Tugas Guru & Kewajiban Umat Buddha

Ditinjau dari berbagai kajian dan perspektif ajaran Buddha

(Dirangkum dari berbagai sumber tulisan oleh YM Bhikshu Tadisa Paramita Mahasthavira)

Pendahuluan

Di jaman kemerosotan Dharma ini, umat manusia yang beragama Buddha cukup banyak tapi minat umat Buddha untuk menekuni belajar dan praktik Dharma secara baik dan benar  sangatlah sedikit tidaklah banyak. Di antara para siswa dan umat Buddha, banyak yang  kurang memahami tujuan dan manfaat belajar untuk mempraktikan Buddhadharma dalam kehidupan sehari-hari. Begitupula umat Buddha jarang dan sedikit sekali yang memahami apa dan bagaimana peran dan fungsi seorang Shifu (Bapak-guru) dan kewajiban seorang umat Buddha (siswa/murid), sehingga ada sebagian umat Buddha yang mempunyai sikap dan perilakunya liar, cuek, tidak santun, kurang respek dan tidak menghargai Sang Triratna juga kepada seseorang yang memiliki profesi sebagai guru (shifu). Tentu seorang guru yang baik dituntut memiliki kualitas ke dalam maupun keluar. Ke dalam sepenuh hati mempraktikkan Dharma dan pengembangan kualitas Bodhicitta dengan takaran bagaimana ia melaksanakan dana (sumbangsih), sila (moralitas), Ksanti (ketabahan), Virya (bersemangat), Samadhi (ketenangan), dan Prajna (kebijaksanaan Bodhi) dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan ke luar ia harus  mengembangkan kualitas pemahaman Dharma, teknik mengajar Dharma, strategi untuk pembabaran Dharma dan tujuan yang ingin di capai setelah pembabaran Dharma dilakukan. Semua harus di lalui dengan perjuangan, pengabdian dan kemuliaan hati bahkan diperlukan pengorbanan diri dalam melaksanakan tugas dan kewajiban untuk terus tekun dan bersemangat dalam mengajar dan membina para siswa atau umatnya untuk perkembangan dan kualitas pengetahuan Dharma, kebijaksanaan Prajna, mengembangkan Bodhicitta dan upaya meraih pembebasan mutlak.

Begitupula setiap materi pengajaran, bentuk pengajaran, proses pengajaran dan tujuan pengajaran, para siswa dan umatnya harus berminat, mempunyai rasa hormat, giat, beretika dan santun untuk memohon pembelajaran, terutama mempunyai tugas dan kewajiban dalam belajar dan membina diri. Selain itu, para siswa dan umat harus dapat membantu usaha mulia dan perjuangan dari seorang guru. Tanpa terjalin hubungan timbal balik yang harmonis antara tugas dan kewajiban guru dan kepatuhan siswanya, maka sulit diharapkan perkembangan dan meningkatnya kualitas intelektualitas, mentalitas, moralitas dan spiritualitas para siswa atau umatnya.

Untuk memahami dan membuka pandangan dan cakrawala berpikir para siswa dan umat dalam proses pembelajaran dan praktik agama Buddha, maka penulis mencoba mengangkat artikel yang berjudul “Tugas Guru dan Kewajiban Umat Buddha” yang dirangkum dari berbagai sumber dan ajaran Buddha. Diharapkan para pembaca dapat memahami dan mengambil hikmah yang terbaik dari isi artikel ini.

Peran & Fungsi Agama Buddha
Agama Buddha bukanlah agama yang berdasarkan kepercayaan. Agama Buddha adalah agama yang berdasarkan atas moral, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Agama Buddha dihormati oleh dunia karena agama Buddha tidak hanya memberikan pengetahuan yang lebih luas bagi dunia, tapi juga menolak kepercayaan yang membuta.

Banyak di antara umat Buddha yang berpikir bahwa dengan pergi ke vihara dan mempersembahkan bunga di kaki patung Buddha, menyalakan lilin, serta memasang hio atau membakar dupa berarti selesailah kewajibannya sebagai umat Buddha. Mereka merasa puas karena tugas keagamaannya telah terpenuhi. Tetapi menurut ajaran Buddha, seseorang tidak seharusnya merasa puas dengan hanya berbuat demikian atau mengira dengan melakukan hal-hal seperti itu mereka sudah dapat dikatakan sebagai seorang umat Buddha

Dengan ajaran sucinya, Buddha tidak menginginkan banyak pengikut yang hanya memuliakan bayangan dirinya saja. Apa yang diinginkannya hanyalah melihat sekelompok masyarakat yang beradab, berbudaya, dan penuh kedamaian serta penuh usaha untuk mencapai Nibbana — Berhentinya roda penderitaan.

Sayangnya, kita sering melupakan ajaran Sang Buddha yang sangat fundamental ini. Sangat menyedihkan bila kita masuk dalam kelompok orang yang hanya mengikuti upacara-upacara keagamaan saja. Hendaklah kita mengerti dengan jelas bahwa kita menyembah Buddha hanya sebagai tanda penghormatan dan rasa terima kasih, karena Beliaulah yang menemukan Jalan pembebasan tersebut dan sekaligus merupakan Guru kita, yang kita anggap sebagai “Contoh Kesempurnaan”. Beliau mengajarkan kepada kita cara menempuh hidup suci dan bahagia pada kehidupan kita yang sekarang maupun yang akan datang. Beliau pulalah yang menemukan jalan suci menuju Nibbana, yang merupakan akhir dari segala penderitaan, dan merupakan satu-satunya jalan abadi menuju pembebasan.
Berapa kalipun kita menyembah di kaki Buddha, itu bukan satu-satunya cara bagi kita untuk mengikuti jalan hidup seorang Buddha. Tidaklah semudah itu. Untuk menjadi seorang pengikut Buddha yang sejati, orang harus mengikuti ajaran-ajaran dasar Buddha dengan sungguh-sungguh. Mereka yang telah mempelajari dan melaksanakan ajaran Buddha dengan sungguh, akan menyadari bahwa Buddha memiliki banyak sekali ajaran yang agung. Karena itulah, banyak orang yang bukan umat Buddha menganggap bahwa agama Buddha merupakan jalan hidup yang benar.

Agama Buddha memimpin manusia ke arah perdamaian, pengembangan moral, cara berpikir yang beralasan dan logis. Lebih dari itu doktrin Buddha merupakan satu-satunya sumber yang paling berwenang yang dapat memberikan jawaban yang tepat bagi setiap pertanyaan yang ada di benak manusia. Dan merupakan satu-satunya doktrin yang menjelaskan kenyataan hidup ini dengan gamblang, tanpa terselubung, dan tanpa dilebih-lebihkan, sehingga tidak dapat dibantah kebenarannya.

Buddha mengajarkan bagaimana manusia menempuh hidup suci, yang dapat kita lihat dalam sutra-sutra seperti Sigalovada, Mangala, Parabhava, Vasala, Vyagghapajja dan lain-lain.

Agama Buddha dan umat Buddha
Agama Buddha adalah agama yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk Asia. Terdapat lebih dari lima ratus juta penganut agama Buddha di dunia ini yang jumlahnya mencakup seperempat penduduk dunia.

Banyak penganut agama Buddha yang tidak menyadari ajaran-ajaran agung guru mereka. Bila seseorang ingin mengikuti ajaran Buddha dengan benar dan ingin disebut sebagai umat Buddha yang baik, maka ia harus mempelajari kehidupan dan ajaran-ajaran Sang Buddha.

Semua kesulitan dalam hidup ini akan mudah dipecahkan bila kita mempelajari agama Buddha. Pendekatan Buddha mengenai masalah-masalah hidup ini begitu nyata dan ilmiah, sehingga mudah dimengerti.

Buddha tidak menyimpan pengetahuannya untuk dirinya sendiri dan juga tidak menyuruh para pengikutnya untuk mendengarkan ajarannya saja. Beliau juga tidak menjanjikan akan membawa siapa pun ke surga dengan mudah. Jika sekiranya Beliau berjanji demikian, berarti janjinya palsu. Sebab, seseorang hanya dapat menjadi penghuni surga atau menghindari neraka hanya melalui perbuatannya sendiri. Orang lain hanya dapat menolong dengan menunjukkan jalan untuk diikuti.

Oleh sebab itu, Beliau menasehati para pengikutnya untuk mengikuti ajaran-ajaran dan teladan-teladan hidupnya secara murni. Beliau membuktikan pada mereka bahwa apa yang Beliau khotbahkan adalah benar, karena pada akhirnya mereka sendirilah yang akan dapat menikmati hasil dari perbuatan baik mereka. Kenyataan ini yang kemudian dibuktikan ternyata membawa dampak yang baik untuk waktu sekarang dan yang akan datang.

Buddha mengajarkan cinta kasih dan kebaikan pada semua makhluk dewa, manusia, binatang, dan makhluk-makhluk lainnya — yang disebut sebagai cinta kasih universal. Andai saja Beliau ingin memperoleh kebahagiaan untuk dirinya sendiri, Beliau dapat memperolehnya jauh sebelum Beliau mendapatkan kebahagiaan abadi, yaitu Nibbana. Beliau dapat memperoleh kebahagiaan itu tanpa banyak kesukaran. Tapi Beliau pikir, bila Beliau masuk ke dalam kebahagiaan abadi sendiri, sedangkan masih banyak orang yang menderita, maka Beliau bagaikan seorang ibu menikmati makanan yang lezat, sedangkan anak-anaknya yang kelaparan mencari-cari makanan. Karena rasa kasih sayangnya yang besar pada semua makhluk, akhirnya Beliau menggantungkan dirinya pada penderitaan samsara (lingkaran kematian dan kelahiran) dan mengambil jalan yang lebih panjang dan membahayakan untuk tiba di pantai seberang. Beliau harus menjalani berbagai macam kehidupan dan ujian yang dihadapinya tidak terhitung jumlahnya.

Rasa kasih sayang (welas asih) Buddha pada semua makhluk begitu besarnya, sehingga ia rela mengalami samsara tanpa ragu-ragu sedikit pun. Bila kita membaca kitab-kitab Buddha, kita bisa mempelajari kenyataan-kenyataan ini. Hanya dengan keteguhan hati, kekuatan dan kebijaksanaan sajalah seseorang dapat berkata, berbuat dan berpikir benar. Dengan latihan yang tekun orang dapat menjadi Buddha bukanlah monopoli orang-orang tertentu saja.

Anda bisa menjadi Buddha, begitu juga yang lainnya. Buddha membangkitkan semangat ini dalam diri mereka yang bercita-cita untuk menjadi Buddha. Walaupun muncul Buddha-Buddha yang tak terhingga jumlahnya, tapi masih akan ada juga manusia yang tidak beruntung yang tidak menempuh jalan untuk mencapai Nibbana yang kekal, karena ketidak-tahuan (kebodohan) mereka terlalu sulit untuk mereka tembus.
Kita masing-masing mempunyai benih semangat Buddha di dalam diri kita. Benih itu tidak akan tumbuh mekar sepenuhnya apabila kita mengabaikannya. Kita harus mengambil langkah-langkah untuk menanam semangat ini sampai mencapai kesempurnaan dan dimahkotai dengan Ke-Buddha-an.

Sekarang bagaimana caranya agar benih semangat Buddha itu tumbuh menjadi pohon yang kuat yang akan menghasilkan buah Ke-Buddhaan? Sama seperti tanaman lain yang butuh perawatan, begitu pula hendaknya benih tersebut disiram dan diberi pupuk perbuatan-perbuatan baik dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang. Jika ini kita lakukan terus-menerus, maka akan tibalah saatnya kita memperoleh keberhasilan yang gemilang dari semua jerih payah kita.

Meskipun demikian bukanlah hal yang mudah untuk menjadi Buddha. Buddha ialah ia yang memiliki kebijaksanaan sempurna, cinta kasih yang universal, serta kebajikan yang tanpa batas. Buddha ialah orang yang dapat mengerti sepenuhnya semua aspek dari berbagai macam masalah-masalah hidup dan juga peristiwa-peristiwa yang berhubungan antara kehidupan sebelum sekarang maupun sesudah kehidupan ini. Beliau mampu berkhotbah dan meyakinkan orang-orang lain akan cara mencari pemecahan atas persoalan-persoalan mereka.

Karena begitu sukarnya memperoleh sifat Ke-Budhaan ini, maka ada hanya satu Buddha saja di dunia ini dalam waktu yang lama. Karena itu ajaran seorang Buddha akan dilupakan dan berubah-ubah di dunia ini pada waktu Buddha berikutnya muncul. Karenanya merupakan suatu tugas yang sangat berat bagi seorang Buddha untuk mencapai penerangan sempurna dengan usahanya sendiri. Tak ada seorang pun yang dapat memberikan petunjuk kepadanya bagaimana cara berpikir yang benar yang dapat membawanya menuju pengetahuan sempurna. Hanya melalui perjuangan yang berat untuk mendapatkan penerangan atau pengetahuan sempurna inilah seseorang dapat menjadi Buddha dan dapat tampil ke dunia untuk mengungkapkan kebenaran.

Manusia hidup dalam kegelapan, tanpa mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Mereka bergulat dalam kehidupan yang penuh kelaliman. Mereka mengira bahwa kenikmatan yang mereka peroleh di dunia ini abadi, walaupun kenyataannya tidak. Karena tidak mengerti akan kenyataan inilah, maka manusia makin lama makin terjerumus ke dalam kesenangan singkat, diperbudak olehnya, dan akhirnya menjadi buta terhadap kenyataan.

Jika hal ini dijelaskan pada mereka, mereka hanya akan menutup telinga. Akhirnya dalam waktu yang singkat batin mereka tak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sampai-sampai mereka dengan berani berkata, Aku melakukan apa yang kuanggap benar.

Jika semua orang mengikuti cara seperti itu, apa jadinya dunia ini kelak? Dalam sekejap saja, kebajikan akan hilang dari dunia ini dan akhirnya kejahatan yang berkuasa sehingga terjadi kekacauan dan kesedihan yang luar biasa.

Kehidupan spiritual
Jalan kehidupan spritual ini oleh para pemula memang terasa sulit, tetapi bila kita sudah melangkah setapak saja, dengan menggunakan tenaga yang ada dan sedikit pengetahuan yang kita miliki, maka separuh kesulitan sudah teratasi. Kita harus ingat bahwa puncak Himalaya ditaklukkan tidak hanya dengan satu langkah, tetapi dengan langkah-langkah yang berkesinambungan dan dengan mengatasi berbagai macam kesulitan yang tidak kecil. Begitu pula, untuk mencapai Nibbana, seseorang harus bekerja keras selangkah demi selangkah sampai tujuannya tercapai.

Tak seorang pun dapat mencapai tujuan tersebut dalam satu kehidupan betapa lamanya pun ia hidup. Bagaimanapun tujuan itu barulah dapat dicapai setelah melalui banyak kehidupan, sehingga perlu bagi seseorang untuk mengumpulkan kebajikan-kebajikan dalam hidupnya agar dapat mencapai tujuan akhir. Samudera-samudera luas merupakan tetesan-tetesan air yang berkumpul menjadi satu. Begitu pula Ke-Buddhaan merupakan kumpulan-kumpulan besar dari segala sesuatu yang baik, dengan kata lain lepas dari setiap kejahatan.

Dalam perjalanan menuju tujuan tertingginya ini, sesudah hidup berkali-kali dalam jangka waktu yang lama, mungkin saja seseorang dapat bertemu muka dengan Buddha. Bila saat ini tiba, maka ini berarti bahwa orang tersebut telah penuh dengan kebajikan-kebajikan yang dikumpulkannya. Dan andaikan ia memilih untuk menjadi pengikut Buddha, maka ia akan dapat memperoleh penerangan sebagai pengikut Buddha.

Hal ini sudah pasti dengan mengabaikan segala penderitaan duniawi, tetapi bila seseorang mendambakan kebebasan dari samsara (lingkaran kelahiran dan kematian) akan dapat memperoleh tujuan yang didambakannya, yaitu Nibbana — Kebahagiaan abadi.
Kewajiban-kewajiban Seorang Umat Buddha
Menurut ajaran Buddha terlahirnya kita sebagai manusia merupakan hal yang sangat membahagiakan. Itu berarti kita diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan benar agar dapat memutuskan roda samsara. Kita menyadari bahwa keberadaan kita sebagai manusia merupakan hasil dari perbuatan-perbuatan baik kita. Kita juga tahu bahwa setiap perbuatan (karma) mempunyai efek-efek yang saling bertalian.

Dengan karma dunia ini berputar, dengan karma manusia hidup, dan karma pulalah yang mengikat manusia.

Kita berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha karena kita merasa yakin bahwa di bawah tiga perlindungan ini, kita merasa aman, bebas dari bahaya, ketakutan dan kekotoran yang dapat membawa kita pada tujuan-tujuan jahat. Dengan Sang Buddha sebagai pembimbing yang ideal, Dhamma sebagai rakit yang dapat menyeberangi samudera samsara, dan Sangha sebagai sawah yang bisa ditanami dan diambil hasilnya pada saat panen, kita menuju jalan hidup yang benar dan melaksanakan kewajiban kita sebagai seorang umat Buddha dengan penuh perhatian dan dengan menghormati hukum kosmos kehidupan, yaitu karma.

Hendaknya kita menghindari sepuluh perbuatan jahat yang dapat dilakukan oleh tubuh, ucapan, maupun pikiran. Kita berusaha melatih diri untuk menghindari pembunuhan, pencurian, dan perbuatan asusila. Melatih diri dalam ucapan untuk tidak berdusta, memfitnah, bicara kotor dan bicara yang sia-sia. Kita juga hendaknya menyadari bahwa perbuatan jahat akan mengakibatkan penderitaan bagi pelakunya.

Kita tahu bahwa kita membunuh, maka kita akan mengalami hidup yang singkat, penyakit, kesedihan karena terpisah dari orang-orang yang kita cintai, dan juga akan terus hidup dalam ketakutan. Kita pun tahu bahwa bila kita mencuri, maka kita akan mengalami kemiskinan, penderitaan dan segala keinginan kita tidak akan tercapai. Kita menghindari perzinahan, karena itu akan membuat kita mendapat musuh-musuh dan kehidupan yang sengsara. Kita berhenti berdusta, karena dengan berdusta nama baik kita akan tercemar.

Kita juga tidak menginginkan kekayaan orang lain dan tidak akan berpikir, Kalau saja itu menjadi milikku. Kita tidak membenci siapapun, karena kebencian akan membuat kita berwajah jelek, berpenyakit, dan akan hidup selamanya dalam penderitaan.

Kita juga menghindari pandangan salah dan berusaha melakukan banyak kebajikan dengan berdana, hidup bermoral, bermeditasi, menghormati sesama, bersikap ramah tamah, membagi kebahagiaan pada orang lain, dan bersukacita dengan kebahagiaan orang lain. Kita pun hendaknya senang mendengarkan Dhamma yang akan memperkuat usaha kita dalam melaksanakan pandangan hidup yang benar.

Bagi umat awam, Sang Buddha juga menganjurkan agar melakukan hal-hal tersebut di atas, karena akan membawa berkah. Ia yang rajin berdana, akan memperoleh kekayaan, sedangkan hidup bermoral akan membuatnya lahir di keluarga terpandang dan dalam keadaan yang penuh bahagia. Dengan meditasi ia akan memperoleh pengetahuan yang tinggi. Dengan menolong orang-orang lain, ia sendiri akan banyak ditolong. Bersukacita karena melihat perbuatan orang lain yang suka menolong, akan memberinya sifat gembira pada kelahirannya kelak. Dengan mendengarkan Dhamma ia akan menjadi bijaksana, sedang sikap mau memenuhi kebutuhan orang lain akan memberikannya kemakmuran. Meneguhkan keyakinan akan pandangan hidup yang benar akan memberinya kebahagiaan dan pembebasan terakhir.

Dia memandang semua kehidupan ini sebagai tempat persinggahan, tidak memuaskan, dan tanpa jiwa yang kekal. Dalam kehidupan sehari-harinya dia mencoba untuk mengerti bagaimana kebenaran ini dapat berperan, bagaimana segala sesuatu di dunia ini terus berubah, betapa sedikit kita dapat mengkontrolnya, betapa semua kenikmatan yang kita rasakan akan berakhir dengan kepedihan, dan kondisi muda akan berubah menjadi tua, dan akhirnya betapa hampanya hidup ini. Dengan menyadari akan tiga corak umum dalam hidup ini yaitu Anicca, Dukkha, dan Anatta, dia memandang hidup ini sebagai sesuatu yang tidak kekal. Dia juga melihat alam semesta dengan segala isinya sebagai satu obyek tunggal dimana semua makhluk pada hakikatnya adalah sama.

Oleh sebab itu, dalam menjalani kehidupan ini, hatinya penuh dengan cinta kasih dan welas asih (Karuna) terhadap segala sesuatu yang menderita. Seperti seorang ibu yang rela mengorbankan jiwanya untuk melindungi putranya yang tunggal, begitu jugalah ia memancarkan cinta kasih dan welas asihnya pada semua makhluk tanpa mengenal batas dan perbedaan. Dengan didorong oleh semangat cinta kasih inilah, hidupnya yang singkat ini akan bermanfaat dan berguna bagi semuanya, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

Bagi orang-orang yang berumah tangga, Sang Buddha juga menganjurkan agar melatih diri dalam menghindari sepuluh perbuatan jahat. Mereka juga hendaknya tidak berat sebelah, tidak bermusuhan dan berusaha mengembangkan cinta kasih, kesabaran, dan kebijaksanaan dalam setiap tindakannya.
Keberhasilan seorang umat, sangat tergantung pada kekayaan dan keuangannya. Sang Buddha juga mengatakan bahwa penting bagi seorang kepala keluarga untuk memiliki kekayaan di samping anak dan istri, pelayan dan pekerja. Semua ini harus diperoleh dengan jalan yang benar dan untuk semuanya ini dia harus menjalani kehidupan yang benar, menghindari penipuan, penghianatan, berkata benar, dan dia juga harus menghindari kelima komoditi perdagangan seperti: senjata, manusia, hewan, minuman keras dan racun. Jadi perdagangan yang boleh dilakukan ialah yang tidak mencederai orang atau makhluk lain. Dia mencari nafkah seperti seekor lebah yang mengumpulkan madu. Sang Buddha juga menganjurkan agar dalam berusaha hendaknya dia membagi pendapatannya menjadi empat bagian sebagai berikut:

Biarkan dia membelanjakan yang satu bagian dan menikmati buahnya. Yang dua bagian untuk usaha yang sedang dijalankannya, sedangkan bagian yang keempat digunakan untuk masa depannya, agar bisa digunakan bila diperlukan kelak.

Jadi, seorang kepala keluarga yang baik akan menyisihkan seperempat bagian pendapatannya untuk keperluannya sendiri, dua perempat untuk usahanya, dan seperempatnya lagi untuk keadaan darurat bila diperlukan. Dia akan menghindari dirinya dari kegiatan yang dapat menghabiskan kekayaan yang dicarinya dengan menghabiskan kekayaan yang dicarinya dengan susah payah. Oleh sebab itu, dia harus menghindari kegiatan seperti: terlibat dengan minuman keras, berada di jalan pada waktu yang tidak pantas, menonton pertunjukan-pertunjukan yang tidak pantas, berjudi dan bergabung dengan orang-orang jahat lagi malas.

Sang Buddha juga menganjurkan supaya umat meringankan beban orang tuanya, guru, istri, anak-anaknya, sahabat, pelayan, pekerja serta guru agamanya. Putra-putrinya harus menyadari bahwa karena orang tuanya mereka bisa berada dalam keadaan seperti sekarang. Oleh sebab itu, adalah tugas mereka untuk memberi kepada orang tua mereka makanan, pakaian, obat-obatan dan segala sesuatu yang dapat membuat hidup ini lebih mudah dan lebih menyenangkan selama mereka hidup.

Sang anak harus melaksanakan tugasnya, yaitu merawat orang tua mereka dalam usia lanjut dengan penuh perhatian. Mereka juga harus mempertahankan keturunan, tradisi dan bahkan menjaga nama baik keluarganya. Begitu pula orang tua yang dilayani anak-anaknya harus berbuat kebajikan dan bersikap lemah lembut dengan mengusahakan agar anak-anaknya juga berbuat kebajikan, melatih mereka dalam berdagang dan segala keahlian, menentukan agar perkawinan mereka dilaksanakan dalam usia yang pantas, dan menyerahkan semua perusahannya serta warisannya apabila saatnya tiba.

Murid harus menghormati guru mereka dan bangkit dari tempat duduknya untuk menunjukkan rasa hormat. Mereka harus menunjukkan kemauan untuk belajar dan memberikan pelayanan. Mereka harus menerima dan mengikuti segala instruksi yang diberikan. Sebaiknya guru juga melatih muridnya dengan benar mengenai apa yang mereka ketahui dan membuat mereka mahir dalam berbagai macam ilmu. Mereka tidak boleh memburuk-burukkan muridnya di antara sesama temannya dan mereka harus melindungi muridnya dari bahaya.

Sang suami harus menghormati istrinya, memberikan hak untuk melakukan keinginannya di rumah. Setia pada istrinya dan memperlakukan istrinya dengan cinta kasih. Istrinya harus diberi kebebasan untuk mengatur rumah tangga dan dilengkapi dengan perhiasan. Sebaiknya sang istri juga harus mengasihi suaminya dan melaksanakan tugasnya. Dia harus bersikap ramah terhadap suaminya, selalu berterima kasih atas pemberian-pemberian suaminya dan melindungi kekayaannya. Di samping itu dia juga harus mempelajari seluk-beluk usaha suaminya dan membantunya.

Lebih jauh lagi, seorang kepala keluarga juga harus melayani keluarganya dan juga sahabatnya dengan murah hati, ramah tamah dan penuh kebajikan. Dia harus memperlakukan mereka sama seperti dia memperlakukan dirinya sendiri dan dia harus menepati janjinya. Sebaliknya, keluarganya dan temannya juga harus menunjukkan cinta kasih terhadapnya. Melindungi kekayaannya dan dalam bahaya mereka harus melindunginya dan bukan meninggalkannya.

Seorang kepala keluarga juga harus memberikan pekerjaan pada pembantunya yang sesuai dengan kemampuannya. Memberikan mereka makanan, gaji dan merawat mereka bila mereka sakit. Dia juga harus memberikan waktu istirahat dan mengizinkan mereka untuk mendapatkan liburan pada hari-hari besar dengan tetap mendapat gaji. Seorang majikan yang baik juga membagi kebahagiaan pada para pembantunya. Sebaliknya si pembantu juga harus membiasakan dirinya untuk bangun lebih dulu dari majikannya, melakukan tugas yang diberikan padanya dan beristirahat sesudah majikannya beristirahat. Mereka harus selalu merasa puas dan memuji majikannya.

Seorang kepala keluarga juga wajib melayani para bhikkhu, membuka pintu rumah untuk mereka dan memenuhi kebutuhan insidentil mereka. Sebaliknya para bhikkhu harus menjauhkan dia dari kelaliman dan mendorong dia untuk melakukan perbuatan baik, memberikan khotbah mengenai Dhamma, dan membawa dia untuk mengikuti jalan pembebasan serta menyampaikan ajaran mengenai cinta kasih dan kebijaksanaan.

Mengapa harus tekun dan giat mempraktikan Buddhadharma?
Samvega berarti urgency dhamma, timbul karena 4 hal:

1.     Rasa mendesak bahwa kematian mengancam dari berbagai sisi (AN 5.77).
2.     Rasa mendesak karena di masa depan, keadaan untuk berlatih religiusitas (praktik Buddhadharma) mungkin tidak akan pernah sebagus ini lagi (AN 5.78).
3.     Rasa mendesak karena mungkin tidak ada lagi guru religius yang baik yang mampu membimbing kita (AN 5.79).
4.     Rasa mendesak karena Sangha sebagai panutan kita berlatih akan menurun (AN 5.80).

Rasa mendesak religius inilah yang menjadikan diri kita tidaklah lagi mau menjalani kehidupan dengan santai, seperti kehidupan kita sebelumnya. Bagaimana kita bisa santai kalau kita tahu keadaan di masa datang tidak akan sebaik sekarang, tidak sekondusif sekarang, tidak ada guru dan Sangha sebaik sekarang. Bagaimana kita bisa hidup santai bila kita tahu kematian akan datang sewaktu-waktu, bahwa umur kita mungkin tidak akan panjang. Samvega inilah yang akan mendorong kita untuk menjadi praktisi Buddhism. Samvega (bersama dengan semangat dan keuletan), ini juga yang akan memotong rasa malas. Samvega inilah yang mengubah pola pikir kita bahwa kehidupan ini sangat berharga, dan karena kesempatan untuk hidup menjadi manusia demikian langka, maka sudah sepatutnya kita memanfaatkan semua waktu dan kesempatan sebaik mungkin. Samvega inilah yang menuntun prioritas banyak hal dalam kehidupan kita.

Mengerti banyak hal menjadi pandai. Mengerti banyak orang menjadi bijaksana. Mengerti diri sendiri menjadi cerah. (Ven Master Sheng Yen)

PERANAN GURU DALAM PENDIDIKAN
Tugas Guru Secara Umum
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu:  tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (civic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.

Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu: meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak.

Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri.

Usaha membantu ke arah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan ke dua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup.

Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN.

Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal.

Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi. Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak didik itu pada akhimya mampu memilih nilai-nilai hidup yang semakin komplek dan harus mampu membuat anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat juga melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu, nyanyian), dapat melalui warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa ukiran, atau melalui simbul-simbul dan tanda tanda yang biasanya disebut rumus-rumus.

Jadi nilai-nilai yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan dalam rangka melaksanakan tugasnya, tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan, apabila diutarakan sekaligus merupakan pengetahuan, pilihan hidup dan praktek komunikasi. Jadi walaupun pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang dari sudut guru dan dan sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai yang sama, maka pendidikan tenaga kependidikan pada umumnya dan guru pada khususnya sebagai pembinaan prajabatan, bertitik berat sekaligus dan sama beratnya pada tiga hal, yaitu:  melatih mahasiswa, calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk mampu menjadi guru atau tenaga kependidikan yang baik, khususnya dalam hal ini untuk mampu bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas profesional.

Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini harus mampu mendidik mahasiswa calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk menjadi manusia, person (pribadi) dan tidak hanya menjadi teachers (pengajar) atau educator (pendidik) , dan orang ini kita didik untuk menjadi manusia dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab kebudayaanlah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa hewan berbudaya, tetapi kita dapat mengatakan bahwa makhluk manusia adalah berbudaya, artinya di sini jelas kalau yang pertama, yaitu:  training menyiapkan orang itu menjadi guru, membuatnya menjadi terpelajar, aspek yang kedua mendidiknya menjadi manusia yang berbudaya, sebab sesudah terpelajar tidak dengan sendirinya orang menjadi berbudaya, sebab seorang yang dididik dengan baik tidak dengan sendirinya menjadi manusia yang berbudaya.

Memang lebih mudah membuat manusia itu berbudaya kalau ia terdidik atau terpelajar, akan tetapi orang yang terdidik dan terpelajar tidak dengan sendirinya berbudaya. Maka mengingat pendidikan ini sebagai pembinaan pra jabatan, yaitu: di satu pihak mempersiapkan mereka untuk menjadi guru dan di lain pihak membuat mereka menjadi manusia dalam artian manusia berbudaya, kiranya perlu dikemukakan mengapa guru itu harus menjadi rnanusia berbudaya. Oleh karena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan; jadi pendidikan dapat berfungsi melaksanakan hakikat sebagai bagian dari kebudayaan kalau yang melaksanakannya juga berbudaya. Untuk menyiapkan guru yang juga manusia berbudaya ini tergantung 3 elemen pokok,  yaitu :
1.    Orang yang disiapkan menjadi guru ini melalui prajabatan (initial training) harus mampu menguasai satu atau beberapa disiplin ilmu yang akan diajarkannya di sekolah melalui jalur pendidikan, paling tidak pendidikan formal. Tidak mungkin seseorang dapat dianggap sebagai guru atau tenaga kependidikan yang baik di satu bidang pengetahuan kalau dia tidak menguasai pengetahuan itu dengan baik. Ini bukan berarti bahwa seseorang yang menguasai ilmu pengetahuan dengan baik dapat menjadi guru yang baik, oleh karena biar bagaimanapun mengajar adalah seni. Tetapi sebaliknya biar bagaimanapun mahirnya orang menguasai seni mengajar (art of teaching), selama ia tidak punya sesuatu yang akan diajarkannya tentu ia tidak akan pantas dianggap menjadi guru.
2.    Guru tidak hanya harus menguasai satu atau beberapa disiplin keilmuan yang harus dapat diajarkannya, ia harus juga mendapat pendidikan kebudayaan yang mendasar untuk aspek manusiawinya. Jadi di samping membiasakan mereka untuk mampu menguasai pengetahuan yang dalam, juga membantu mereka untuk dapat menguasai satu dasar kebudayaan yang kuat. Jadi bagi guru-guru juga perlu diberikan dasar pendidikan umum.
3.    Pendidikan terhadap guru atau tenaga kependidikan dalam dirinya seharusnya merupakan satu pengantar intelektual dan praktis ke arah karir pendidikan yang dalam dirinya (secara ideal kita harus mampu melaksanakannya) meliputi pemagangan. Mengapa perlu pemagangan, karena mengajar seperti juga pekerjaan dokter adalah seni. Sehingga ada istilah yang populer di dalam masyarakat tentang dokter yang bertangan dingin dan dokter yang bertangan panas, padahal ilmu yang diberikan sama. Oleh karena mengajar dan pekerjaan dokter merupakan art (kiat), maka diperlukan pemagangan. Karena art tidak dapat diajarkan adalah teknik mengajar, teknik untuk kedokteran. Segala sesuatu yang kita anggap kiat, begitu dapat diajarkan dia  kalau menjadi teknik. Akan tetapi kalau kiat ini tidak dapat diajarkan bukan berarti tidak dapat dipelajari. Untuk ini orang harus aktif mempelajarinya dan mempelajari kiat ini harus melalui pemagangan dengan jalan memperhatikan orang itu berhasil dan mengapa orang lain tidak berhasil, mengapa yang satu lebih berhasil, mengapa yang lain kurang berhasil.

PERAN GURU
WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.

Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu, tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.

Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.

Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.

Peran guru sebagai setiakawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental.

Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.

Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu,  seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.

Guru Sebagai Jabatan Profesional
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa kurang di dorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan sistematis. Proses pembelajaran lebih di arahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi. Otak siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi tersebut dan tidak berupaya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika peserta didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi miskin dalam aplikasi.

Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Mata pelajaran sains tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam proses pembelajaran. Mata pelajaran agama, tidak dapat mengembangkan sikap yang sesuai dengan norma-norma agama, karena proses pembelajaran hanya diarahkan agar siswa bisa menguasai dan menghafal materi pembelajaran. Mata pelajaran bahasa tidak diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, karena yang dipelajari lebih banyak bahasa sebagai ilmu bukan sebagai alat komunikasi. Anak hafal masalah perkalian dan pembagian, tetapi mereka bingung berapa harus membayar manakala ia disuruh membeli 2,5 kg telur, dengan harga satu kilogram Rp 12.500,-; Anak juga hafal langkah-langkah berpidato, tetapi mereka bingung ketika mereka disuruh bicara di muka umum. Gejala-gejala seperti ini merupakan gejala umum dari hasil proses pendidikan kita. Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak siswa dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal. Pembelajaran tidak diarahkan  untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan kata lain, proses pendidikan kita tidak pernah di arahkan untuk membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak di arahkan untuk membentuk manusia yang kreatif dan inovatif.

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.

Terdapat beberapa hal yang perlu ditanggapi dari konsep pendidikan menurut undang-undang tersebut. Pertama, pendidikan adalah suatu usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan di sekolah bukanlah proses yang dilaksanakan asal-asalan dan untung-untungan, akan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa di arahkan pada pencapaian tujuan. Kedua, proses pendidikan yang terencana di arahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Hal ini berarti pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses dan hasil belajar. Akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri siswa. Dengan demikian, dalam pendidikan antara proses dan hasil harus berjalan secara seimbang. Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu di arahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus berorientasi kepada siswa (student active learning). Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan siswa memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, membentuk kepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini berarti proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan ketrampilan siswa. Ketiga aspek inilah (sikap, kecerdasan, dan ketrampilan) arah dan tujuan pendidikan yang harus diupayakan.

Tampaknya pelaksanaan pendidikan kita di sekolah belum sesuai dengan harapan tersebut. Mengapa demikian? Banyak komponen yang dapat mempengaruhinya. Dengan tidak mengesampingkan faktor lain, komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen “guru”. Hal ini memang wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar. Bagaimanapun bagus dan idealnya kurikulum pendidikan, bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasi kannya, maka semuanya akan kurang bermakna. Oleh sebab itu, untuk mencapai proses dan hasil pendidikan seperti yang diharapkan, sebaiknya dimulai dengan menganalisis komponen guru.

Dalam rangka pencapaian hasil dan proses pembelajaran seperti yang diharapkan, maka upaya pertama yang harus dilakukan adalah memposisikan guru sebagai pekerja yang profesional, mengapa demikian? Sebab banyak orang termasuk guru sendiri yang meragukan bahwa jabatan guru merupakan jabatan profesional. Ada yang beranggapan bahwa setiap orang bisa menjadi guru. Si Dadap, si Waru, atau siapa saja, walaupun mereka tidak memahami ilmu keguruan dapat saja dianggap sebagai guru, asalkan paham materi pelajaran yang akan diajarkannya. Apakah pandangan seperti itu benar?. Apabila mengajar dianggap hanya sebagai proses penyampaian materi pelajaran, pendapat semacam itu ada benarnya. Konsep mengajar yang demikian, tentunya sangat sederhana, yaitu asal paham informasi yang akan diajarkannya kepada siswa, maka ia dapat menjadi guru. Tetapi mengajar tidak sesederhana itu bukan? Mengajar tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu, dalam poses mengajar terdapat kegiatan membimbing, melatih keterampilan intelektual, keterampilan psikomotorik, dan memotivasi siswa agar memiliki kemampuan inovatif dan kreatif. Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok  dengan materi pembelajaran, termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektifitas pembelajaran. Dengan demikian, seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, yaitu:  kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang lain yang bukan guru. “A teacher is person charged with the responbility of helping others to learn and to behave in new different ways” (James M. Cooper, 1990). Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus hasil dari proses pendidikan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) atau Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB).

Untuk meyakinkan bahwa guru sebagai pekerjaan profesional, marilah kita tinjau ciri-ciri pokok dari pekerjaan profesional : (a) Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada ke ilmuan yang dimilikinya. Seorang dokter, psikolog, saintis, ekonom, dan berbagai profesi lainnya dihasilkan dari lembaga-lembaga pendidikan yang relevan dengan profesi tersebut. (b) Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya. (c) Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latarbelakang pendidikan yang di alaminya yang di akui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik sesuai profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya.

Dari ketiga ciri perkerjaan profesional yang disebutkan di atas, lalu apa ciri-ciri guru yang profesional dan apa saja yang harus dibekali oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan untuk menghasilkan calon-calon guru yang profesional? Berikut marilah kita simak ciri-ciri guru yang profesional. Ada tujuh komponen yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru yang profesional, yaitu:
a.      Guru sebagai sumber belajar: Peran guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran dengan baik dan benar. Guru yang profesional manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebagai sumber belajar, guru harus memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswanya. Guru harus mampu menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata siswa lainnya.Guru harus mampu melalukan pemetaan materi pelajaran, misalnya dengan menentukan materi inti (core), yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan, dan mana materi yang diingat kembali karena pernah di bahas.
b. Guru sebagai fasilitator: Sebagai fasilitator guru guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator, ada beberapa hal yang harus dipahami guru. Pertama, guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman terhadap media penting, belum tentu suatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran. Kedua, guru perlu mempunyai ketrampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Dengan merancang media yang cocok akan memudahkan proses pembelajaran, yang pada gilirannya tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. Ketiga, guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan sebagai sumber belajar, termasuk memanfaatkan teknologi informasi. Perkembangan tehnolgi informasi menuntut setiap guru untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Melalui teknologi informasi memungkinkan setiap guru bisa menggunakan berbagai pilihan media yang dianggap cocok. Keempat, sebagai fasilitator guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
c.    Guru Sebagai pengelola: Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa. Sebagai menager guru memiliki empat fungsi umum. Pertama, merencanakan tujuan belajar. Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan dalam melaksanakan fungsi perencanaan di antaranya memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus, menentukan topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukan sumber yang diperlukan. Melalui fungsi ini guru berusaha menjembatani jurang dimana murid berada dan kemana mereka harus pergi. Keputusan semacam ini menuntut kemampuan berpikir kreatif dan imajinatif. Kedua, mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar. Fungsi pengorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja suatu lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian tanggung jawab dalam rangka mewujutkan tujuan program pembelajaran yang telah direncanakan. Ketiga, memimpin yang meliputi memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa. Fungsi memimpin adalah fungsi yang bersifat pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin adalah berhubungan dengan membimbing, mendorong, dan mengawasi siswa sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keempat, mengawasi segala sesuatu apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya atau belum dalam rangka pencapaiaan tujuan. Fungsi mengawasi bertujuan untuk mengusahakan peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam batas-batas tertentu fungsi pengawasan melibatkan pengambilan pengawasan yang terstruktur, walaupun proses tersebut sangat kompleks.
d.     Guru sebagai demonstrator: Peran guru sebagai demonstrator adalah peran guru agar dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator. Pertama, sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sifat-sifat terpuji dalam setiap aspek kehidupan, dan guru merupakan sosok ideal yang dapat diteladani siswa. Kedua, sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa.
e.     Guru sebagai pembimbing:  Seorang guru dan siswa seperti halnya petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat tumbuh dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanamannya itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama dan penyakit yang bisa menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat,  hingga tanaman menghasilkan buah. Demikian juga halnya seorang guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi “ini” atau jadi “itu”. Siswa akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Agar guru dapat berperan sebagai pembimbing, ada dua hal yang harus dimiliki. Pertama, guru harus memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami tentang gaya dan kebiasaan belajarnya, memahami potensi dan bakatnya. Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai, maupun merencanakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan dengan baik, manakala sebelumnya guru merencanakan hendak dibawa kemana siswanya, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya.
f.      Guru sebagai motivator: Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kurangnya kemampuan. Tetapi disebabkan oleh kurangnya motivasi untuk belajar. Oleh karena itu,  untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Beberapa hal yang patut diperhatikan agar dapat membangkitkan motivasi belajar adalah sebagai berikut: (1) Memperjelas tujuan yang ingin dicapai, (2) membangkitkan minat siswa, (3) Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, (4) Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan siswa, (5) Memberikan penilaian yang positif, (6) Memberi komentar tentang hasil pekerjaan siswa, dan (7) menciptakan persaingan dan kerjasama.
g.      Guru sebagai evaluator: Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil akhir pembelajaran (berupa nilai atau angka-angka) tetapi juga dilakukan terhadap proses, kinerja, dan skill siswa dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa memegang peranan penting. Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarkannya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru; atau malah sebaliknya siswa belum bisa mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan remedial. Sering guru beranggapan bahwa evaluasi sama dengan melakukan “tes”, artinya guru telah melakukan evaluasi manakala ia telah melakukan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau makna tertentu pada sesuatu yang dievaluasi. Dengan demikian tes hanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan makna tersebut. Kelemahan yang sering terjadi dengan pelaksanaan eveluasi selama ini adalah guru dalam menentukan keberhasilan siswa terbatas hanya pada hasil tes yang dilakukan secara tertulis. Akibatnya sasaran pembelajaran hanya terbatas pada kemampuan siswa untuk mengisi soal-soal yang biasa keluar dalam tes. Oleh karena itu, evaluasi semestinya juga dilakukan terhadap proses pembelajaran. Hal ini sangat penting sebab evaluasi terhadap proses pembelajaran pada dasarnya evaluasi terhadap keterampilan intelektual secara nyata.

Untuk menghasilkan guru-guru yang profesional merupakan suatu tugas berat yang harus diemban oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)  atau Sekolah tinggi agama Buddha (STAB) sebagai lembaga yang berperan dalam mempersiapkan tenaga guru, dalam hal ini dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli (dosen) yang profesional juga. Dalam mempersiapkan calon guru yang profesional ke depan disarankan bahwa kegiatan perkuliahan yang membekali para calon guru, harus menunjukkan beberapa kriteria pembelajaran yang relevan bagi profesi guru, yaitu (1) Calon guru perlu dipersiapkan untuk mengajar dengan strategi yang tepat, mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, dan mampu mengevaluasi hasil pembelajaran, (2) Perkuliahan lebih efektif bila ditanamkan pengalaman   belajar seperti menggali dan mengolah informasi, bukan memberi informasi, (3) Para dosen perlu mengembangkan ketrampilan bertanya yang dirancang untuk membantu para calon guru untuk berpikir kritis mengenai materi yang dipelajari, dan membangkitkan kemampuan calon guru untuk dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan, (5) strategi perkuliahan   bagi  calon  guru   perlu  di arahkan   untuk  membangun   kesadaran   terhadap kesulitan-kesulitan konsepsi, melatih keterampilan, dan menumbuhkan sikap ingin tahu. Kita harus menyadari bahwa apapun yang diperoleh dan di alami oleh calon guru selama dipersiapkan di Lembaga pendidikan guru (pre-service) cenderung akan berbekas dan akan ditiru dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru kelak.

Peran dan kewajiban para Guru Spiritual
Seorang guru spiritual adalah “unik dan khusus” bahwa selain ia harus berpengalaman dalam teroritis juga harus berpengalaman dalam praktik, di tambah seorang guru spiritual harus memiliki figur, citra, kemampuan dan sejarah kehidupan yang baik dan normal tidak black-list. Sikap dan perilakunya disegani, berwibawa dan kharikmatik. Guru pendidikan formal umumnya  mengajarkan segala sesuatu dari melihat, mendengar, memilah, memilih dan merekam, sehingga dibenak siswanya penuh dengan beban hafalan dan memory. Sedangkan guru spiritual mengajarkan sebaliknya, yaitu:  kenali, lepaskan dan buang semua khayalan, pikiran jungkir-balik, dan kemelekatan untuk mengembalikan kemurnian hati dan pikiran. Guru spiritual umumnya mengajarkan Sad Paramita, yaitu: Dana (pelepasan); Sila (pengendalian); Ksanti (ketabahan); Virya (semangat pantang menyerah); Samadhi (ketenangan dan konsentrasi); Prajna (pencerahan dan kearifan), melalui didikan keras dan displin ketat dari pengarahan dan bimbingan guru spiritual diharapkan siswa tersebut dapat mencapai pencerahan bertahap atau pencerahan seketika. Guru spiritual bukan hanya menyampaikan makalah segala pengetahuan atau pengertian Dharma  saja, melainkan ia mengajar khusus untuk menggali dan membuka  potensi dan bakat terpendam yang tidak diketahui dan sudah dimiliki siswa pelajar. Ini adalah pengajaran yang butuh analisa khusus melalui intuisi, bukan sekadar mengajar seseorang keterampilan atau pemahaman. Seorang guru spiritual bukan hanya memberikan ajaran-ajaran rohani, pengetahuan atau pengertian saja, karena pengetahuan dan hafalan bersifat  datang dan pergi sekejab saja tidak permanen sehingga bukanlah menjadi tujuan utama. Para siswa dapat memiliki pengetahuan yang luas tentang prinsip-prinsip spiritual, namun segala  prinsip-prinsip spiritual hanyalah pedoman dan petunjuk saja tidak untuk terjebak dan dilekatkan dalam benak pikiran siswa tersebut. Jadi tugas dan kewajiban guru spiritual atau pembimbing rohani bisa mengajar banyak  materi dan metode, tapi saat praktik hanya memilih atau metode yang efektif berdasarkan kemampuan dan kondisi siswanya, atau guru spiritual tersebut  mungkin tidak mengajarkan apapun karena kondisi siswa tersebut belum mateng, tergantung bagaimana kondisi efektif dari  siswa dan kebutuhannya  pada saat itu. Tentu semua di awali pengajaran bagaimana pemahaman dan pengalaman religious mereka untuk melihat jati dirinya sendiri.

Inilah perbedaan antara peran seorang guru spiritual dan seorang guru biasa. Para guru reguler (umumnya) biasanya memiliki sesuatu yang spesifik untuk mengajar sesuatu yang siswanya belum memiliki sesuatu, dan kebanyak muncul asumsi  bahwa siswa akan memiliki pemahaman yang lebih baik ketika mengajaran telah selesai. Tetapi guru spiritual menunjuk ke sesuatu yang sudah ada dalam diri siswa tersebut. Hal ini sedikit sukar mengajarkan kepada seseorang bila sudah memiliki bahu tapi berkutat dengan pelajaran untuk mencari bahu. Bagaimana mungkin  mengajarkan seseorang siswa yang mempunyai bahu untuk memiliki bahu lagi! Tetapi seorang guru spiritual bisa menyadarkan siswanya agar lebih sadar akan bahu yang telah mereka miliki.

Dalam tingkatan tertentu, seorang guru spiritual wajib mengajarkan ajaran memamahi hati dan menampakkan jiwa Buddha, atau ajaran non-dualitas. Terutama ajaran langsung menuju hati dan pikiran tanpa kata-kata atau simbol dan ciri.  Selanjutnya guru spiritual menunjuk ke dalam  jati diri siswa yang sudah ada, kualitas kesatuan, kesadaran, dan kekosongan. Non-dualitas berarti tidak mendua dan mengacu pada kesatuan misterius dari semua eksistensi. Pada dasarnya hanya ada satu substansi dari realitas bahwa segala sesuatu terbentuk karena adanya sebab-akibat yang intinya sunya termasuk hubungan guru dan siswa.

Kemampuan untuk mencari kebenaran fundamental alam kita (hakikat jati diri), menampik segala perwujudan palsu yang khayal. Jika satu adalah semua; semua adalah satu, maka perbedaan atau pembedaan  dianggap sebagai ilusi, termasuk perbedaan dan pembedaan antara guru dan seorang siswa  tidaklah real dan eksis. Namun, inti sejati hakikat diri, perwujudan (rupa) dan kegunaan adalah tiga rangkaian yang tidak terpisahkan satu sama lainnya. Dalam  berbagai tingkatan, tidak hanya pada pengungkapan tingkat absolut alam utama, namun juga pada tingkat relatif dimana seorang guru spiritual  harus menjelaskan dan siswanya harus memahaminya maksud dan tujuan akan peran ini fungsi belajar berikut praktik dari tingkat relatif sampai tingkatan dimana siswa telah menembusi sifat sejati mereka dan tidak ada lagi yang tersisa untuk mengajar mereka.

Jadi fungsi pengajaran seorang guru spiritual yang membina  pada tingkat relatif sampai tingkatan tidak belajar, sangat  diperlukan karena siswa telah menyadari sifat nya lebih dalam. Di jaman sekarang guru spiritual yang sudah cerah sulit di cari, sehingga kebanyakan mengandalkan ajaran kitab suci sebagai pedoman dalam membimbing para siswanya. Ini adalah kekhasan bahasa, banyak di antara siswa terjebak dan melekat kepada kata-kata atau bahasa, hanya senang mencari dan mengubah konsep-konsep kebenaran relatif  tapi mengabaikan kebenaran absolut yang bersifat manunggal tidak mendua. Seperti bulan hanya satu tapi ia akan memantulan bayangan dan cahaya bulan ke segenap arah dan bisa muncul dimana-mana dalam bentuk lain. Umpama jari menunjuk bulan, manusia awam hanya melihat jarinya saja, tidak mampu untuk melihat bulan (Bagaikan melihat kaca tapi melihat pantulan kaca). Kebenaran absolut tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata maupun tulisan, hanya dengan penembusan (pencerahan) baru bisa memahami tuntas.

Seseorang yang berperan sebagai guru spiritual harus memberikan perawatan medis batin menjadi “dokter spiritual”, secara konseptual untuk mengungkapkan dan memperbaiki kondisi dan kualitas spiritual para siswanya. Walaupun segala kondisi yang dimiliki siswa bersifat relatif bukanlah kualitas sejati yang tetap dan mendasar dari identitas sejati mereka. Demikian pula, guru spiritual mengajar dan memonitor  perkembangan kualitas batin dan kemajuan siswanya. Hal yang terpenting dari sifat sejati seseorang adalah tidak terjebak lagi antara sesuatu yang  nyata atau tidak nyata  dalam kehidupan spiritual. Memang rada sulit untuk  mengajarkan teknik bagaimana membuka pandangan dan pikiran seseorang agar mampu menembusi sifat sejati mereka, juga sulit mengharapkan dan mendapatkan siswa yang tertarik menjadi penerus menjadi seorang guru spiritual.

Ada beberapa pertimbangan praktis dalam memilih dan bekerja sebagai guru spiritual. Kadang ada guru spiritual bagus sayang tidak ada siswa yang berminat belajar, sebaliknya ada umat yang berminat belajar tapi tidak ada guru spiritual. Memang segala sesuatu pembelajaran spiritual bisa terlaksanakaan bila ada guru dan ada siswa yang memiliki pertalian jodoh dan karma baik. Sayangnya, dijaman kemorosotan Dharma ini, guru sulit di cari murid pun sukar di dapat. Banyak memang orang yang menyandang guru spiritual tapi minim sekali kualitas spiritualnya. Begitupula sekarang para siswa yang mau menekuni ajaran spiritual sampai tuntas sungguh jarang sekali. Umumnya siswa hanya mau mencoba, sekedar tahu dan hanya mau sedikit belajar tapi umumnya tidak tahan diuji dan digembleng keras oleh gurunya. Sedikit teguran saja dari guru atau karena ada kesalahan lantas di beri hukuman dari gurunya, siswa sudah emosi dan ngambek sehingga mogok dalam berlatih. Begitupula bila menekuni praktik Dharma pasti banyak rintangan dan godaan yang menghadang, melalui berbagai ujian dan tantangan berat yang harus di atasi dan dilalui seseorang baru mencapai tujuannya. Dalam era informasi yang berlimpah yang tersedia di website, tidak ada salahnya untuk melakukan pencarian dan meneliti ajaran dan  pengalaman orang lain dari berbagai  kalangan. Setiap guru memiliki perspektif ajaran spiritual umumnya beragam, mengingat pengalaman setiap individu berlainan  yang bisa saja diekspresikan pada internet umumnya diwarnai dengan pengkondisian mereka sendiri dan pengalaman tertentu.

Ada pertanyaan tentang penyerahan dan/atau devosi kepada guru spiritual. Apakah perlu untuk sepenuhnya menyerahkan semua kontrol dan pengarahan kepada guru spiritual untuk menerima manfaat terdalam dari pengajaran mereka?  Jawabannya tidak!. Ini tidak perlu. Ini kadang-kadang hanya membantu usaha mulia guru  terutama dalam konteks hubungan komitmen jangka panjang dengan seorang murid  tertentu yang tingkat integritas tertinggi, tetapi itu tidak mutlak diperlukan. Semua sifat sejati yang menunjuk sudah dimiliki oleh siswa sendiri. Tidak ada guru yang memberikan atau mengambil potensi siswa, hanya saja peran dan fungsi seorang guru spiritual memeriksa dan membantu persalinan siswa yang mau melahirkan pencerahan. Memang kadang-kadang dibutuhkan penyerahan total untuk membuang “Ego Sang Aku dan MilikKu” supaya siswa dapat melepaskan semua beban yang mengikat dirinya. Tentu penyerahan total ini harus ditujukan kepada guru spiritual yang sudah tidak memiliki kekotoran batin lagi, sudah bebas dari tiga racun, keserakahan, kebencian dan kebodohan. Memang sulit jaman sekarang untuk mendapatkan guru spiritual yang murni. Bila siswa menyerahkan segalanya untuk belajar kepada seorang guru spiritual yang masih bernafsu dan berambisi untuk kesenangan pribadi maka sangat riskan dan berbahaya karena bisa disalah-gunakan. Waspadalah terhadap setiap guru yang menuntut semacam ini untuk menyerah diri secara total. Sesungguh nya ajaran kebenaran dapat secara bebas diberikan, karena tak terbatas, dan tidak perlu dijaga dan dikhawatirkan, tetapi karena siswa masih diliputi kebodohan dan ketidak tahuan, maka dibutuhkan guru spiritual yang berkualitas dan murni.

Siswa yang baik umumnya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada seorang guru spiritual ketika ia dapat melihat kebenaran dan pencerahan diri. Sesungguhnya setiap pengalaman adalah guru terbaik kita, dan semua pengalaman siswa bisa di apresiasi untuk mengajarkan kepada siswa yang belum berpengalaman. Ini semacam membalas budi atas keberhasilan dalam perjalanan spiritual.

Para guru spiritual yang baik dan benar mendidik siswanya yang berbakat dan berjodoh untuk mengembangkan potensi diri dari menyadari sifat sejati para siswanya. Tahapan demi tahapan ajaran diberikan untuk menggali potensi dan bakat siswa sampai merealisasikan jalan Kebuddhaan. Begitupula umat atau siswa yang baik dan bijak, hanya tertuju untuk belajar dan praktik Dharma saja, ia selalu menghormati dan memuji kemuliaan seorang guru dan tidak mau mencari-cari kesalahan dan kekurangan seorang guru. Ia pantang mendiskreditkan atau memfitnah seorang guru. Ingatannya hanya kebaikan dan bagaimana membalas budi besar jasa kebaikan seorang guru.
Hubungan perumah tangga dengan para guru bhikkhu
Sigolavada Sutta mengajarkan adanya lima cara seorang perumah tangga melayani para bhikkhu/bhikshu.
a.    Dengan perbuatan yang penuh kasih sayang.
b.    Dengan perkataan yang penuh kasih sayang.
c.    Dengan pikiran yang penuh kasih sayang.
d.    Dengan selalu menyambut mereka.
e.    Dengan memenuhi kebutuhan material mereka.

Sebalinya para bhiksu menunjukkan rasa kasih kepada umatnya melalui lima cara:
a.    Mereka mencegahnya dari perbuatan jahat.
b.    Mereka menganjurkan untuk melakukan kebajikan
c.    Mereka mencintainya dengan hati-bersih
d.    Mereka memberitahukan apa yang belum ia ketahui dan menjernihkan apa yang sudah ia ketahui
e.    Mereka menunjukkan jalan ke alam surga.

Tidak tertarik & malas mempelajari Buddhadharma
Di jaman kemerosotan Dharma sekarang ini, bukan hanya umat kurang berminat dan tidak bersemangat untuk mempalajari Buddhadharma, bahkan dikalangan Sramana pun banyak yang  malas dan enggan untuk mempelajari Buddhadharma sehingga sebagian sramana minim pengetahuan Dharmanya akibatnya tidak mampu mengajar Dharma, dan tidak efektif menjadi guru sehingga sulit diandalkan untuk  berguru. Sedangkan guru yang pandai dan bijak sangat langka dan sulit dicari. Pastilah shifu yang pandai dicari dan dibutuhkan dimana-mana sehingga super sibuk dan sulit ada waktu untuk mendidik dan membina umatnya secara teratur dan berkesinambungan.

Tugas guru mengajar & kewajiban umat untuk belajar
Perlu diketahui, bila siswa atau umatnya masih bodoh maka tugas gurunya mengajar; Bila siswa dan umatnya sudah pandai maka praktik berpulang kepada individual masing-masing. Bila ada siswa atau umatnya berbuat bodoh dan salah tetapi dibiarkan, tidak ditegur dan dihukum oleh gurunya, maka kesalahan tersebut ada di gurunya, Sedangkan bila sudah ditegur dan dihukum, tetapi siswa atau umat tersebut tidak bisa terima dan tidak mau memperbaiki kesalahan maka kesalahan ada di siswa atau umat tersebut.

Bagaimanakah sikap umat terhadap kekurangan & kelebihan seorang guru
Dalam perjalanan seseorang guru yang masih awam untuk mengajar dan mendidik siswa dan umatnya pasti terdapat kekhilapan, kesalahan atau masih ada kekurangan yang bisa terjadi. Kiranya sangat manusiawi sekali apabila guru awam yang belum suci tidak luput dari berbagai kesalahan dan banyak kekurangan. Pepatah bijak mengatakan: siswa bodoh cuma pandai dan senang  mencari keburukan atau kesalahan gurunya sehingga sinis, dendam, malas belajar dan praktik Dharma; Tetapi siswa bijak hanya mau melihat kebaikan gurunya, pantang melihat kejelekan gurunya sehingga bersemangat dan rajin belajar mempraktikan Dharma.

Barang siapa yang selalu memperhatikan dan mencari-cari kesalahan orang lain, maka kotoran batin dalam dirinya akan  bertambah dan ia semakin jauh dari penghancuran kotoran-kotoran batin. (Dhammapada 253).

佛陀不许俗人举比丘过《地藏十轮经-无依行品》
出家人不如法自有他的因果,在家人不可去批评,远离就是!如是比丘虽非法器,而剃除须发披服袈裟,进止威仪同诸圣贤;因见彼故,无量有情种种善根,皆得生长。又能开示无量有情善趣生天,涅槃正路。所以依佛出家者,若持戒、若破戒,下至无戒,我尚不许转轮圣王诸大臣等,说出家僧尼的过恶。如是破戒恶行比丘,一切白衣皆应守护,恭敬供养;佛陀终不允许在家居士,轻视、呵斥、辱骂出家人。说僧尼是非过恶就是毁谤三宝,犯无量重罪. Buddha tidak memperbolehkan orang duniawi membicarakan kesalahan bhikshu (Di dalam Ti Cang Se Lun Ving, di bagian Wu Yi Sing Phing) Perilaku sramana bila tidak sesuai dengan Dharma dia sendiri harus menerima konsekuensi hukum karma. Perumah tangga tidak boleh mengkritik, jauhkan dan tinggalkan itulah yang terbaik. Demikian bila bhikshu walaupun bukan memiliki keahlian (berbakat) tetapi sudah mencukur rambur, memakai pakaian rahib dan cia sha, memasuki pelatihan dan memiliki wibawa seperti para makhluk suci dan mulia. Siapa pun yang melihatnya, makhluk-makhluk berperasaan yang tidak terbatas akan tumbuh dan meningkat bermacam-macam akar kebajikannya. Juga dapat menjelaskan ajaran kepada makhluk-makhluk yang tidak terbatas untuk terlahir di alam kebajikan alam dewata, dan jalan kebenaran Nirvana. Oleh karena itu, siapa yang berlindung kepada Buddha dan menjadi sramana, baik melaksanakan sila atau melanggar sila atau paling bawah tidak ada silanya. Buddha tidak mengijinkan Cakravarti pemutar roda dunia, dan para pembesar menteri dan sebagainya membicarakan sramana, bhiksu atau bhiksuni punya kesalahan dan kejahatan. Demikian pelanggaran atau kejahatan dari bhikshu, semua umat perumah tangga   harus menjaga dan melindungi, hormat dan berdana. Buddha selamanya tidak mengijinkan praktisi perumah tangga, meremehkan, memarahi, menyebarkan aib, atau mengutuk sramana. Membicarakan bhikshu dan bhikshuni  dengan bergossip benar-salah, baik-buruk adalah  menfitnah Sang Triratna (Buddha, Dharma dan Sangha) melanggar  dan menciptakan karma buruk yang tidak terbatas.

佛經云:『謗師、毀師、嫉師、憎師、法中大魔,地獄種子。』因為,本師釋迦牟尼佛早已入涅槃,而師長能代佛宣化,啟發我們的法身慧命,成就我們的福慧,故當恭敬。

Di dalam Sutra Buddha, disabdakan: (memfitnah kepada guru, merusak guru, iri hati dengan guru, membenci  guru adalah perbuatan Maha Mara (iblis besar)  di dalam Dharma, adalah bibit yang ditanam yang menyebabkan  ke neraka). Karena Guru Agung Sakyamuni sejak awal sudah memasuki Maha Parinirvana. Sedangkan para shifu (guru) mampu mewakili Buddha untuk membabarkan Dharma, membangkitkan kita punya potensi Dharmakaya kehidupan bijaksana, membimbing kita meraih  kebahagiaan dan kebijaksanaan, sepatutnya kita senantiasa menghormati guru.

瓔珞經云:『法師能於一切國土中,教化一人出家受菩薩戒者,是法師其福勝造八萬四千塔。』 Sutra Ying Luo Cing, disabdakan: Guru Dharma dapat di semua tempat di dalam Negara, mengajar satu orang saja menjadi sramana mengambil sila Bodhisattva, adalah Guru Dharma yang memiliki rejeki berlimpah bagaikan sudah mendirikan 84,000 pagoda.

Dana minim mempengaruhi aktivitas sramana
Perlu diketahui, di jaman sekarang ini kehidupan para guru atau sramana pada umumnya serba minim, boleh dikatakan banyak yang kekurangan dan tidak mencukupi. Tentu setiap guru umum dari pendidikan formal setiap bulan digaji dan dibiayai oleh yayasan pendidikan atau institusi sekolahan. Bagaimana dengan guru spiritual (shifu) adakah mendapatkan gaji bulan atau dana tetap yang mencukupi untuk biaya kehidupannya dari yayasan agama atau umat Buddha para dermawan? Tidak ada!  Kalaupun diberi dana sumbangan berupa angpao sifatnya sukarela dan tidak tetap sehingga tidak ada jaminan untuk mencukupi kebutuhannya yang berlangsung terus menerus.

Mengingat dan memperhatikan kehidupan sramana tidak ada yang menjamin, kontribisi dana yang minim, serta kurangnya perhatian dan kepedulian umat terhadap kebutuhan dan kehidupan para sramana, maka jangan heran, aneh atau kecewa melihat banyak sramana jaman sekarang melakukan kegiatan apa saja seperti Cie Yen (nongkrong di rumah duka),  Cuo Kung Te (ritual upacara), berbisnis vegetarian restaurant, jual buku dan rupang, mengadakan pelelangan, bazaar, arisan, dan sebagainya untuk mendapatkan dana agar kehidupan dan kebutuhan sramana yang layak dan lebih baik bisa terpenuhi. Melihat kondisi demikian, selayaknya siswa dan umat bukan hanya menuntut kualitas kebaikan dan kelebihan seorang guru, melainkan juga harus memperhatikan dan peduli untuk memenuhi kebutuhan para guru agar mereka dapat melatih diri dan bekerja dengan tenang dan lega, beraktivitas  secara optimal dan maksimal untuk mengabdikan hidupnya untuk mengajar dan mendidik siswa dan umatnya.

佛說大乘金剛經論
Di dalam Sutra Fo Shuo Ta Shen Cing Kang Cing Luen, dibahas masalah guru dan bagaimana hubungan guru dan siswa atau umatnya dalam perspektif ajaran Buddha.

明師口訣
文殊菩薩問佛。云何是明師口訣。佛言。如來滅後。敕諸菩薩。傳佛心印。續佛慧命。各化一方。開示未悟。有緣眾生。正因正果。正見正修。降伏外魔。破除邪見。修正功行。始終清淨。非根不度。非器不傳。若有清信。善男信女。智慧高明。力求道者。數數親近。久久供養。下心參求。體性相和。方得以心印心。以道傳 道。心心相印。祖祖聯芳。流傳不絕是名天機口訣。有緣遇者。根無大小。皆成佛道。

Perumusan guru bijaksana.
Manjusri Bodhisattva bertanya kepada Buddha. Bagaimana rumusan seorang guru bijaksana. Buddha bersabda: Sesudah Tathagata (Buddha) mangkat (Mahaparinirvana), telah menginstuksikan para Bodhisattva, untuk mentramisikan ajaran langsung hati Buddha. Untuk berkembangnya kehidupan dan ajaran kebijaksanaan Buddha. Masing-masing menjelma di satu tempat. Menjelaskan yang belum tercerahkan kepada makhluk-makhluk yang berjodoh. Mengajarkan sebab benar kan berakibat benar. Mengajarkan pandangan benar dan pelatihan benar. Mengalahkan penyimpangan dan kesesatan (iblis). Menghancurkan dan melenyapkan pandangan sesat. Membina kebenaran dan melaksanakan jasa-pahala. Sejak awal sampai akhir senantiasa murni. Tidak  mengajar kepada orang yang tidak tepat. Tidak mentramisikan kepada orang yang tidak berbakat. Bilamana ada makhluk yang memiliki keyakinan murni. Putra kebajikan dan putri berbudi yang memiliki kebijaksaan tinggi dan terang, sekuat tenaga memohon mencapai kesucian. Setiap saat mendekati dan terasa dekat dengan gurunya  untuk belajar dan sering berdana. Tekad memutuskan untuk ikut dan belajar. Tubuh dan karakter jiwanya saling harmonis (rukun). Pasti mendapatkan  tramisi ajaran dari hati ke hati. Juga diperoleh tramisi jalan kesucian untuk mengajarkan jalan kesucian. Hati (guru) dan hati (siswa) saling membentuk, sehingga para guru Pratiach menjadi harum namanya. Menyebar tidak terputus adalah rumusan rahasia. Yang berjodoh akan menemukan. Kemampuan tidak dipandang dari kelompok Mahayana atau Hinaya, semua bisa mencampai jalan Kebuddhaan.

參求明師
復次文殊師利。吾滅度後。末法年中。多有鈍根劣智眾生。心迷意醉。智暗情昏。雖有齋戒。並無智慧。愚心高傲。邪見自專。不肯下心。參求明師。正真法訣。一向執著。認妄為真。或有執著經書文字。或有執著誦持名數。或有學得一言一句。便為究竟。未得謂得。未證謂證。修少善根。生大果望。是人愚迷。不會佛意。自 誑自瞞。雖是善因。難逃惡果。何以故。種子不真。所以不結菩提正果。一失人身。萬劫不復。

Memohon dan ikut belajar kepada guru cerah
Selanjutnya Manjusri, Setelah Buddha Mahaparinirvana. Di saat jaman kemerosotan Dharma. Banyak makhluk-makhluk bodoh dan kurang bijaksana, hatinya khayal pikiran mabok, kebijaksanaannya gelap perasaannya galau. Walaupun ada melaksanakan Atthasila tapi tidak ada kebijaksanaan. Hatinya bodoh tapi sombong dan angkuh. Pandangannya sesat karena gegabah belajar sendiri. Tidak bertekad dan memutuskan untuk mencari dan memohon kepada guru bijak untuk dapatkan ilmu kebenaran Dharma. Sehingga hatinya terjebak dan melekat. Mengenali khayal menjadi kebenaran. Atau terjebak dan melekat kepada sutra, buku, dan hurup. Atau terjebak dan melekat kepada berbagai pelafalan. Atau hanya belajar satu kata atau satu bait, merasa dirinya sudah sempurna. Belum dapat ngakunya sudah dapat. Belum cerah ngakunya sudah cerah. Sedikit melatih kebajikan tetapi mengharapkan hasil yang besar. Ini adalah orang bodoh penuh khayal. Tidak memahami pikiran (maksud) Buddha. Sendiri berbohong merasakan dirinya sudah cukup. Walaupun ada sedikit sebab kebajikan tapi sulit lari (terlepas) dari pembalasan karma buruk. Mengapa demikian? Menanam bibit tidak baik, maka tidak akan menghasilkan buah kebenaran Bodhi. Sekali kehilangan tubuh manusia, maka puluhan ribuan kalpa sulit diperoleh.

Orang yang tidak mau belajar akan menjadi tua seperti sapi; dagingnya bertambah tetapi kebijaksanaannya tidak berkembang (Dhammapada 152).

Bila orang bodoh dapat menyadari kebodohannya, maka ia dapat dikatakan bijaksana; tetapi orang bodoh yang menganggap dirinya bijaksana, sesungguhnya dia lah yang disebut orang bodoh. (Dhammapada 63).

毀善信邪
文殊師利菩薩問佛。若有眾生。見佛不禮。聞法不信。逢僧不敬。毀謗善人。破人齋戒。不信因果。輕慢賢聖。卻信邪鬼。步步造業。不修寸善。此等眾生。具足邪見。生前不信三寶教化。死後決墮三途。受大苦惱。求出無期。千佛出世不能救度。

Merusak kebajikan dan percaya kesesatan
Manjusri Bodhisattva bertanya kepada Buddha. Bilamana ada makhluk-makhluk, melihat Buddha tidak menghormati, mendengar Dharma tidak yakin, bertemu dengan anggota sangha tidak respek. Menjelekkan orang bajik, merusak praktisi Atthasila. Tidak percaya hukum sebab-akibat. Merendahkan makhluk mulia dan suci. Tetapi malah yakin dengan kesesatan dan hantu. Setahap demi setahap menciptakan karma buruk. Tidak melatih dan melaksanakan kebajikan. Makhluk-makhluk demikian dipenuhi dengan pandangan sesat. Di saat masih hidup tidak yakin kepada ajaran dan bimbingan Sang Triratna. Setelah mati pasti terjatuh ke alam tiga celaka, menerima kesusahan dan penderitaan besar. Tidak ada kesempatan untuk keluar, selama ribuan Buddha muncul di dunia tidak bisa ditolong.

輕師慢法
文殊菩薩問佛。或有男女。親師聞法。帶信不信。以皈不皈。身雖禮拜。心多疑悔。自心不悟。反言責師不肯開度。此等男女。如何度脫。世尊曰。此等薄福少慧眾生。不悟無為。取相執著邪見。自慢障礙本心。不得正見。何以故。重師者。便重其法。輕師者。便輕其法。重師者。法便行。輕師者。法不行。輕師慢法。是憎慢上人。雖然與師同行。如隔千由旬外。身命終時。入大阿鼻。千佛出世。莫能救度。一失人身。萬劫不復。

Merendahkan guru dan meremehkan Dharma
Manjusri Bodhisattva bertanya kepada Buddha: bilamana ada putra dan putri, belajar kepada seorang guru (berguru) dan mendengar Dharma, tapi di ajak yakin tidak mau yakin, wajib  berlindung tapi tidak mau berlindung. Walaupun tubuhnya bernamaskara, tapi hatinya banyak keraguan dan penyesalan. Hati sendiri tidak cerah, malah berkata dan menuduh bahwa gurunya tidak mau membuka dan malas mengajar. Putra dan putri demikian bagaimana menolong dan membebaskan? Buddha bersabda: Makhluk-makhluk demikian tipis rejeki dan sedikit kebajikan. Tidak cerah terhadap ajaran tanpa pamrih (kesucian). Melekat kepada corak,  terjebak dan pandangan sesat. Sendiri malas (sombong) yang merintangi hatinya juga tidak mendapatkan pandangan benar. Kenapa demikian? Siapa yang penuh respek kepada gurunya berarti menghormati Dharma. Pelaku yang merendahkan  gurunya  adalah berarti merendahkan Dharma. Menjunjung tinggi gurunya maka mudah melaksanakan Dharma. Sebaliknya merendahkan gurunya maka Dharma sulit dilaksanakan. Perbuatan merendahkan guru dan meremehkan Dharma adalah manusia pembenci dan sombong yang tinggi. Walaupun bersama gurunya melatih diri bagaikan terpisah jauh ribuan yoyana. Di saat tubuhnya meninggal dunia pasti masuk ke neraka Avici. Selama ribuan Buddha muncul di dunia. Tidak ada yang bisa menolongnya. Sekali kehilangan tubuhnya selama puluhan ribu kalpa sulit diperoleh.

Karena pandangan salah, orang bodoh menghina ajaran orang mulia, orang suci dan orang bijak. Ia akan menerima akibatnya yang buruk, seperti rumput kastha yang berbuat hanya untuk menghancurkan diri sendiri. (Dhammapada 164).

Siapa yang telah mengusai duri nafsu indra, caci maki, hukuman, keterbelengguan, Bhikshu itu berdiri kokoh seperti gunung, tidak bernafsu, tidak terganggu oleh kesenangan maupun rasa sakit. (Ud3.3).

Ikutilah orang pandai, bijaksana, terpelajar, tekun, patuh dan mulia; hendaklah engkau selalu dekat dengan orang yang bijak dan pandai seperti itu, bagaikan bulan mengikuti peredaran bintang. (Dhammapada 208).

分別善惡報應經; 佛说造十惡業得愚鈍報:
一、不信三寶。二、不信婆羅門。
三、不信師長。四、藏法不教別人。
五、找師長缺點。六、遠離正法。
七、斷滅善法。八、毀謗賢智人。
九、學習非法。十、毀謗正見,稱揚邪見

Di dalam Sutra Fen Pie San Eh Pao Ying Cing, Hyang Buddha bersabda, menciptakan sepuluh karma buruk mengakibatkan pembalasan “kedunguan (kebodohan)”.
1.    Tidak percaya kepada Sang Triratna (Buddha, Dharma dan Sangha).
2.    Tidak percaya kepada para Brahmana (orang bijak).
3.    Tidak percaya kepada guru.
4.    Menyembunyikan Dharma tidak mengajarkan orang lain.(memendam ajaran kebenaran tidak bersedia mengajar/menyebarkan).
5.    Mencari-cari kesalahan guru atau kekurangan guru.
6.    Menjauhi dan meninggalkan Dharma benar.
7.    Merusak dan melenyapkan Dharma kebajikan.
8.    Menfitnah orang mulia dan orang bijaksana.
9.    Belajar ajaran yang tidak benar (sesat).
10.    Menfitnah pandangan benar, memuji pandangan sesat.
佛说種十善因得大智慧:
一、親近三寶,深信求法。二、信婆羅門。
三、親近師長,求解深義。四、尊重三寶。
五、遠離愚癡人。六、不謗師法。
七、親近深智人。八、傳法利生,令不斷滅。
九、遠離非法。十、稱揚正見,離諸邪見。
修十善業得生欲界天
修十定善得生色界天
修四空定得生無色界天

Buddha bersabda: berbuat sebab sepuluh kebajikan memperoleh “Kebijaksanaan besar”
1.    Senantiasa mendekati Sang Triratna, sangat yakin untuk memohon Dharma.
2.    Percaya kepada para Brahmana (orang bijak).
3.    Mencari dan mendekati seorang guru (guru berkualitas), memohon penjelasan kebenaran yang mendalam.
4.    Sangat memuliakan Sang Triratna.
5.    Menjauhi dan meninggalkan orang-orang dungu dan bodoh.
6.    Tidak menghina guru dan ajarannya (Dharma).
7.    Mencari dan mendekati orang yang memiliki kebijaksanaan yang dalam.
8.    Menyebarkan Dharma untuk memberikan manfaat kepada semua makhluk, sehingga Dharma tidak terputus dan lenyap.
9.    Menjauhi dan meninggalkan ajaran tidak baik (sesat).
10.    Memujikan dan mempromosikan pendangan benar, meninggalkan pandangan  sesat.

Membina sepeuluh karma kebajikan akan terlahir di alam dewa karma-dhatu.
Membina Samadhi dan kebajikan akan terlahir di alam dewa rupa-dhatu.
Membina empat kekosongan Samadhi akan terlahir di alam dewa arupa-dhatu.

優波離 –“破僧”與“和僧”

有一次,佛陀住在舍衛城,優波離想到僧團的團結問題,就走到佛陀座前,頂禮佛陀問道:[佛陀!請問什麼叫做破和合僧?」

[優波離!」佛陀喊了一聲,回答說道:「若大德比丘如法如律善解深理,諸弟子們無論是出家的或在家的,都應該禮拜恭敬隨順他的教導,若有人輕視、嘲笑、 譏諷、毀謗,就是破和合僧;若在家信徒,對出家僧團,妄分人我,或在僧團中挑撥離間,或製造糾紛,是名破和合僧;若軍政大員,強以權力,干涉寺院,驅污僧尼,是名破和合僧。」

「佛陀!破和合僧的人有什麼罪過呢?」優波離又這樣請問。
佛陀沒有考慮就說道:「優波離!破和合僧的罪過,一劫之中墮在地獄中受苦!」
「什麼叫做和合僧呢?」優波離問。
「優波離!禮拜、恭敬、隨順如法、如律的比丘,以及能夠發心助僧、讚僧、和僧,是名和合僧。
「那麼,和合僧的人有什麼功德呢?」
「和合僧者的功德,一劫之中,升入天界享受快樂!」

和僧、破僧的功罪,優波離不是不知道,他要借佛陀的金口宣說,增強話的力量,他就是這麼一位謙虛、守法、明理的人,他的作風,他的態度,使我們對他生起無限的敬愛!

Upali  Bertanya Bagaimana Pelaku “Memecah Belah Sangha & Menentramkan Sangha”
Pada satu saat, Sang Buddha tinggal di kota Savatthi. Upali (siswa utama pelaksana sila terbaik) berpikir dan teringat kepada kelompok sangha dan masalah kebersamaan.  Kemudian ia berjalan menghampiri dan berada di depan tempat duduk Hyang Buddha, lalu bernamaskara dan bertanya:
Buddha, mau bertanya apa yang disebut “memecah belah sangha”?

Upali!  Buddha memanggil namanya, lalu menjawab pertanyaanya. Bilamana ada Bhiksu berkebajikan besar hidupnya sesuai Dharma, sila, memahami inti sari kebenaran yang dalam secara baik. Para siswanya baik sramana atau umat perumah tangga, seharusnya bernamaskara, respek,  patuhi ajaran  dan nasehatnya. Bilamana ada orang memandang remeh, menertawai, mencibir (mengejek), dan menfitnah, inilah perbuatan memecah belah sangha.

Bilamana umat perumah tangga terhadap sramana dan perkumpulan sangha, khayal dan melakukan pembedaan-pembedaan  ‘siapa orang itu dan siapa AKU ”. Atau di dalam sangha membuat keonaran (berulah) atau membuat perselisihan  adalah di namakan memecah belah sangha. Bilamana ada tentara dan pejabat tinggi pemerintah  memaksakan kehendak dengan kekuasaan dan kekuatan mengganggu vihara, mengusir dan mencemari bhiksu dan bhiksuni adalah di namakan memecah belah sangha.

Buddha! Orang yang memecah belah sangha ada kesalahan dan menerima karma buruk apa? Upali bertanya lagi?

Buddha tanpa menimbang lagi langsung berkata: Upali! Memecah belah sangha  selama 1 kalpa menengah terjatuh ke neraka menerima penderitaan. (1 kalpa menengah = 20 kalpa kecil; 1 kalpa kecil = 16,798,000 tahun; 20 X 16, 798,000 = 335,960,000 tahun).

Lalu bagaimana yang disebut menetramkan dan merukunkan sangha, Upali bertanya lagi?

Upali, melakukan namaskara, menghormati, menurutinya Bhiksu yang sesuai Dharma dan sila, dan  juga dapat mengembangkan kualitas hati untuk membantu sangha, memuji sangha, menetramkan sangha adalah disebut menentramkan dan merukunkan sangha.

Jadi, jasa pahala apa orang yang telah menentramkan dan merukunkan sangha?

Jasa pahala pelaku yang menentramkan dan merukunkan sangha, selama satu kalpa menengah (335,960,000 tahun) akan terlahir dan memasuki alam dewa menikmati kebahagiaan.

Masalah menentramkan atau memecah belah sangha punya jasa dan karma buruk, bukan Upali tidak mengetahui. Ia mau  mendengar dari mulut emas Buddha sendiri yang mengatakan. Untuk menambah keyakinannya karena berasal dari ucapan Buddha. Ia justru begitu rendah hati,  pengamat (pelaksana) Dharma, orang yang memahami kebenaran. Cara ia bekerja, bagaimana ia bersikap,  menjadikan kami semua terhadap dia sangat respek yang tidak terbatas.

Penutup
Demikianlah tulisan artikel ini dibuat, agar siswa dan umat Buddha dapat memahami figur, peran, fungsi dan tugas mulia para guru serta memahami kewajiban umat Buddha yang harus dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengembangkan kebaikan, kebijaksanaan dan kebahagiaan untuk masa sekarang maupun untuk bekal masa yang akan datang.

Akhir kata semoga para guru terus bersemangat senantiasa berjuang untuk mengabdikan dirinya untuk dunia pendidikan formal maupun spiritual demi lestari dan bersinarnya Buddhadharma (kebenaran mutlak), dan yang terpenting adalah para umat Buddha maupun para siswanya dapat mempraktikan Dharma secara tekun yang telah diajarkan oleh para guru serta dapat membalas empat budi besarnya (membalas budi orang tua, guru, negara dan semua makhluk), svaha.

Daftar pustaka & referensi:
–    Ajaran Buddha & kewajiban umat Buddha  (Judul Asli “Buddhism And Duties Of A Lay Buddhist”, Buddhist Missionary Society, Kuala Lumpur, Malaysia).
–    Peranan Guru dalam Pendidikan;  Sumber: http://pakguruonline.pendidikan.net.
–    Guru Sebagai Jabatan Profesional; Muhibbuddin; Jur.Pend.Biologi FKIP Unsyiah Sumber: http://www.muhibbuddin.blog.friendster.com.
–    Samvega, ditulis oleh bharadvaja.
–    Kitab Suci佛說大乘金剛經 論
–    Kitab suci Dhammapada
–    優波離 – 破僧與和僧; 作者:星雲大師
–    Kajian tematis agama Kristen dan agama Buddha.