Latihan Sendiri, Latihan Kelompok, & Latihan Dengan Guru
Tanya-jawab dengan Ven. Master Sheng Yen
Tanya:
Apa keuntungan dan kerugian dari latihan sendiri, berkelompok dan dengan seorang guru?
Jawaban:
Latihan bisa dilakukan dalam berbagai cara: latihan perorangan, latihan berkelompok, latihan jangka pendek, latihan jangka panjang, latihan keseharian, dan latihan periodik yang intensif. Latihan perorangan bisa periodik intensif, jangka pendek, atau jangka panjang, begitu pula dengan latihan berkelompok. Kita juga bisa memandang bentuk latihan dari sudut pandang orang awam dan orang selibat.
Dalam semua kasus, apakah sendiri atau berkelompok, apakah perumah tangga atau yang selibat, lebih baik berlatih di bawah bimbingan guru yang piawai. Latihan tanpa bimbingan seorang guru kemungkinan tak akan membuahkan hasil yang memuaskan. Berlatih dengan seorang guru bisa menghemat waktu anda. Pengertian dan pengalaman seorang guru bisa menolong anda untuk menggenggam hakikat latihan dan memupuk pandangan yang benar terhadap Buddha-Dharma. Dengan seorang guru, waktu yang tadinya dihabiskan untuk mempelajari Sutra dan merisaukan takut salah jalan, bisa dikonsentrasikan sepenuhnya untuk melatih diri.
Tetapi ada juga orang yang memiliki akar karma dalam dan tajam, yaitu mereka yang sudah melatih diri dalam banyak kehidupan di masa lampau. Orang-orang seperti ini akan lebih cepat maju terlepas dari apakah mereka dibimbing seorang guru atau tidak. Mereka akan memahami Buddha-Dharma dan tidak akan tergelincir dari sang jalan. Contoh-nya Sakyamuni Buddha banyak berguru sebelum mecapai penerangan sempurna, tetapi karena dia tidak puas dengan ajaran guru-guru itu, Dia berlatih sendiri selama enam tahun. Beliau tidak mencapai pencerahan sebelum Beliau melepaskan semua keterikatan-nya. Sakyamuni Buddha memang memiliki banyak guru, tetapi dia mencapai pencerahan dengan usaha sendiri. Sesepuh ke-enam Hui Neng, juga mengalami pencerahan tanpa bimbingan seorang guru. Mendengar sebaris Sutra Intan saja sudah cukup baginya. Kemudian Sesepuh ke-lima menegaskan pengalaman-nya tersebut. Dalam hal ini, Sutra Intan adalah gurunya. Seperti yang bisa anda lihat, orang-orang seperti Beliau-beliau itu sangat sulit ditemui. Terkecuali kalau praktisi merasa diri-nya setingkat dengan sesepuh kita tersebut, saya menyarankan mereka untuk mencari bimbingan dari seorang guru.
Sebagai seorang praktisi, anda mestinya punya metoda dan paham tujuan latihan anda. Anda mestinya menyisihkan waktu setiap hari untuk berlatih. Sebagai tambahan bagi latihan anda sehari-hari, anda seharusnya juga meluangkan waktu yang lebih panjang untuk latihan khusus: satu hari penuh setiap minggu, satu akhir minggu penuh setiap bulan dan sebagainya.
Bila anda ingin menjalani penyunyian selama sebulan, setahun, atau bahkan beberapa tahun, kriteria tersebut harus anda penuhi dulu. Anda harus matang dalam Buddhadharma dan latihan. Kesehatan fisik dan psikologi anda harus cukup kuat untuk menahan keras-nya penyunyian jangka panjang. Kenali dan lancarkan metode anda; dengan kata lain, anda terus menerus membenahi dan memperhalus pengertian Dharma sesuai dengan kemajuan latihan yang dicapai. Dalam kebanyakan kasus, pengalaman akan menjadi suatu khayalan bila anda tak mampu menentukan apakah pengalaman itu benar atau tidak. Sikap terbaik adalah mengabaikan segala fenomena, sensasi, pemikiran dan perasaan luar biasa yang muncul selama latihan. Sungguh penting untuk tidak melekat, tidak mencari dan bersikap tenang. Ingatlah, saya menyinggung pengalaman yang timbul dari latihan. Bila anda jatuh sakit atau melukai diri, sungguh bodoh untuk mengabaikannya. Bila semua kriteria itu tidak terpenuhi, anda hanya akan memperoleh gangguan fisik dan mental yang serius, serta tak akan tahu cara menangani kerasnya penyunyian itu.
Maka dari itu saya anjurkan, pemula mestinya tidak mengikuti penyunyian dulu. Sebenarnya, saya tak akan menganjurkannya untuk kebanyakan orang. Untuk mengikuti suatu penyunyian, sangat banyak dibutuhkan syarat-syaratnya. Kebanyakan orang lebih baik berlatih berkelompok, lebih disukai lima orang atau lebih, dengan atau tanpa guru. Kalau seorang anggota punya masalah, yang lain bisa membantunya.
Tanya:
Tetapi bagaimana bisa yang lainnya tahu bahwa mereka berkata atau berbuat benar ? Mereka malah bisa saja merugikan orang itu daripada membantunya.
Jawaban:
Jika mereka bertanya, anda menjawab sesuai dengan yang anda tahu, itu sudah membantu. Memang lebih baik kalau setidaknya ada satu orang anggota kelompok yang berpengalaman.
Tanya:
Apa paling baik menyuruh mereka untuk selalu mengabaikan saja apa yang mereka alami?
Jawaban:
Tidak selalu. Jika mereka mengalami sensasi fisiologi atau psikologi umum, boleh-boleh saja menyuruh mereka mengabaikannya, tetapi jika mereka bertanya tentang metode Dharma, orang yang berpengalaman mestinya menjawab. Kalau anda tak tahu jawabannya, katakan saja anda tidak tahu.
Latihan berkelompok juga lebih baik daripada latihan sendiri, karena jadwalnya bisa lebih teratur. Bila sendirian, anda mudah menjadi malas atau melewatkan latihan di sini dan di sana. Dalam suatu kelompok anda akan merasa berkewajiban untuk mengikuti latihan dan berlatih dengan baik. Melihat orang lain berlatih biasanya memercikkan niat anda untuk berlatih.
Sebagai perumah-tangga, anda mestinya berusaha membentuk kelompok latihan. Kalau anda tinggal di dekat pusat meditasi akan lebih mudah, karena tempat dan jadwal sudah ada. Kalau anda tidak tinggal di dekat pusat meditasi, anda terpaksa harus ber-improvisasi. Kelompok bisa juga menyisihkan satu hari setiap minggu atau satu akhir minggu setiap bulan untuk latihan yang lebih intensif.
Tanya:
Apa ada suatu batas waktu aman yang pasti untuk penyunyian tanpa seorang guru ?
Jawaban:
Tidak baik rasanya buat yang belum berpengalaman untuk berlatih intensif terlalu lama tanpa seorang guru. Anda harusnya tidak mengikuti aturan “tidak” yang keras dari penyunyian tujuh hari intensif. Suasananya lebih baik santai saja. Contohnya jika anda menjalani penyunyian tujuh hari tanpa guru, anda bisa mengijinkan orang-orang untuk berbicara selama waktu istirahat.
Ada bentuk latihan lain yang tidak sekeras meditasi seperti membaca mantra atau melafal Sutra. Umat Vihara tempat aku tinggal di Taiwan terkadang mengadakan pelafalan tujuh hari tanpa saya. Dalam semua situasi, telah saya jelaskan bahwa lebih gampang dan lebih baik untuk berlatih dalam kelompok. Sungguh sulit untuk melaksanakan penyunyian per-orangan dan menaati jadwal-nya. Sejumlah gangguan pasti akan datang menyela latihan anda. Latihan benar seorang diri membutuhkan kekuatan tekad yang besar.
Saya selalu menekankan pentingnya latihan keseharian. Sungguh penting untuk membuat jadwal meditasi yang teratur. Tetapi meditasi tidak berakhir begitu saja tak kala anda bangkit dari tempat duduk. Kesadaran harus tetap dijaga dalam setiap situasi. Apakah anda berbuat sesuatu yang disukai atau tidak, apakah menguntungkan atau tidak, anda tidak menempatkan diri anda seperti di atas panggung. Buang rasa ke-aku-an anda, kembangkan welas asih. Yang terpenting: tak-kala anda melakukan sesuatu, lakukanlah dengan kesadaran yang terpusat. Jangan malas dan membiarkan pikiran berkelana. Ini namanya latihan keseharian.
Bagi kebanyakan orang, gaya hidup seperti ini agaknya susah dilakukan. Agar bisa berlatih seperti ini, penting untuk bermeditasi setiap hari, dan mengikuti penyunyian yang lebih intensif secara teratur.
Kebanyakan perumah tangga tidak bisa melatih diri dalam jangka lama karena tanggung jawab dan kewajibannya. Namun jika anda hidup sendiri dan punya pekerjaan yang fleksibel, anda bisa melatih diri dalam waktu lama- satu atau beberapa tahun. Dalam kebanyak kasus, orang itu tinggal di vihara atau pusat penyunyian, dimana lingkungannya memang mendukung latihan. Banyak perumah tangga yang berbuat demikian untuk sementara waktu. Mereka berlatih intentif, bekerja sebentar, kemudian kembali berlatih lagi. Walaupun ada manfaatnya, ini bukanlah latihan jangka panjang yang baik. Jalan terbaik adalah tinggal di sebuah vihara atau pusat meditasi dan berlatih kontinu selama beberapa tahun.
Sampai saat ini saya menyinggung praktisi awam. Sikap yang tepat dari orang yang meninggalkan kehidupan rumah tangga (sramana) pada dasarnya berbeda dari seorang perumah tangga. Dalam bersumpah, bhikshu dan bhikshuni harus membuang keakuan dan mengabdikan seluruh waktu dan usahanya demi praktik Buddhadharma. Orang yang hidup selibat sudah tidak punya keluarga, rumah, karir, atau harta benda lagi. Mereka tidak punya tanggung jawab dan kewajiban duniawi. Makna sejati dari meninggalkan rumah (Chu Cia) adalah membuang semua hal: intelek, emosi, ego, nafsu keinginan, tubuh dan pikiran. Mereka harus mengabaikan segala-galanya kecuali sumpahnya dan Buddhadharma.
Banyak orang bilang kalau Pusat Ch’an adalah milikku- Shih Fu Sheng Yen. Mereka salah. Saya tinggal dan bekerja di sini, tetapi ini bukan tempatku. Ini juga bukan milik bhikshu dan bhikshuni yang tinggal di sini. Peninggal rumah (Chu Cia Ren) tidak punya apa-apa lagi. Jika seorang bhikshu atau bhikshuni masih berpikir “inilah rumahku”, dia harus segera mengingatkan diri akan arti meninggalkan rumah. Orang yang benar-benar meninggalkan rumah sudah tidak punya apa-apa lagi kecuali latihan diri; tiada peduli, tiada khawatir, dan tiada cita-cita. Bagi orang luar, mungkin akan terlihat bahwa mereka itu bekerja dan bertindak bagaikan orang awam, tetapi bagi kehidupan vihara, segala hal adalah praktik. Akan sulit bagi perumah tangga untuk bersikap demikian.
Tanya:
Saya tidak setuju dengan Anda, Shih Fu. Tentu saja, bhikshu dan bhikshuni mengambil sumpah dan meninggalkan rumah, tetapi itu adalah sebuah ritual, dan itu murni konsepsi intelektual. Banyak bhikshu dan bhikshuni yang cukup cakap sama seperti praktisi awam. Saya memperhatikan para bhikshu yang tinggal dan kerja di sini. Mereka punya tanggung jawab sama seperti diriku. Malahan, tanggung jawab dan pekerjaan mereka itu lebih banyak daripada punyaku. Mereka harus membayar tagihan, menangani urusan-urusan resmi, menyambut dan melayani tetamu, dan hidup dalam jadwal yang sangat ketat. Tampaknya mereka menukar satu rumah dengan rumah yang lain.
Disisi lain, mengapa saya tidak bisa, sebagai parktisi awam, bersikap seperti bhikshu atau bhikshuni? Ya, saya harus bekerja dan mencari uang, tetapi itu kan sesuatu yang harus saya lakukan demi bertahan hidup. Tetapi dalam setiap tindakkanku, apakah itu kerja atau bersama keluarga, saya coba melihatnya sebagai latihan. Saya coba sadar penuh dalam semua tindakanku. Saya coba menjaga sila dan mempraktikkan prinsip-prinsip Buddhis. Jika ada praktisi awam yang bersikap begitu, mengapa mereka harus dibedakan dari viharawan?
Jawaban:
Perbedaannya adalah tanggung jawab seorang peninggal rumah hanyalah tanggung jawab saja, tidak lebih. Viharawan tidak boleh terlibat dan terikat secara emosional pada apa yang mereka perbuat. Akan saya jelaskan dengan cara lain. Bhikshu dan bhikshuni tidak boleh terikat secara emosional dengan apapun, dan mereka tinggal di lingkungan dengan aturan yang terus menerus mengingatkan mereka akan hal itu. Tetapi, jika anda bisa berlatih dengan sikap seorang peninggal rumah, dan membebaskan diri dari segala sesuatu, anda benar, tidak akan ada bedanya kalau begitu. Contoh yang tepat adalah Upasaka P’ang, yaitu praktisi awam yang memiliki pencapaian tingkat tinggi dari masa dinasti T’ang.
Viharawan mesti bisa meninggalkan semua keakuan duniawi mereka. Ini tidak terjadi begitu saja. Mereka tidak mengambil sumpah, mencukur rambut, memakai jubah, dan tiba-tiba menguasai sikap itu. Itu adalah proses bertahap yang lama. Seseorang tidak bisa mencari atau mewarisi sikap itu. Dia harus memupuknya.
Sumber Referensi: Kebijakan Zen; Pengetahuan dan Tindakan; Yayasan Penerbit Karaniya.