一切如法乞財,又以正理供養父母,正理使樂,正理供給,獲無量福。(雜阿含經)Wū dá mó nà mengunjungi Buddha dan memberikan penghormatan Wensin, dan berkata demikian: Tán yún (Gotama), Bilamana para makhluk mencari harta yang sesuai Dharma, berdana kepada ayah dan ibu, juga dengan cara kebenaran apa untuk memperoleh kesenangan. Dengan cara benar berdana dan memberi seketika dapat rejeki bagaimanakah? Buddha bersabda: demikian halnya berdana nyatanya peroleh rejeki besar. Buddha bersabda: Mona, tidak terbatas, mencari harta (kemakmuran) semua dilakukan sesuai Dharma, dengan kebenaran berdana untuk ayah-ibu, membuat kegembiraan sesuai kebenaran, memberi sesuai kebenaran, akan peroleh rejeki yang tidak terbatas. ( Sutra Ah Han Cing)
27.世尊又曰:子之養親,甘露百味,以恣其口;天樂眾音,以娛其耳;名衣上服,光耀其體;兩肩荷負,周流四海,訖子年命,以賽恩養,可謂孝乎?諸沙門曰:唯孝之大,莫高乎茲。世尊告曰:未為孝矣!。若親頑闇,不奉三尊,兇虐殘戾濫竊非物,情染外色偽辭非道,耽醉荒亂,違背正真,兇蘗若斯,子當極諫以啟悟之。若猶蓇蓇未悟,即為開化,牽譬引類,示王者之牢獄,諸囚之刑戮。曰:斯為不軌,身被眾毒,自招殞命。命終神去,係於太山,湯火萬毒,獨喚無救。由彼履惡,遭此重殃。若復未移,悲泣啼號,絕不飲食,親雖不明,必以恩愛之痛,懼子死矣,由當強忍伏,心崇正道。若親遷志,奉佛五戒:仁惻不殺,清讓不盜、貞潔不淫、守信不欺、孝順不醉。宗門之內,即親慈子孝,夫正婦貞,九族和睦,僕使恭順,潤澤遠被,含血受恩。十方諸佛,天龍鬼神,有道之君,忠平之臣,黎庶萬姓,無不愛敬,祐而安之。雖有顛倒之政,佞臣之輔,兇兒妖婦,千邪萬怪,無如己何。於是二親處世常安,壽終魂靈升生天上,諸佛共會,得聞法言,獲道度世,長與苦別。佛言:諸沙門,睹世無孝,惟斯為孝耳,能令二親去惡為善,奉持五戒,執三自歸,朝奉而暮終者,恩重於乳哺之養,無量之惠,若不能以三尊之至化其親者,雖為孝養,猶不孝矣。(孝子經)Hyang Buddha bersabda: seorang anak merawat (menghidupi) orang tua dengan ‘makanan Amrta’ (makanan lezat/istimewa) dengan ratusan cita rasa, untuk mendapatkan kenikmatan di mulut; kesenangan surga dengan berbagai music untuk menyenangkan telinga; pakaian bermerek untuk mencemerlangkan tubuhnya; dua bahu menanggung bebannya mengeliling empat samudra, bakti anak sampai orang tua tutup usia, memperlihatkan balas budi, dapatkah disebut berbakti?. Para sramana berkata: bakti ini sangatlah besar, tidak ada yang lebih besar lagi. Hyang Buddha bersabda: ini belum di sebut berbakti! Bilamana orang tua bodoh dan gelap batin, tidak menghormati Sang Triratna (Buddha, Dharma dan Sangha); bersikap kejam dan melanggar sila dengan mencuri, berzina, berbohong dan bermabuk-mabukan. Seorang anak harus dengan kata-kata sopan menasehatinya dan membimbingnya. Seandainya masih bersikap keras tidak mau mendengar nasehat, maka dengan membimbing dan memberikan contoh-contoh tentang kelakuan-kelakuan yang tidak baik akan berdampak tak baik yang akan mencelakakan diri sendiri. Dengan bertolak dari welas asih memberikan bimbingan tentang Pancasila: tidak melakukan pembunuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak berdusta dan tidak bermabuk-mabukkan. Melaksanakan hidup bersusila sehingga keluarga menjadi harmonis serta dihormati banyak orang. Keluarga aman tenteram dan setelah meninggal terlahir di alam para dewa. Hyang Buddha bersabda: demikianlah dengan rasa bakti membimbing kedua orang tua menuju kebaikan dan kesalehan, melaksanakan Pancasila. Demikian makna bakti yang sebenarnya. ( Siao Ce Cing, Sutra tentang bakti)
28.佛告諸比丘:教二人作善,不可得報恩。云何為二,所謂父母也。若復比丘,有人以父著左肩上,以母著右肩上,至千萬歲,衣被飲食,床座臥具,病瘦醫藥,即於肩上放屎尿,猶不能得報恩。比丘當知父母恩重,抱之育之,隨時將護,不失時節,得見日月。以此方便,知此恩難報。是故諸比丘當供養父母,常當孝順,不失時節。(增壹阿含經)Buddha bersabda kepada para Bhikkhu: mengajarkan kedua orang dan melakukan kebajikan, tidak bisa juga balas budi, siapakah ke dua orang itu? Adalah ayah-ibu. Bilamana Bhikkhu, ada orang mengangkat ayahnya di bahu kiri, ibunya di bahu kanan, sampai 10 juta tahun, berdana pakaian, minuman, makanan, perlengkapan tempat tidur, tempat duduk dan rebahan, memberikan obat dan mengobati sakit dan kurus, juga di atas bahu menanggung segala urine kotoran, masih tidak bisa membalas budinya. Bhikkhu harus diketahui budi ayah-ibu sangat besar, menggendong, dan mendidik selama waktu melindungi, tidak pernah absen melewati hari dan bulan, ini hanyalah kemudahan, sesungguhnya budi besar orang tua ini sulit dibalas. Oleh karena itu, para Bhikkhu harusnya berdana kepada ayah-ibu, senantiasa berbakti, jangan kehilangan masanya. (karena kehidupan dan usia orang tua terbatas, jangan sia-siakan waktu dan kesempatan untuk membalas budi berbakti dan menyenangi orang tua selama mereka masih ada. Ingat! selama orang tua masih ada, maka Bodhisattva hidup dan jalan ke surga berada di rumah anda untuk melakukan kebajikan dan perbuatan balas budi kepada orang tua.) (Sutra Cen Yi Ah Han Cing)
29.受優婆塞戒,先學世書。既學通達,如法求財。若得財物,應作四分。一分應供父母、己身、妻子、眷屬。二分應作如法販轉。留餘一分,藏積俟用。(優婆塞戒經)Menerima pendiksaan upasaka-sila, pertama belajar buku duniawi, kedua, belajar menembusi dan mencapainya, seperti kebenaran mencari harta. Bilamana peroleh harta benda, seharusnya dibagi empat bagian. Satu bagian di danakan kepada ayah-ibu, diri sendiri, istri-anak, dan keluarganya; dua bagian digunakan untuk memutar usaha (penambahan modal) yang sesuai Dharma; satu bagian lagi disimpan untuk keperluan mendadak (mendesak). (Sutra Yu Pho Se Cing).
30.若優婆塞受持戒訖,不能供養父母師長,是優婆塞得失意罪。(優婆塞戒經)Bilamana sesudah menerima dan melaksanakan sila upasaka, tidak dapat berdana kepada ayah-ibu dan guru, adalah upasaka tersebut melakukan karma buruk She Yi (kehilangan watak baik) (Sutra Yu Pho Se Cie Cing)
31.佛言:若人於父母所,作少供養,獲福無量,少作不順,罪亦無量。(雜寶藏經)Hyang Buddha bersabda: bilamana manusia terhadap orang tua melaksanakan sedikit berdana akan peroleh rejeki tidak terbatas; tetapi sedikit dana saja tidak dilaksanakan, maka karma buruknya juga tidak terbatas. (Sutra Ca Pao Cang Cing)
32.佛告諸比丘言:有八種人,應決定施,不復生疑。一父、二母、三佛、四弟子、五遠來之人、六遠去之人、七病人、八看病者。(雜寶藏經)
Buddha memberitahukan kepada para bhikshu: ada delapan jenis orang, seharusnya ditetapkan untuk menerima dana, jangan munculkan keraguan. Antara lain: 1. Ayah; 2. Ibu; 3. Buddha; 4. Siswa Buddha; 5. Orang yang datang dari tempat jauh; 6. Orang yang mau pergi jauh; 7. Orang sakit; 8. Perawat orang sakit. (Sutra Ca Pao Cang Cing)
33.菩薩為供養佛法僧及父母兄弟,得畜財物。為起寺舍造像,為布施,若有此因緣,得受金銀財物,無有罪過。(文殊師利問經)Bodhisattva untuk berdana kepada Buddha, Dharma dan Sangha sampai ayah-ibu, kakak-adik, peroleh ternak, harta dan properti untuk bangun vihara dan membuat rupang (patung). Bilamana memiliki sebab dan kondisi demikian, peroleh properti emas dan perak, tidak ada karma dan kesalahan. (Sutra Wen Shu Se Li Wen Cing)
34.有四種恩,甚為難報。何等為四?一者父,二者母,三者如來,四者說法法師。若有供養此四種人,得無量福。現在為人之所讚歎,於未來世能得菩提。(正法念處經)Ada empat macam budi, sangat sukar dibalas. Apakah empat budi tersebut? Yaitu: 1. Ayah; 2. Ibu; 3. Tathagata; 4. Bhikshu penceramah. Bilamana ada yang berdana terhadap empat jenis orang ini, peroleh rejeki tidak terbatas, sekarang orang-orang memujinya, kelak kehidupan akan datang peroleh Kebodhian. (Sutra Cen Fa Nien Chu Cing)
35.眾生知恩欲報德者,爾時菩薩令修善,不須世間財利酬報。報之大者,當供養父母,乃至持戒。求報恩者,令其行善。是名菩薩報恩巧方便。菩薩為主於父母尊重,種種方便勤修善法,隨時供養,知恩報恩。(菩薩地持經)Para makhluk yang kenal budi berhasrat untuk membalas pelaku kebajikan, saat itu Bodhisattva mengajarkan segera membina kebajikan, tidak semestinya membalas dengan harta dan keuntungan duniawi. Pelaku membalas budi besar adalah berdana kepada ayah-ibu. Menghimbau pelaku pembalas budi dengan ajarkan lakukan kebajikan. Ini dinamakan Bodhisattva mengajarkan kemudahan untuk membalas budi. Bodhisattva didasarkan pada penghormatan kepada ayah-ibu, bermacam-macam kemudahan untuk rajn membina Dharma kebajikan, setiap saat berdana, kenal budi bisa membalas budi. (Sutra Pu Sa Ti Che Cing)
36.飯諸賢聖,不如孝事其親。孝者,盡直心,無外私。佛告諸比丘:吾世世奉諸佛至孝之行,德高福盛,遂成天中之天,三界獨步。(六度集經)
Memberikan makanan nasi kepada para makhluk mulia dan suci, lebih baik berbakti kepada orang tua. Pelaku bajik adalah sepenuhnya lurus hati, tiada mucul keegoisan. Buddha memberitahukan kepada para Bhikshu. Saat saya berada di dunia berdana kepada para Buddha sampai perilaku bakti (kepada orang tua), jasa pahalanya tinggi rejekinya luas, kemudian menjadi guru dewa (guru semesta alam), tiga alam tak tertandingi. (Sutra Lyu Tu Ci Cing)
37.文殊師利白佛言:云何如來說父母恩大,不可不報;又言師僧之恩,不可稱量。其誰為最?佛言:夫在家者,孝事父母,在於膝下,莫以報生邀與之等。以生育恩深故言大也。若從師學,開發知見,次恩大也。夫出家者,舍於生死之家,入法門中,受微妙法,師之力也。生長法身,出功德財,養智慧命,功莫大也。追其所生,乃次之耳。(舍利弗問經)Manjusri Bodhisattva bertanya kepada Hyang Buddha: mengapa Tathagata berkata budi ayah-ibu adalah besar, tidak boleh dilupakan. Demikain pula budi guru dan Sangha tidak bisa diukur. Mana yang terbesar? Jadi siapa yang lebih diutamakan? Hyang Buddha bersabda: bagi perumah tangga, semestinya berbakti kepada ayah-ibu untuk membalas budi, menghormati guru sebagai pembimbing dan petunjuk kebenaran. Bagi seorang sramana melepaskan rumah galau yang menjerumuskan ke dalam siklus lahir-mati yang berulang. Memasuki gerbang Dharma, menerima Dharma ajaib (luhur) adalah perjuangan dan jasa guru. Mengembangkan Tubuh Dharmakaya (tubuh absolut), menghasilkan harta jasa pahala, merawat kehidupan arif. Jasa pahalanya sangat besar. ( Sutra Se Li Fu Wen Cing/ Sutra tentang pertanyaan Sariputra)
38.天聞地神雲乎:我負大地,一切所有,及須彌山之重亦不厭。然我於三種人恒有厭心:一者懷叛逆心,欲謀害人王者,二者棄親恩,不孝父母者,三者撥無因果,破法錀僧,障修善者也。如是人,一念間亦不欲任持之。(華嚴經)Dewa langit mengabari dan dewa bumi berkata: tanggung jawab saya menjaga bumi, semua yang ada sampai gunung semeru yang berat tidak pernah jenuh. Secara natural saya terhadap tiga jenis orang senantiasa jengah (sebal), yaitu: 1. Hati jahat menjadi pemberontak, pelaku berhasrat mencelakakan raja; 2. Melupakan (mencampakan) budi orang tua, orang tidak berbakti kepada ayah-ibu; 3. Sesumbar mengatakan tidak ada hukum karma (Merusak atau melenyapkan hukum sebab-akibat karma), menghancurkan Sangha/bhikshu pemutar roda Dharma (pembabar Dharma), merintangi perilaku kebajikan. Orang demikian buruk di dalam satu pikiran saja, kami tidak berhasrat untuk memberkati dan melindungi. ( Sutra Hua Yen/ Avatamsaka Sutra)
39.佛告阿難:若有眾生殺父害母,罵辱六親 (父母、兄弟、妻子),作是罪者,命終之時,揮霍之間,譬如壯士屈伸臂頃,直落阿鼻大地獄中。化閻羅王大聲告敕:癡人獄種,汝在世時,不孝父母,邪慢無道。汝今生處,名阿鼻地獄。作是語已,即滅不現。爾時,獄卒复驅罪人,從於下鬲,乃至上鬲,經曆八萬四千鬲中,捸身而過, 至鐵網際,一日一夜,爾乃周遍。阿鼻地獄一日一夜,此閻浮提日月歲數,六十小劫。如是壽命,盡一大劫。具五逆者,其人受罪,足滿五劫。(觀佛三昧海經)Buddha memberitahukan kepada Ananda: Bilamana ada para makhluk membunuh ayah dan melukai ibu, memarahi dan menyusahkan 6 kelompok keluarga (ayah-ibu, kakak-adik, istri-suami, anak). Pelaku tersebut melakukan karma buruk terberat, saat meninggal memasuki Neraka Avici, membuat Raja Yama berteriak dan memerintahkan: orang bodoh yang memiliki jiwa neraka. Saat kamu di dunia tidak berbakti kepada ayah-ibu, sesat dan malas tidak berguna. Sekarang kamu dilahirkan di Neraka Avici. Setelah ucapan demikian Dewa Yama lenyap tidak menampakkan. Saat itu penjaga dan penyiksa menyeret orang dosa tersebut dari atas tubuh sampai ke bawah tubuh disiksa melewati penyiksaan 84000 jenis siksaan, termasuk dihantam sama besi dan baja selama satu hari satu malam. Satu hari satu malam di Neraka Avici di Jambhudvipa (dunia saha) selama 60 kalpa kecil. Demikian akhir kehidupan melewati beberapa kalpa besar bagi pelaku lima perbuatan Garuka Karma yang menerima penderitaan selama ‘lima kalpa besar’.
40.佛告阿難:若有父母妻子不放此人至於道場者,此人應向父母等前,燒種種香,長跪合掌。應作是言:我今欲至道場,哀愍聽許。亦應種種諫曉,隨宜說法。亦應三請,若不聽者,此人應於舍宅,默自思惟,誦持經典。(大方等陀羅尼經)Hyang Buddha memberitahukan kepada Ananda: bilamana ada ayah-ibu, istri dan anak tidak bisa melepaskan orang memasuki kehidupan biara, orang ini seharusnya dihadapan ayah-ibu dan lainnya, membakar aneka dupa, bersujud dan beranjali, melakukan usaha dengan berkata: saya sekarang bermaksud memasuki kehidupan biara, semoga welas asih mengabulkan, juga harus banyak menasehati dan memberitahu. Gunakan kemudahan untuk babarkan Dharma, dan juga lakukan permintaan yang di lakukan ulang tiga kali. Bila tidak di dengar, orang itu harus keluar dari rumah. Tentramkan diri tanpa pikiran, panjatkan dan laksanakan sutra-pitaka. (Ta Fang Ten Tho Lo Ni Cing.)
41.世間父母極親愛,眾生慢心不尊重;欲今摧伏我慢幢,是故出家為救護。(大乘菩薩藏正法經)Di dunia ini kedudukan ayah-ibu paling tersayang dan terkasih. Para makhluk yang memiliki hati sombong dan malas tidak respek kepadanya; Berhasrat untuk menghancurkan dan mengendalikan Sang Aku yang menjulang sombong. Oleh karena itu, dengan menjadi sramana (pertapa) untuk menolong dan melindungi orang tua. (Sutra Ta Shen Pu Sa Cang Cen Fa Cing)
42.菩薩世世喜然燈於佛寺,及師父母前。菩薩世世隨時熟果及好香華,持上佛比丘僧師父母。菩薩世世事師父母,若見臥睡,不數驚覺,若欲使覺,當持音樂。若持好語,誦經往覺之。菩薩世世有奇異美飯食,終不獨食。若師父母有飯食,不滅損而食之。菩薩世世持善意視佛,見怨家,見父母,心正等無異。(佛說菩薩行五十緣經)Bodhisattva dalam berbagai masa kehidupan gembira menyalakan pelita di vihara Buddhis, dan dihadapan guru dan ayah-ibu. Bodhisattva dalam berbagai masa kehidupan setiap waktu mempersembahan buah ranum, dupa harum dan bunga di danakan ke Buddha, Bhiksu-Sangha, dan ayah-ibu. Bodhisattva dalam berbagai masa kehidupan membantu masalah guru dan ayah-ibu. Bila melihat orang tidur rebahan (belum siuman) tidak terhitung menyadarkan. Bila berhasrat segera menyadarkan, seketika gunakan musik. Gunakan kata-kata baik atau panjatkan sutra untuk menyadarkan. Bodhisattva dalam berbagai masa kehidupan memiliki makanan aneh yang sedap, selamanya tidak dinikmati sendiri, jika guru dan ayah-ibu saat makan dan minum tidak dihabiskan, maka Bodhisattva yang menghabiskan. Bodhisattva dalam berbagai masa kehidupan mengembangkan pikiran baik melihat Buddha, melihat musuh, melihat ayah-ibu, hatinya benar (lurus) tidak membeda-bedakan. ( Sutra Fo Shuo Pu Sha Sing Wu Se Yen Cing)
43.佛告諸比丘:人生世間,不孝父母,不敬沙門,不行仁義,不學經戒,不畏後世者,其人身死,當墮地獄。(閻羅王五使經)Buddha memberitahukan kepada para Bhikshu: dalam kehidupan manusia, tidak berbakti kepada ayah-ibu, tidak menghormati Sramana (petapa yang meninggalkan kehidupan berumah tangga), tidak melaksanakan kebajikan dan kebenaran, tidak belajar sutra dan sila, tidak takut bahaya kehidupan akan datang, orang ini tubuhnya setelah mati seketika terjatuh ke alam neraka. (Sutra Yen Lo Wang Wu Se Cing)
44.爾時,信相菩薩為諸眾生而作發起,白佛言:世尊,今有受罪眾生,為諸獄卒判磪斬身,從頭至足,乃至其頂。斬之已訖,巧風吹活,而復斬之,何罪所致?佛言:以前世時,不信三尊,不孝父母,屠兒魁膾,斬截眾生,而獲斯罪。(罪業報應教化地獄經)Saat itu, Bodhisattva Sin Xiang demi semua makhluk mengemukakan dan bertanya kepada Hyang Buddha sambil berkata: Buddha, sekarang ada makhluk-makhluk yang menerima akibat karma buruk, dihukum penjara neraka semua bagian tubuh dipotong, dari kepala sampai kaki, dan bahkan puncak kepalanya. Setelah dipotong diterpa angin lalu ditiup hidup kembali, kemudian dipotong lagi berulang-ulang. Karma buruk apa sampai menerima akibat demikian? Hyang Buddha berkata: Di masa lalu saat tinggal di dunia, tidak percaya kepada Sang Triratna (Buddha, Dharma dan Sangha), tidak berbakti kepada ayah-ibu, menjadi kepala penjahat yang membantai dan me-mutilasi tubuh anak-anak, juga memotong-motong tubuh para makhluk lainnya, sehingga menerima akibat buruk demikian (Sutra Cui Ye Pao Ying Ciau Hua Ti Yi Cing)
45.復有眾生身體頑痺,眉須墮落,舉身洪爛,鳥棲鹿宿,人跡永絕,點污親族,人不喜見,名之癩病。何罪所致?佛言:以前世時,不信三尊,不孝父母,破壞塔寺,剝脫道人,斫射賢聖,傷害師長,常無返复,背恩忘義,常巧苟且,淫匿尊卑,無所忌諱,故獲斯罪。(罪業報應教化地獄經)Ada para makhluk tubuhnya lumpuh dan dungu, alis rambutnya rontok, bila tubuhnya disingkap penuh dengan borok dan luka, hidupnya seperti di sangkar burung atau tinggal di kandang rusa, rupa dan jejak kemanusiaannya putus. Membuat aib untuk keluarga dan garis keturunan, orang-orang tidak suka melihatnya, ini dinamakan penyakit kusta. Karma buruk apa yang pernah dilakukan? Hyang Buddha bersabda: saat kehidupan masa lalunya, tidak yakin kepada Sang Triratna (Buddha, Dharma dan Sangha), tidak berbakti kepada ayah-ibu, menghancurkan dan merusak pagoda dan vihara, merampas kepemilikan praktisi di jalan kesucian, memenggal dan menembak makhluk suci atau orang mulia. Melukai guru, senantiasa tiada penyesalan dan tobat, mengingkari budi dan melupakan kebenaran, siasatnya licik, berzina secara sembunyi bertalian secara hirarki (ke atas kepada orang mulia dan ke bawah kepada orang hina), baginya bebas berbuat sekehendak hati tidak ada tabu pantangannya. Sehingga mendapatkan karma buruk demikian. (Sutra Cui Ye Pao Ying Ciao Hua Ti Yi Cing)
46.復有眾生身體長大,聾騃無足,宛轉腹行,唯食泥土以自活命,為諸小蟲之所唼食。常受此苦,不可堪處。何罪所致?佛言:以前世時,為人自用,不信好言善語,不孝父母,反戾時君。若為帝王大臣,四鎮方伯,州郡令長,官禁督護,恃其威勢,侵奪民物,無有道理,使民苦悴,呼嗟而行,故獲斯罪。(罪業報應教化地獄經)Ada pula makhluk-makhluk memiliki tubuh tinggi besar, tapi tuli, dungu dan tidak ada kaki, merangkak berjalan gunakan perut, hanya makan tanah untuk melangsungkan kehidupannya. Sehingga tubuhnya digigit dan dimakan oleh seranggga, sering menerima penderitaan ini, tidak peroleh tempat yang layak. Karma buruk apa yang pernah dilakukan? Hyang Buddha bersabda: saat kehidupan lampau, pergunakan milik orang lain untuk diri sendiri, tidak yakin manfaat ucapan baik dan kata-kata bijak, tidak berbakti kepada ayah-ibu. Menentang kepada penguasa, jika raja dan menteri besar mengunjungi seluruh kota, menjadi penguasa sehingga dapat mengurus, melarang, mengontrol dan melindungi. Jika merampas barang tanpa alasan yang membuat rakyat susah payah. Penguasa tersebut dapat menindak dan menghukum, menvonis ringan atau berat aksi kejahatan tersebut. (Sutra Cui Ye Pao Ying Ciao Hua Ti Yi Cing)
47.復有眾生,其形甚醜,身黑如漆,面目复青,頭頰俱堆,皰面平鼻,兩眼黃赤,牙齒疏缺,口氣腥臭,矬短臃腫凸髖,腳复繚戾,僂脊眶肪,費衣健食,惡瘡膿血,水腫幹痟,疥癩癰疽,種種諸惡,集在其身。雖親附人,人不在意。若他作罪,橫罹其殃。永不見佛永不聞法,永不識僧。何罪所致?佛言:以前世時,坐為人子不孝父母,為臣不忠其君,為君不敬其下,朋友不賞其信,鄉黨不以其齒,朝廷不以其爵。妄為趨作,心意顛倒,無有其度。不信三尊,殺君害師,伐國掠民,攻城破塢,偷寨過盜,惡業非一,美己惡人,侵凌孤老,誣謗賢聖,輕慢尊長,欺誑下賤。一切罪惡,悉具犯之,眾惡集報,故獲斯罪。(罪業報應教化地獄經)Bila ada para makhluk, bentuknya jelek, tubuhnya berwarna hitam bagaikan cat hitam. Raut muka berwarna hijau, kepalanya pipi (gepeng) belakangnya tinggi, muka dan hidung pesek sama rata, kedua matanya berwarna kuning kecoklat-coklatan, giginya jarang dan kurang, mulutnya beraroma bau amis, badannya pendek perutnya bengkak kembung menonjol (seperti busung lapar), kakinya berjalan seperti dirantai, punggung bongkok bubungan orbital lemak, sulit mendapatkan pakaian dan makanan, banyak bisul bernanah dan berdarah, badannya bengkak kulitnya bersisik, berpenyakit ayan, bermacam-macam keburukan , semuanya mengidap ditubuhnya. Walaupun keluarga berdekatan dengan orang tersebut, tetapi keluarga tersebut tidak ambil hati. Bila ia berbuat kejahatan lagi, pasti mendapatkan malapetaka lebih berat lagi, selamanya tidak dapat melihat Buddha, selamanya tidak dapat mendengar Dharma, selamanya tidak mengenal Sangha. Memiliki kondisi demikian kiranya kejahatan apa yang pernah dilakukan? Hyang Buddha bersabda: saat dikehidupan masa lalunya, menjadi seorang anak tidak berbakti kepada ayah-ibu, saat jadi menteri tidak setia kepada raja (kepala pemerintahan), saat jadi pejabat tidak menghormat bawahan, teman-teman tidak dihargai dan dipercayai, tidak indahkan aturan adat di daerah, melalaikan tugas dan kewajiban sebagai penguasa, perbuatannya khayal sesuka hati, pikirannya jungkir-balik, tidak kenal batasnya, tidak yakin kepada Sang Triratna ( Buddha, Dharma dan Sangha), bunuh penguasa, mencelakan guru, menyerang negara dan merampok rakyat, mengepung kota merusak dermaga, mencuri desa dan merampok, aksi kejahatan bukan hanya satu jenis saja. Memuji diri sendiri tapi menyusahkan orang lain, menyiksa yatim piatu dan orang tua, menfitnah orang suci dan orang mulia, merendahkan para tokoh, menindas bawahan, semua karma buruk dan kejahatan, sehingga pelanggaran berat, semua kejahatan yang dilakukan mendapatkan balasan yang setimpal. (Sutra Cui Ye Pao Ying Ciao Hua Ti Yi Cing)
48.佛告辯意:復有五事行,死入地岳億劫乃出。何謂為五?一者:不信有佛法眾而行誹謗,輕毀聖道。二者:破壞佛寺尊廟。三者:四輩轉相毀謗,不信殃罪,無敬順意。四者:反逆,無有上下,君臣父子不相順從。五者:當來有欲為道者,已得為道,便不受師教而自貢高,輕慢誹師。(佛說辯意長者子所問 經)Buddha memberitahu kepada Pien Yi: ada 5 masalah yang sudah dilakukan, setelah kematian masuk ke neraka selama Milyaran Kalpa baru bisa keluar. Apakah kelima hal tersebut: 1. Tidak yakin ada Buddha, Dharma dan Sangha malah suka lakukan menfitnah (mencemoohkan); 2. Merendahkan dan merusak ajaran para makhluk suci (para bijaksana); 3. Menghancurkan dan merusak Vihara Buddhis dan kemuliaan kelenteng (kuil); membuat 4 varga (kelompok) yang terdiri dari Bhikshu-Bhikshuni, Upasaka-upasika saling memfitnah (menjelekkan), tidak yakin bencana karma buruk, tidak saling menghormati dan tidak memikirkan kebersamaan; 4. Melawan (memberontak), tidak memandang level tinggi dan rendah, terhadap raja, menteri-menteri, ayah dan anak tidak saling hormat dan patuh; 5. Kelak ada orang berhasrat dalam praktik kesucian, baru belajar sedikit menganggap dirinya sudah peroleh kesucian, tidak mau menerima didikan dari guru dan dirinya penuh kesombongan merasa ilmunya sudah tinggi, merendahkan dan memfitnah guru. (Sutra Fo Shuo Pien Yi Chang Ce Ce Suo Wen Cing)
49.死生之宜,各有其人。有人貪生,有人樂死。何人貪生?其人生世,愚癡幽冥,不知死已,後世更生。違佛遠法,不遭明師,殺盜淫欺,唯惡是從。如是之人,貪生畏死。何人樂死?遭遇明師,奉事三寶,改惡修善,孝養父母,敬事師長,和順妻子,奴婢眷屬,謙敬於人,如斯之人,惡生樂死。所以者何?善人死者,福應生天,受五欲樂。惡人死者,應入地獄,受無量苦。善人樂死,如囚出獄。惡人畏死,如囚入獄。(未曾有因緣經)Proses Kematian dan kehidupan adalah kewajaran, segala sebab-akibat masing-masing berpulang kepada individual. Ada orang rakus akan kehidupan, ada orang senang kematian. Bagaimana orang yang rakus terhadap kehidupan? Orang ini hidup di dunia, bodoh dan gelap, tidak mengetahui sebab-akibat setelah kematian, kelak adanya bentuk kelahiran baru lagi. Melanggar ajaran Buddha dan menjauhi kebenaran Dharma, tidak mencari guru cerah. Melakukan pembunuhan, pencurian, berzina, dan berdusta. Hanya menuruti kejahatan. Orang demikian rakus kehidupan takut kematian.
Bagaimana orang yang senang kematian? Menemukan guru cerah, membantu Sang Triratna, merubah keburukan dan membina kebajikan, berbakti dan merawat ayah-ibu, menghormati dan membantu para guru dan tokoh. Rukun dan harmonis dengan istri dan anak, pelayan dan keluarga lainnya. Rendah hati dan hormati orang lain. Orang demikian takut kehidupan tetapi senang kematian. Kenapa bisa demikian? Orang bajik sesudah meninggal, rejekinya seharusnya terlahir di surga, menerima 5 jenis kebahagiaan. Orang jahat setelah mati seharusnya memasuki ke nereka, menerima penderitaan yang tidak terbatas. Orang bajik senang kematian seperti keluar dari penjara. Orang jahat takut kematian seperti masuk penjara neraka. (Sutra Wei Cen Yu Ying Yen Cing)
50.世尊又告王曰:眾惡之罪,最重有五。不孝不忠,殺親殺君,家滅國亂,重罪一也。羅漢之行,得空不願,無相之定,與佛齊意,拯濟眾生;而愚向之,重罪二也。佛者,眾罪已畢,景福會成,相好十力,法導眾生,慈悲喜護,心過慈母;而愚惡謗,重罪三也。清淨沙門,志清行高,懷抱經法,助佛化愚,諸佛相紹繼,眾生得度,皆由眾僧。佞讒交構,以致不調,僧不調,正法毀民狂走;正法毀,民狂走者,三道興,惱比丘僧,重罪四也。佛之尊廟,寶物水土,眾生赤心以貢三尊,愚人或毀盜之,重罪五者也。犯斯五者,其罪最重。(佛說自愛經)Hyang Buddha juga memberitahukan kepada raja dengan berkata: Semua kejahatan, paling terberat ada lima; tidak berbakti dan tidak setia, membunuh orang tua, membunuh raja (orang mulia), sehingga keluarga lenyap dan Negara kacau, karma berat pertama. Praktik Arahat adalah peroleh kesunyataan (kekosongan) tapi tidak memiliki tekad (menolong semua makhluk), memiliki samadhi tanpa ciri. Sangat berbeda dengan maksud Buddha yang peduli dan menolong semua makhluk. Jalur yang masih bodoh adalah karma buruk kedua. Hyang Buddha, karma buruknya sudah tuntas lenyap, menampakkan berkah rejeki bisa terjadi, memiliki wujud agung dan sepuluh kekuatan, dengan Dharma membimbing para makhluk. Memiliki cinta-kasih, belas-kasih, dan keriangan dan melindungi. Hati-Nya melampaui belas kasih ibu; tetapi orang bodoh menfitnahnya jahat, karma buruk jenis ketiga; Sramana suci pikirannya lurus, murni praktiknya tinggi, orientasinya mencerap sutra dan Dharma, membantu Buddha menyadarkan yang masih bodoh, seperti wujud Buddha untuk meneruskan perjuangan Buddha, sehingga para makhluk tertolong, semua karena usaha bhikshu sangha. Hubungan terhadap penjilat dan mengumpat tidak dikendalikan, terhadap sangha yang demikian pun tidak dikendalikan. Kebenaran Dharma rusak, rakyat bertindak liar; saat kebenaran Dharma rusak, rakyat berperilaku liar saatnya Jaman tiga alam celaka (alam binatang, setan kelaparan dan neraka) muncul menjadi semarak, membuat galau bhikshu sangha, adalah karma buruk keempat. Terhadap Vihara (kuil) Buddha, barang berharga, air dan property tanah, para makhluk dengan hati tulus berdana kepada Sang Triratna, orang bodoh merusak dan mencurinya, ini adalah karma buruk kelima. Melanggar kelima hal ini, adalah dosa karma yang terburuk. (Sutra Fo Shuo Ce Ai Cing)
51.若有不孝眾生,不念父母生養之恩,舍背父母與妻子居,所有衣食病瘦湯藥,念給妻子,不與父母。父母衰老,出入無力,曾不生憂,親近扶侍。於其妻子,晝夜不離。得一美味,不敢自啖,持與妻子,或偷父母財寶私與妻子歡樂食啖。父母善言不肯隨順,妻子惡語信用無舍,或為妻子訶罵父母。或共親族,母女姊妹,尊卑上下,行於淫欲,無慚愧心。如是眾生,攝在何等眾生數中?(佛) 答言:大王,如是惡人,攝在劫奪眾生數中上品治罪。何以故?大王,當知父母恩重,至心孝養,猶不能報,何況棄捨,遮逆教命。是名世間最大劫賊。(大薩遮足乾子受記經)Bilamana ada makhluk-makhluk, tidak mengingat ayah dan ibu punya budi dan jasa membesarkan anak, melepaskan dan membuang ayah-ibu, tetapi maunya tinggal dengan istri dan anak, semua pakaian, makanan, berbagai jenis obat, ingatnya untuk memberikan kepada istri dan anak, tetapi ayah-ibunya tidak diberikan. Saat ayah-ibu sudah tua dan lemah, keluar-masuk tiada tenaga. Anak tersebut belum pernah peduli dan mengkhawatirkan kehidupan orang tua. Diri sendiri tiada kemauan membantu dan melayani orang tua. Terhadap istri dan anak siang malam tidak pernah berpisah. Bila dapat satu makanan lezat, tidak mau buka suara terhadap orang tua, hanya dibagi dan dinikmati bersama istri dan anak. Atau mencuri harta dan perhiasan orang tua, dipergunakan sendiri, atau untuk istri dan anak agar peroleh kesenangan, kebahagiaan dan untuk menikmati makanan lezat. Nasehat baik dari ayah-ibu tidak mau dituruti. Ucapan jahat istri dan anak dipercaya dan digunakan tidak bisa melepaskan. Atau karena dengar ucapan (pengaduan sepihak) dari istri dan anak memarahi ayah-ibu atau mencaci-maki keluarga dari ayah-ibu. Terhadap ibu, anak perempuan, kakak dan adik, yang mulia dan hina, hirarki dari atas sampai bawah, aktivitasnya dihinggapi nafsu seksual, tidak ada rasa malu dan takut akibat perbuatan jahat. Makhluk-makhluk demikian, dibandingkan masuk ke dalam katagori apa? (Oleh Buddha) Dijawab: raja besar, orang jahat demikian adalah makhluk-makhluk termasuk kelompok yang dikatagorikan sebagai kelompok kejahatan tinggi. Kenapa demikian? Raja besar, ketahuilah budi ayah-ibu sangatlah besar harus sepenuh hati berbakti dan merawatnya, walaupun perbuatan balas budi tersebut sudah dilakukan itupun belum bisa tuntas membalas budi orang tua, bagaimana membuang dan melepaskan tanggung jawab terhadap orang tua? Memutuskan hubungan dengan orang tua, durhaka dengan orang tua, tidak membimbing orang tua dalam kehidupannya, adalah dinamakan “Pencuri” sangat besar di dunia ini. (Sebutan dan Pengertian “pencuri” dimaksud adalah “anak parasit”: “Hutang budi sangat besar kepada orang tua tapi tidak mau bayar atau balas budi besar orang tua.) (Sutra Ta Sa Ce Cu Kan Ce Sou Ci Cing)
52.是諸眾生所作十惡之無間業,誹謗三寶,不孝父母,及沙門婆羅門,輕慢尊長,應墮地獄餓鬼畜生。(會部金光明經)Para makhluk melakukan sepuluh kejahatan karma avici, menfitnah Sang Triratna, tidak berbakti kepada ayah-ibu, sampai terhadap sramana dan brahmana, merendahkan orang mulia dan tokoh, pasti terjatuh ke neraka, menjadi setan kelaparan atau binatang. (Sutra Hui Pu Cing Kuang Ming Cing)
53.佛語寶積:未來眾生具五因緣,得聞藥王藥上二菩薩名。何謂為五?一者:慈心不殺,具佛禁戒,威儀不缺。二者:孝養父母,行世十善。三者: 身心安寂,繫念不亂。四者:聞方等經,心不驚疑,不沒不退。五者:信佛不滅,於第一義心如流水,念念不絕。(佛說觀藥王藥上二菩薩經)Hyang Buddha memberitahukan kepada Pao Chi (Bodhisattva); Kelak para makhluk bila memiliki 5 sebab dan jodoh, dapat peroleh berita nama ( melihat) dua Bodhisattva, yaitu: Yao Wang dan Yao Shang. Apakah kelima itu? 1. Hati penuh cinta-kasih tidak membunuh, memiliki sila Buddha, perilakunya tidak cacat (melanggar); 2. Berbakti dan merawat ayah-ibu, melaksanakan sepuluh kebajikan di dunia; 3. Tubuh dan jiwa tentram dan sunyi, pikiran terfokus tidak kacau; 4. Suka mendengar Sutra Fang Ten (Sutra Vaipulya), hati tidak angkuh dan ragu, bukan ada (timbul-lenyap) dan tidaklah mundur lagi; 5. Yakin kepada Buddha tidak lenyap, memiliki kebenaran hati tingkat wahid bagaikan air yang mengalir, segala pikirannya non-dualitas. (Sutra Fo Shuo Kuan Yao Wang Yao Shang Ol Pu Sa Cing)
54.普賢菩薩告德藏菩薩言:佛子若欲證得此三昧者,先應修福,集諸善根,謂常供養佛法僧眾,及以父母,所有一切貧窮苦惱,無救無歸,可悲愍者,攝取不捨。乃至身肉,無可吝惜。何以故?供養佛者,得大福德,速成阿耨多羅三藐三菩提,令諸眾生皆獲安樂。供養法者增長智慧,證法自在,能正了知諸法實性。供養僧者,增長無量福智資糧,致成佛道。供養父母和尚尊師,及世間中曾致饒益,賴其恩者,應念倍增報恩供養。何以故?以知恩者,雖在生死,不壞善根;不知恩者,善報斷滅,作諸惡業。故諸如來稱讚知恩,毀背恩者。(大方廣如來不思議境界經)Bodhisattva Pu Shien memberitahu kan kepada Bodhisattva Te Cang dengan berkata: Putra Buddha bila berhasrat mencapai tingkatan Samadhi; pertama harus melatih kebajikan, yang menyebabkan akar kebajikan tumbuh berkembang, senantiasa berdana kepada Buddha,Dharma dan kumpulan Sangha, sampai terhadap ayah-ibu, dan semua orang miskin, derita, galau yang tidak ada pertolongan dan perlindungan, sangat dikasihani, penuh perhatian tidak dilepaskan, sampai tubuh dan daging, tidak pelit untuk didanakan. Kenapa demikian? Perilaku berdana kepada Buddha, peroleh rejeki dan pahala, selekasnya mencapai Anuttara Samyaksambodhi (kesempurnaan Buddha) dengan harapan para makhluk peroleh kebahagiaan. Perilaku Berdana Dharma mengembangkan kearifan, menembusi Dharma dan hati menjadi leluasa, mampu mengetahui semua Dharma punya realita karakteristiknya secara benar. Perilaku berdana kepada Sangha, mengembangkan kemuliaan rejeki dan kearifan yang tidak terbatas, untuk mencapai jalan Kebuddhaan. Berdana kepada ayah-ibu, Hwesio (Bhikshu sangha) dan guru mulia, dan jika di dunia ini pernah menerima budi manfaat, mengandalkan pemberi budi, seharusnya dipikirkan dengan berdana berlipat ganda kebaikan untuk membalas budi. Kenapa demikian? Orang yang mengetahui budi (mengenal budi), walaupun masih dalam arus kelahiran dan kematian, tidak merusak akar kebajikannya ; Tidak ingat budi orang lain, balasan karma baik putus dan lenyap, sebaliknya pelaku banyak ciptakan karma buruk. Oleh sebab itu, para Tathagata memuji orang yang kenal budi, mencela orang yang tidak kenal budi. (Sutra Ta Fang Kuang Ju lai Pu Se Yi Cing Cie Cing)
55.佛告不離先尼王:人命欲終,身體不寧,血脈為消,面色為變,命日欲促。溫去身冷,魂神去矣。所有珍寶父母、兄弟、妻子、內外知識、奴婢皆當棄捐。隨行獨去,不知所到。世間雖樂,不得久留。王當是時,當何恃怙?唯有孝順慈養二親,供事高行清潔沙門。見凡老人,當尊敬之;所有財寶,與民同歡;當以慈心施惠於民;無以讒言殘害民命。為王之法,當宣聖道,教民為善;唯守一心,心存三尊。王者如斯,諸聖咨嗟;天龍鬼神擁護其國;生有榮譽,死得上天。身死神去,當何所恃,唯恃善耳。火盛煒燁,恃水滅之;飢渴之人,唯恃水穀;老恃機杖;盲恃有目;冥恃燈火;疾病困篤,恃良醫藥;船行巨海,風浪盛猛,恃被榜櫓;道有盜賊,恃藏匿處。身死神去,唯恃修喜;猶波難逢,各恃其事以自拔濟。(佛說諫王經)Hyang Buddha berkata kepada Raja Pulisiani: Bila seseorang akan meninggal, tubuh dan wajahnya berubah. Badan jasmani menjadi dingin, kesadaran juga akan pergi. Akan berpisah dengan orang tua, saudara, istri, dan anak-anak. Begitu pula dengan pembantu dan orang-orang lain akan pergi meninggalkan dunia ini. Semua yang menyenangkan harus di tinggalkan. Oh Raja! Apa yang harus dikerjakan oleh seorang raja? Harus hormat dan bakti kepada orang tua, memberi dana kepada sramana. Hormat pada orang yang sudah usia lanjut dan yang lebih tua, berdana kepada fakir miskin dan jangan mencelakan rakyat. Mendidik rakyat menuju kebaikan dan kesalehan. Raja memberikan tauladan yang baik sehingga menjadi panutan. Para dewa naga juga menjaga dan melindungi negeri tersebut. Negara menjadi makmur dan sejahtera. Semua penyakit dan Mara yang bahaya lenyap adanya. Masyarakat sejahtera, aman dan tenteram. Semua berjalan dengan baik. (Sutra Fo Shuo Lien Wang Cing/ Sutra tentang nasehat Buddha kepada raja)
56.佛告比丘:堅持七行,必得帝釋。何以故?昔者帝釋為人之時,發初履行,孝順父母;供養尊長;所言柔軟;斷於兩舌;好施無慳;恆修實語,終不欺誑;不起嗔恚;設生嫌恨,尋思滅之。(雜阿含經)Buddha memberitahu kepada Bhikshu: teguh melaksanakan 7 praktik, akan menjadi Sakra Deva (Raja langit di alam Surga Trasyamtisa/ Surga Yi Huang Sang Ti), kenapa demikian? Dulu Sakra Deva di saat jadi orang, awalnya mengembangkan praktik. Berbakti dan patuh kepada ayah-ibu; Berdana kepada orang mulia dan tetua (tokoh arif); Bicara santun dan lembut; Melenyapkan kata-kata fitnah; Senang berdana tidak kikir; Senantiasa melatih berbicara benar; Selamanya tidak berbicara mengertak dan menipu; Tidak muncul kemarahan dan dendam; Terhadap makhluk tidak curiga dan benci; Lenyapnya pikiran mencari (melepaskan kesan-sensasi yang mencemari dari luar) (Sutra Ca Ah Han Cing)
57.夫欲淨業者,得生西方極樂國土。欲生彼國者,當修三福。一者孝養父母,奉事師長,慈心不殺,修十善業;二者受持三歸,具足眾戒,不犯威儀;三者發菩提心,深信因果,讀誦大乘,勸進行者。(觀無量壽經)Praktisi yang berhasrat melaksanakan praktik kemurnian agar dapat terlahir di surga barat Sukhavati. Berhasrat terlahir disana, harus membina tiga kebajikan: 1. Berbakti dan merawat ayah-ibu, menghormati dan membantu guru, welas asih tidak membunuh, membina sepuluh kebajikan (a. tidak membunuh; b. tidak mencuri; c. tidak berzina; d. tidak berdusta; e. tidak memfitnah; f. tidak berbicara jahat; g. tidak bergossip; h. tidak serakah; i. tidak membenci; j. tidak bodoh) ; 2. Menerima dan melaksanakan tiga perlindungan, dan praktik sila lengkap (Trimandala sila), tidak melanggarnya. 3. Mengembangkan hati Bodhi, sepenuhnya yakin kepada hukum karma; membaca dan melafalkan sutra Mahayana, menuntun dan membina praktisi (mengembangkan keyakinan, tekad dan praktik lafalkan Amithofo). (Sutra Kuan Wu Liang Sou Cing)
58.無以蘗妻,遠賢不親,女情多欲,好色無倦,違孝殺親,國政荒亂,萬民流亡。本志惠施,以戒自檢,軟心崇仁,蒸蒸進德,潛意寂寞學志睿達,名動諸天,明齊賢者。自穢妻聚惑志女色,荒迷於欲,妖蠱姿態,其變萬端。薄誌之夫,淺見之士,睹其如此,不覺微漸,遂回志沒身,從彼妖媚,邪巧之辭,或危親殺君,吝色情盪,忿疾怠慢,散心盲瞑,等行禽獸。自古世來,無不由之亡身滅宗。是以沙門獨而不雙,清潔其志,唯道是務。奉此明戒,為君即保四海,為臣即忠,以仁養民,父法明,子孝慈,夫信婦貞。優婆塞優婆夷執行如此,世世逢佛,見法得道。(孝子經)Dengan hidup tak bersusila, tidak berbakti, berzina serta melakukan kejahatan-kejahatan lain akan menyebabkan penderitaan pada diri sendiri dan kesengsaraan bagi masyarakat. Hidup yang tidak benar, membiarkan diri terjerat oleh nafsu-nafsu rendah, melakukan hal-hal yang asusila, perilaku demikian tidak lagi sebagai manusia yang beradab. Semua ini akan mendatangkan penderitaan. Oleh karena itu, seorang sramana harus mensucikan dirinya sendiri, melaksanakan bhavana untuk menunjukkan nilai-nilai moral yang luhur. Dengan demikian akan menciptakan kebaikan, kebajikan dan kesejahteraan. Demikian para upasaka-upasika juga harus bergiat melatih dan menjaga diri sendiri. (Sutra Siao Ce Cing) (Sutra tentang bakti)
59.若自造作衣服缽器,先奉上佛,並令父母師長和尚先一受用,然後自服。(佛經) Bilamana sendiri menciptakan dan membuat pakaian, patra atau alat-alat Dharma, awalnya didanakan atau dipergunakan untuk kepentingan Buddha, dan kasihkan dulu kepada ayah-ibu, guru dan Hwe Shio untuk menerima dan digunakan, baru kemudian sendiri pergunakan. (Sutra Buddha)
60.善男子,若得人身,多饒財物,兼得自在,先應供養父母師長和尚耆舊。(佛經) Putra Bajik, bila peroleh tubuh manusia, banyak memiliki harta benda, sehingga kehidupan leluasa, pertama-tama berdanalah kepada ayah-ibu, guru, bhikshu, dan orang jompo. (Sutra Buddha)
61.修菩提道,布施持戒多聞智慧,修學世法,供養父母師長有德,修奢摩他毘婆舍那,讀誦書寫十二部經,復能遠離貪恚癡等,名為菩提勤行精進。如是悉名為正精進。(優婆塞戒經)Membina jalan Kebodhian, melaksanakan dana, sila, banyak mendengar mengembangkan kearifan, mempraktikkan dharma duniawi, dengan berdana kepada ayah-ibu, guru, dan praktisi yang memiliki kebajikan. Membina meditasi samanta bhavana dan vipassana, membaca, memanjatkan, dan menulis Maha Tripitaka dengan 12 bagiannya. Sehingga mampu menjauhi keserakahan, kebencian, kebodohan dan sebagainya . Ini di namakan rajin dan bersemangat melaksanakan Kebodhian. Demikian keistimewaan nama tersebut adalah semangat yang benar. (Sutra Yu Pho Se Cie Cing)
62.如來以正遍知,宣說真實之言,為一切父母故,常修難行苦行,難捨能捨。頭目髓腦,國城妻子,像馬七寶輩輿車乘,衣服飲食,臥具醫藥,一切給與,勸修精進戒施、多聞、禪定、智慧、乃至具足一切萬行,不休不息,心無疲倦。為孝養父母,知恩報恩故,今得速成阿耨多羅三藐三菩提。(大方便佛報恩經)Tathagata dengan pengetahuan yang sempurna, menyatakan ucapan yang realita, untuk semua ayah-ibu dimasa lalu. Senantiasa praktik sulit dan praktik penuh derita, sulit dilepaskan mampu melepaskan, melepaskan kepala, mata, isi otak, kerajaan, istri, anak, gajah, kuda, tujuh generasi harta permata, dan kereta (kendaraan), pakaian, makanan dan minuman, tempat tidur, obat-obatan, semua diberikan kepada yang memerlukan. Rajin membina sila dan berdana, banyak mendengar, praktik samadhi, mengembangkan kearifan, sampai sempurnanya segala kebajikan, tidak istirahat dan rebahan, hati tidak pernah lelah, semua untuk jalani bakti dan merawat ayah-ibu, karena kenal budi dan bisa balas budi, sekarang peroleh Anuttara Samyaksambodhi (kesempurnaan Buddha). ( Sutra Ta Fang Pien Fo Pao En Cing)
63.菩薩於無量阿僧祇劫,孝養父母,衣服飲食,房舍臥具,乃至身肉骨髓。其事如是,以此因緣,自致成佛。父母眾僧,宜應讚歎軟語,常念其恩。眾僧者,出三界之福田;父母者,三界內最勝福田。何以故?眾僧之中,有四雙八輩,十二賢士,供之得福,進可成道。父母者,十月懷抱,推幹去濕,乳哺長大,教誨技藝, 隨時將養;及其出家,修得解脫,度生死海,自利兼利,一切眾生。 佛告阿難: 父母眾僧, 是一切眾生二種福田, 所謂人天泥洹解脫妙果, 因之得成。(佛經) Bodhisattva selama maha asenkya kalpa yang tidak terbatas, berbakti dan merawat ayah-ibu, memberikan pelayanan, pakaian, minuman dan makanan, tempat tinggal dan perlengkapan tidur, sampai tubuh, dagingnya, tulang dan sum-sumnya. Perhatiannya sedemikian rupa, karena sebab dan jodoh ini, ia mencapai Kebuddhaan. Ayah-ibu, dan para anggota Sangha, seharusnya dipujikan, bicaranya dengan suara santun lembut, senantiasa ingat budinya. Para anggota sangha adalah ladang kebajikan untuk keluar dari Triloka Dhatu (alam nafsu, alam bentuk, dan alam tanpa bentuk); Ayah-ibu adalah ladang kebajikan paling mulia di dalam Triloka Dhatu. Kenapa demikian? Di antara para anggota Sangha terdapat empat pasang dan delapan jenjang, dua belas orang mulia, jika di danakan peroleh rejeki, dipraktikkan bisa mencapai kesucian. Sedangkan Ayah Ibu, mengandung sepuluh bulan, memindahkan bayi ke tempat kering, mengeringkan yang basah (menggantikan popok), menyusui sampai besar, mengajarkan ketrampilan, setiap saat merawat; sampai ia menjadi sramana, membina diri sampai mencapai pembebasan mutlak, mengarungi lautan kalahiran dan kematian, memberikan manfaat untuk diri sendiri dan semua makhluk. Hyang Buddha memberitahukan Ananda: Ayah-ibu dan para anggota Sangha, adalah semua makhluk dapat menanam di ladang kebajikan. Oleh sebab itu, manusia dan dewa, nirvana yang menjadi buah gaib dan pembebasan mutlak, karena sebab ini semuanya terealisasikan. (Sutra Buddha)
64.佛告阿難:均提沙彌,非適今也。過去世時,供養父母眾僧,修好功德,遇善知識,今得道果。(大方便佛報恩經)Buddha memberitahu Ananda: Sramanera Jun-tí, bukan saat sekarang saja, di masa lalunya juga, sudah berdana kepada ayah-ibu, dan para Bhikshu Sangha. Membina kebaikan dan jasa pahala, sehingga bertemu Pengajar yang berkebajikan, sekarang peroleh buah kesucian. ( Sutra Ta Fang Pien Fo Pao En Cing)
65.菩薩摩訶薩,於昔無量阿僧祇劫,恭敬父母、和尚、諸師上座長老。於無量劫常為眾生而行布施,堅持禁戒,修習忍辱,勤行精進,禪定智慧,大慈大悲,大喜大捨。是故今得三十二相,八十種好,金剛之身。(大般涅槃經); 施三種人,果報無盡:一病人、二父母、三如來。(大般涅槃經)
Bodhisattva Mahasattva, dimasa kehidupan lalu pada Asemkya kalpa yang tidak terbatas, menghormati Ayah-ibu, Hwe-shio (Bhikshu), para Guru Mahasthavira kedudukan tinggi. Selama kalpa yang tidak terbatas senantiasa melaksanakan dana untuk semua makhluk, melaksanakan sila pengendalian secara teguh, membina ketabahan, rajin praktik dan bersemangat, melaksanakan samadhi dan mengembangkan kearifan, membangkitkan maha maître karuna (cinta kasih dan belas kasih), maha mudita (kegembiraan) dan upeksha (keseimbangan/pelepasan). Oleh sebab itu, sekarang peroleh 32 wujud kemuliaan, 80 kondisi yang luhur, dan tubuh vajra. ( Sutra Ta Pan Nie Phan Cing); berdana kepada 3 jenis orang , buah pembalasannya tidak terbatas: 1. Orang sakit, 2. Ayah-ibu, 3, Tathagata (Buddha). ( Sutra Ta Pan Nie Phan Cing)
66.使我疾成無上正真道者,皆由孝德也。(孝子經)Membuat Saya (Siddharta) selekasnya mencapai tingkatan Anuttara kesucian, disebabkan karena bakti dan pahala (Sutra Siao Ce Cing)
67.佛告首迦:眾生惱亂父母,令心憂惱,得多病報。供養自己父母及諸病人,得少病報。於父母所無愛敬心,得醜陋報;愛敬父母尊長,得端正報。於己父母及賢聖所,無心奉侍,得少威勢報;於己父母及賢聖所,恭敬奉迎,得大威勢報。不知敬父,不知敬母,得下族姓報;善知敬父,善知敬母,得上族姓報。於父母所,滅撤生業,得少資生報;於父母所,供養生業,得多資生報。(業報差別經)Hyang Buddha memberitahukan kepada Sou Cia: Para makhluk membuat galau dan mengacaukan ayah-ibu, sehingga hati orang tua menjadi khawatir dan susah, akan mendapat balasan banyak penyakit. Berdana kepada sendiri punya ayah-ibu sampai kepada orang sakit, akan mendapat balasan jarang berpenyakit. Terhadap ayah-ibu tidak mencintai dan menghormati, akan mendapat balasan berwajah (tubuh) yang jelek; Mencintai dan menghormati ayah-ibu, orang mulia dan tokoh, akan mendapatkan balasan berwajah (tubuh) rupawan. Terhadap sendiri punya ayah-ibu sampai kepada makhluk mulia dan suci, tidak ada hati peduli dan melayani, akan mendapatkan balasan sedikit wibawa dan kekuatan. Terhadap sendiri punya ayah-ibu sampai kepada makhluk mulia dan suci, menghormati, peduli dan menyenangkan, akan mendapatkan balasan wibawa dan kekuatan besar. Tidak mengetahui menghormati ayah, tidak mengetahui menghormati ibu, akan mendapatkan balasan terlahir di ras marga rendah (hina dan papa); Berkebajikan dan menghormati kepada ayah, berkebajikan dan menghormati kepada ibu, peroleh balasan terlahir di ras dan marga mulia (keluarga mulia). Terhadap kepentingan ayah-ibu, melenyapkan, menghancurkan dan menyusahkan usahanya, peroleh balasan sumber daya yang sedikit (kekurangan modal/ketrampilan); Terhadap kebutuhan ayah-ibu, bisa berdana kebutuhan hidup dan membantu usahanya, peroleh banyak sumber daya ( modal dan ketrampilan banyak) (Sutra Ye Pao Cha Pie Cing)
68.世尊告諸比丘:有二法與凡夫得大功德,成大果報,得甘露味,至無為處。云何為二法?供養父母,是謂二人獲大功德,成大果報。若復供養一生補處菩薩,獲大功德,得大果報。是謂比丘施此二人獲大功德,受大果報,得甘露味,至無為處。是故諸比丘常念孝順供養父母。如是諸比丘當作是學。(佛經) Hyang Buddha memberitahu kepada para Bhiksu: ada dua Dharma sehingga orang awam peroleh jasa pahala besar, mencapai buah keberuntungan besar, peroleh cita rasa Amrta (suka cita yang luhur) sampai mencapai alam non-eksistensi lagi (Nirvana). Apakah dua Dharma tersebut? Adalah berdana kepada ayah-ibu, melayani kedua orang tersebut peroleh jasa pahala besar, dan mencapai buah balasan kebaikan yang besar. Bilamana berdana kepada Bodhisattva tingkat akhir (calon Buddha) akan peroleh jasa pahala besar dan peroleh pembalasan keberuntungan yang besar. Adalah para Bhiksu berdana kepada dua orang ini (orang tua maupun Bodhisattva tingkat akhir) akan peroleh jasa pahala besar dan menerima buah keberuntungan besar, peroleh cita rasa Amrta sampai mencapai alam non-eksistensi lagi (Nirvana). Oleh karena itu, para Bhiksu senantiasa mengingat dan melakukan bakti dan berdana kepada ayah-ibu. Demikian para Bhiksu seharusnya belajar. (Sutra Buddha)
69.如來出現世時,必當為五事。云何為五?一者當轉法錀;二者當度父母;三者無信之人,立於信地; 四者未發菩薩意, 使發菩薩心; 五者當授將來佛決。 若如來出現世時, 當為此五事。(增壹阿含經)Hyang Tathagata lahir di dunia ini, ada lima hal yang harus di kerjakan. Apakah kelima hal tersebut: Pertama: memutar roda Dharma; Kedua: membantu dan membimbing kedua orang tua; Ketiga: memberikan bimbingan dan pengarahan kepada orang-orang yang belum memiliki keyakinan ; Keempat: bagi yang belum mengembangkan cita-cita dan semangat Bodhisattva dapat mengembangkannya; Kelima: harus dapat menerima keyakinan-keyakinan tersebut; Seandainya Hyang Tathagata lahir di dunia ini harus melaksanakan kelima hal tersebut. (Sutra Cen Ah Han Cing)
70.佛語阿難:出家在家,慈心孝順,供養父母,計其功德,殊勝難量。所以者何?我自憶念過去世時,慈心孝順,供養父母,乃至身肉濟救父母危急之厄。以是功德上為天帝,下為聖王,乃至成佛,三界特尊,皆由斯福。(賢愚因緣經)” Buddha mengajarkan Ananda: praktisi sramana atau perumah tangga, harus memiliki cinta kasih dan bakti-penurut, berdana kepada ayah-ibu, jasa pahalanya bila dibandingkan, sangat dalam sulit di ukur. Kenapa bisa demikian? Saya (Buddha) teringat kehidupan masa lalu, mengembangkan cinta kasih dan bakti-penurut, berdana kepada ayah-ibu, sampai mengorbankan tubuh dan daging untuk peduli dan menolong ayah-ibu dalam bahaya dan kesulitan. Oleh sebab jasa pahala itu, ke atas menjadi raja langit, ke bawah menjadi pemimpin suci sampai mencapai Kebuddhaan. Di Triloka peroleh kemuliaan khusus, semua disebabkan kebajikan berbakti yang pernah dilakukan. (Sutra Sien Yi Ing Yen Cing)
71.問:比丘教白衣不祭一切之人,為是理不?答:非。假使父母不食,敬心供養,亦得其福。問:人出家,王法父母不聽,為得戒不?答:不得。(目連問五百輕重經)於師僧父母,心為卑下,用少功力,獲大深法。隨所記念,法入心耳。若貢高我慢,不伏師僧父母,當知是人已被魔鉤之所鉤著。(大乘修行菩薩行門諸經要集)Pertanyaan: Seandainya seorang bhiksu mengajarkan kepada para Upasaka-upasika tidak lagi menghormati dan menyembhayangi yang lain, apakah dapat dibenarkan? Jawab: Tidak! Seandainya ke dua orang tua tidak dapat makan tetapi sang anak dapat tulus menghormati dan merawat maka akan memperoleh pahala. Pertanyaan: Bila seseorang meninggalkan keluarga menjadi sramana, tetapi tidak mau mendengarkan peraturan raja dan nasehat orang tua, dapatkah dikatakan melatih sila? Jawab: Tidak! (Pertanyaan yang pernah diajukan oleh Maudgalayana). Dengan berguru pada sramana dan kedua orang tua, dengan bersikap rendah hati tanpa terlalu sulit peroleh pengertian Dharma yang benar. Apa yang didengar dapat selamanya diingat. Kalau bersikap sombong dan congkak, tidak mau berguru pada sramana dan kedua orang tua. Itu berarti orang itu sudah dipengaruhi oleh MARA (Sutra Ta Shen Siu Sing Pu SHa Sing Men Cu Cing Yao Ci/ Kumpulan sutra tentang latihan Bodhisattva dalam Mahayana)
72.普賢菩薩告言:佛子於十方處,一切清淨圓滿佛剎,諸眾生類,其中示現無量佛事。諸菩薩等積種種福德善根,應供養佛,供養法,供養僧。孝養 父母,常不斷絕。一切貧窮困苦孤獨亡□,菩薩皆應悲哀攝受,乃至自身血肉,隨應施與,勿生慳恪。(大方廣佛華嚴經不思議佛境界分)Samanthabadra Bodhisattva berkata: Para siswa Buddha di sepuluh penjuru bersama para makhluk lainnya melakukan penghormatan kepada para Buddha. Para Bodhisattva dengan mengumpulkan segala macam kebajikan juga melakukan penghormatan dan berdana kepada Buddha, Dharma dan Sangha. Senantiasa berbakti dan merawat kedua orang tua tidak pernah terputus. Terhadap kaum papa dan orang-orang miskin selamanya memberikan bantuan dan belas kasihan, bahkan sampai mengorbankan jiwa raganya. (Sutra Ta Fang Kuang Fo Hua Yen Cing Pu Se Yi Fo Cing Cie Fen / Bagian dari Avatamsaka Sutra)
73.佛言:非但今日讚歎慈孝,於無量劫,亦常讚歎。(雜寶藏經)
Buddha bersabda: bukan hanya sekarang memujikan pelaku cinta-kasih dan bakti, sudah kalpa yang tidak terbatas juga senantiasa memujikannya. (Sutra Ca Pao Cang Cing)
74.若有眾生知返复者,此人可敬。小恩尚不忘,何況大恩。設離此間百千由旬,猶近我不異,我恆嘆譽。若有眾生不知返复者,大恩尚不憶,何況小者。彼非近我,我不近彼。正使著僧伽黎,在吾左右,此人猶遠。是故比丘當念返复,莫學無返复。(增壹阿含經)Bila para makhluk dapat merenungkan dan mengingat balas budi maka orang ini patut dihormati. Bila tidak melupakan budi kecil maka juga tidak akan melupakan budi yang besar. Meskipun jauh dari tempat Saya (Buddha), Saya juga akan memuji dan mengaguminya. Tetapi bila para makhluk yang tidak dapat mengenal balas budi, tidak dapat mengingat kebaikan orang lain yang besar apalagi yang kecil. Saya juga tidak akan mendekati orang seperti itu. Meskipun dekat dengan diri Saya tapi terasa jauh. Oleh karena itu, para bhiksu harus sering melakukan perenungan tentang budi kebaikan orang lain. Jangan sekali-kali melupakannya. (Sutra Cen Ah Han Cing /Ekotarika Gama Sutra)
75.佛告阿難、難陀、羅雲:汝等舉大愛道身,我當躬自供養。是時釋提桓因及諸天天王前白佛言:唯願世尊勿自勞神,我等自當供養。舍利弗告諸天:止止,此是如來所應修行,非是天龍鬼神所及也。所以然者,父母生子,多有所益,長養恩重,乳哺懷抱,要當報恩,不得不報恩。(增壹阿含經)Hyang Buddha berkata kepada Ananda, Nanda dan Rahula: Anda semua harus menyayangi tubuh ini dan saya akan memberikan dana. Pada waktu itu, Maha-dewa Sakyavirtin bersama para dewa lainnya berkata kepada Buddha: Biarlah kami memberikan dana dan persembahan. Sariputra memberitahu para dewa: Biarkan, ini khusus yang dipraktikkan oleh Hyang Tathagata, tidak dilakukan oleh para dewa naga. Demikain pula kedua orang tua membesarkan anak-anak dan memberikan manfaat. Oleh karena itu, harus selalu mengingat budi jasa orang tua (Sutra Cen Ah Han Cing /Ekotarika Gama Sutra) (Tubuh manusia asalnya diberikan oleh ayah-ibunya sehingga harus dirawat dan disayangi. Apapun yang terjadi tidak boleh melukai apalagi membunuh tubuh ini pemberian orang tua. Orang yang mencelakakan tubuh atau bunuh diri adalah perbuatan durhaka kepada orang tua, dan menyia-nyiakan jerih payah orang tua yang telah membesarkan anak-anaknya.)
76.善男子,我於往昔為四事故,捨離生命。一者,為破眾生諸煩惱故。二者,為令眾生受安樂故。三者,為自除壞貪著身故。四者,為報父母生養恩故。(優婆塞戒經)Oh para siswa yang saleh, Saya pada masa yang lampau telah mengorbankan nyawa saya untuk empat hal: Pertama: untuk menyingkarkan klesa (kegalauan) dari semua insan; Kedua: agar semua insan memperoleh ketenangan (kebahagiaan); Ketiga: agar dapat melenyapkan hal-hal buruk dan keserakahan; Keempat: untuk membalas budi kedua orang tua. (Sutra Yu Pho Se Cie Cing/ Upasaka Sila Sutra)
77.爾時,世尊在靈鷲山,以天眼遙見父王,病臥著床,羸困憔悴,命欲向終。告難陀曰:父王淨飯是我曹父,今得重病,宜當往見。難陀受教唯然。今宜往詣,報育養恩。阿難白言:淨飯王是我伯父,聽我出家為佛弟子,得佛為師,會欲共往。羅雲白言:世尊雖是我父,棄國求道,我蒙祖王育養成就而得出家。欲往奉覲祖王。佛言:善哉!王見佛到,痛既即除。佛言:唯願大王莫复悲憂,即以手著父王額上。無常對至,命盡氣絕,忽就後世。而以棺斂著於師子座上。佛共 難陀在喪頭前,肅恭而立。阿難羅雲住在喪足。難陀長跪白佛言:父王養我,願聽難陀擔父王棺。阿難合掌白佛言:惟願聽我擔伯父棺。羅雲复前而白佛言:惟願聽我擔祖王棺。爾時世尊念當來世,人民兇暴,不報父母養育之恩,為不孝之者,為是當來眾生之等,設禮法故,如來躬自擔於父王之棺。即時三千大千世界六種震動,一切諸山嶇峨湧沒,如水上船。(佛說淨飯王般涅槃經)Pada waktu itu, Hyang Buddha berdiam di bukit Griyakutta, dengan mata batin Beliau melihat jauh tentang Ayah Beliau yang sedang sakit, tubuhnya sangat lemah, kehidupannya akan berakhir. Hyang Buddha berkata kepada Ananda: Raja Sudhodana adalah Ayah Saya di kelahiran ini. Sekarang menderita penyakit sekarat. Saya akan menjenguk dan melihatnya. Ananda juga memahami maksud tersebut dan berkata: Raja Suddhodana adalah paman saya, mengetahui saya mengikuti jejak Hyang Buddha dan berguru kepada Hyang Buddha. Rahula juga berkata: Hyang Buddha adalah Ayah saya pada kelahiran sekarang, meninggalkan tahta kerajaan dan bertapa, saya mendapatkan perawatan dan bimbingan kakek (Raja Suddhodana) sehingga dapat menjadi sramana, saya juga ingin menjenguk kakek. Hyang Buddha berkata: baiklah! Begitu Raja Suddhodana melihat Buddha maka rasa sakitpun hilang. Hyang Buddha bersabda: Raja Suddhodana, janganlah gelisah! Kemudian dengan tangan mengusap kening Raja Suddhodana, tak lama kemudian Raja Suddhodana mangkat. Setelah itu di masukkan ke dalam peti jenazah. Hyang Buddha dan Ananda berdiri dengan serius di dekat peti jenazah. Pada waktu itu, Hyang Buddha bertujuan agar semua orang harus mengingat dan mengenang jasa kebaikan kedua orang tua dan berbakti pada orang tua, maka Hyang Buddha membabarkan Dharma di hadapan peti jenazah Raja Suddhodana. Pada waktu itu pula seluruh jagat raya bergetar, terharu dan timbul air dari pegunungan. (Sutra Fo Shuo Cing Fan Wang Pan Nie Phan Cing/ Sutra khotbah Buddha tentang Parinirvana Raja Suddhodana)
78.“母亲有十德:第一、名叫大地,孩子在母胎中依止母亲生存。第二、名叫能生,经历重重苦难而能生育孩子。第三、名叫能正,母亲经常用手调理呵护孩子的五根【眼、耳、鼻、舌、身】,使他们正常成长。第四、名叫养育,根据季节的变化照料自己的孩子。第五、名叫智者,以各种方法开发孩子的智力。第六、名叫庄严,用各种漂亮的物饰打扮自己的孩子。第七、名叫安隐,孩子在母亲的怀抱里获得安全感。第八、名叫教授,以各种方法导引孩子。第九、名叫 教诫,以各种善言辞教导孩子,让孩子免离恶缘。第十、名叫与业,把家业交给孩子,让他能够安身立命。”《大乘本生心地观经》Seorang ibu mempunyai 10 pahala:
1. Pembentuk Maha-Bhuta: janin yang mulai tumbuh berkembang (Maha Bhuta: tubuh yang memiliki unsur padat, cair, panas dan udara) semua berasal dan mengandalkan kebaikan dari ibunya sampai kelahiran bayinya selamat.
2. Pelaku yang melahirkan: seorang ibu melalui banyak penderitaan dan kesusahan sehingga dapat melahirkan dan mendidik anaknya.
3. Pemelihara ke normalan: seorang ibu sering menggunakan tangannya untuk mengendalikan dan membelai anak punya lima akar (mata, telinga, hidung, mulut dan tubuh) sehingga anak tersebut tumbuh menjadi normal dan sehat.
4. Perawat dan pendidik: merawat anak dengan penuh kasih, menyesuaikan kondisi musim, perubahan dan perkembangan anak tersebut.
5. Pelaku bijak: dengan berbagai cara seorang ibu membangkitkan dan mengajarkan anaknya menjadi arif.
6. Pengajar untuk solek diri: seorang ibu mengajarkan seorang anak bagaimana berpenampilan baik dan menghias diri sesuai kodratnya dan tepat pada tempatnya.
7. Penentram: seorang anak dalam pelukan ibunya selalu mendapatkan perasaan tentram dan selamat.
8. Pengajar (guru): seorang ibu dengan berbagai cara mengajarkan dan membimbing seorang anak.
9. Pendidik moralitas: dengan melalui ucapan dan nasehat mengajarkan moralitas untuk anak-anaknya, sehingga anak-anak tersebut dapat terhindar dari jodoh dan pergaulan jelek.
10. Pemberi pekerjaan: memberikan pekerjaan rumah untuk anaknya agar ia mampu memenuhi kebutuhan jasmani dan memulai kehidupannya. ( Sutra Ta Shen Pen Sen Xing Ti Kuan Cing)
79.佛經云:父母是三界內最勝福田。Sutra Buddha mengatakan: Ayah-ibu adalah ladang kebajikan unggul di Triloka-dhatu (Karma-dhatu, Rupa-dhatu, Arupa-dhatu atau dapat dikatakan:unggul di enam alam tumimbal lahir))
80.佛經云:父母給我們色身,佛法給我們法身。Sutra Buddha mengatakan: Ayah-ibu memberikan kita tubuh fisik (tubuh-ciri), sedangkan Buddhadharma memberikan kita tubuh Dharmakaya (Tubuh-absolut).
81.佛經云:孝順之道,寧於一日受三百矛,不於父母生一念惡。Sutra Buddha mengatakan: Perilaku bakti-penurut, lebih baik satu hari menerima 300 hantaman tombak, terhadap ayah-ibu tidak muncul pikiran jahat (jelek).
82. Ayah dan ibu disebut “Brahma (Guru awal)”, dan mereka pantas dipuja! Karena penuh kasih sayang kepada anak-anaknya. Orang bijaksana harus menghormati Ayah-Ibunya, memberi mereka penghormatan yang sesuai, menyediakan makanan-minuman bagi mereka, memberi mereka pakaian dan tempat tinggal, meminyaki dan memandikan mereka, serta membasuh kaki mereka. Apabila dia melayani Ayah-Ibunya seperti itu, maka orang bijaksana ini patut dipuji, kelak ia akan bersuka cita di alam surga. (Itivuttaka “Dengan Brahma”)
83. Jasa-jasa Ayah dan Ibu adalah tidak terbatas, walaupun engkau menggendong mereka di punggung, menyokong kehidupan mereka. Merawat mereka dengan obat-obatan. Memandikan dan mengurut tangan dan kaki mereka, serta membersihkan kotoran mereka. Sekalipun engkau lakukan seratus tahun lamanya, ini semua tidak akan dapat membalas jasa mereka. Mengapa? Karena Orang-tua telah banyak berbuat untuk anaknya. Mereka telah membesarkan dan merawat anak mereka, dan memperkenalkan anak-anak mereka dengan dunia. (Anguttara Nikaya 1, 61)
84. Barang siapa yang dapat membimbing Orang-tuanya. Yang tidak percaya menjadi berkeyakinan. Yang tidak bermoral menjadi berkebajikan. Yang kikir menjadi murah hati. Yang bodoh menjadi bijaksana. Dengan berbuat demikian, orang ini telah membalas dan bahkan telah berbuat lebih dari sekedar membalas jasa Orang-tuanya. (Anguttara Nikaya 1. 61)
85. Dia yang walaupun kaya, namun tidak menyokong Ayah-Ibunya, yang sudah tua dan lemah, inilah penyebab keruntuhan seseorang. Siapapun yang tidak menyokong Ayah-Ibunya yang sudah tua dan lemah. Padahal dia hidup dalam keadaan berkecukupan, dialah yang disebut sampah! (Sutta Nipata 98 & 124)
Ciri, Sikap & Perilaku Anak Durhaka
• Anak tidak menghormati dan selalu menyusahkan orang tua di sebut anak durhaka.
• Anak yang selalu menceritakan keburukkan orang tua, merasa malu dengan kondisi miskin atau cacat yang di alami oleh orang tua, kasar tidak santun kepada orang tua di sebut anak durhaka.
• Anak yang tidak ingat budi orang tua, tidak dapat merawat tubuh dan menyenangkan hati orang tua, menelantarkan orang tua di saat sakit dan mencampakkan orang tua yang sudah lanjut usia ke rumah jompo di sebut anak durhaka.
• Anak usahanya sukses tapi tidak peduli dan tidak menyokong biaya hidup orang tuanya di sebut anak durhaka.
• Anak nakal yang menjadi penjahat dan sampah masyarakat d sebut anak durhaka.
• Anak menjadi beban, parasit atau merugikan negara juga di sebut anak durhaka.
• Anak yang menodai, merusak, dan menghambat perkembangan agama di sebut anak durhaka
• Anak malas, pecandu narkoba, pelacur, pemabuk dan penjudi yang menyusahkan orang tua juga di sebut anak durhaka.
• Anak yang merusak diri, bunuh diri, merusak kehidupan makhluk lain atau menjadi teroris di sebut anak durhaka.
• Anak yang suka bertengkar, bermusuhan dan tidak akur dengan saudaranya di sebut anak durhaka.
• Anak yang tidak bisa mengenang mendiang orang tuanya, tidak pergi berziarah ke kuburannya atau menjenguk ke tempat penitipan abu jenazah di saat menjelang Tahun Baru Imlek di rumah, Ceng Beng di kuburan atau di tempat penitipan abu jenazah atau merayakan Ulambana di vihara di sebut anak durhaka.
• Anak yang tidak pernah melakukan kebajikan untuk pelimpahan jasa membalas budi kepada mendiang orang tuanya di sebut anak durhaka.
Kenapa perilaku anak-anak yang disebut di atas di kategorikan sebagai anak durhaka? Coba kita renungkan: berapa energi dan keringat, darah dan harta orang tua yang terkuras untuk merawat, melindungi, mendidik dan membesarkan anak-anaknya, dengan harapan mereka kelak dapat hidup sukses dan harmonis dengan seluruh keluarga, bisa berbakti, merawat dan mengangkat harkat dan martabat orang tuanya. Tetapi kita sebagai anak malah mengecewakan, memalukan, menyusahkan dan membuat kesedihan orang tua, karena anak-anaknya menjadi bodoh dan jahat, hidup dan matinya anak selalu menjadi beban dan menyusahkan orang tuanya. Anak-anak durhaka ini dalam kehidupan sekarang di pastikan hidupnya kacau, bila hidup berkeluarga pasti berantakan, usahanya jarang ada yang sukses dan sulit menemukan kegembiraan dan kebahagiaan sejati, setelah mati pasti masuk ke neraka, menerima penderitaan besar untuk waktu yang lama sekali.
Perlu di ketahui, anak berbuat jahat anaknya pula yang menerima karma utama, tetapi orang tuanya pun harus menerima karma efek, karena lalai atau kurang mampu mendidik, mencegah aksi kejahatan dan mengajarkan kebaikan kepada anak-anaknya, sehinggga anak-anaknya senang berbuat bodoh dan jahat. Tentu efek dari aksi kejahatan anaknya orang tua menjadi malu dan merasa terpukul batinnya, karena jerih payah orang tua membesarkan anak bukan di balas dengan kebaikan, yaitu: merawat dan menyenangkan orang tua, melainkan anak tersebut justru menistakan orang tuanya, karena anak jahat tersebut menjadi sampah masyarakat.
Sutra Ksitigarbha Bodhisattva, mengatakan: Ksitigarbha Bodhisattva menguraikan kepada Ibu Mahamaya: “Hukuman terberat dari neraka dan berlaku di dunia Jambudvipa adalah sebagai berikut: Apabila terdapat seorang anak durhaka yang tidak mematuhi orang tuanya, bahkan ia berani membunuh orang tuanya, maka umat yang berkelakukan seperti itu akan terjerumus ke dalam Neraka Avici setelah ia meninggal dunia dan masa hukumannya hingga jutaan koti kalpa, sulit memperoleh kesempatan untuk keluar dari situ.
《佛說善惡因果經》簡譯: 今生破塔壞寺,侮辱僧尼,不孝父母,死墮阿鼻大地獄,歷經八大地獄和一百三十六小地獄,受苦一至五劫才能出來.
Kehidupan sekarang, menghancurkan pagoda, merusak vihara, menghina (merendahkan) bhiksu dan bhiksuni, tidak berbakti (durhaka) kepada ayah-ibu, setelah mati terjatuh ke maha neraka Avici, setelah mengalami siksaan di 8 maha neraka, dan 136 siksaan neraka kecil, menerima penderitaan 1 sampai 5 maha kalpa baru bisa keluar ( 5 Maha Kalpa = 6,719,200,000. Tahun). (Fo shuo Shan Eh Ying Kwo Cing/ Sutra Buddha bersabda sebab akibat kebajikan dan kejahatan)
Anak yang Membunuh Orang-tuanya
Kisah ini terdapat di dalam salah satu bagian dari Kitab Suci Tripitaka. Dikisahkan tentang salah satu dari dua murid utama Sang Buddha Gotama, bernama Yang Mulia Moggallana. Meskipun Beliau sudah mencapai Tingkat Kesucian Tertinggi, Arahat, dan mempunyai kemampuan fisik dan batin yang amat tinggi, tetapi Beliau meninggal dengan cara yang amat menyedihkan, yaitu: dikepung oleh para penjahat dan dipukuli sampai meninggal dunia.
Sang Buddha lalu menjelaskan perbuatan yang telah dilakukan oleh Yang Mulia Moggallana pada salah satu kehidupannya yang lampau, sehingga ia harus menerima cara kematiannya yang amat menyedihkan itu.
Pada masa lampau, terdapatlah seorang pemuda yang amat baik budi. Ia mengerjakan semua pekerjaan rumah tangganya sendiri, seperti menanak nasi, membersihkan rumah serta merawat kedua orangtua yang matanya buta itu dengan penuh kasih sayang.
Kedua orangtuanya mengkhawatirkan anaknya yang bekerja seorang diri, mereka lalu berkata kepada anaknya: “Anakku, kamu pasti terlalu capai mengerjakan semua pekerjaan seorang diri, baik di dalam rumah maupun mencari kayu bakar di hutan. Kalau kamu setuju, kami akan melamarkan seorang anak gadis untuk menjadi isterimu, supaya dapat membantu meringankan pekerjaanmu”.
Anak itu lalu menjawab:
“Ibu, saya tidak memerlukan bantuan apa-apa, saya sanggup mengerjakan semuanya. Selama ayah dan ibu masih hidup, sayalah yang akan menjaga dan merawatmu dengan tanganku sendiri”.
Berkali-kali ia menolak usul kedua orangtuanya untuk mengambil seorang isteri. Tetapi ayah dan ibunya terus mendesak, sehingga akhirnya ia diam saja dan menerima seorang gadis muda untuk menjadi isterinya.
Hanya beberapa hari saja isterinya mau merawat kedua orangtuanya. Setelah itu ia berkata kepada suaminya, bahwa ia tidak sanggup lagi untuk merawat kedua orangtua itu dan tidak ingin hidup bersama mereka lagi, ia tidak senang dengan kehidupan seperti itu.
Dengan menunjukkan ketidak-senangannya, ia selalu berkata: “Saya tidak sanggup untuk hidup lebih lama lagi bersama ayah dan ibumu yang buta itu”.
Suaminya tidak menghiraukan ocehan isterinya, sampai pada suatu hari isteri muda itu mengambil tanah merah, kulit kayu dan butir-butir gandum, ia menebarkannya dimana-mana, di sekitar rumah itu. Ketika suaminya pulang dan bertanya, apa yang telah terjadi, isterinya menjawab : “Suamiku, semua ini adalah perbuatan orangtuamu yang buta itu, mereka mengotori seluruh rumah ini, saya tidak sanggup lagi untuk hidup bersama mereka”.
Ia katakan hal itu berulang-ulang, terus-menerus. Si Suami yang semula ragu-ragu, akhirnya menjadi percaya dengan perkataan isterinya, dan sebagai seseorang yang belum mencapai tingkat kesempurnaan, ia menjadi kesal dengan kedua orangtuanya.
“Isteriku, jangan khawatir,” kata suaminya, “Saya akan menemukan jalan yang paling tepat untuk membuang mereka”.
Kemudian ia memberi makan kepada kedua orangtuanya sambil berkata: “Ayah dan ibu, ada salah satu keluarga kita yang sangat mengharapkan kedatanganmu, marilah kita datang mengunjungi mereka”.
Ia lalu membantu kedua orangtuanya yang buta masuk ke dalam kereta, ia juga ikut pergi bersama mereka. Ketika mereka berada di tengah hutan yang sangat lebat, ia berkata kepada ayahnya:
“Ayah peganglah tali kekang ini, lembu-lembu ini dapat berjalan ke arah yang kita tuju dengan baik, di sini banyak para perampok bersembunyi, menunggu orang-orang yang lewat. Saya turun dulu melihat keadaan di sekitar tempat ini”.
Ia lalu memberikan tali kekang itu kepada ayahnya, dan segera turun dari kereta, di arahkannya kereta itu masuk ke dalam hutan yang amat lebat.
Anak muda itu mulai membuat keributan, teriakan-teriakan, amat berisik seolah-olah ada segerombolan perampok yang akan menyerang. Ketika kedua orangtua mendengar suara yang amat berisik itu, mereka ketakutan dan berpikir:
“Wah, ada segerombolan perampok yang akan menyerang kita.” Mereka lalu berkata dengan berteriak: “Anakku, kami sudah tua, cepatlah pergi, selamatkanlah dirimu, jangan perhatikan kami lagi. Pergilah, cepat pergi….!”
Ketika kedua orangtua itu berteriak menyuruhnya pergi, anak laki-laki itu juga berteriak-teriak seperti teriakan perampok, ia lalu memukuli kedua orangtuanya itu sampai mati, dan membuang mayatnya ke dalam hutan lebat.
Setelah melakukan perbuatan yang kejam itu, ia pulang ke rumah. Ia amat menyesali perbuatannya.
Setelah menceritakan perbuatan Bhikkhu Moggallana di masa yang lampau, Sang Buddha lalu berkata:
“O Para Bhikkhu, karena perbuatan buruk yang telah dilakukannya, pada salah satu kehidupannya di masa yang lampau, dengan membunuh ayah dan ibunya yang buta, ia harus menerima kematiannya dengan cara yang mengerikan seperti itu (tubuhnya hancur di pukuli massa penganut aliran sempalan). Inilah kelahirannya yang terakhir di dalam lingkaran Samsara ini, meskipun ia telah menjadi orang suci, ia tetap tidak dapat melarikan diri dari akibat perbuatan buruk yang telah dilakukannya”.
Kisah Nyata, Anak Durhaka dari Singapura
Sebuah Kisah Nyata dari Negeri tetangga Singapura beberapa dekade lalu yang cukup menghebohkan hingga Perdana Menteri saat itu, Lee Kwan Yew senior turun tangan dan mengeluarkan dekrit tentang orang lansia di Singapura.
Dikisahkan ada orang kaya raya di sana mantan Pengusaha sukses yang mengundurkan diri dari dunia bisnis ketika istrinya meninggal dunia. Jadilah ia single parent yang berusaha membesarkan dan mendidik dengan baik anak laki-laki satu-satunya hingga mampu mandiri dan menjadi seorang Sarjana. Kemudian setelah anak tunggalnya tersebut menikah, ia minta ijin kepada ayahnya untuk tinggal bersama di Apartemen Ayahnya yang mewah dan besar. Dan ayahnya pun dengan senang hati mengijinkan anak menantunya tinggal bersama-sama dengannya. Terbayang dibenak orangtua tersebut bahwa apartemennya yang luas dan mewah tersebut tidak akan sepi, terlebih jika ia mempunyai cucu. Betapa bahagianya hati bapak tersebut bisa berkumpul dan membagi kebahagiaan dengan anak dan menantunya.
Pada mulanya terjadi komunikasi yang sangat baik antara Ayah-Anak-Menantu yang membuat Ayahnya yang sangat mencintai anak tunggalnya itu tersebut tanpa sedikitpun ragu-ragu mewariskankan seluruh harta kekayaan termasuk apartmen yang mereka tinggali, dibalik-namakan ke anaknya itu melalui Notaris terkenal di sana.
Tahun-tahun berlalu, seperti biasa, masalah klasik dalam rumah tangga, jika anak menantu tinggal seatap dengan orang tua, entah sebab mengapa akhirnya pada suatu hari mereka bertengkar hebat yang pada akhirnya, anaknya tega mengusir sang Ayah keluar dari apartmen mereka yang ia warisi dari Ayahnya.
Karena seluruh hartanya, Apartemen, Saham, Deposito, Emas dan uang tunai sudah diberikan kepada anaknya, maka mulai hari itu dia menjadi pengemis di Orchard Road. Bayangkan, orang kaya mantan pebisnis yang cukup terkenal di Singapura tersebut, tiba-tiba menjadi pengemis!
Suatu hari, tanpa disengaja melintas mantan teman bisnisnya dulu dan memberikan sedekah, dia langsung mengenali si ayah ini dan menanyakan kepadanya, apakah ia teman bisnisnya dulu. Tentu saja, si ayah malu dan menjawab bukan, mungkin Anda salah orang, katanya. Akan tetapi temannya curiga dan yakin, bahwa orang tua yang mengemis di Orchad Road itu adalah temannya yang sudah beberapa lama tidak ada kabar beritanya. Kemudian, temannya ini mengabarkan hal ini kepada teman-temannya yang lain, dan mereka akhirnya bersama-sama mendatangi orang tersebut. Semua mantan sahabat karibnya tersebut langsung yakin bahwa pengemis tua itu adalah Mantan pebisnis kaya yang dulu mereka kenal.
Dihadapan para sahabatnya, si ayah dengan menangis tersedu-sedu, menceritakan semua kejadian yang sudah di alaminya. Maka, terjadilah kegemparan di sana, karena semua orangtua di sana merasa sangat marah terhadap anak yang sangat tidak bermoral itu.
Kegemparan berita tersebut akhirnya terdengar sampai ke telinga PM Lee Kwan Yew Senior. PM Lee sangat marah dan langsung memanggil anak dan menantu durhaka tersebut. Mereka di maki-maki dan di marahi habis-habisan oleh PM Lee dan PM Lee mengatakan “Sungguh sangat memalukan bahwa di Singapura ada anak durhaka seperti kalian”.
Lalu PM Lee memanggil sang Notaris dan saat itu juga surat warisan itu dibatalkan demi hukum! Dan surat warisan yang sudah balik nama ke atas nama anaknya tersebut disobek-sobek oleh PM Lee. Sehingga semua harta milik yang sudah diwariskan tersebut kembali ke atas nama Ayahnya, bahkan sejak saat itu anak menantu itu dilarang masuk ke Apartmen ayahnya.
Mr Lee Kwan Yew ini ternyata terkenal sebagai orang yang sangat berbakti kepada orangtuanya dan menghargai para lanjut usia (lansia). Sehingga, agar kejadian serupa tidak terulang lagi, Mr Lee mengeluarkan Kebijakan/Dekrit yaitu Larangan kepada para orangtua untuk tidak mengwariskan harta bendanya kepada siapapun sebelum mereka meninggal. Kemudian, agar para lansia itu tetap dihormati dan dihargai hingga akhir hayatnya, maka dia buat Kebijakan berupa Dekrit lagi, yaitu agar semua Perusahaan Negara dan swasta di Singapura memberi pekerjaan kepada para lansia. Agar para lansia ini tidak tergantung kepada anak menantunya dan mempunyai penghasilan sendiri dan mereka sangat bangga bisa memberi angpao kepada cucu-cucunya dari hasil keringat mereka sendiri selama 1 tahun bekerja.
Anda tidak perlu heran jika Anda pergi ke Toilet di Changi Airport, Mall, Restaurant, Petugas cleaning service adalah para lansia. Jadi selain para lansia itu juga bahagia karena di usia tua mereka masih bisa bekerja, juga mereka bisa bersosialisasi dan sehat karena banyak bergerak. Satu lagi sebagaimana di negeri maju lainnya, PM Lee juga memberikan pendidikan sosial yang sangat bagus buat anak-anak dan remaja di sana, bahwa pekerjaan membersihkan toilet, meja makan diresto dsbnya itu bukan pekerjaan hina, sehingga anak-anak tersebut dari kecil diajarkan untuk tahu menghargai orang yang lebih tua, siapapun mereka dan apapun profesinya.
Sebaliknya, Anak di sana di didik menjadi bijak dan terus memelihara rasa hormat dan sayang kepada orangtuanya, apapun kondisi orangtuanya. Meskipun orangtua mereka sudah tidak sanggup duduk atau berdiri, atau mungkin sudah selamanya terbaring diatas tempat tidur, mereka harus tetap menghormatinya dengan cara merawatnya.
Mereka, warga negara Singapura seolah diingatkan oleh PM Lee agar selalu mengenang saat mereka masih balita, orang tua merekalah yang membersihkan tubuh mereka dari semua bentuk kotoran, juga yang memberi makan dan kadang menyuapinya dengan tangan mereka sendiri, dan menggendongnya kala mereka menangis meski dini hari dan merawatnya ketika mereka sakit.
Hormatilah, Kasihilah, Sayangilah orang tuamu selama mereka masih ada di sisimu…
Bodhisattva Menunggu di Rumah
Fu-hauzi adalah seorang pemuda yang berwatak liar dan tidak sopan terhadap ibunya yang sudah tua dan tinggal sendirian bersamanya. Fu-hauzi selain malas juga pemarah sekali, sehingga ibunya yang masih bekerja sendirian tersebut kerap menjadi obyek amarahnya. Tetapi ibunya tetap sabar dan mengasihi anak tunggalnya tersebut.
Sampai suatu hari, pemuda ini mendapatkan khabar bahwa di seberang lautan dekat puncak gunung, terdapat seorang Bodhisattva yang sering muncul dan sangat sakti dimana setiap permintaan dapat dipenuhinya. Fu-hau-zi yang memang sifatnya malas, berminat untuk bertemu Bodhisattva tersebut agar dapat langsung memperoleh berkah keberuntungan sehingga tidak perlu susah bekerja. Maka berangkatlah Fu-hauzi seorang diri yang tentunya tanpa pamit kepada ibunya.
Sampai di gunung seberang, dia bertemu dengan seorang Bhikshu tua sederhana yang telah berjenggot, maka dia pun bertanya , “Kakek tua, saya ingin bertemu dengan Bodhisattva yang sakti”. Kakek tua tersebut yang mengetahui kondisi pemuda ini, menyahut, “Anak muda, sekarang Bodhisattva itu sudah pergi dan sedang menunggu di rumahmu. Ciri-cirinya adalah berpakaian terbalik dan sandal yang terbalik yang akan menyambutmu di depan pintu rumahmu. Pergilah menemuinya karena dia telah lama menunggumu.”
Merasa girang bahwa rupanya Bodhisattva sakti telah datang ke rumahnya dan menungguinya, maka Fu-hauzi segera pulang ke rumah sambil berpikir dalam hati, “Sungguh Bodhisattva itu baik sekali mau berkunjung ke rumah saya, dan sungguh beruntungnya saya karena telah ditunggui oleh Bodhisattva di rumah”.
Sesampai di depan pintu rumahnya, hari sudah larut malam, segera Fu-hauzi menggedor pintu dan memanggil nyaring ibunya untuk membukakan pintu. Ibunya yang sudah tidur, terkejut dan karena khawatir membuat anaknya marah serta senang juga mendengar anaknya telah kembali setelah pergi sekian lama tanpa permisi, maka dengan tergopoh-gopoh ibu tua ini memakai baju terbalik dan sandal terbalik. Segera dibukakannya pintu rumah, pemuda ini melihat persis ciri seorang Bodhisattva yang digambarkan oleh Bhikshu tua di gunung seberang, malah kaget, terharu dan menangis memeluk kaki ibunya. Seketika itu juga anak tersebut menyadari bahwa ibunya tiada lain adalah seorang Bodhisattva luhur. Segera Hauzi berlutut di depan ibunya, merasa malu dan menyesal karena sadar akan tabiat buruknya selama ini. Sejak itu Hauzi bertobat menjadi anak yang berbakti dan bekerja dengan rajin untuk berbakti, merawat dan menghibur ibunya yang sudah usia anjut sampai tutup usia.
Seorang Anak Malu Mengakui Ibunya
Ini adalah sebuah kisah lama yang patut direnungkan berkali- kali, bahwa betapa besarnya pengorbanan seorang ibu pada kita.
Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taiwan, tahun berapaan udah lupa, dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan electronic. Sebuah kisah nyata dari Taiwan, tentang seorang anak yang tak mengakui ibu kandungnya hanya karena ibunya mengalami cacad wajah.
Ada seorang pemuda bernama A be (bukan nama sebenarnya). Dia anak yang cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya itu pendapat cewek-cewek yang kenal dia.
Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, dia sudah di promosikan ke posisi manager dah tentu gajinya pun lumayan.
Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor. Tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman-teman kantor senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan cewek-cewek yang masih jomblo.
Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus pada A be.
Di rumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit dibagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini betul-betul seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya kalau tidak ada keperluan penting. Wanita tua ini tidak lain adalah Ibu kandung A Be.
Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan pekerjaan rutin layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat. Membereskan rumah, pekerjaan dapur, cuci-mencuci (pakai mesin cuci ) dan lain-lain. Juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak satu-satunyanya A be. Namun A be adalah seorang pemuda normal layaknya anak muda lain. Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya. Setiap kali ada teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat di rumahnya, A be selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu sebelum meninggal. “Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung karena kasihan”. jawab A be.
Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang Ibu. Tentu saja Ibunya menjadi sangat sedih sekali mendengarnya, tetapi ia tetap diam dan menelan ludah pahit dalam hidupnya. Ia semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya. Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. A be mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala keperluan sehari-hari yang biasanya di kerjakan oleh Ibunya. Di tambah harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali).
Hal ini membuat A be jadi BT (bad temper) dan uring-uringan di rumah. Pada saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari Ibunya, A be melihat sebuah box kecil. Di dalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A be. Foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah. Sang wanita menderita luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun.
Walau sudah usang, A be cukup dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu. Dia adalah Ibu kandung A be. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya. Spontan air mata A be menetes keluar tanpa bisa di bendung. Dia baru menyadari bahwa karena pengorbanan ibunya yang menyelamatkan dirinya, maka keadaan wajah ibunya bisa seperti sekarang ini. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, A be langsung bersujud di samping ranjang sang Ibu yang terbaring. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Sang Ibu-pun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. “Yang sudah-sudahlah nak, Ibu sudah maafkan kok, jangan di ungkit lagi”.
Setelah ibunya sembuh, A be bahkan berani membawa Ibunya belanja ke super-market. Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A be tetap cuek bebek. Kemudian peristiwa ini menarik perhatian kuli tinta (wartawan) yang kemudian membawa kisah ini ke dalam media cetak dan elektronik.
Jadi bagi yang masih punya Ibu (Mama) di rumah, biar bagaimanapun kondisinya, dia adalah tetap ibu kita yang melahirkan kita, segera bersujudlah di hadapannya. Selagi masih ada waktu, jangan sia-sia kan budi dan jasa ibu selama ini yang telah merawat dan membesarkan kita tanpa pamrih, sungguh kasih dan pengorbanan seorang ibu sangat mulia.
Wasiat Keranjang
Terdapat seorang anak yang pada awalnya sangat berbhakti terhadap orangtuanya. Hingga sesudah berumah-tangga dan memiliki seorang anak, kedua orangtuanya masih tinggal bersamanya. Istrinya yang pencemburu dan selalu memiliki prasangka buruk akan rasa bhakti suaminya terhadap mertuanya yang sudah tua tersebut, berulang-kali mempengaruhi suaminya agar dapat menyingkirkan orangtuanya tersebut dari rumah tempat tinggal mereka.
Hingga suatu hari, istrinya mengancam akan menceraikannya apabila tidak memenuhi keinginannya untuk menyingkirkan mertuanya tersebut dari rumah tempat tinggal mereka. Karena sayangnya suami ini terhadap istrinya, akhirnya mereka bersepakat untuk mengantar kedua orangtua mereka ke panti jompo. Merekapun menyiapkan keranjang besar untuk membawa kedua orangtua mereka. Keranjang besar yang dibeli dari pasar tersebut, dibawa pulang ke rumah dan menjadi perhatian anak lelaki mereka yang berumur 10 tahun, sehingga diapun bertanya kepada kedua orangtuanya.
“Papa dan Mama, buat apa keranjang besar ini?”
Ayahnya menjawab, “Keranjang ini dibutuhkan untuk mengangkut Kakek dan Nenek ke tempat yang banyak temannya (maksudnya panti jompo). Karena Kakek dan Nenek akan lebih bahagia tinggal di sana”.
Anaknya yang cukup cerdik dan berbhakti inipun berpikir panjang, dan dengan polos disampaikan permintaanya, “Papa dan Mama, tolong nanti sesudah keranjang ini dipakai jangan dibuang yah!”
Ibunya menjadi heran dan menanyakan lebih lanjut, “Buat apa keranjang ini nak?”
“Akan saya pakai untuk mengangkut Papa dan Mama ke tempat yang bahagia tersebut apabila sudah tua nantinya, sehingga Papa dan Mama dapat hidup lebih bahagia juga”.
Seperti halilintar yang menyambar di siang bolong, ayah dan ibunya menjadi sadar akan perbuatannya. Akhirnya merekapun membatalkan niat untuk memindahkan orangtuanya ke panti jompo. Dan kemudian hidup bahagia bersama sampai orangtua mereka meninggal dunia.
Kisah Permintaan Terakhir Seorang Pemuda Sebelum Dieksekusi
Dikisahkan ada seorang pemuda karena tidak terdidik dengan baik, maka menjadi seorang pencuri kawakan dan melakukan kejahatan pembunuhan. Ketika tertangkap kemudian akan dihukum mati, pada waktu sang hakim bertanya kepada pemuda tersebut:
“Apakah kamu masih ada suatu pesan atau sesuatu yang ingin disampaikan?
“Saya berharap sebelum saya dieksekusi saya ingin bertemu dengan ibu saya untuk terakhir kalinya”
Sang hakim mengabulkan permintaan dan bertemu dengan ibunya sambil berkata:
“Ibu! Sebelum saya dieksekusi ada suatu permintaan saya dari ibu” “anakku katakanlah!”
“Saya dibesarkan oleh susu ibu dan sekarang sebelum saya mati, saya ingin minum susu ibu untuk terakhir kalinya”
Melihat keadaan demikian sedih dan sungguh-sungguh dari sikap sang anak, sang ibu tidak ragu-ragu lagi membuka bajunya dan membiarkan anaknya yang sudah dewasa untuk menghisap susu sang ibu. Tetapi sang anak bukan meminum susu sang ibu malah menggigitnya, sambil marah berkata:
“Waktu saya kecil karena tidak tahu masalah sehingga mencuri. Tetapi ibu bukan mencegah atau memarahi saya , malah melindungi saya. Ibu tidak saja mendidik saya untuk mengerti mana yang benar dan mana yang salah. Akibatnya sekarang saya jadi begini. Ini semua kesalahan ibu!
Dari cerita tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa sang anak menjadi rusak karena sang ibu suka memanjakan anaknya. Bukan mendidik dan memberi tahu malah melindungi akhirnya mendatangkan malapetaka. Sedangkan anak tersebut bukannya bertobat dan melakukan instrospeksi, malah menyalahkan orang lain dan lingkungan.
Kisah Anak-anak Teladan
(100 murid sekolah dasar Mingde di kota Xingangshan, administrasinya oleh pemerintah kota Dexing, di propensi Jiangxi, dihalaman dasar kampus mengadakan cuci kaki ibu mereka untuk menunjukkan bakti dan merayakan jelang Hari Ibu.
100 students at Mingde Elementary School in the town of Xingangshan administered by the city of Dexing, Jiangxi province gathered on the campus playground and washed feet of their mothers to show filial piety and celebrate the forthcoming Mother’s Day.) (Picked from Xinhua)
Chi She is shown a woman suckling an old woman (her mother-in-law), a classic theme in Chinese history. Filial piety, respect for one’s parents, is the supreme virtue in China. (Seorang Chi She yang menjadi mantu perempuan memberikan air susu langsung dari payu daranya untuk mertua perempuan yang sudah tua. Ini cerita kalsik Chinese mengenai bakti dan hormat kepada orang tua. Adalah bakti teladan yang mempunyai jasa pahala berlimpah).
Zhang Da, Kisah Seorang Anak Teladan dari Negeri Tiongkok
Seorang anak di China pada 27 Januari 2006 mendapat penghargaan tinggi dari pemerintahnya karena dinyatakan telah melakukan “Perbuatan Luar Biasa”. Diantara 9 orang peraih penghargaan itu, ia merupakan satu-satunya anak kecil yang terpilih dari 1,4 milyar penduduk China.
Yang membuatnya dianggap luar biasa ternyata adalah perhatian dan pengabdian pada ayahnya, senantiasa kerja keras dan pantang menyerah, serta perilaku dan ucapannya yang menimbulkan rasa simpati.
Sejak ia berusia 10 tahun (tahun 2001) anak ini ditinggal pergi oleh ibunya yang sudah tidak tahan lagi hidup bersama suaminya yang sakit keras dan miskin. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang Papa yang tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan.
Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk mengambil tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan untuk Papanya dan juga dirinya sendiri, ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai.
Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini. Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah.
Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya dan Papanya. Demikian ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang dikerjakannya.
Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, Ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui.
Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan.
Setelah jam pulang sekolah di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya.
Hidup seperti ini ia jalani selama 5 tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat. Zhang Da merawat Papanya yang sakit sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggungjawab untuk merawat papanya.
Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya, ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya, semua dia kerjakan dengan rasa tanggungjawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggungjawabnya sehari-hari.
Zhang Da menyuntik sendiri papanya. Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur sepuluh tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli.
Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan injeksi/suntikan kepada pasiennya. Setelah ia rasa mampu, ia nekat untuk menyuntik papanya sendiri. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah terampil dan ahli menyuntik.
Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da, pembawa acara (MC) bertanya kepadanya, “Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu? Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah?
Besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir.
Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!”
Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, “Sebut saja, mereka bisa membantumu”.
Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar ia pun menjawab, “Aku mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama kembalilah!”
Semua yang hadir pun spontan menitikkan air mata karena terharu. Tidak ada yang menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya?
Sungguh sulit dan mulia kebajikan yang sudah dilakukan oleh seorang anak yang masih kecil dan juga terharu dengan permohonan seorang anak hanya mengharapkan ibunya kembali untuk menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis. Kenyataan anak tersebut memang masih polos, lugu dan berhati bajik hanya meminta ibunya kembali saja sedikit pun tidak menunjukkan keserakahan akan fasilitas maupun harta benda yang ingin di dana kepada nya.
Sikap & Perilaku Seorang Sramana Terhadap Orang -Tuanya
畢陵伽婆蹉,父母貧窮,欲以衣供養而不敢,以白佛,佛告諸比丘:若人百年之中,右肩擔父,左肩擔母,極世珍奇,衣食供養,猶不能報須臾之恩。從今聽諸比丘盡心盡壽供養父母,若不供養,得重罪。 (彌沙塞部五分律)
Sramana Pi Ling Chia Pho Cha, kehidupan ayah-ibunya sangatlah miskin, berhasrat berdana pakaian tetapi tidak berani, kemudian bertanya kepada Buddha. Buddha memberitahu kepada para Bhiksu: Bilamana orang selama ratusan tahun, bahu kanannya menggendong ayah, bahu kiri nya menggendong ibu, selama hidupnya merawat, berdana pakaian dan makanan, akan tetapi tidak dapat membalas budi besar meraka. Mulai sekarang dengarkan, para Bhiksu harus sekuat hati dan sepanjang hayat harus berdana kepada ayah-ibu, bila tidak berdana peroleh karma buruk berat. (Kitab Suci Vinaya Sa Mi Se Pu Wu Fen Li) (Perlu diketahui, bahwa sramana yang baik tidak akan menjalani penghidupan salah atau melakukan mata pencaharian yang salah, lalu hasilnya di danakan ke pada orang-tuanya. Atau melakukan pencurian uang Sang Triratna untuk digunakan untuk merawat orang tuanya. Perbuatan bodoh begini bukan berbakti justru bisa mencelakan orang tuanya di kemudian hari. )
Bijaksanalah menghadapi sikap dan perilaku orang tua.
Pepatah orang bijak mengatakan: “Menerima budi jangan lupa membalas budi; Berdana budi jangan mengharapkan balasan budi”.
Belajar agama Buddha di mulai bagaimana menjadi orang baik dan berguna, yaitu: dapat berbakti dan merawat orang tuanya. Semua kebajikan di mulai dari menghormati dan berbakti kepada orang tua. Ingatlah kebaikan orang tua, jangan ingat sifat dan keburukan orang tua. Ambil sisi kebaikan orang tua, jangan mengambil sisi lain dari keburukan orang tua. Karena sangat manusiawi sekali kalau orang tua kitapun tidak luput dari kesalahan atau kekhilafan, juga maafkanlah orang tua karena kondisi tertentu pernah menyakiti dan menelantarkan anak-anaknya. Renungkan orang tua tidak pernah ada bekasnya, karena tidak ada satu makhluk apapun yang dapat menggantikan posisi orang tua kita. Tubuh dan kehidupan anak-anaknya semua berasal dari orang tua. Kalaupun orang tua kita cara hidupnya salah dan bertentangan dengan Dharma dan hukum berlaku, kita sebagai anak harus berusaha menggugah, menyadarkan dan banyak berdoa untuk kebaikan orang tua. Sering-seringlah menjenguk orang tua dan bahagiakan mereka selagi masih hidup. Lakukan sebanyak mungkin kebajikan untuk pelimpahan jasa bagi mendiang orang tua. Ceritakan sejarah perjuangan dan kebaikan orang tua kepada cucu-cucunya, ajarkan budi pekerti untuk menghormati dan menghargai jasa pahala orang tua dan leluhur.
Ragam bakti untuk membalas budi orang tua
世上有两件事不能等: 一,孝顺;二,行善. Ada dua hal yang tidak bisa ditunda dalam kehidupan:
1. Berbakti dan patuh kepada orang-tua, 2.Melakukan kebajikan.
Ada 2 jenis Dimensi Bakti, yaitu:
a. Bakti Dekat : seorang anak hanya melakukan bakti kepada orang tuanya sendiri saja, terhadap mertua, leluhur, family sendiri, dan terhadap orang lain tidak peduli.
b. Bakti luas : seorang anak selain melakukan bakti terhadap orang tuanya, juga melakukan bakti terhadap mertua dan orang tuanya lainnya, seperti para leluhur, kakek-nenek, paman-bibi, family (besan), guru, orang jompo dan sebagainya.
Ada 4 jenis Kategori Bakti yang dapat di lakukan oleh anak-anaknya, antara lain:
1. Bakti Kecil: seorang anak hanya memenuhi kebutuhan sandang pangan orang tuanya, merawat dalam keadaan sakit dan menghibur dalam keadaan susah orang tuanya.
2. Bakti Sedang: seorang anak selain bakti kecil sudah di lakukan, melainkan juga dapat mengangkat harkat dan martabat orang tuanya, yaitu: anaknya berprestasi, menjadi pejabat tinggi negara atau pahlawan bangsa, atau menjadi konglomerat. Kesuksesan dan kemuliaan anaknya mempengaruhi orang tuanya juga, sehingga di hormati, di sanjung dan di segani oleh masyarakat luas.
3. Bakti besar: seorang anak rajin membina diri meraih kesucian dan membabarkan Dharma, menolong semua makhluk bebas dari bodoh dan derita, sekaligus memperindah tanah suci para Buddha. Jasa pahala anaknya yang berlimpah, dapat mengangkat orang tuanya terbebas dari lautan derita dan terlahir di surga, atau anaknya rajin menuntun dan membimbing orang tuanya, sehingga orang tuanya mempunyai tekad dan juang, sehingga dapat terlahir di surga.
Bakti kecil dan bakti sedang hanya berlangsung sesaat dan berskala kehidupan sekarang ini saja, karena perpisahan itu kelak pasti terjadi karena kematian, setelah kematian orang tuanya, banyak anak-anak tidak peduli dan mudah melupakan keberadaan orang tua dan bagaimana kondisi kehidupan selanjutnya untuk orang tuanya? Banyak anak merasa sudah cukup berbakti selagi orang tua masih hidup saja, setelah mati kuburkan dan lupakan, atau paling tidak setahun sekali mengenang dan berziarah ke kuburan orang tua. Sedangkan bakti besar terus di lakukan oleh anak-anaknya untuk mencari keberadaan dan di mana orang tuanya, berupaya menolongnya untuk di lahirkan di surga Buddha, agar meraih keselamatan dan kebahagiaan hakiki orang tuanya.
4. Bakti Maha Luas (Luar Biasa) : Setiap anak mempunyai orang tua dan setiap anak kelak bakal jadi orang tua, juga orang tua pun pasti mempunyai orang tua lagi sampai tingkatan leluhur yang tidak terbatas dan mempunyai hubungan yang saling berkaitan tidak terbatas pula, sehingga kewajiban manusia harus hidup saling menghormati, hidup rukun saling menyayangi dan tidak saling mencelakakan apalagi saling membinasakan. Seorang anak yang melaksanakan bakti maha luas harus berusaha membimbing dan menolong ayah-ibu saat sekarang dan di masa lalu yang tak terhingga dalam masa jutaan kalpa yang tidak terbatas dengan mempraktikkan kesucian dan kebajikan besar.
梵網經云:一切男子是我父,一切女人是我母,我生生無不從之受生,故六道眾生皆是我父母。 Sutra Fan Wang Cing, disabdakan: semua makhluk yang berjenis pria (jantan) adalah ayahku, semua makhluk yang bejenis perempuan (betina) adalah ibuku. Saya di dalam setiap kehidupan, tiada bukan yang tidak berasal dari kelahiran mereka. Oleh karena itulah, makhluk-makhluk di alam tumimbal lahir, semua pernah menjadi ayah-ibu ku. “Kebodohan dan penderitaan semua makhluk adalah mandala kebajikannya para Bodhisattva untuk menolong mereka yang ditimpa kemalangan atau jeratan karmanya. Tanpa berusaha menolong semua makhluk, maka keberadaan dan nilai-nilai Bodhisattva tidak ada artinya dan tidak layak menyandang gelar Bodhisattva juga tidak bisa mencapai kesempurnaan Buddha”.
Memperhatikan, mengingat dan menimbang semua makhluk pernah menjadi orang tua kita selama dalam siklus tumimbal lahir yang tidak berakhir, selayaknya seorang umat Buddha melaksanakan “Bakti Maha Luas” yaitu: jangan menyakiti, membunuh dan memakan daging makhluk apapun, senantiasa menyayangi, melindungi dan membimbing semua makhluk agar terbebas dari Samsara (lautan derita) dan menapak jalan Kebuddhaan. Seperti yang dilakukan Ksitigarbha Bodhisattva (Ti Cang Wang Pu Sha) yang melaksanakan Bakti Maha Besar, yaitu: selalu menolong semua orang tuanya di dalam banyak kehidupan, dan mengembangkan tekad luhur: “Neraka belum kosong tidak mau menjadi Buddha; Semua makhluk tuntas sudah di selamatkan baru mencapai Maha Bodhi”. Pelaku ‘Bakti Maha Besar’ ini dapat menggugah langit dan menggetarkan bumi. Cepat atau lambat praktisi yang mengamalkan bakti maha besar ini akan mencapai kesempurnaan paramita jadi Buddha.
Makna “Happy Birthday”
Salah satu dari tiga peringatan besar hari Waisak adalah kelahiran Buddha Gautama sebagai Pangeran Siddharta pada sekitar 2.500 tahun yang lampau. Dengan kata lain, merayakan Waisak adalah cara kita memperingati kelahiran Buddha Sakyamuni. Lalu, bagaimanakah kita sebagai umat Buddhis harus bersikap dalam memperingati hari kelahiran kita sendiri?
Dalam masyarakat negara kita, perayaan hari kelahiran (ultah/ ulang-tahun) bagi anak-anak Sekolah Dasar ke bawah umumnya di adakan di Mc D, Kentucky ataupun di sekolah bersama dengan orang tua dan teman-teman sekelasnya. Tetapi semakin beranjak dewasa, semakin mengecil partisipasi orang tua dalam perayaan ultah para putra-putri mereka. Bahkan mungkin tak sedikit putra-putri remaja ataupun dewasa yang merasa merayakan ultah bersama orang tua sudah tak sesuai dengan perkembangan jaman. Inilah fenomena dalam masyarakat kita yang berpandangan bahwa ultah adalah hari kebahagiaan bagi yang merayakannya, tak ada hubungan sedikitpun dengan orang tua.
Dalam buku “Zuo Ren Yu Zuo Shi” karya Lu Qin, Tiongkok, dikatakan bahwa orang Jepang menyebut ultah sebagai “Hari Penderitaan Ibu”. Di hari ultahnya, anak memberi hormat dan mengundang ibu mereka untuk makan bersama. Lebih dari itu, menurut hasil survey, setiap mahasiswa Jepang mengetahui tanggal kelahiran ayah dan ibu mereka.
Sedang di Tiongkok, sejak jaman dahulu telah mengenal ultah sebagai “Hari Penderitaan Ibu dan Kecemasan Ayah”. Hari kelahiran anak merupakan puncak penderitaan bagi ibu selama menjalani proses kelahiran dan kecemasan bagi ayah yang menunggu kelahiran.
Demikian pula dapat kita simak kutipan mengenai bakti dari beberapa Sutra berikut:
Sutra Kesabaran – Ren Ru Cing : “Tiada kebajikan yang lebih tinggi daripada berbakti, sedang kejahatan yang tertinggi adalah tidak berbakti”.
Mo Luo Mo Cing : “Permata yang ditumpuk tinggi dari permukaan tanah di bumi hingga mencapai 28 tingkat Alam Dewa, semua itu masih tak sebanding dengan penghormatan dan perawatan terhadap orang tua”.
Mahasannipata Sutra – Ta Ci Cing : “Saat Buddha tak muncul di dunia, perlakuan yang baik terhadap orang tua adalah seperti layaknya menghormati Buddha.”
Ekottarikagama Sutra – Ceng I A Han Cing : “Pahala kebajikan berbakti dan merawat orang tua adalah sederajat dengan pahala kebajikan Bodhisattva calon Buddha.”
Ta Ci Cing : Buddha berkata, “Bukan hanya saat ini saja memuji kebajikan berbakti, melainkan selalu memujinya selama kalpa yang tak terhingga.”
Sin Ti Kuan Cing : “Karena budi kebaikan ayah dan ibu sehingga setiap putera-puteri memperoleh kebahagiaan. Budi kebaikan ayah setinggi gunung, budi kebaikan ibu sedalam lautan.”
Sin Ti Kuan Cing : “Apa yang disebut paling kaya dan paling miskin di dunia ini? Ibu masih hidup, inilah yang disebut kaya, ibu telah meninggal, inilah yang disebut miskin; ibu masih hidup dinamakan tengah hari, ibu meninggal dinamakan matahari terbenam; ibu masih hidup dinamakan seterang rembulan, ibu meninggal dinamakan malam yang gelap. Karena itulah, kalian harus rajin berlatih diri untuk berbakti dan merawat orang tua. Orang yang demikian ini, pahala kebajikan yang diperolehnya tiada berbeda dengan pahala menghormati Buddha”.
Pu Shi Yi Kuang Cing : “Makanan dan permata belum cukup membalas budi kebaikan orang tua. Dapat mengarah-kan mereka menuju Dharma yang benar, itulah balas budi kepada kedua orang tua”.
Selain beberapa kutipan Sutra di atas yang menekankan pentingnya bakti, dalam syair Pelimpahan Jasa (Mahayana) juga terdapat satu kalimat yang menegaskan “Membalas empat budi kebaikan besar”. Apakah gerangan empat budi kebaikan besar itu? Tak lain adalah budi orang tua, makhluk hidup, pemimpin negara, Tri Ratna (Guru, atau pembina). Di sini terlihat bahwa budi kebaikan orang tua merupakan satu dari empat budi kebaikan besar.
Dari beberapa uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa Buddha Dharma sangat menekankan pentingnya bakti, maka itu sudah selayaknya kita sebagai siswa Sang Buddha meletakkan bakti sebagai landasan utama kehidupan kita. Sebagai anak yang berbakti, kita harus ‘Kenal budi’ (Zhe En), ‘Berterima kasih’ (Gan En) serta berusaha ‘Membalas budi’ (Bao En) kebaikan orang tua.
Bagaimanakah bentuk balas budi itu?
Sejak kecil kita telah di ajarkan banyak mengenai bakti, kali ini kita coba membahasnya dalam sudut pandang yang berbeda yang berkaitan dengan hari kelahiran.
Ingat hari kelahiran orang tua.
Ingatlah hari kelahiran orang tua dan berikan ucapan “Happy Birthday” pada mereka di hari super special itu. Lewati hari spesial itu bersama-sama orang tua. Bila kondisi tak memungkin kan untuk bertemu, setidaknya sampaikan ucapan happy birthday melalui media telepon/hp.
Perenungan di hari ulang tahun kita.
Lewati hari spesial diri kita sendiri bersama dengan orang tua. Renungkan penderitaan ibu sewaktu mengandung dan melahirkan kita, menyebabkan kekhawatiran ayah, serta kasih sayang dan perjuangan orang tua dalam membesarkan kita. Bila kita berhalangan, gunakan pula telepon/hp untuk menyampaikan rasa terima kasih kita pada orang tua bila kondisi tak memungkinkan untuk bersama-sama pada hari itu.
Momen kebahagiaan orang tua.
Selain merupakan hari penderitaan dan kecemasan orang tua, ultah kita juga merupakan “Hari Kebahagiaan” bagi orang tua. Kelahiran kita adalah kebahagiaan orang tua, karena itu, tidakkah kita harus berupaya agar orang tua menjadi semakin berbahagia? Mari kita jadikan ultah sebagai momen yang membahagiakan orang tua.
Berbuat kebajikan.
Ultah orang tua dan kita sendiri seyogyanya di isi dengan berbuat kebajikan, seperti: berdana kepada Sang Triratna (Buddha, Dharma dan Sangha). Berdana bagi mereka yang membutuhkan, tak menyakiti makhluk lain, menunjang pengembangan Dharma dan kegiatan kebajikan semacamnya. Seperti yang tercantum dalam Dhammapada : “Jangan berbuat jahat; Lakukan kebajikan; Sucikan hati dan pikiran; Inilah ajaran para Buddha”. Inilah ajaran yang merupakan dasar dari semua kebahagiaan sejati. Kenapa kita tidak mengisi ultah dengan menanam benih kebahagiaan melaksanakan ajaran mulia para Buddha?
Membalas Budi Orang Tua
Kembangkan Kualitas Moralitas, Mentalitas, Spiritualitas Ayah-Ibu. Mendorong, membiasakan serta mengukuhkan orang tua di dalam keyakinan, moralitas, kedermawanan dan kebijaksanaan. Untuk jelasnya, mari kita simak Anguttara Nikaya (II, iv,2) seperti berikut di bawah ini: “Kunyatakan, O para bhikkhu, ada dua orang yang tidak pernah dapat dibalas budinya oleh seseorang. Apakah yang dua itu? Ibu dan ayah. Bahkan seandainya saja seseorang memikul ibunya ke mana-mana di satu bahunya dan memikul ayahnya di bahu yang lain, dan ketika melakukan ini dia hidup seratus tahun, mencapai usia seratus tahun; dan seandainya saja dia melayani ibu dan ayahnya dengan meminyaki mereka, memijit, memandikan, dan menggosok kaki tangan mereka, serta membersihkan kotoran mereka di sana – bahkan perbuatan itupun belum cukup, dia belum dapat membalas budi ibu dan ayahnya. Bahkan seandainya saja dia mengangkat orang tuanya sebagai raja dan penguasa besar di bumi ini, yang sangat kaya dalam tujuh macam harta, dia belum berbuat cukup untuk mereka, dia belum dapat membalas budi mereka. Apakah alasan untuk hal ini? Orang tua telah berbuat banyak untuk anak mereka: mereka membesarkannya, memberi makan dan membimbingnya melalui dunia ini.
Tetapi, O para bhikkhu, seseorang yang mendorong orang tuanya yang tadinya tidak percaya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam keyakinan; yang mendorong orang tuanya yang tadinya tidak bermoral, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam moralitas; yang mendorong orang tuanya yang tadinya kikir, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam kedermawanan; yang mendorong orang tuanya yang tadinya bodoh batinnya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam kebijaksanaan – orang seperti itu, O para bhikkhu, telah berbuat cukup untuk ibu dan ayahnya: dia telah membalas budi atas apa yang telah mereka lakukan”.
Pelimpahan jasa
Lima poin di atas merupakan bentuk balas budi yang kita lakukan semasa orang tua masih hidup, bagaimana pula kita harus membalas budi orang tua yang sudah meninggal? Pada peringatan hari ultah almarhum orang tua dan ultah kita, lakukan perenungan akan budi kebaikan yang tak terhingga dari orang tua pada kita, dengan menjaga perbuatan kita agar tidak berbuat jahat, mengembangkan kebajikan, menyucikan pikiran serta melakukan pelimpahan jasa bagi almarhum orang tua tercinta.
Memang benar, bakti adalah suatu hal mulia yang harus di amalkan dan dil aksanakan setiap saat, bukan hanya berlaku khusus pada hari ultah kita saja. Tetapi, tak sedikit dari kita yang acap kali lupa akan hal satu ini. Maka dari itu, ultah adalah satu momen tepat sebagai pengingat bagi kita akan pentingnya pengamalan BAKTI.
Sekarang, tahukah kita akan makna ultah yang sesungguhnya? Adakah orang-orang di sekitar kita juga memahami makna ultah ini? Dan, sudahkah kita bertekad untuk memberitahukan makna ultah ini pada setiap orang? . . . . Terima kasih Mama …. . . . Terima kasih Papa …
Ingat Budi & Kebaikan Orang Tua, Jangan Gusar terhadap Kelemahannya
Di saat daku tua, bukan lagi diriku yang dulu;
Maklumilah diriku, bersabarlah dalam menghadapiku.
Di saat daku menumpahkan kuah sayuran di bajuku, di saat daku tidak lagi mengingat cara mengikat tali sepatu. Ingatlah saat-saat bagaimana daku mengajarkan, membimbingmu untuk melakukannya.
Di saat saya dengan pikunnya mengulang terus menerus ucapan yang membosankanmu.
Bersabarlah mendengarkanku. Jangan memotong ucapanku. Dimasa kecilmu, daku mengulang dan mengulang terus sebuah cerita yang telah saya ceritakan ribuan kali hingga dirimu terbuai dalam mimpi.
Di saat saya membutuhkanmu untuk memandikanku, janglah menyalahkanku.
Ingatlah masa kecilmu, bagaimana daku dengan berbagai cara membujukmu untuk mandi.
Di saat saya kebingungan menghadapi hal-hal baru dan teknologi modern, janganlah menertawaiku.
Renungkanlah bagaimana daku dengan sabarnya menjawab setiap “mengapa” yang engkau ajukan di saat itu.
Di saat kedua kakiku terlalu lemah untuk berjalan, ulurkanlah tanganmu yang muda dan kuat untuk memapahku.
Bagaimana dimasa kecilmu daku menuntunmu melangkahkan kaki untuk belajar berjalan.
Di saat daku melupakan topik pembicaraan kita. Berikanlah sedikit waktu padaku untuk mengingatnya.
Sebenarnya, topic pembicaraan bukanlah hal yang penting bagiku, asalkan engkau berada disisiku untuk mendengarkanku, daku telah bahagia.
Di saat engkau melihat diriku menua, janganlah bersedih.
Maklumilah diriku, dukunglah aku, bagaikan daku terhadapmu di saat engkau mulai belajar tentang kehidupan.
Ada dua Buddha di setiap keluarga. “Tetapi sungguh sayang, tidak banyak yang mengerti hal ini. Mereka tidak perlu dipuja dengan emas dan sebagainya, atau diukir dengan cendana. Perhatikanlah ayah dan ibu, mereka adalah Sakyamuni dan Maitreya. Jika sanggup memberikan persembahan kepada mereka, kebajikan yang lain tidaklah berarti”.
Implementasi Bakti Kepada Ayah-Ibu
1. Di rumah, ketika orang tua berteriak memanggil kita, seyogianya segera menyahut, jangan diam saja atau bertele-tele lama baru mau menyahut.
2. Segera laksanakan, apabila ada suatu hal yang harus kita kerjakan dari orang tua, jangan sengaja menundanya, atau bermalas-malasan.
3. Saat orang tua memberikan nasehat harus didengar dengan penuh perhatian dan muncul rasa respek; Bila orang tua menginginkan kita belajar baik dan memberi pengarahan pada kita, harus bersikap hormat dan tidak boleh semena-mena, harus menyimak baik-baik setiap perkataan orang tua.
4. Bila orang tua menyuruh anaknya untuk melakukan pekerjaan rumah, membeli sesuatu atau melakukan kewajiban lainnya. Menjadi seorang anak harus menurut jangan membantah apalagi menolak. Melakukan tugas atau kewajiban yang diperintahkan oleh orang tuanya harus sepenuh hati janganlah dilakukan dengan muka cemberut, ogah-ogahan, atau bekerja tidak sepenuh hati, juga jangan memalukan, merusak apalagi merugikan orang tua.
5. Apabila kita telah berbuat salah, orang tua menyalahkan kita, seyogyanya dituruti dan menanggung segala akibat kesalahan itu, tidak boleh marah, gusar, dendam atau durhaka terhadap mereka, membuat orang tua sedih.
6. Sebagai anak, pada musim hujan atau musim dingin harus memperhatikan apakah pakaian yang dikenakan orang tua cukup hangat, demikian juga dengan tempat tinggalnya apakah hangat dan nyaman untuk di huni.
7. Pada musim panas, harus memikirkan apakah orang tua merasa nyaman. Usahakan orang tuanya hidup leluasa, nyaman dan tentram.
8. Setiap bangun pagi, harus melihat-lihat orang tua, menanyakan apakah sehat-sehat saja; membimbing orang tuanya agar suka berolah-raga dan hidup teratur. Setelah pulang malam, harus memberi salam pada orang tua.
9. Saat keluar, beritahu dulu pada orang tua hendak ke mana, setelah pulang kembali ke rumah, harus menyapa atau menemui orang tua, agar mereka merasa lega.
10. Waktu bekerja dan beristirahat dalam kehidupan sehari-hari memiliki prosedur yang pasti, lagi pula terhadap segala hal yang dikerjakan, tidak mengubahnya dengan semena-mena. Masalahnya meskipun kecil, jangan bertindak atas kemauan sendiri, dan tidak memberitahu pada orang tua, seandainya bertindak sesuka hati, maka akan merugikan kewajiban sebagai anak. Meskipun sesuatu yang kecil, jangan menyembunyikannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang tua, jika diketahui orang tua, perasaan hati orang tua pasti sangat sedih.
11. Sesuatu yang disukai orang tua, sebagai anak seyogianya berusaha memenuhinya, dan sebaliknya sesuatu yang tidak disukai orang tua, seyogianya dikesampingkan.
12. Seandainya tubuh kita mendapat luka, pasti akan menimbulkan kecemasan orang tua, jika kepribadian kita merosot, bisa membuat orang tua merasa malu.
13. Orang tua menyayangi anak-anaknya, dan anak-anak bisa berbakti terhadap orang tua, itu adalah suatu hal yang sangat alami, pembaktian seperti ini apalah sulitnya? Seandainya orang tua benci pada kita, namun masih tetap bisa berbakti dengan sepenuh hati, perilaku bakti yang sulit demikian selayaknya patut dipuji.
14. Perwujudan bakti kepada orang tua adalah rawatlah tubuh orang tua agar senantiasa sehat dan panjang usia; Binalah hati orang tua agar riang dan arif, berhati benar dan bajik; Bantulah keinginan orang tua untuk terlahir di surga atau merealisasikan sesuatu usaha yang bermanfaat bagi semua makhluk.
15. Saat orang tua ulang tahun, sungkem memberi hormat kepada orang tua dan rayakan dengan mengundang makan, memberikan kado buku Dharma atau sesuatu barang yang memang dibutuhkan dan bermanfaat.
16. Saat anaknya ulang tahun, sungkem memberi hormat, minta maaf atas kesalahan dan kekeliruan anak sekaligus memohon petunjuk dan bimbingan dari orang tua. Ingatlah ulang tahun anak adalah “Hari Kesusahan Ibu dan kerisauan Ayah’. Pada saat itu ibu mengalami kesusahan lahir dan batin berjuang mempertaruhkan nyawa untuk kelahiran dan keselamatan anaknya. Juga saat itu pun menjadi kerisauan ayahnya. Ingat, bibit kehidupan anaknya diberikan oleh ayah, dan dibesarkan oleh ibu. Jadi sepatutnya menghormati ayah ibunya secara tulus dan adil-merata.
17. Pada Perayaan Father-day atau Mother-day, ajaklah orang tuanya makan di luar, membelikan kado special atau bertamasya. Hiburlah orang tua dengan lelucon yang menyegarkan, belikan DVD film-film Buddhis atau kunjungi vihara untuk mendengarkan ceramah Buddhis.
18. Di saat orang tua sakit, ajaklah ke dokter untuk diperiksa, bila diketahui sakitnya berat, maka perlu di opname. Saat menjelang meninggal dunia, seorang anak harus membimbing orang tua agar dapat melepaskan semua kemelekatan dan kerinduan terhadap duniawi. Ajarkan Nien Fo (lafalkan pujian Amithofo) untuk dilahirkan di surga. Selama 49 hari sampai 3 tahun sejak kematian orang tuanya, semua anak harus berbuat banyak kebajikan atas nama orang tuanya dan mengendalikan diri, rajin melafalkan pujian Amithofo agar orang tuanya terlahir di surga Sukhavati.
19. Berilah asupan gizi dan vitamin untuk kesehatan orang tua. Perhatikan dan penuhi kebutuhan pokok orang tua. Rajin melakukan kebajikan atas nama orang tua. Sering berdoa untuk kebahagiaan orang tua. Tingkatkan harkat dan martabat kemuliaan orang tua dengan kebajikan dan keluhuran sikap dan perilaku anak-anaknya.
20. Tuntunlah dan bantulah aktivitas orang tua yang fisiknya lemah. Penuhi cita-cita luhur orang tua yang belum tercapai. Bimbinglah perkembangan mentalitas orang tua ke arah Sila (pengendalian), Samadhi (ketenangan) dan Prajna (kearifan). Tumbuh-kembangkan Bodhicitta orang tua agar menapak jalan Kebuddhaan. Di akhir penghidupan laksanakan upacara kematian orang tua yang agung, sederhana selaras dengan Dharma dan terhormat.
Pada umumnya, orang selalu beranggapan, bahwa setelah ada pengorbanan orang tua untuk anak-anaknya, anak-anak baru mau melaksanakan kewajibannya untuk berbakti, dan ini, dengan proses tawar-menawar di pasar apakah ada bedanya? Jika orang tua melakukan kesalahan, sebagai anak harus menasihati supaya memperbaikinya dan saat memberi nasihat, jangan sekali-kali bermuka masam atau dengan suara nada yang tajam, ekspresi wajah harus lembut dan ceria, setiap kata harus lembut dan ramah. Seandainya orang tua tidak menerima nasihat dari kita, maka harus menunggu saat orang tua lagi bersuka cita baru dinasihati lagi. Namun, jika orang tua tetap keras kepala tidak mau mendengar nasihat kita, orang yang berbakti tidak tega jika orang tua terperosok ke dalam kesalahan, bahkan dengan tangisan, untuk memohon agar orang tua memperbaiki kesalahannya, meskipun harus mendapat kecaman atau pukulan orang tua juga tidak akan mengeluh sedikit pun.
Membimbing Ayah-Ibu tidak cepat tua, tidak mudah sakit dan tidak mengalami proses kematian
Umumnya ayah-ibu di usia senja pasti kelihatan tua, banyak sakit dan khawatir ajal menjemputnya. Karena ayah-ibu yang sudah tua tubuhnya lemah dan banyak sakit sehingga perlu perhatian ekstra dan harus banyak dilayani, sehingga anak-anaknya pasti repot untuk merawat dan banyak mengeluarkan biaya mengajak ayah-ibunya pergi ke dokter untuk kesembuhannya. Juga kecenderungan orang tua di usia senja banyak yang merasa kesepian karena sudah ditinggal oleh partner hidupnya, akibatnya merasa hidup tidak ada lagi arti baginya, merasa kehadirannya sudah tidak berguna lagi, mudah putus asa, ditambah lagi anak-anak nya yang sudah dewasa cenderung sudah menjauh tidak akrab lagi, kurang menghormati dan tidak menghargai lagi keberadaannya, kadang-kadang banyak orang tua yang di kurung di dalam rumah atau dikucilkan, tidak jarang dititipkan ke rumah jompo. Melihat kondisi ini banyak orang tua yang menangis, sedih, resah dan susah hati bila memperhatikan anak-anaknya yang sudah berkeluarga melupakan dan menjauhi orang tuanya. Di tambah lagi perasaan takut dan gelisah bagaimana menghadapi kematian. Bagaimanakah proses kematian dan kemana setelah mati? Pertanyaan ini terus kepikiran dan berkecamuk dalam batinnya dan orang tua tersebut umumnya jarang bertanya atau berkonsultasi dengan anak-anaknya, karena orang tuanya umumnya sangat tahu karakter anak-anaknya yang dipelihara sejak kecil, dan pertanyaan tersebut tentu tidak mungkin dijawab dengan baik dan akurat dari anak-anaknya yang tidak belajar Buddhadharma.
Perlu diketahui, semua yang berkondisi tidaklah kekal adanya (anitya) dan Anatta (segala yang berkondisi tidak ada inti kepemilikan); Semua sebab-akibat masalah kehidupan manusia berawal dari aktivitas pikiran dan perbuatan karmanya. Semua penyakit hadir karena rapuhnya tubuh ini juga pemilik tubuh tidak mampu merawat kesehatannya, juga semua penyakit umumnya datang dari apa yang dimasukan ke dalam mulut (apa yang di makan dan di minum). Semua makanan dan minuman yang dibumbui dengan zat-zat pewarna, anti basi atau zat-zat lain perangsang makanan dapat membuat sensasi ketagihan dan menimbulkan kenikmatan umumnya mengandungf racun soft killing yang mengakibatkan banyak penyakit, semua disebabkan adanya kegelapan batinnya sendiri sehingga terjebak dan melekat dengan kondisi luar. Artinya, semua penyakit datang dari pikiran kacau, nafsu kacau dan hidup kacau, sehingga menciptakan kondisi buruk dan karma buruk. Utamanya, semua penderitaan orang tua berasal dari kebodohan dan karmanya sendiri, juga dipengaruhi oleh perilaku anak-anaknya terhadap ayah-ibunya bagaimana? Jika orang tua sudah lanjut usia tentu tubuhnya lemah banyak penyakit dan anak-anaknya tidak peduli dan kurang ajar, pastilah orang tua tersebut tambah sedih, susah dan derita.
Bagaimana menghadapi kondisi yang di alami banyak orang tua demikian? Kiranya seorang anak yang berbakti haruslah cerdas dan arif. Sejak awal anak-anak harus bisa membelikan buku-buku Buddhis yang mengajarkan bagaimana bisa ceria di usia senja?, Artikel atau DVD ceramah tentang kematian dan ajaran Sukhavati, senantiasa mengajarkan, membimbing, dan menuntun orang tuanya untuk melaksanakan Buddhasmrth (Nien Fo, melafalkan pujian Amitabha Buddha), dengan sujud, penuh konsentrasi, tidak ragu, tidak kacau dan Nien Fonya terus berkesinambungan (tidak putus). Tumbuh kembangkan keyakinan, dan tekad untuk terlahir di surga Sukhavati. Bila ini dilakukan terus menerus, maka karma baik sekarang akan terlihat, yaitu: orang tuanya tidak terlihat cepat tua, tidak mudah sakit, tidak linglung (pikun), tidak cerewet, tidak mempunyai sifat seperti kekanak-kenakan, hidupnya ceria dan batinnya tenang, dan tingkah lakunya berubah menjadi mulia.
Di saat menjelang meninggal dunia ia tahu kapan dan siapa yang akan menjemputnya, sehingga ia dapat mempersiapkan segala keperluannya dan memberikan amanat dan nasehat terakhir di saat menjelang akhir kehidupannya di dunia. Juga sebelum meninggal dunia energy kesadarannya (shen-se) sudah di di jemput sehingga ia tidak merasakan penderitaan karena mengalami proses kematian, yaitu: terurai dan lenyapnya 4 unsur tubuhnya (unsur padat, cair, panas dan udara). Umumnya orang tua yang rajin Nien Fo jenazahnya tidak cepat kaku dan tidak bau. Sebelum meninggal kebanyakkan ada peristiwa-peristiwa yang menakjubkan yang terjadi di tempat tinggalnya, seperti tercium harum semerbak yang langka, kamarnya bersinar, terdengar music surgawi dan lain sebagainya. Juga banyak di temukan orang tua yang rajin Nien Fo, saat meninggal bisa duduk bermeditasi, berdiri atau tiduran Ci Siang wo (rebahan layaknya seorang Buddha) dan lain sebagainya, memang unik dan nyata, sudah terbukti dan bisa dibuktikan. Semua tergantung tekad dan praktik Nien Fonya sudah sampai dimana? Selanjutnya karma baik mendiang orang tuanya akan di lahirkan ke surga Sukhavati, bertemu dengan Amitabha Buddha, dan para Bodhisattva agung lainnya, dibimbing untuk mencapai Kebuddhaan.
Umumnya orang tua yang tidak Nien Fo di saat tua banyak masalah dan suka bikin masalah untuk anak-anaknya. Oleh karena itu, anak yang cerdas dan arif pastilah menuntun, mengajarkan dan membimbing orang tuanya untuk rajin Nien Fo. Bila orang tuanya bisa terlahir ke surga Sukhavati, maka anak tersebut sudah melaksanakan bakti besar, dan kelak orang tuanya akan membalas budi besar anaknya, setelah anaknya meninggal pun dibantu dan dibimbing ke surga Sukhavati.
Ratusan Bakti dalam Kitab “Pai Suei Lao Zen”
• Dunia mementingkan bakti, bakti harus di utamakan, dengan adanya bakti, seisi keluarga akan selalu mendapatkan ketentraman dan keselamatan.
• Orang yang berbakti akan mendapatkan anak yang berbakti pula, anak yang berbakti pastilah bijaksana dan berbudi.
• Bakti merupakan langkah pertama dalam norma kemanusian, seseorang yang berbakti, kelak setelah meninggal akan menjadi dewa.
• Sejak dahulu kala pejabat-pejabat yang setia merupakan orang yang berbakti, raja memilih pejabat yang bijaksana atas dasar bakti dan kejujuran.
• Setulus hati berbakti pada orang tua, berbakti tidak terletak pada masalah sandang dan pangan.
• Bakti yang termulia adalah bakti yang berasal dari lubuk hati, berbakti pada orang tua, sekalipun di marahi tetap tidak membantah.
• Sayangnya manusia di dunia tidak mengenal bakti, kembalilah melaksanakan bakti sesuai dengan hati nurani.
• Segala sesuatu tidak lancar karena tidak berbakti, tak tahunya bakti dapat mengharukan alam semesta.
• Tidak ada cara lain untuk berbakti pada orang tua selain bersikap patuh, bakti tidak membedakan pria dan wanita.
• Rezeki dan kemakmuran yang diperoleh semuanya berasal dari bakti, Para Dewa memperlakukan orang yang berbakti secara istimewa.
• Setiap orang dapat berbakti pada orang tuanya, berbakti dan menghormati orang tua ibarat menghormati Guru Buddha.
• Anak lelaki yang berbakti akan kelihatan dari tutur katanya, menantu perempuan yang menjalankan bakti akan terpancar dari wajahnya.
• Apabila dapat berbakti kepada mertua, selain di puji sebagai seseorang yang berbakti, juga di nilai sebagai seseorang yang berbudi luhur.
• Untuk mendapatkan nama baik, wanita terlebih dahulu harus belajar berbakti, bahkan di dalam “3 Panutan dan 4 Budi kewanitaan”, bakti juga menempati tempat pertama.
• Berbakti dalam masyarakat akan di hormati orang, berbakti dalam keluarga, seisi keluarga akan bahagia.
• Anak yang berbakti akan selalu mendorong orang lain untuk menjalankan bakti, bakti merubah adat istiadat dan moral manusia menjadi baik.
• Semasa hidupnya orang berbakti akan mempunyai nama yang harum, setelah meninggal perbuatannya akan dikenang orang selamanya.
• Dalam menangani dan menyelesaikan masalah, bakti memberikan kekuatan yang besar, bakti dapat mengharukan langit dan bumi.
• Kitab dan sastra bakti mengajarkan manusia untuk berbakti, berbakti kepada orang tua dan leluhur.
• Orang tua melahirkan anak juga merupakan bentuk bakti, dapat berbakti merupakan orang yang baik.
• Apabila orang dapat berbakti kepada orang tuanya, kelak anak cucunya juga akan berbakti kepadanya.
• Jika tidak tahu berbakti pada orang tua, kelak mengalami kesengsaraan atau kemalangan janganlah menyalahkan ‘Hukum Keadilan Alam’.
• Seorang anak yang berbakti akan mempunyai wajah yang penuh kedamaian, bila dapat berbakti dan rukun dengan saudara-saudara, dengan sendirinya akan selalu berada dalam keadaan yang selamat.
• Semasa orang tua masih hidup, yang seharusnya berbakti tetapi tidak dilaksanakan, setelah orang tua meninggal baru hendak berbakti, menyesal pun sudah tiada berguna.
• Berbakti harus dari lubuk hati, bukan hanya penampilan luar saja, berbakti harus di jalankan bukan hanya di mulut saja.
• Orang yang berbakti memimpin keluarga, sekeluarga akan bahagia. Orang yang berbakti mengatur keluarga, seluruh rakyat akan aman sentosa.
• Kemakmuran berasal dari bakti, dengan adanya bakti maka terbentuklah kedamaian.
• Melaksanakan bakti tidak membedakan kaya dan miskin, yang bisa memahami isi hati orang tua dengan baik adalah orang yang berbakti.
• Sesama keluarga bisa rukun, dan akur merupakan wujud dari bakti, dengan sikap bersabar dan mengalah maka sempurnalah baktinya.
• Dapat berbakti dalam keadaan sulit barulah kelihatan bakti yang sesungguhnya, dengan wajah yang berbakti menggembirakan orang tua.
• Selagi orang tua kita hidup kita wajib berbakti, anak yang berbakti harus mengerti kesepian yang di rasakan orang tuanya yang menjanda/menduda.
• Cepatlah melaksanakan bakti karena waktu berlalu dengan cepat, berbakti adalah kewajiban kita, namun usia orang tua kita terletak pada karma kehidupannya.
• Berbakti pada saat orang tua hidup barulah merupakan bakti yang sesungguhnya, menunaikan bakti sesudah orang tua meninggal sudah tidak ada artinya lagi.
• Bakti merupakan pusaka yang di wariskan secara turun-temurun, bakti membawa rasa damai dan kesuka-citaan.
• Anak kambing menyusu sambil berlutut karena tahu berbakti. Burung gagak berbakti dengan merawat kembali induknya.
• Sebagai manusia jika tidak tahu berbakti, masih kalah di bandingkan dengan binatang, suatu hal yang sangat menyedihkan.
• Sebanyak apapun perbuatan baik yang kita lakukan, bakti adalah yang paling utama, ketahuilah bahwa bakti adalah sumber dari segala perbuatan baik.
• Menyembah Buddha dan melakukan perbuatan baik juga termasuk bakti, bakti yang selaras dengan ‘Dharma kebenaran’ akan dapat mencapai surga.
• Bakti amatlah luhur dan mulia, kemuliaannya tiada terhingga dan tiada terbatas.
• Pada syair di atas, setiap kalimat tidak terlepas dari kata “Bakti”, jika terpisah dari bakti maka norma kemanusiaan pun menjadi kacau.
• Membaca sepuluh kali syair ini akan tercakup ribuan bakti, membaca seratus kali syair ini maka lengkaplah bakti tersebut.
• Sering-seringlah membaca syair ini, syair “Ratusan Bakti” ini dapat menghilangkan bencana dan membuat kita terhindar dari musibah.
Bagaimana membalas budi jasa besar orang tua
Kehidupan manusia dapat dikatakan tiada awal dan tiada akhir dan sudah berlangsung lama sekali berproses di enam alam tumimbal lahir mengalami kelahiran dan kematian yang berulang-ulang, berapa banyak orang tua kita di masa lalu?, sulit terkatakan!, dan bagaimana sikap dan perilaku kita terhadap orang tua sekarang?. Bagaimana membalas budi jasa orang tua kita sekarang dan di masa-masa lalu?
Sutra tentang kebaikan hati orang tua dan bagaimana sulitnya untuk membalas budi baik mereka. Hyang Buddha berkata: “Wahai siswa-siswaku, jika kalian ingin membalas jasa kebajikan budi baik dari kedua orang tua…””Demi mereka tulis dan perbanyaklah Sutra Bakti ( atau sutra-sutra lainnya), sebar luaskan demi kebajikan semua makhluk serta kumandangkanlah Sutra bakti ini. Segeralah bertobat atas pelanggaran-pelanggaran dan kesalahan-kesalahan. Atas nama orang tua kalian, berikanlah persembahan kepada Buddha, Dharma, Sangha”. Demi orang tua, patuhlah kepada perintah dan hanya memakan makanan suci dan bersih. Tumbuh kembangkan kebajikan dari praktek berdana. Inilah kekuatan yang diperoleh, semua Buddha akan selalu melindungi orang yang demikian itu dan dapat dengan segera menyebabkan orang-orang tua mereka lahir kembali di surga, untuk menikmati segala kebahagiaan dan meninggalkan penderitaan-penderitaan neraka.
Mengambil sila dan vinaya, melaksanakan kebajikan Sad Paramita (Dana, Sila, Ketabahan, Semangat, Meditasi, dan Kebijaksanaan), melafarkan sutra dan mantra, gembira berbuat kebajikan, untuk dilimpahkan kepada orang tua. Inilah di sebut sebagai anak yang berbakti, bila tidak, maka di sebut makhluk-makhluk neraka.
Karena kehidupan kita yang tidak terbatas, maka boleh dikatakan semua makhluk adalah orang tua kita di masa lalu, atau pernah menjadi saudara, sanak famili dan kerabat kita semua, kelak merekapun bisa mencapai ke-Buddhaan. Perlu di ketahui, bahwa kita bisa bertemu dan berjodoh satu sama lainnya, karena mempunyai jodoh, kaitan dan ikatan dimasa lalu, untuk itu hindarilah menyakiti dan membunuh semua makhluk, curahkan kasih dan simpati kepada mereka, serta limpahkanlah jasa pahala kebajikan untuk mereka semua, agar dapat mengikis kebodohan menggali sumber pencerahan, melenyapkan penderitaan dan memperoleh kebahagiaan.
Di dalam Sutra Buddhis disabdakan: ”Bila ada satu anak yang membina diri mencapai tingkat kesucian, maka sembilan tingkat leluhurnya memasuki surga” . Untuk itu, berjuang dan raihlah kesucian untuk membalas budi jasa semua orang tua di masa lalu dan sekarang.
Mengajak, menuntun, dan membimbing orang tua belajar agama Buddha, mengambil Abhiseka Trisarana (Kui Yi Sam Pao) dan Pancasila Buddhis, Atthasila, atau Bodhisattva-sila, tumbuh-kembangkan Bodhicitta orang tuanya, ajarkan metode Nien Fo (Buddhasmrth), bangkitkan tekad dan perjuangan orang tua untuk terlahir di surga Sukhavati.
Dalam Angguttara Nikaya Bab IV ayat 2, Sang Buddha juga memberikan petunjuk mengenai cara terbaik untuk membalas budi dan jasa kebaikan orang tuanya, yaitu sebagai berikut : ” Apabila anak dapat mendorong orang tuanya yang belum mempunyai keyakinan terhadap Triratna (Buddha, Dhamma, dan Sangha), sehingga mempunyai keyakinan kepada Triratna; apabila anak dapat membuka mata hati orang tua untuk hidup sesuai dengan Dhamma, membimbing mereka untuk memupuk karma baik, berdana, melaksanakan sila, mendorong mereka mengembangkan kebijaksanaan, maka anak tersebut dapat membalas budi dan jasa-jasa kebaikan orang tuanya.” Sesungguhnya, dengan berbuat demikian, selain anak tersebut telah membalas jasa-jasa orang tuanya, ia juga telah menumpuk karma-karma baik bagi dirinya sendiri.
Cara Menolong Orang Tua yang Sudah Meninggal Dunia
據《中陰經》:「中陰眾生壽命七日。」而《瑜伽師地論》亦云:「又此中有,若未得生緣,極七日住;有得生緣,即不決定;若極七日未得生緣,死而復生,極七日住。如是輾轉未得生緣,乃至七七日住,自此已後,決得生緣。」《梵網經》:「父母、兄弟、和尚、阿阇黎亡滅之日,及三七日,四五七日,乃至七七日,亦應講說大乘經律。」
Di dalam Sutra Cung Yin Cing, disabdakan: usia kehidupan badan medio semua makhluk adalah 7 hari. Di dalam Yi Chia Se Ti Luen, di sabdakan: karena adanya badan medio, apabila belum mempunyai kondisi untuk terlahirkan ia akan bertahan/menunggu selama 7 hari; kondisi dan jodoh untuk terlahirkan tidak bisa dipastikan; bilamana tujuh hari belum terlahir maka sesudah kematian akan hidup lagi, sampai 7 hari berikutnya untuk bertahan/menunggu; demikian terus proses ini terjadi sampai terlahirkan, waktu paling lama sampai 49 hari. Setelah itu ia dipastikan terlahir. Di dalam Sutra Fan Wang Cing, disabdakan: saat hari meninggalnya ayah-ibu, kakak-adik, Bhikshu (sramana), atau Acarya (guru pendiksa), minggu ke-3, minggu ke-4, minggu ke-5, minggu ke-7, sampai genap 49 hari seharusnya melafalkan atau membabarkan sutra dan vinaya Mahayana.
Di dalam Abhidharma Cing Kang Kuo Luen Ti Yi, Cien Pa Wang Ce bab ke 31. Manjusri Bodhisattva bertanya kepada Hyang Buddha: Bagaimanakah orang awam semasa hidupnya tidak dapat melaksanakan Atthasila (8 Sila), tidak membina kebijaksanaan para Buddha. Setelah wafat ada anak laki-laki dan perempuan yang berbakti, mengundang Bhiksu Sangha untuk melafalkan sutra Mahayana, mengadakan upacara ”Sui Lu Fa Hui” (upacara besar untuk menolong para makhluk di air, darat dan udara), berdana besar tanpa syarat, untuk orang yang meninggal yang belum di adili (belum sampai ke pengadilan Dewa Yama /akherat). Kenyataan apa bisa ditolong? Buddha bersabda: orang awam semasa hidup, sendiri tidak ada kebajikan dan jasa pahala, setelah wafat ada anak dan cucu melaksanakan kebajikan membalas dan menolong orng tua yang sudah meninggal. Sepuluh bagian jasa pahala hanya di dapat tiga bagian. (7 bagian pahala diperoleh anak yang berbakti yang melakukan kebajikan, sedangkan orang tuanya hanya 3 bagian pahala saja jasa pahala yang diperoleh). Mengapa demikian? Membina kebajikan berbuat kebaikan tidak lebih dari kekuatan dana materi. Oleh sebab itu, saat di lahirkan (semasa hidup) jadi orang, harus sendiri mengeluarkan kemampuan berdana harta-benda, di antara ragam bagian, pahalanya lebih unggul dari yang pertama. Lebih unggul di danakan sebelum mati (karena dana untuk orang mati tidak bisa diberikan langsung melainkan harus menggunakan perantara orang yang hidup). Di antaranya, pemimpin upacara bila meminum alkohol, dan makan daging, menjadi praktisi tidak bersih (murni) dan sebagainya, jika memanjatkan sutra untuk menolong yang meninggal, dewa baik tidak hadir, makhluk mulia dan suci tidak datang. Malah sebaliknya arwah (kesadaran orang mati ) bertambah karma buruk. Bilamana ada anak laki atau perempuan yang benar-benar berbakti. Ayah ibu yang sudah meninggal selama 7 minggu (49 hari) sampai 3 tahun, semuanya melaksanakan Atthasila. Mengeluarkan dana murni berdana kepada orang bajik (Sramana baik), membaca dan memanjatkan sutra-sutra Mahayana, mengadakan upacara ”Sui Lu’ berdana besar tanpa rintangan (tanpa pamrih). Membakar aneka dupa dan menebar aneka bunga menata dan dekorasi altar menjadi agung. Berdana sesuai Dharma, sepenuh hati dan tulus mewakili orang yang sudah meninggal menebus dosa dan memohon berkah (pertolongan). Cara demikian menolong (Chau Tu) orang yang meninggal dapat terlahir di surga dewa. Anak-anaknya yang masih hidup dapat rejeki. Untuk yang masih hidup dan yang sudah wafat kedua-duanya peroleh kedamaian. Orang bersuka cita, dan dewa pun bergembira. Barulah disebut anak yang berbakti.
Bagaimana Mogallana Menolong Ibunya
大目犍連始得六通,欲度父母,報乳哺之恩。即以道眼觀視世間,見其亡母生餓鬼中,不見飲食,皮骨連立。目連悲哀,即以缽盛飯,往餉其母。母得缽飯,便以左手障缽,右手摶食。食未入口,化成火炭,遂不得食。目連大叫,悲號涕泣,馳還白佛,具陳如此。佛言:汝母罪根深結,非汝一人力所奈何。汝雖孝順,聲動天地天神地只,邪魔外道,道士、四天王神,亦不能奈何。當須十方眾僧威神之力,乃得解脫。吾今當說救濟之法,令一切難皆離憂苦。佛告目連:十方眾僧,七月十五日僧自恣時,當為七世父母及現在父母,厄難中者,具飯百味五果,汲灌盆器,香油錠燭,床敷臥具,盡世甘美以著盆中,供養十方大德眾僧。當此之日,一切聖眾,或在山間禪定,或得四道果,或在樹下經行,或六通自在,教化聲聞緣覺,或十地菩薩大人權現比丘,在大眾中,皆同一心,受缽和羅飯,具清淨戒。聖眾之道,其德汪洋,其有供養此等自恣僧者,現世父母六親眷屬得出三塗之苦,應時解脫,衣食自然。若父母現在者,福樂百年;若七世父母,生天,自在化生,入天華光。時佛敕十方眾僧,皆先為施主家咒願,願七世父母行禪定意,然後受食。初受食時,先安佛前塔寺中。佛前眾僧咒願竟,便自受食。時目連比丘及 大菩薩眾皆大歡喜。目連悲啼泣聲釋然除滅,時目連母,即於是日,得脫一劫餓鬼之苦。(佛說盂蘭盆經)Saat Maha Maudgalyayana peroleh 6 macam Tenaga Batin (Sad Abhijna). Dengan kepandaian itu Beliau berhasrat membebaskan kedua orang-tuanya dari kesengsaraan sebagai balas budi atas jasa-jasa orang-tuanya.
Kemudian Beliau bersamadhi, lalu dengan mata batinnya mengamati seluruh alam semesta, dan melihat ibunya berada di alam Setan Kelaparan. Oleh karena ibunya terlalu lama tidak dapat makan dan minum, maka tubuhnya tinggal tulang dan kulit yang kering, kurus, dan pucat. Melihat kondisi ibunya sedemikian buruk, sedihlah hati Maha Maudgalyayana sehingga pikirannya menjadi terganggu dan tidak tenang. Dengan amat tergesa-gesa Beliau mengisi patranya dengan nasi, dan dengan daya gaib nasi itu di kirimkannya kepada ibunya yang malang itu.
Karena ia merasa sangat lapar serta khawatir nasinya direbut oleh setan-setan lain, maka setelah nasi itu diterima ibunya cepat-cepat menutupi nasi tersebut dengan telapak tangan kiri dengan serapat-rapatnya. Kemudian dengan tangan kanan ia mengambil segengam nasi untuk meringankan rasa laparnya, tetapi, betapa malangnya, begitu nasi itu sampai di depan mulutnya berubah menjadi arang yang membara dan iapun tak dapat memakannya dan tetap kelaparan.
Melihat nasib ibunya yang malang itu, Maha Maudgalyayana sebagai seorang anak yang sangat cinta kepada orang-tuanya, tiba-tiba berteriak sekeras-kerasnya serta menangis sejadi-jadinya. Karena tidak ada jalan lain terpaksalah Beliau dengan perasaan duka-cita kembali ke Vihara dan menyampaikan apa yang telah di alaminya kepada Hyang Sakyamuni Buddha.
Hyang Buddha menerangkan kepada Maha Maudgalyayana: “O, Maha Maudgalyayana yang berbudi, apa sebabnya hingga daya kegaibanmu tidak dapat berbuat sesuatu terhadap seseorang yang bertubuh Setan Kelaparan? Ketahuilah, sebabnya adalah dosa-dosa yang pernah ditimbun oleh ibumu pada masa silam itu akarnya terlalu dalam, tentu saja kamu sendiri tidak dapat mencabut akar itu hanya dengan daya gaib tanpa disertai kebajikan. Dan akar kejahatan itu tidak dapat kamu cabut seorang diri dengan mengandalkan daya gaib saja. Walaupun kamu bermaksud baik, bercita-cita luhur, sampai-sampai teriakanmu yang mengharukan bisa mengguncangkan langit dan bumi, tetap saja Para Dewata, para Dewa Bumi dan Surga, para Orang Suci, bahkan Raja Adikuasa dari Surga Catur Maharajakayika, dan sebagainya, tidak dapat berbuat apa-apa, kesemuanya kehilangan cara untuk membantumu dan semua maksud baik dan segala keinginanmu itupun sia-sia”.
Hyang Buddha melanjutkan sabdanya: “ketahuilah Maha Maudgayayana yang berbudi! Jika segala keinginan dan cita-citamu ingin terwujud, undanglah para Bhikshu dan Bhikshuni dari Sravaka-Sangha yang berada di 10 penjuru; buatlah suatu kebaktian bersama dan buatlah juga kebajikan-kebajikan untuk di anugerahkan kepada ibumu. Dengan demikian segala belenggu dan kesengsaraan yang menimpa ibumu akan lepas semua.”
“Sekarang akan Ku uraikan cara untuk menyelamatkan para umat yang sedang mengalami siksaan di Alam Samsara (lautan derita) kepada kalian semua.” Hyang Buddha bersabda kepada Maha Maudgalyayana lagi: “dengarkan baik-baik Maha Maudgalyayana yang berbudi! Pada setiap tanggal 15 bulan 7 (penanggalan candrasangkala) adalah “Hari Pravarana Sangha”. Pada saat inilah para Bhikshu dan Bikshuni yang berada di 10 penjuru berlibur, dan saat itu pulalah mereka sering mengadakan perbincangan untuk pertobatan”.
Pada saat itu, kamu bisa mengambil kesempatan untuk mengadakan sesuatu upacara berdana makanan kepada para orang suci, yakni upacara Ulambana namanya. Gunanya khusus untuk menyelamatkan orang tua sipemuja baik mereka yang masih hidup maupun yang telah meninggal atau yang sedang tertimpa malapetaka. Demikian pula untuk orang tua sebanyak 7 turunan yang hidup pada masa silam dan berada di alam samsara, dimana mereka belum mendapatkan kesempatan untuk membebaskan dirinya, juga dapat diselamatkan”.
Tepat pada waktunya sediakan nasi dan bermacam-macam sayur-mayur, wewangian, minyak gurih, pelita dan lain-lainnya; boleh disertai alat-alat untuk mengambil air untuk mandi dan minum; boleh juga disertai perabot rumah. Bahan sajian ini harus dipilih dari barang yang terbaik, sesuai dengan kemampuan sipemujanya”.
Kemudian sajian-sajian tersebut setelah disiapkan diletakkan pada suatu tempat suci khusus untuk upacara Ulambana, lalu semua sajian itu dipersembahkan kepada para tokoh bijak dan para orang suci”.
“Sebelum upacara itu di adakan, beritahukanlah keseluruh penjuru, sehingga tepat ketika upacara di adakan, rombongan Arya akan datang untuk ikut bergembira dan merayakan upacara Ulambana yang di adakan oleh para pemuja. Para Arya tersebut adalah mereka yang sedang melakukan Samadhi di gunung-gunung; Para Suciwan yang telah mencapai 4 macam pahala Buddha dengan indentitas bertingkat Arhat yang sedang berkelana dari bawah pohon ke pohon; atau yang telah memperoleh Sad Abhijna, kemudian mereka yang sedang menjalankan kewajiban mengajarkan Dharma luhur kepada para Sravaka atau Pratyekabuddha di berbagai daerah; dan Bodhisattva-Mahasattva yang berstatus Dasa-Bhumiya (Sepuluh Tingkat Bhumi) yang mana mereka dapat menjelma dirinya sebagai Bhikshu, Bhikshuni dan berbaur di dalam kelompok Sravaka-Sangha, menjadi rombongan Arya sangat meriah”.
“Ketahuilah, rombongan Arya tersebut datang ke tempat suci itu, bukan hanya berniat mengambil sedekah makanan atau sajian belaka saja, tetapi mereka akan mempergunakan kewibawaan, kemampuan dan kebajikan yang telah diperoleh dari perilaku sila-suci mereka.
Jasa-jasa yang maha agung itu mereka limpahkan kepada para leluhur atau kedua orang tua si pemuja baik yang masih hidup maupun telah meninggal”.
“Ketahuilah Maha Maudgalyayana yang berbudi! Barang siapa yang mengadakan upacara ini pada Hari Pravarana Sangha (Saat Ulambana), maka orang tuanya yang masih hidup akan mendapatkan umur panjang, cukup sandang dan pangan, serta hidup mereka akan bahagia. Leluhurnya yang telah meninggal pun akan mendapat berkat, yaitu: jika leluhurnya berada di 3 alam samsara maka akan dibebaskan, bahkan dititiskan di alam bahagia dengan cara yang bebas, dan apabila akar kejahatannya tidak berart, leluhurnya itu bisa mendapatkan tubuh yang bersinar dan di sinari dari Sinar Buddha Mandarawa Surga”.
Setelah mendengar uraian Hyang Buddha, lalu Maha Maudgalyayana bertekad untuk mengadakan upacara Ulambana untuk orang tuanya (ibunya) yang malang itu.
Menjelang Hari Pravarana Sangha dan upacara Ulambana yang diadakan oleh Maha Maudgalyayana, Hyang Buddha lantas mengumumkan dan memerintahkan kepada para Bhikshu, Bhikshuni dan para Sravaka Sangha yang berada di berbagai daerah agar semuanya berkumpul guna mengadakan persembhayangan, agar para leluhur atau orang orang tua sipemuja , baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal beserta para leluhur sebanyak 7 turunan dan familinya mendapat kesempatan untuk membebaskan dirinya dari alam samsara secepat mungkin.
Setelah para Suciwan berkumpul, mereka langsung mengadakan upacara persembhayangan serta mengucapkan mantra-mantra penting, kemudian melakukan meditasi dengan suasana yang amat khimat. Setelah meditasi selesai barulah para hadirin menerima dana dan makanan beserta sajian lain, semuanya di letakkan di altar Buddha rupang atau di kelilingkan pada stupa Buddha, dan hadirin mengucapkan mantra lagi! setelah selesai barulah di makan dengan cara biasa.
Pada saat upacara Ulambana itu selesai, Maha Maudgalyayana bersama para Bhikshu, Bhikshuni, para Bodhisattva-Mahasattva semua merasa amat senang dan gembiara, mulai saat itu perasaan dukacita dan keluh-kesah Maha Muadgalyayana hilang total. Berkat kepahalaan dari upacara Ulambana tersebut , ibu Maha Maudgalyayana terbebas dari penderitaan alam setan kelaparan. (Sutra Fo Shuo Yi Lan Pheng Cing/ Sutra Ulambana).
Bagaimana Menolong Orang Tua Masih Hidup/Sudah Wafat
目連复白佛言:弟子所生母,得蒙三寶功德之力,眾僧威神之力故,若未來世,一切佛弟子,亦應奉盂蘭盆救度現在父母,乃至七世父母,可為爾不?佛言:大善快問,我正欲說,汝今復問。善男子,若比丘、比丘尼、國王、太子、大臣、宰相、三公、百官、萬民、庶人行慈孝者,皆應先為所生現在父母,過去七世父母,於七月十五日,佛歡喜日,僧自恣日,以百味飯食,安盂蘭盆中,施十方自恣僧。願使現在父母壽命百年、無病,無一切苦惱之患;乃至七世父母離餓鬼苦,生人天中,福樂無極。是佛弟子修孝順者,應念念常憶父母,乃至七世父母;年年七月十五日,常以孝慈,憶所生父母,為作盂蘭盆,施佛及僧,以報父母長養慈愛之恩。 (佛說盂蘭盆經)
Maha Maudgalyayana menanyakan kepada Hyang Buddha: sekarang ibu saya bersyukur karena diberkati oleh kekuatan maha –jasa dari Sang Triratna beserta kewibawaan dan kebajikan para Sravaka Sangha. Bilamana masa yang akan datang, apakah seluruh siswa Hyang Buddha dapat menggunakn cara Ulambana ini untuk menyelamatkan orang tuanya atau ayah-ibunya dalam 7 turunan yang telah meninggal pada masa silam? Sudilah kiranya Hyang Buddha menjelaskannya!
“Sadhu! Sadhu! Sadhu! SiswaKu yang berbudi! Hyang Buddha memuji Maha Maudgalyayana , “bagus sekali pertanyaanmu! Sesungguhnya hal-hal yang demikian penting itu telah siap Ku uraikan kepada para umat sekalian, akan tetapi perhatianmu telah mendahului-Ku. Sekarang dengarlah baik-baik. Putra-putra berbudi! Apabila terdapat Bhikshu, Bhikshuni, para raja, pangeran, pejabat-pejabat kerajaan, serta para rakyat jelata yang berada dimasa sekarang atau dimasa mendatang berhasrat ingin melaksanakan bakti, membalas budi kepada orang-tuanya; iba hati kepada para makhluk sengsara, mereka boleh menyediakan berbagai macam makanan serta sajian lain pada hari Pravarana Sangha itu, dan mengadakan upacara Ulambana di suatu tempat suci dengan maksud berdana makanan kepada orang suci yang datang dari 10 penjuru, sehingga ayah-bunda mereka yang masih hidup mendapat umur panjang dan senantiasa menikmati hidup yang sejahtera. Sedangkan orang-tua mereka yang telah meninggal beserta ayah-bunda dalam 7 turunan dari masa yang lampau itu dapat keluar dari alam setan kelaparan atau alam samsara lain. Mereka dapat dilahirkan di alam manusia atau di alam kebahagiaan, agar mereka dapat berbahagia selama-lamanya”.
“ Lagi, jika para siswa-siswi Buddhis yang berhasrat ingin mengabdikan dirinya kepada leluhurnya serta kedua orang-tua yang masih hidup atau pun yang sudah meninggal dunia, mereka seyogyanya senantiasa merenungkan kondisi ke dua orang-tua yang masih hidup atau sudah meninggal itu. Apakah mereka hidup bahagia atau tidak? Bilamana keadaan para siswa-siswi Buddhis mengijinkan sebaiknya setiap tahun pada tanggal 15 bulan 7 (penanggalan candrasangkala) mengadakan upacara Ulambana untuk berdana kepada Buddha dan Sangha, guna membalas budi kedua orang-tuanya yang telah berjasa kepada anak-anaknya.” (Sutra Fo Shuo Yi Lan Pheng Cing/ Sutra Ulambana)
Mantra Untuk Membalas Budi Orang Tua
報父母恩咒 ─「 南無 密栗多 哆婆曳 娑訶 」每日念誦此咒四十九遍,可報父母恩,現存父母延壽,去世父母超薦,如一日未誦,次日可補誦。Mantra singkat untuk Membalas budi Ayah-Ibu : ”Na Mo Mi Li Tuo, Tuo Po Yi Sa He”. Setiap hari melafalkan mantra ini sebanyak 49 kali, dapat membalas budi Ayah-Ibu. Ayah-Ibu yang masih hidup bisa sehat dan panjang usia. Sedangkan Ayah-Ibu yang sudah meninggal dunia dapat tertolong (di lahirkan ke surga). Bilamana 1 hari belum lafalkan, usahakan besok dilafalkan ganda yang lebih banyak.
Bakti Teladan Para Buddha, Bodhisattva & Sramana
佛說淨飯王般涅槃經云:世尊念當來世,人民兇暴,不報父母養育之恩,為不孝之者,為是當來眾生之等,設禮法故,如來躬自欲擔於父王之棺,即時三千大千世界六種震動。Sutra Fo Shuo Cing Fan Wang Pan Nie Phan Cing, disabdakan: Buddha berpikir waktu yang akan datang, rakyat cenderung galak (ganas) dan penuh kekerasan. Tidak bisa membalas budi ayah-ibu yang telah merawat dan mendidik, perilaku demikian adalah tidak berbakti. Demi untuk para makhluk di masa akan datang, pernah menunjukkan menghormati kebenaran (Dharma), Tathagata (Buddha) berinisiatif sendiri menggotong peti mati mendiang ayahnya yang menjadi raja, seketika itu tiga ribu Chilicosmos dan Maha-Chilicosmos (alam semesta) bergetar terjadi enam macam gempa.
佛在《大方便佛报恩经》中说:如来为了一切父母,常常难行能行,难舍能舍。头目脑髓、国城、妻子、象马、七宝、辇舆、车乘、衣服、饮食、卧具、医 药,一切给与。勤修精进、持戒、布施、多闻、禅定、智慧,乃至具足万行,不休不息,心无疲倦。为了孝养父母,知恩报恩,故能今天速成佛道。Hyang Buddha di dalam Sutra Ta Fang Pien Fo Pao En Cing, disabdakan: Tathagata demi untuk semua ayah-ibu, senantiasa mempraktikkan yang sulit, melepaskan yang sukar, kepala, mata, otak, kerajaan, anak-istri, gajah-kuda, tujuh permata, kereta kaisar, kendaran, pakaian, tempat tidur, obat, semua diberikan. Melatih diri penuh semangat, melaksanakan sila, dana, banyak mendengar, meditasi, mengembangkan ke arifan, sampai sempurnanya segala praktik. Tidak henti dan tidak istrirahat, hatinya tidak letih, hanya untuk melaksanakan bakti dan merawat ayah-ibu, kenal budi dapat balas budi, sehingga dapat hari ini selekasnya mencapai di tingkatan Kebuddhaan.
在《六度集经》中,佛也告诉众比丘:我生生世世奉持诸佛至孝之行,功德崇高,福德隆盛,所以我成为天中之天,三界独步。Di dalam Sutra Lyu Tu Ci Cing, disabdakan: Buddha juga memberitahu kepada para Bhiksu: Saya di banyak kehidupan melayani para Buddha sampai mempraktikkan bakti, jasa pahalanya sangat tinggi, jasa kebajikannya berlimpah. Oleh karena itu, Saya menjadi termulia di alam semesta (Guru agung di jagad raya), di tiga alam (Triloka Dhatu) tidak ada yang menandingi (setara).
大方便佛報恩經云:菩薩於無量阿僧祇劫,孝順父母,知恩報恩,衣服飲食,房舍臥具,乃至身肉骨髓,一一供養父母無盡,如是因緣,速成阿耨多羅三藐三菩提.Di dalam Sutra Ta Fang Pien Fo Pao En Cing, disabdakan: Bodhisattva selama asenkya kalpa yang tidak terbatas, berbakti kepada ayah-ibu, kenal budi dapat membalas budi, pakaian, makanan, tempat tinggal dan tempat tidur sampai tubuh, daging, tulang dan sum-sum, satu-satu di danakan kepada ayah-ibu yang tidak terbatas, karena sebab dan kondisi demikian, selekasnya mencapai Anuttara Samyak-sambodhi (mencapai tingkatan Kebuddhaan).
大寶積經云:世尊往昔行菩薩道,於父母師長,所有教令,未曾違逆,大孝釋迦尊,累劫報親恩。Di dalam Sutra Ta Pao Ci Cing, disabdakan: Buddha (Sakyamuni) masa lalunya melaksanakan Bodhisattvayana, terhadap semua ajaran benar (nasehat baik) belum pernah menentang, Sakyamuni Buddha melaksanakan ‘Bakti-besar’, di banyak kalpa senantiasa membalas budi orang tua.
释尊为报答母恩,上升忉利天宫,为摩耶夫人宣讲《地藏菩萨本愿经》,共九十日,全经十三品,详说三世因果,六道苦空,普度众生的大慈大悲,统万类而靡遗,亘古今而无尽。Sakyamuni Buddha membalas budi Ibunya (Dewi Maya), pergi ke alam Trayastrimsa, dihadapan Ibundanya membabarkan Sutra Ksitigarbha (Ti Cang Wang Pu Sha Pen Yen Cing) selama 90 hari, isi sutra sebanyak 13 bab, menjelaskan terperinci hukum karma di tiga masa, enam alam yang diliputi derita dan sunya. Secara universal menolong semua makhluk dengan maha cinta-kasih dan welas-asih, membimbing puluhan ribu jenis makhluk peroleh kebaikan, sejak dulu sampai sekarang tidak berakhir.
Legenda ‘Putri Miao Shan’ yang melepaskan kehidupan kerajaan menjadi sramana (pertapa), bersedia mengorbankan dan mencungkil dua mata dan dua tangannya untuk pengobatan ayahnya yang sakit aneh yang disebabkan karma buruk. Perilaku bakti sulit yang sudah dilakukan Putri Miao Shan guna menyembuhkan penyakit ayahnya juga untuk menggugah dan merubah karakter buruk ayahnya. Jasa pahala kebajikan ini Putri Maio Shan memiliki mata seribu dan tangan seribu secara gaib, dipergunakan untuk menyelamatkan semua makhluk.
Ciri utama praktik kebajikan yang dilakukan Ksitigarbha Bodhisattva dan Arahat Moggallana adalah berbakti terhadap orang tua. Awalnya perilaku bakti dilakukan untuk orang tuanya saja tapi berkelanjut menyelamatkan semua ayah-ibu dalam banyak kehidupan di arus tumimbal lahir, dan berikrar agung untuk menyelamatkan semua makhluk tanpa akhir. Menjadi sesuatu bukti betapa pentingnya perilaku bakti yang harus dilakukan anak-anak terhadap ayah-ibu, baik yang masih hidup ataupun setelah wafat. Anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya adalah anak durhaka. Anak durhaka pasti hidup susah dan banyak derita, setelah mati pasti terjatuh di tiga alam celaka.
Zen Master Shi Yun karena memilih kehidupan sramana sehingga ayahnya merasa sedih, kecewa dan menjadi pemabuk berat karena kesal dan gundah-gulana, tidak lama kemudian ayahnya meninggal dunia. Sramana Shi Yun mengetahui hal demikian, ia merasa bersalah dan berhutang budi kepada ayahnya. Untuk membalas budi besar ayahnya, Sramana Shi Yun menggendong papan nama almarhum ayahnya melaksanakan tiga langkah namaskara melafalkan nama Buddha untuk mengelilingi Gunung Wu Thai San selama bertahun-tahun lamanya. Praktik sulit demikian sebagai ungkapan rasa bakti untuk menyelamatkan ayahnya.
Penutup
Demikian masalah bakti untuk sekian kalinya dikupas dan dibeberkan kepada para umat Buddha dan masyarakat luas. Adapun maksud dan tujuan tema dan penulisan artikel ini kiranya dapat menggugah, menyadarkan, meluruskan pandangan dan pikiran kita semua, agar selalu mengingat budi besar ayah-ibu kita, senantiasa berperilaku hormat dan melaksanakan bakti kepada orang tua maupun kepada semua makhluk.
Tulisan artikel ini dirangkum dari berbagai sumber, kiranya dapat di ambil hikmahnya dan bermanfaat untuk menumbuh-kembangkan moral-etika dan bakti umat manusia. Alangkah bijaksananya apabila tulisan ini dapat diberikan kepada anak-anak, disebarkan ke sekolah, dan dipublikasikan untuk disebarkan ke masyarakat luas, gunanya untuk mendidik semua orang untuk mengenal hormat dan bakti kepada orang tua.
Harapannya semoga kita semua dapat memahami dan melaksanakan bakti kepada semua ayah-ibu secara universal yang telah berjasa besar kepada kita semua. Akhir kata, semoga kita semua menjadi manusia berhati mulia dan berkebajikan luhur, juga senantiasa mendoakan agar semua makhluk bersuka cita, hidup rukun dan berbahagia selalu, svaha. Amithofo!
Daftar Pustaka :
1. Kitab Suci Mahayana dan Theravada.
2. Beberapa cuplikan artikel dari ‘Bakti Anak Kepada Orang Tua’, Oleh : Mettadewi W., S.H., Ag.
3. Makna “Happy Birthday”; Tjahyono Wijaya
4. Anak yang membunuh Orang Tua; Sumber: Samaggi-phala
5. Kisah Permintaan Terakhir Seorang Pemuda Sebelum Dieksekusi. Ven Master Shing Yun
6. Kumpulan Sutra-sutra Buddha bersabda balas budi dan berbakti kepada orang tua.
(No: 27, 37, 55, 58, 69, 71, 76, 77, 74 dan 75, diterjemahkan oleh Bapak Chao Ming ,Dosen STAB)