Upaya Kausalya
Terampil dalam Menyampaikan Hakekat Buddhadharma
(Oleh Jo Priastana)
Dunia dan kehidupan ini begitu beragam dan penuh warna. Ada banyak gunung dengan beragam tingginya dan beragam habitat di sekelilingnya. Ada begitu banyak jenis satwa dari yang masih buas, yang jinak dan dapat memberi manfaat bagi kehidupan manusia. Dunia tampak begitu kaya dengan keragamannya dan aneka peristiwanya, suka dan duka citanya, komedi, tragedi dan ironinya.
Dan terlebih lagi ada begitu ragam manusia dengan berbagai macam ras, tingkat kepandaian, level spiritualitas dan latar belakang geografis, budaya dan sejarahnya. Dunia dan kehidupannya tampaknya hadir begitu saja tidak seragam namun dengan segala keragamannya, sebagaimana dengan beragamnya kehidupan manusia dengan kekayaan budayanya.
Ditengah-tengah kehidupan manusia yang memiliki latar belakang ras, geografis, budaya, sejarah, tingkat kepandaian intelegensia maupun spiritual, maupun latar belakang pekerjaan dan profesi, bagaimanakah Buddhadharma dapat menyapa dan menyentuh hati mereka?
Bagaimanakah Sang Buddha dapat mengkomunikasikan ajaran DharmaNya? Adakah cara yang cerdas dan efektif, tepat sasaran kepada begitu beragamnya manusia dengan kehidupan, dunianya dan beragam peristiwanya?
Ragam Tradisi
Dari sejarah kita temukan adanya beragam tradisi agama Buddha. Kita kenal perkembangan agama Buddha yang bermacam-macam yang tumbuh di berbagai daerah, negara dengan ragam manusia dengan lingkungan dan budayanya. Namun dari keragaman perwujudan Buddhadharma itu tetap saja kita dapat mengenali dan merasakan atau menemukan kehadiran ke-universalan, esensi Buddhadharma dan manfaat pembebasan.
Bahkan dalam riwayat hidup Buddha Gautama sendiri, Sang Buddha bertemu dengan begitu banyak manusia (siswa-siswa-Nya) yang begitu beragam, memiliki karakter, dan kepribadian yang begitu bermacam-macam, serta latar belakang kasta sosial dan kehidupan dan profesi yang juga bermacam-macam. Dalam menghadapi keragaman itu, Sang Buddha mampu menyampaikan ajarannya dan menjadikan mereka tercerahkan.
Buddhadharma yang universal mampu menyapa banyak manusia yang beragam, dan keuniversalan Buddhadharma itu baru terasa bila mampu diterima oleh segala kalangan dengan beragam latar belakangnya. Kemampuan menghadirkan esensi inti Buddhadharma dalam berbagai macam manusia dengan beragam latar belakangnya, sesuai dengan kebutuhannya merupakan suatu keterampilan dalam cara yang dikenal sebagai upaya-kaulsaya, skilfull of means.
Upaya Kausalya
Upaya Kausalya bukanlah suatu cara tertentu, melainkan keterampilan dalam cara-cara menyampaikan Buddhadharma Universal dalam berbagai situasi, sesuai kebutuhan dan berhasil mencapai tujuannya, menghasilkan manfaat pencapaian pencerahan. Tak ada suatu cara tertentu yang sepesifik yang ditunjukkan dalam upaya kausalya, karena keterampilam dalam cara adalah cara yang tepat dan efektif yang perwujudannya tergantung kepada keadaan, situasi, orang yang dihadapi dengan karakter dan latar belakangnya.
Begitulah Buddhadharma mampu beradaptasi di dalam berbagai negara, budaya, geografi dan lingkungan dan menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat manusia dimana saja, kapan saja siapa saja. Begitulah Sang Buddha menghasilkan murid-muridnya yang beragam latar belakang menjadi tercerahkan karena terampil dan cerdas dalam mentransmisikan esensi Buddhadharmanya yang tak terbatas kepada para siswanya dan sesuai kebutuhan siswa-siswanya dimanapun berada.
Terampil dalam cara mengkomunikasikan esensi Buddhadharma kepada begitu banyak orang dengan begitu beragam latar belakang dan berhasil memberikan manfaat pencerahan merupakan suatu tindak upaya-kausalya. Bagaimanakah tindakan itu? Tak bisa diungkapkan atau dipastikan, ditentukan terlebih dahulu, karena upaya kausalya baru terwujud bila telah menyentuh dengan keadaan atau situasinya.
Segalanya tergantung pada situasi yang dihadapi dan dibutuhkan. Yang diperlukan dan yang selalu siap adalah keterampilan dan kecerdasan dalam cara atau skillfull in means, upaya-kausalaya itu sendiri.
Buddhadharma berkembang dalam beragam cara, dan karenanya menghasilkan beragam wujud atau penampilan Buddhadharma. Namun diantara beragamnya Buddhadharma itu tetap mencerminkan satu Buddha, esensi Buddhadharma yang sesungguhnya. Kita dapat menemukan esensi Buddhadharma justru ditengah perwujudannya yang begitu beragam.
Begitu banyak aliran Buddha yang tumbuh dan berkembang di banyak tempat dan negara dan begitu banyak corak budaya yang menghias Buddhadharma, namun semuanya tetap mengandung inti ajaran Buddhadharma yang satu dan sama, tetap berlandaskan pada Hukum Kesunyataan. Keragaman Buddhadharma dengan berbagai tradisi dan aliran dan perwujudan budayanya itu justru memperlihatkan kekayaan, keindahan dan kedalaman esensi Buddhadharma yang terhingga.
Kontekstual
Jadinya, upaya-kausalya itu tinggal sebagai suatu seni. Didalamnya terkandung kecerdasan, keindahan, kreatifitas, dan kepintaran, kepiawaian dalam mewujudkannya sesuai dengan keadaaan, situasi yang dihadapi, dan menghasilkan keberhasilan manfaat yang sebesar-besarnya dalam membangkitkan ke-Buddha-an atau pencerahan.
Upaya kausalya ini juga dapat terlihat dalam kehidupan Sang Buddha yang mengajarkan Dharmanya dalam berbagai cara dan berhasil membangkitkan pencerahan murid-muridnya.
Suatu waktu, ketika bertemu dengan bhikkhu Svasti yang masih remaja, Sang Buddha berkhotbah mengenai penggembala dan sekawanan kerbau yang berisikan langkah-langkah pencerahan, karena beliau tahu bahwa Svasti adalah mantan penggembala kerbau. Sang Buddha menyampaikan ajarannya secara kontekstual, sesuai dengan latar belakang pendengarnya. Istimewanya, Sang Buddha sendiri mengakui bahwa dia bisa berkotbah demikian karena semasih pertapa belajar dari Svasti yang sedang meggembalakan kerbaunya.
Upaya Kausalya tidak hanya kontekstual namun juga bersifat dialektis dan mengandung tindakan-tindakan yang bermanfaat untuk pembebasan, pencerahan atau penyelamatan. Terampil dan cerdas dalam cara itu selalu terbuka, fleksibel, selalu siap mendengar dan mau saling belajar, mampu beradaptasi sehingga akhirnya kemudian bertindak dan mewujudkan keberhasilan.
Dalam memberi manfaat yang sebesarnya demi pembebasan dan pencerahan merupakan suatu tindak upaya kausalya. Begitulah Buddhadharma sebagai rakit untuk menghantar makhluk hidup seperti manusia mencapai pantai seberang.
Segala cara dapat dipergunakan untuk mengasilkan kegunaan, manfaat pembebasan dan pencerahan, sebagaimana yang terlihat pada cara mengajar guru-guru Zen, maupun eksentriknya kehidupan, style of life para Maha Sidha Tantrayana.
Rumah Yang Terbakar
Keterampilan dalam cara atau upaya-kausalya merupakan tindakan pragmatis karena bisa mempergunakan cara-cara apa saja asal demi tujuan pembebasan dan penyerahan atau penyelamatan. Dalam khotbah “Rumah Yang Terbakar”, misalnya, Sang Ayah harus melakukan kebohongan kepada anak-anaknya agar sang anak bisa terselamatkan mau keluar dari rumah yang terbakar.
Sang ayah berbohong dengan mengatakan ada mainan yang menjadi dambaan anak itu yang dapat diperoleh dengan segera sehingga sang anak-anaknya mau keluar dari rumah yang terbakar dan akhirnya terselamatkan. Kebohongan Sang ayah adalah suatu upaya-kausalya dan merupakan cermin dari keterampilan mewujukan Sunyata, Tathata atau kebenaran itu sendiri, kedemikianan itu sendiri yakni keselamatan dan kebebasan anak-anaknya. Sunyata Sang Ayah bagi anak-anaknya atau umat manusia yang masih terbakar dalam api keserakahan, kebodohan, dan kebencian.
Dalam sejarah kemunculannya, konsep upaya-kausalya berkembang seturut dengan kemunculan Mahayana dan merupakan awal dari terbitnya paradigma Bodhisattva dengan paramita-nya yang menekankan tindakan altruis demi pembebasan dan pencerahan banyak orang. Upaya kausalya dikatakan juga puncak paramita, yakni kecerdasan prajna itu sendiri yang juga menjiwai lima tindakan luhur paramita lainnya: dana, sila, ksanti, virya dan dyana.
Namun begitu, upaya-kausalya itu sendiri telah terpraktekkan atau terwujud dalam diri Sang Buddha sendiri semasa hidupnya, ketika menyampaikan ajarannya kepada sebanyak mungkin makhluk hidup demi pembebasan dan pencerahan.
Tindakan Sang Buddha sepanjang hidupnya dalam membabarkan ajarannya dan membuat banyak orang terbebaskan dan tercerahkan tidak lain adalah upaya-kausalya itu sendiri.
Bila segala yang telah terjadi dan terwujud, keberhasian pencerahan itu adalah suatu tindakan upaya-kausalya atau terampil dan cerdas dalam cara, mungkin masih ada pertanyaan yang tertinggal sebagai PR upaya-kausalya. Dimana atau adakah Buddhadharma itu? Adakah Buddhadharma bersemayam pada tiga Tubuh Buddha (Trikaya) yang memperjelas fungsi dan hakikatnya?
Bila tak ada Dharma di luar diri (hati dan kesadaran) manusia, sebagaimana tak ada sesuatu pun yang dapat ditemukan di dalam diri manusia, sesungguhkan apakah yang kita cari selama ini? Memiliki upaya-kausalya? Tidakkah upaya-kausalya identik dengan nothingness, emptiness, sunyata, sebagai keterampilan dan kecerdasan untuk tidak tergantung, berpegang, terikat pada sesuatu apa pun, termasuk segala konsep? (JP).