Peran & Fungsi Ilmu Gaib Dalam Perspektif Ajaran Buddha
(oleh YM Bhiksu Tadisa Paramita Sthavira)
Pendahuluan
Di dalam jaman globalisasi seperti sekarang ini, segala informasi, komunikasi, dan produk iklan yang berbentuk media cetak dan elektronik begitu canggih dan modern telah merambah keseluruh belahan dunia bahkan juga telah menjangkau hampir seluruh pelosok desa-desa terpencil dimana saja. Kecanggihan teknologi dibidang telekomunikasi dan informasi ini telah membuat tuntutan kehidupan manusia bertambah banyak, kompleks dan telah bergeser dari kebutuhannya sedikit tapi keserakahannya banyak. Mereka tidak lagi mau bersabar dan bersusah payah untuk mendapatkan segala sesuatunya dengan secara bertahap, natural, berpedoman dengan moralitas dan kebenaran agama. Karena pengaruh kegelapan batin dan munculnya banyak keserakahan maka timbullah fenomena jalan pintas, aji mumpung, kelicikan, dan perilaku kesesatan. Lagi pula sekarang ini begitu banyak dan gencar sekali promosi di media koran, televisi, internet dan handphone tentang daya guna, kehebatan dan manfaat ilmu kegaiban, klenik dan hipnotis yang dapat mengabulkan segala keinginan dengan cepat, ringkas dan praktis. Dengan berkembangnya promosi dan informasi dari orang-orang yang telah berhasil mencapai segala keinginan dengan mempergunakan jasa ilmu gaib, klenik dan hipnotis, maka banyak orang menjadi terkesima dan menyukai ilmu gaib, klenik dan hipnotis.
Tentu bila seseorang mempunyai ilmu gaib pasti namanya tersebar luas sehingga banyak penggemar dan pemujanya. Ilmu gaib begitu menakjubkan dan fantastik sehingga digandrungi oleh masyarakat terutama kepada sebagian masyarakat yang kurang memahami teori dan praktik ajaran agamanya secara baik dan benar, sehingga dibenak mereka hanyalah ingin mendapatkan sesuatu atau menyelesaikan sesuatu secara spontan, instan menjauhi hukum sebab akibat, penalaran, kelogisan dan kebenaran, mengabaikan realita dan segala konsekuensi, sehingga kecenderungannya banyak orang yang senang mencari seorang pakar atau paranormal yang memiliki ilmu gaib untuk menolongnya.
Begitupula bila dimana ada kesirikan, kedengkian atau dendam kesumat terjadi pada seseorang, bila jalan terang tidak bisa ditempuh maka diambil jalan gelap dengan menggunakan ilmu gaib hitam untuk mengerjai atau merusak orang lain. Juga sering mendengar bahwa banyak orang telah menjadi korban atau dikorbankan yang dikenal istilah pagar makan tanaman akibat menggunakan kekuatan ilmu gaib dalam menyelesaikan berbagai masalah. Karena bila menggunakan ilmu gaib tentu ada persyaratan yang harus dipenuhi, misalnya menyerahkan semua data-data dan foto pribadi sipemohon, bersedia tunduk dan patuh kepada pemilik ilmu gaib, menyatakan mau bersekutu dengan kekuatan ilmu gaib, dicarikan sesajian atau tumbalnya yang diminta, pantangan-pantangannya yang tidak boleh dilanggar, dan ada imbalannya yang diminta. Bila kelak syarat dan janji yang sudah disepakati tidak dilaksanakan, dilanggar atau tidak menepati janjinya maka ilmu gaibnya ditarik kembali (kekuatannya gaibnya memudar atau hilang), bisa juga ilmu gaib memukul balik dirinya atau dikerjain oleh pemilik ilmu gaib tersebut. Sipemohon ilmu gaib tidak bisa lari atau melepaskan ikatan pengaruh ilmu gaib, karena semua rahasia pribadinya sudah berada ditangan pemilik ilmu gaib, juga batin dan ikatan jodoh sudah dibentuk sehingga sulit lari dari pengaruh ilmu gaib tersebut, kecuali orang itu pergi mencari paranormal lain yang memiliki ilmu gaib lebih tinggi, tentu harus memenuhi semua persyaratan yang diajukan, artinya keluar dari lubang buaya kembali masuk kelubang ular. Kita bisa melihat betapa banyak orang yang menjadi korban akibat bermain dengan ilmu gaib, sungguh tragis mau mendapatkan sesuatu atau menyelesaikan masalah malah menjadi korban. Inilah resiko dan konsekuensi dari menggunakan kekuatan ilmu gaib dari paranormal yang belum melakasanakan kehidupan suci.
Di jaman kemunduran Dharma sekarang ini, banyak sramana, meditator ulung, paranormal atau dukun yang memiliki ilmu kudu, ilmu maosan, ilmu pembuat hu, atau ilmu gaib lainnya yang suka mempromosikan dapat membantu mengabulkan segala keinginan atau menyelesaikan berbagai masalah. Atau menjadi penghubung atau perantara antara manusia dan arwah, atau mengadakan upacara abhisekha jarak jauh dengan menyerahkan semua data-data dan foto pribadi kepadanya. Tentu kita tidak usah khawatir yang berlebihan kepada mereka apabila mereka itu benar-benar memiliki kemampuan dan sudah teruji kebenarannya dan juga sudah dikenal lama, sudah terbukti bersih atau memang kenyataannya sudah mengembangkan Bodhicitta secara realita, yaitu hanya mau menolong tidak mau mencelakakan siapapun juga. Bukan seperti penipu dan penyamun dengan berkedok penolong tapi penjahat dan pemeras yang mengerjain kedua belah pihak antara pemohon dan yang dimohonkan, melainkan bersedia dan terbukti dapat mengorbankan segalanya, yaitu ke atas meraih kesempurnaan di jalan Buddha, ke bawah menolong semua makhluk tanpa , ego, pamrih dan melekat. Tetapi bila mereka masih penuh ego, nafsu dan pamrih, tentu riskan dan bisa berbahaya karena kelak pasti ada dampak dan eksesnya yang berakibat merugikan umat yang terlanjur berhubungan dan mempergunakan ilmu gaib tersebut.
Banyak orang tidak tahu dari mana asalnya ilmu gaib, syarat-syarat bagaimana untuk memiliki ilmu gaib, bagaimana mempergunakan ilmu gaib, manfaat ilmu gaib dan pantangan ilmu gaib. Juga untuk mengantisipasi dan mengatasi merajarelanya ilmu gaib atau ilmu klenik oleh banyak pihak yang disalahgunakan sehingga cenderung merugikan masyarakat, maka kiranya perlu memberikan informasi dan penyuluhan kepada masyarakat luas terutama umat Buddha agar mau memahami masalah ilmu gaib dan eksesnya.
Ilmu gaib dalam perspektif agama Buddha
Ilmu gaib bukanlah pelajaran utama dan tujuan hakiki dari ajaran agama Buddha. Hyang Buddha selama hidupnya hanyalah membuka tabir misteri rahasia alam dengan membabarkan kebenaran untuk menolong semua makhluk agar terbebas dari kebodohan dan penderitaan. Sepanjang hayatnya Hyang Buddha jarang sekali menggunakan ilmu gaib untuk hal-hal yang sepele. Kalaupun ilmu gaib digunakan hanya untuk mempersonakan dan membuat terkesima banyak makhluk untuk menggugah dan mengajak siswa atau umat untuk mendengarkan Buddhadharma. Tetapi Hyang Buddha tidak akan mempergunakan ilmu gaib untuk menyelesaikan berbagai masalah melainkan dengan nalar, logika dan logis, yaitu dengan jalan menghadapinya, menerimanya, menyelesaikannya, dan melepaskannya.
Mamahami ilmu gaib:
1. Kegaiban berasal dari kekuatan dan keberhasilan dari pembinaan diri sendiri. Bisa juga Kekuatan makhluk lain yang merasuk ke dalam dirinya secara total tanpa disadari, atau hanya merasuk batinnya dalam keadaan sadar (kebatinan), bisa juga dengan berkomunikasi dengan makhluk lain yang memiliki ilmu gaib. Ilmu gaib yang berasal dari kerasukan, bisikan atau dari pengaruh luar demikian bukanlah ilmu gaib yang sesungguhnya dalam pandangan agama Buddha.
2. Agama Buddha terhadap penggunaan ilmu gaib ada aturan yang tegas dan jelas dalam penggunaannya, bermacam-macam ilmu gaib, seperti mata dewa, telinga dewa, mengetahui isi hati makhluk lain. Ilmu gaib memang mampu merubah keadaan asal menjadi lain tapi penggunaannya harus tepat dan bermanfaat. Bukan seperti ilmu sulap penuh permainan dan penipuan mata atau pengaruh imajinasi khayal.
3. Ilmu gaib dalam agama Buddha terbentuk dan terjadi bukan secara kebetulan, melainkan ada yang melatarinya dan berlaku secara permanen bukan hanya sekejab saja atau hanya kadang kala saja melainkan benar-benar pribadinya memilikinya ilmu gaib tersebut. Bila hanya kebetulan memiliki ilmu gaib atau kadang bisa kadang tidak bisa, ini bukanlah memiliki ilmu gaib yang sesungguhnya.
4. Pandangan Buddhadharma terhadap kekuatan ilmu gaib ada keterbatasannya, karena terbentuk dari sebab dan kondisi. Walaupun ilmu gaib yang ditampilkan begitu besar dan berpengaruh tetapi masih dipengaruhi keterbatasan dikarenakan pengaruh sebab dan kondisi, tidak bisa merubah kekuatan karma. Maka dikenal dengan sebutan “Ilmu gaib tidak bisa merusak kekuatan karma”. Oleh karena itu, bila berpikir menggunakan ilmu gaib untuk melenyapkan karma buruk yang pernah dilakukan atau mendapatkan berkah rejeki tanpa kebajikan adalah mustahil dan sulit diperoleh.
5. Kekuatan ilmu gaib bernuansa dualitas, berbeda pelatihan, berbeda atauran sebab dan kondisi, berbeda pula kekuatan ilmu gaib. Peran pemilik ilmu gaib dipengaruhi oleh nuansa hati dan kondisi yang ada, sehingga kekuatan ilmu gaib berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, kekuatan ilmu gaib adalah ilmu yang berasal dari sebab pelatihan dan kondisi, bukan kekuatan mutlak non dualitas.
6. Di jaman sekarang ini, begitu banyak orang melatih diri dalam bermeditasi untuk mendapatkan ilmu gaib, tanpa di dasari praktik sila yang baik maka sulit memasuki samadhi mencapai tingkatan Jhana. Akan tetapi memang ada orang begitu memasuki Samadhi tidak lama kemudian memiliki ilmu gaib di karena pengaruh karma dan kekuatan masa lalunya. Umumnya hanya orang pelatihan meditasinya baik dan benar yang sudah memasuki tingkatan Jhana pertama mulai memunculkan dan memiliki ilmu gaib. Tapi orang sudah memiliki pencerahan total memahami realitas Dharma-dhatu dan telah menyempurnakan Samadhi dan Prajna memiliki keleluasaan untuk memunculkan banyak kegaiban.
Bagaimana sebutan ilmu gaib?
Di dalam Sutra Sebab-akibat Masa Lalu dan Sekarang, disabdakan: ketika itu Bodhisattva menggunakan kekuatan Cinta-kasih dan welas-asih, di saat bulan dua tanggal tujuh malam, setelah mengendalikan iblis Mara, melepaskan sinar yang sangat terang benderang, dengan mudah memasuki samadhi memahami kebenaran mutlak, di antara semua Dharma memiliki ketenangan batin dan keleluasan, sehingga mengetahui perbuatan baik atau buruk di masa lalunya, bagaimana aktivitas dari banyak kelahiran, ayah-ibu dan keluarganya, miskin-kaya, mulia-hina, usia panjang atau pendek, sampai namanya juga diketahui, terhadap makhluk dapat membangkitkan hati maha welas asih.
Saat itu juga Bodhisattva di tengah malam memperoleh mata-dewa, memeriksa dunia melihatnya dengan sangat jelas bagaikan berhadapan di dalam cermin, melihat semua makhluk yang beraneka bentuk yang tidak terbatas, mengalami kematian dan muncul lagi di tempat lain, melakukan baik dan buruk sesuai kehendaknya, juga menerima derita atau balasan kebahagiaan.
Munculnya Ilmu gaib bukan saja berasal dan di mulai dari Hyang Buddha di bawah pohon Bodhi, melainkan sejak dulu kala yang lama sekali sampai sekarang begitu banyak sejarah, legenda, atau kisah yang menarik yang tokohnya memiliki ilmu gaib yang menumpas kejahatan, menghalau ketidak-adilan, membela kebenaran, dan dalam upaya menolong semua makhluk. Bisa dilihat sumber berbagai kitab agama di saat itu, dan perjalanan dan perkembangan agama itu sendiri.
Hyang Buddha memiliki ilmu gaib secara total sejak pencerahan sempurna di bawah pohon Bodhi, tetapi ilmu gaibnya yang dimiliki Hyang Buddha adalah khusus dan berbeda, karena telah mencapai tingkatan Anuttara Samyaksambodhi sehingga memiliki enam kekuatan kegaiban yaitu: mata-dewa, telinga-dewa, memahami hati makhluk lain, mengetahui sebab akibat masa lalu, keleluasaan pikiran, padamnya kegalauan secara tuntas. Ilmu gaib demikian ini secara umum juga dimiliki oleh para makhluk suci, sedangkan Hyang Buddha masih memiliki begitu banyak ilmu gaib yang serba super dan tidak umum, kiranya ilmu gaib yang dimiliki Hyang Buddha sulit diterangkan dan tidak dijangkau oleh pikiran manusia biasa.
Makna sebenarnya dari ilmu gaib
Ilmu gaib adalah sesuatu ilmu yang di luar kemampuan logika atau melampaui pemikiran dari orang-orang duniawi, sulit terjangkau oleh penalaran biasa dan tanpa rintangan memiliki keleluasaan dalam penjelmaan dan penggunaannya, contoh misalnya:
1. Kegaiban mata dewa (Thien Yen Thung): adalah kemampuan dan keleluasaan mata yang dapat menembusi berabagi fenomena alam dan beserta isinya, baik jauh maupun dekat, mengetahui perwujudan dan kondisi enam alam para makhluk sedang bahagia atau susah juga masalah yang berkaitannya.
2. Kegaiban telinga dewa (Thien Ol Thung): adalah kemampuan dan keleluasaan mendengar suara-suara dari berbagai alam, berupa percakapan, perbincangan, perdebatan dan keluh-kesah di enam alam tumimbal lahir yang bernuansa baik-buruk, senang atau susah.
3. Kegaiban memahami hati makhluk (Tha Sing Thung): adalah kemampuan dan keleluasaan untuk mengetahui isi hati dan jalan pemikiran dari alam-alam dewa, manusia, asura, binatang, setan kelaparan, dan neraka.
4. Kegaiban mengetahui kehidupan lalu (Su Ming Thung): adalah kemampuan dan keleluasaan mengetahui sebab akibat kehidupan masa lalu diri sendiri dan makhluk-makhluk lain di enam alam, mengetahui satu kehidupan, dua kehidupan sampai ratusan, ribuan dan bahkan jutaan kehidupan lampauinya.
5. Kegaiban kedemikianan pikiran (Ru Yi Thung): adalah kemampuan dan keleluasaan yang memiliki berbagai perwujudan dan penjelmaan, tubuhnya bisa terbang di udara, menembusi gunung, dan menyelam ke samudra air. Setiap pergerakan dan aktivititasnya tanpa rintangan.
6. Kegaiban padamnya kegalauan (Lou Cing Thung): adalah padamnya kegalauan secara tuntas, sudah terbebas dari penjara tumimbal lahir, tidak lagi mengalami proses kelahiran dan kematian.
Kegaiban ini dimasukan dalam katagori kegaiban kebijaksanaan, umumnya makhluk-makhluk suci yang sudah memperoleh pencerahan dan para Buddha serta para Bodhisattva memiliki kegaiban demikian.
Di dalam ‘Abhidharma Ci Se Lun’, ‘Abhidharma Suen Cen Li Lun’, dan ‘Sien Cung Lun’ disabdakan, bahwa fenomena kegaiban muncul disebabkan lima hal, antara lain:
1. Melalui pembinaan/pembelajaran (Siu Te): pembinaan atau pembelajaran yang terfokus penuh konsentrasi bisa memunculkan kegaiban.
2. Pembawaan sejak kelahiran (Sen Te): sejak lahir sudah mempunyai kegaiban karena pengaruh akibat masa lalu pernah melatih diri dan memiliki ilmu gaib, sekarang dan kelahiran-kelahiran selanjutnya pun tetap mempunyai kegaiban.
3. Kekuatan mantra yang mewujudkan (Cou Chen): dengan sepenuh hati melafalkan mantra sekaligus mengandalkan kekuatan mantra, maka muncul kegaiban.
4. Keampuhan obat-obatan (Yao Chen); dengan ramuan khusus obat-obat tradisional yang khusus dapat memunculkan kegaiban.
5. Kekuatan karma yang mewujudkan (Ye Chen): karena disebabkan adanya kekuatan karma sehingga memiliki kegaiban
Di dalam Kitab Cung Cing Lu di bab bagian 15, disabdakan:
Cara-cara untuk mendapatkan kegaiban, ada lima katagori kegaiban.
1. Kegaiban karena pencapaian kesucian (Tao Thung): ini terjadi karena telah menembusi hakikat dari kesejatian rupa. Sehingga muncul kegaiban. Juga karena padamnya nafsu dan lenyapnya kegalauan secara total, sehingga memiliki enam kegaiban lainnya.
2. Kegaiban karena meditasi (Sen Thung): karena melaksanakan meditasi secara total dan telah mencapai tingkatan-tingkatan jhana, maka memiliki kegaiban.
3. Kegaiban karena mengandalkan (Yi Thung): dengan kekuatan obat-obatan, jimat hu, atau mantra-mantra sehingga memiliki kegaiban.
4. Kegaiban karena balasan (Pao Thung): dengan mengandalkan balasan dan kekuatan karma sehingga memiliki kegaiban, seperti para dewa, asura, setan terbang dan lain-lainnya, karena bentuk kelahiran merekalah yang telah memberikan kegaiban.
5. Kegaiban berasal dari iblis (Yau Thung): para siluman, dedemit juga memiliki kekuatan dan kegaiban. Seperti siluman srigala, siluman ular putih dan lainnya, ada yang baik adapula yang jahat.
Di dalam Kitab Ta Shen Yi Cang bab 20 disabdakan kegaiban di karena faktor empat jenis:
1. Terlahir di alam dewa tingkat Se Chan Thien, pahalanya otomatis memiliki kegaiban, karena balasan kelahiran memiliki kegaiban (Pao Thung).
2. Para dewa mengandalkan pengaruh obat-obatan dapat terbang, karena mengandalkan perbuatan memiliki kegaiban yang di sebut perbuatan gaib (Ye Thung).
3. Para Brahma mengandalkan dan mempraktikan pelafalan mantra sehingga memiliki kegaiban, yang disebut kegaiban berasal dari kekuatan mantra (Cou Thung).
4. Meditator mempraktikkan meditasi yang dalam memperoleh kegaiban yang disebut kegaiban pelatihan (Siu Thung).
Di dalam ajaran Buddha dijelaskan adanya enam alam tumimbal lahir, yaitu:
1. Alam neraka, bisa terjatuh ke alam neraka karena makhluk-makhluk yang telah penuh berbuat jahat seperti keserakahan, kebencian dan kebodohan, menciptakan karma buruk besar makanya menerima penderitaan besar. Mereka yang terjatuh ke alam ini otomatis sudah mengetahui dosa dan kesalahan apa yang pernah mereka lakukan salama hidupnya.
2. Alam setan kelaparan, kehidupan setan kelaparan mulutnya senantiasa mengeluarkan api, sehingga apa saja yang dimasukkan ke dalam mulut menjadi abu, akibatnya tidak bisa menelan makanan. Tenggorokan mereka sangat kecil sebesar lubang jarum, tetapi perutnya seperti drum besar. Mereka sulit makan, karena apa yang dimakan jadi abu sehingga senantiasa lapar dan haus. Akibat semua ini berasal dari hati penuh keserakahan. Melihat penderitan setan kelaparan, maka Hyang Buddha mengajarkan setiap tahun membuat upacara Ullambana melaksanakan ritual Fang Yen Khou, untuk tujuan melenyapkan segala rintangan setan kelaparan, agar mereka bisa makan dan kenyang. Mempergunakan air Amrta (Kan Lu Sui) untuk mengibas dan melenyapkan bara api di mulut mereka.
3. Alam binatang, terlahir sebagai binatang disebabkan kebodohan, tidak kenal budi dan tidak bisa membalas budi. Tidak kenal moral etika, tidak mempunyai rasa malu, perilakunya liar dan kurang ajar. Sehingga terlahir menjadi binatang, sehingga tubuhnya menjadi santapan makhluk lain. Selama lingkaran kelahiran binatang belum terputus maka menerima banyak jenis kelahiran seperti burung, binatang melata, serangga, ikan dan lain sebagainya. Sifat binatang adalah tubuhnya lemah tapi makannya kuat. Begitu banyak penderitaan mereka sejak lahir sampai mati. Tubuh binatang selalu di butuhkan oleh para dewa dan manusia untuk di santap sehingga banyak diburu dan ditangkap, dipotong, diiris, dicingcang, digoreng, dimasak, direbus, dan dibakar.
4. Alam asura, asura mempunyai rejeki seperti para dewa, tapi tidak mempunyai pahala dewa. Karena disebabkan senang berbuat baik tapi hatinya culas dan tidak baik. Mereka senang bertengkar, suka membenci, mudah emosional tidak sabaran. Umumnya para asura juga memiliki berbagai ilmu kegaiban layaknya seperti para dewa. Meraka bisa terbang, tangannya bisa menyentuh matahari dan bulan.
5. Alam manusia, alam dewa begitu menyenangkan sehingga menjadi malas dan suka menyia-nyiakan kesempatan untuk melatih diri; alam asura penuh kemurkaan dan kebencian; sedangkan makhluk-makhluk yang terjatuh di neraka, setan kelaparan dan alam binatang pembalasan karma buruknya berat sehingga penderitaannya berat, dan sulit melatih diri. Hanya di alam manusia memiliki kebahagiaan dan penderitaan berbanding setengah-tengah, kondisi ini sangat cocok untuk melatih diri. Oleh karena itu, alam manusia adalah penentu arah dan pengambil kebijaksanaan, sekarang bagaimana, mau jadi apa dan kelak mau dilahirkan dimana?
6. Alam dewa, bisa dilahirkan menjadi dewa karena pernah mempraktikkan Dasa Kusala (10 kebajikan) sehingga mempunyai rejeki, dan jasa pahala untuk dilahirkan menjadi dewa. Atau karena mempraktikan samadhi sehingga bisa dilahirkan di alam dewa. Alam dewa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: alam nafsu, alam rupa dan alam tanpa rupa yang dibagi menjadi 28 tingkatan alam dewata.
Ilmu gaib para dewa dan setan
Kegaiban para dewa dan setan berasal dari bentuk kelahiran yang dikenal sebutan kegaiban karena balasan (Pao Thung). Mereka terlahir saja sudah memiliki kegaiban yang tidak dimiliki oleh umat manusia. Contoh sederhana misalnya, perbandingan burung dan manusia, burung hampir semua bisa terbang di angkasa raya, dalam pandangan manusia burung mempunyai kegaiban. Begitupula binatang anjing lebih peka dan mengetahui lebih dulu terhadap kehadiran dewa maupun setan, inipun disebut kegaiban anjing yang mempunyai kekhususan yang tidak dimiliki oleh umat manuisa.
Kegaiban dewa, yaksa & pelindung Dharma
1. Saat dilahirkan sebagai dewa atau dewi saja sudah memiliki kegaiban bisa mengetahui kehidupan masa lalunya, mengetahui jasa pahala apa yang pernah dilakukannya, dan menikmati kebahagiaan dari lima nafsu. Juga mereka memiliki kegaiban perwujudan atau penjelmaan. Para dewa atau dewi bila bepergian dan bergerak, maka tubuhnya sangat indah, agung dan secara alamiah mengeluarkan lima suara-suara kebahagiaan. Sinar tubuh mereka setiap saat senantiasa memancar terang. Tubuh para dewa dan dewi sangat bersih, halus dan menakjubkan, kehidupannya mereka tidak disibukan oleh usaha perdagangan dan pekerjaan, sehingga tidak repot, pusing, dan lelah sehingga merasakan kehidupan yang menyenangkan penuh kebahagiaan. Kekuatan tubuhnya sangat besar, matanya tenang tidak liar jelajatan.Tetapi bila usia kehidupan dewa sudah mau habis maka akan menampakkan gejala-gejala, seperti: 1. Hiasan kembang atau aksesorisnya akan layu; 2. Pakaiannya terlihat kotor dan bau; 3. Malam mengeluarkan banyak keringat; 4. Kehilangan kekuatan meditasi, sehingga tidak bahagia duduk di atas singasana; 5. Karena tubuhnya mengeluarkan bau dan kotoran, maka para dayang atau pengikutnya menjauhinya.
2. Terlahir dan membentuk jenis setan seperti apa semua tergantung dari peran dan fungsi hati kita. Keserakahan apa yang dipikir, keserakahan apa yang dimau, keserakahan apa yang dikerjakan, semua membentuk kelahiran, wajah dan rupa setan. Di dalam ajaran Buddha diterangkan bahwa ada sejenis setan yang berbentuk yaksa (Ye Cha), umumnya yaksa berwajah bengis suka makan orang. Mereka ada yang tinggal di bumi, di angkasa atau di istana. Sebagian mereka suka mengganggu dan mencelakakan kehidupan manusia, tetapi ada juga yang menjadi pelindung Dharma karena sudah menerima Abhisekha Trisarana. Jenis yaksa jalan di bumi senantiasa mendapatkan kegembiraan, senang mendengar musik, memperoleh makanan dan lain sebagainya; jenis yaksa di angkasa mempunyai kekuatan besar bagaikan badai angin topan; Sedangkan jenis yaksa yang tinggal di istana suka menari dan bermain musik, bisa berubah dan menjelma sesuai keinginan mereka. Umumnya penjelmaan yaksa menjadi singa, gajah besar, atau merubah kepalanya besar tapi tubuhnya kecil, wajahnya atau tubuhnya berwarna hijau atau ungu, juga bisa menampilkan satu kepala dua wajah, tiga wajah, empat wajah dan seterusnya atau tanpa kepala. Tubuhnya dipenuhi bulu yang kasar, rambutnya kasar berdiri tegak, bisa bermata satu, memiliki gigi taring yang besar runcing dan lancip, kukunya yang panjang dan tajam, bentuk dan wajah aneh menyeramkan sehingga membuat orang menjadi takut. Tangan mereka memegang aneka senjata, sering mengeluarkan makian dan teriakan besar sehingga yang melihat dan mendengarkannya menjadi gemetar dan takut. Hati yaksa umumnya kacau dan gelap suka mabuk kehilangan kontrol diri, suka mengamuk dan bersimaharajarela, mencari korban untuk dihisap darahnya atau energi orang lain.
3. Di dalam Buddhdharma dikenal dengan sebut Thien Lung Pa Pu 天龙八部 (delapan kelompok dewa dan naga) yang menjadi pelindung Dharma. Thien Lung Pa Pu semuanya memiliki ilmu gaib yang terdiri dari:
a. Kelompok Dewa (Thien/Deva), termasuk Dewa Mahabrahma, Dewa Sakka, Dewa Catur Maharaja, Dewa Skandha, Dewa Yama dan lainnya. Ada 20 dewa yang dikenal dan menjadi pelindung utama agama Buddhha. Mereka memperoleh balasan karmanya sungguh beruntung karena memiliki sinar terang dan murni yang menghinggapi tubuh mereka. Kehidupannya senang penuh kebahagiaan, bisa terbang di angkasa raya, mempunyai berbagai kegaiban.
b. Kelompok Naga (Lung), termasuk delapan raja naga besar yang pengendali air. Raja naga mempunyai kegaiban bisa mendatangkan hujan atau kebanjiran. Berperan dalam dunia manusia membantu lima tanaman biji-bijian bisa tumbuh subur. Mereka bisa berubah menjadi manusia, bisa mengeluarkan api dan angin yang dahsyat, kebakaran yang dahsyat. Bisa menjelma menjadi raksasa dengan tubuh yang besar, mampu membakar gunung, mengeluarkan api racun, geledek, kilat, dan sebagainya karena memiliki kegaiban dan penjelmaan. Di dalam Sutra Jan Pao Cang disabdakan bahwa Raja naga, istri naga beserta keluarga besarnya mempunyai rasa hormat dan keyakinan kepada Sang Triratna, mengambil Pancasila menjadi pelindung agama Buddha. Juga di banyak sutra disabdakan ada raja naga yang tidak terhitung banyaknya, tetapi hanya Raja Naga Po Chie Lung Wang yang paling dikenal, karena anak perempuannya yang bernama Lung Ni mencapai ke-Buddhaan.
c. Yaksa (Yecha) adalah makhluk setan gaib yang dapat meloncat ke udara dan terbang di angkasa. Di dalam Sutra Jan Pao Cing disabdakan: para makhluk Yaksa mengambil Pancasila menjadi pelindung Buddhadharma.
d. Gandharva (Chien Ta Po) adalah dewa musik berasal dari Dewa Raja Sakka, pandai bermain kecapi dan alat musik lainnya. Legenda di India mengatakan Chien Ta Po adalah manusia setengah orang juga setengah dewa, yang digelari sebagai dewa obat, makanannya adalah dupa dan wewangian, maka disebut sebagai dewa wangi.
e. Asura (Asiulo) yang bermakna bukan dewa, tidak berperilaku benar, suka bertengkar, bertanding atau bertempur. Mereka suka iri dengan kebahagiaan dewa lain terutama alam Dewa Sakka sehingga pernah terjadi keributan besar. Asura dan dewa, kedua-duanya memiliki kegaiban yang sangat besar. Di dalam kitab suci dicatat raja asura dan para dewa pernah bertempur. Suatu hari Asura bersama barisan tentara asura berencana memukul alam Dewa Sakka. Raja asura berdiri di atas air samudra besar, dan berdiri di atas gunung Semeru, menggunakan 999 tangan, menggoyang istana Dewa Sakkha kota Si Cien Chen. Juga menggoncang gunung semeru, sehingga 4 samudra besar yang dipenuhi air menjadi gelombang tsunami. Di alam dewa terjadi gempa besar. Penghuni alam Dewa Sakka panik dan ketakutan, bingung untuk mengatasinya. Pada saat itu di istana ada seorang dewa terus berkata: Raja mulia kamu jangan takut, dulu Hyang Buddha pernah berkata Mahaprajna Paramita, raja yang mulia kamu harus sepenuh hati melafalkannya, pasti asura dan barisan setan secara alamiah mundur dan hancur. Mendengar nasehat demikian Raja Sakka segera memasuki altar San Fa Thang, membakar dupa wangi dari berbagai merek, dengan tulus hati berdoa: “Maha Prajna Paramita adalah mantra cemerlang …. mantra tiada bandingnya, adalah kenyataan tidak khayal, saya melaksanakan Dharma ini untuk di jalan ke-Buddhaan, seketika juga asura mundur dan lenyap”. Karena mengandalkan kekuatan Maha Prajna Paramita, setelah selesai doa pelafalan, tiba-tiba di angkasa keluar lingkaran pisau dan berbagai senjata, sekonyong-konyong jatuh dan menyerang tubuh asura tersebut, sehingga asura punya telinga, hidung, tangan dan kaki terluka, putus dan terjatuh ke samudera, sehingga air samudera menjadi merah darah. Melihat kondisi demikian asura ketakutan dan tidak ada tempat untuk bersembunyi. Hanya menggunakan kegaiban Ru Yi Thung menjelma tubuh yang sangat kecil lari ke danau bersembunyi di tengah-tengah antara lobang biji teratai dan akar teratai. Umumnya bentuk asura lelaki berwajah jelek dan menakutkan, sedangkan asura perempuan berwajah cantik menawan. Asura sering bertempur dengan Dewa Sakka disebabkan asura mempunyai perempuan cantik tapi tidak ada makanan enak, sedangkan Dewa Sakka ada makanan enak tapi tidak ada perempuan cantik. Sehingga munculnya iri hati dan kesirikan untuk memperebutkan dan suka bertempur.
f. Garuda (Cia Lo Lo), artinya maknanya adalah burung garuda raksasa, wujud tubuhnya sangatlah besar sekali, dua sayap di buka lebar sejauh 3.360.000 mil, makanan utamanya adalah naga. Setiap hari garuda harus memangsa satu ekor raja naga dan lima ratus naga kecil, tapi setiap menjelang kematian mulut dan tubuhnya naga tersebut mengeluarkan racun, sehingga garuda tidak bisa memakannya lagi. Karena selama hidupnya memakan naga yang beracun, sehingga di dalam tubuhnya banyak racun, saat kematian racun tersebut membakarnya, tubuhnya hangus terbakar hanya bersisa hatinya yang membentuk kristal hijau.
g. Kinnara (Cin Na Lo) seperti orang pada umumnya hanya saja di kepalanya ada tanduk, maka disebut manusia bukan manusia (den fei den), juga disebut dewa keterampilan atau dewa penyanyi/penghibur.
h. Mahiraga (Mo Ho Lo Cia) artinya berbadan manusia berkepala ular, juga bisa menjelma menjadi kepala manusia tapi berbadan ular besar.
Makhluk-makhluk ‘Thien Lung Pa Pu’ (8 kelompok dewa dan naga) ini telah ditaklukkan dan diberi wejangan yang menyadarkan dari Hyang Buddha sehingga berikrar dan berbakti menjadi pelindung Buddhadharma. Kecuali para dewa, umumnya 8 kelompok dewa dan naga berwajah sangar, seram dan aneh, sehingga banyak umat masih takut dan ngeri melihatnya. Tetapi dasar hati mereka sesungguhnya baik, senang melindungi praktisi dan orang baik. Tetapi mereka masih mempunyai sifat dan karakternya masing-masing sehingga masih memiliki harga diri, kesombongan, kebencian, adat, nafsu, kebodohan, keraguan dan masih terjebak oleh ‘sang aku’. Bila Thien Lun Pa Pu saling bertemu atau bergaul satu sama lainnya, mungkin ada suatu sebab yang tidak disukai mereka masih bisa berkelahi, sehingga sering memangil Sang Buddha untuk menghentikan dan mendamaikannya. Seperti kisah Dewa Sakka dan asura adalah contoh paling umum. Saat mereka bertempur tanah di surga jatuh ke bumi. Matahari dan bulan tidak bersinar, menimbulkan rasa cemas dan takut bagi makhluk lain. Sedangkan Cing Che Niau (burung garuda) suka menangkap dan memakan naga. Sehingga para naga menemui Hyang Buddha memohon perlindungan dan pertolongannya. Atas instruksi kepada para sangha akhirnya Burung garuda mendapat makanan dari vihara-vihara tidak lagi memangsa naga, sehingga aman tidak ada masalah lagi.
Kerasukan
Kehidupan para dewa atau setan banyak ragamnya, salah satunya adalah senang tinggal di bumi mendekati dan menjalin hubungan dengan manusia. Umumnya dewa langit yang mulia dan berilmu tinggi tidak akan mau memasuki tubuh manusia hanya dewa-dewa tingkatan rendah dan kurang berilmu yang mau memasuki tubuh manusia. Begitu juga setan atau binatang yang merasuki tubuh manusia umumnya semua mempunyai pertalian, jodoh dan saling mempergunakan.
Di dalam kepercayaan masyarakat Tionghua sering melihat tulisan planset (Fu Ji) bermakna kerasukan. Di negara barat sering melihat reklame dan pelaku magic.
Kerasukan ada berapa jenisnya, umumnya dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Kerasukan dewa atau setan yang memiliki ilmu kegaiban, setelah orang kerasukan ini, ia memiliki kekuatan dan kebal senjata, menunjukkan diri segala senjata tidak bisa melukai dan dapat berjalan di atas bara api.
2. Kerasukan dewa atau setan yang memiliki ilmu pelajaran, dapat menulis di atas papan pasir atau di kertas, membuat hu (kertas jimat) untuk mengobati penyakit, usaha agar laris, mengusir gangguan, menjawab penanya, memberikan jimat kebal, energi, meramalkan nasib, dan lain sebagainya.
3. Kerasukan dewa atau setan pemberi kode nomor, dapat memberikan kode nomor undian harapan, kode buntut, ramalan lotre, pacuan kuda, atau pacuan anjing. Setiap orang di rancang untuk kasih dua nomor, bila ada penanya 50 orang, pastilah ada yang kena. Coba renungan 1 orang kena, tetapi 49 orang tidak kena apa bisa dibilang manjur? Kalau ramalannya manjur tentu yang kesurupannya sudah kaya dulu, ngapain kasih nomor manjur kepada orang lain? Untuk diri sendirikan lebih baik. Bila manjur terus kan tidak perlu lagi mencari nafkah menjadi orang kesurupan lagi.
4. Kerasukan anak ambar, karena di dalam rumah tangga ayah ibunya pernah terjadi keguguran atau aborsi sehingga roh anak tersebut tidak bisa tumimbal lahir ke alam lain, melainkan menjadi anak ambar, mereka menggunakan tubuh orang tuanya, kakak atau adiknya untuk melakukan kebajikan atau memenuhi ambisi atau nafsu-nafsunya.
5. Kerasukan tanpa diundang. Kerasukan tanpa diundang ini sifatnya membahayakan atau bisa menyesatkan karena tidak diketahui siapa, mau apa, dan untuk apa. Kerasukan ini umumnya disebabkan karena bintang terang dan energi orang yang dirasuki sedang gelap atau banyak karma buruk. Bisa juga karena faktor lingkungan dan perbuatan, misalnya sering pergi ke kuburan, ke rumah duka, sering begadang di persimpangan jalan, sering mabuk, suka membuka musik dengan suara keras di saat malam hari, suka memakai parfum di saat pergi malam hari, suka merokok/menghisap cerutu yang bisa mengundang setan-setan mendekat, atau buang air di pohon angker/goa/tempat keramat lainnya. Umumnya roh gentayangan, arwah-arwah yang mati penasaran, setan penunggu, dan roh binatang biasanya mencari mangsa, korban, kawan atau kurungan untuk mendapatkan segala sesuatu yang di inginkan.
6. Kerasukan untuk meminta petunjuk dan bimbingan Dharma. Sekarang di jaman kemunduran Buddhdharma sehingga orang sulit mempelajari dan mengerti makna dan isi kitab suci Buddhadharma, sehingga jalan praktisnya mempergunakan medio kesurupan atau kerasukkan kepada seseorang di dalam vihara atau altar untuk bertanya mengenai peristiwa sebab akibat, kebenaran Buddhadharma, kelancaran praktik, urusan dagang, rumah tangga dan banyak masalah lainnya. Tentu pertanyaan kita apakah diperbolehkan berbuat demikian? Apakah sesuai dengan ajaran Buddhadharma? Bila kita melihat ajarannya yang terkandung di dalam Maha Tripitaka, kiranya tidak ada ajaran yang menyuruh orang kesurupan, apapun bentuknya, niatnya, caranya maupun tujuannya. Karena bertentangan dengan kebenaran, kebijaksanaan dan kesadaran diri, kesadaran Dharma dan kesadaran Bodhi. Ajaran Buddha yang sesungguhnya, lihat, datang, menguji, yakin, pengertian, tekad, pelaksanaan, pencerahan dan pembebasan. Bukan datang, tanya, percaya, mohon bantuan dan berdana dan langsung pulang. Bila dengan cara begini, kapan kesadaran umat berkembang? Bagaimana sifat dan adat manusia bisa berubah baik? Bagaimanakah Bodhicittanya berkembang maju? Tentu sulit, bila semua hal musti harus bertanya dan harus percaya segala ngomongan para dewa atau penjelmaan lainnya. Jikalau praktik kesurupan ini manjur dan gaib, maka dikhawatirkan umatnya tambah tertarik, melekat dan menyatu yang cenderung selalu mau bertanya segala hal kepada orang kesurupan tanpa mau berpikir, merenung, menimbang, memperhatikan dan memutuskan, sehingga hidup dan kehidupannya semua tergantung dan digantung dengan praktik kesurupan ini yang dikhawatirkan menjurus praktik membodohi, membiuskan dan mengacaukan kehidupan para umatnya. Lagi pula umumnya umat akan sering bertanya baik urusan dulu, urusan sekarang dan urusan akan datang pasti mau diketahuinya sehingga peran kehidupan mereka seperti robot yang dikendalikan dan dikuasai oleh dewa atau setan yang bisa kesurupan. Kita ini kelompok manusia seharusnya hidup dan bernafkah seperti manusia normal dan menyelesaikan segala urusan manusia oleh kebijaksanaan manusia juga. Bilamana menyelesaikan urusan manusia dengan mengundang dewa atau setan untuk membantu menyelesaikan segala urusan manusia, apakah tidak aneh, kehidupan manusia dicampuri dan di atur oleh dewa atau setan? Seperti kita sadari, bahwa dunia dewa, dunia setan dan dunia manusia adalah tiga dunia yang berbeda satu sama lainnya, untuk itu harus ada batasan yang jelas, tegas dan terpisah. Memang benar ajaran Buddha mengatakan: “Hormatilah para dewa atau setan, tetapi jauhkanlah mereka!”, karena mengundang mereka mudah tetapi menghantarkan mereka kembali ke tempat asalnya sungguh sulit. Kenapa demikian? Karena mereka mempunyai kekuatan magis, gaib dan kekuatan supranatural sehingga mereka bisa mengontrol, mengatur dan mengendalikan kehidupan manusia, sedangkan manusia tidak mempunyai kekuatan magis, ilmu gaib atau supra natural sehingga manusia hanya bisa pasrah, menyerah, dan tunduk kepada kemauan mereka. Dewa, setan atau binatang masih mempunyai ego dan nafsu, sehingga mempunyai ambisi dan kesenangan pribadi, tentu untuk membantu menyelesaikan kehidupan manusia umumnya bersifat pamrih dan bantuan yang berbentuk timbal balik, jadi bila keinginan manusia dituruti maka keinginan mereka juga harus dituruti, bila tidak tentu mereka akan marah atau murka. Bila kita melawan kehendak mereka, maka mereka akan menghukum kita bahkan dikhawatirkan mereka bisa menghancurkan kita.
Menggunakan kemampuan kerasukkan untuk membantu atau menyelesaikan segala kehidupan manusia untuk jangka waktu yang panjang, tidaklah baik, tidaklah wajar, tidak natural, dan tidak dibenarkan dalam agama, karena akan berdampak buruk untuk mengembangkan kesadaran, kebijaksanaan dan pencerahan dikemudian hari. Seyogyanya bila orang ingin mendapatkan perlindungan dan bimbingan, ia seharusnya menyadari jiwa Buddha, potensi jadi Buddha, paramita jadi Buddhanya dengan mengarahkan sepenuh hati dan pikirannya untuk berlindung dan belajar kepada Sang Triratna Buddha, Dharma dan Sangha, karena wadah inilah tempat berlindung paling aman, tepat dan efektif untuk di tiga masa dan di sepuluh penjuru. Sedangkan status dan kedudukan para dewa atau setan belumlah sempurna kebijaksanaan, kebajikan dan kesuciannya dan umumnya masih terhanyut dalam arus tumimbal lahir. Perlu diketahui, kehadiran, peran dan sumbangsih dari para dewa atau setan hanyalah sebagai pelindung dan pengayom untuk para praktisi, donator, dermawan atau sangha arama, vihara, kuil, kelenteng atau caitya saja. Jadi belum layak dijadikan sebagai guru agung pembimbing Triloka (karma dhatu, rupa dhatu dan arupa dhatu). Bila memiliki segala harapan untuk keselamatan, ingin makmur sehat dan panjang usia, sepatutnya rajin belajar dan praktikanlah Buddhadharma yang baik dan benar dan tanamlah kebajikan sebanyak mungkin, pasti rejekinya dan kebijaksanaannya berkembang.
Karasukan-kerasukan ini ada yang baik ada yang jahat, ada yang palsu ada pula yang benar, ada yang memakai kekuatan dewa ada juga yang memakai kekuatan setan/iblis. Motivasi dan tujuan dari kerasukan ini bermacam-macam, ada yang bersifat menolong ikhlas, ada yang menolong dengan pamrih, ada yang awalnya menolong tapi akhirnya memoroti kekayaan pemohonnya, adapula yang bukan menolong tapi malah mencari kelemahannya dan memerasnya, ada juga yang menolong tapi kelak harus dijadikan kurungannya untuk persiapan generasi penerus kerasukan. Ada juga kerasukan yang mengendalikan orang lain secara berlebihan yang sifatnya membodohi, mendikte, merusak dan menghukum orang sepanjang hidup bila tidak mau menuruti kemauan dewa atau setan. Juga apabila melanggar perjanjian atau tidak menepati membayar janji kaulnya sehingga ditarik kekuatannya dengan menghancurkan kembali semua hasil yang sudah dicapai. Untuk membuktikan ke gaiban ilmu kerasukan baik atau benar, nyala CD atau kaset Sutra Shurangama (Leng Yen Cou) di depan altarnya banyak kali, bila kerasukan itu ilmunya jadi pudar dan tidak manjur maka kerasukan tersebut kiranya tidak benar dan baik, tetapi bila kerasukan itu malah powernya bertambah, itu menandakan bahwa kebajikan benar dan baik sejalan dengan ajaran Buddha. Sudah banyak terbukti bila tempat Lo Thung/ Lok Tang/ Sang Thung atau istilah kerasukan bila dinyalakan kaset atau CD Leng Yen Cou (Mantra Shurangama) ia malah tidak mampu lagi kerasukan atau kerasukannya jadi tidak gaib atau manjur lagi. Karena dewa atau setan jahat akan takut mendengarkan Mantra Shurangama sehingga melarangnya membuka kaset atau CD demikian. Sebaliknya bila dewa atau setan itu memang hati dan perilakunya baik senang mempraktikkan kebenaran Dharma pasti menganjurkan kurungannya untuk belajar Buddhdharma dan melakukan kebaktian pagi-sore ikut melafalkan Mantra Shurangama.
(Tulisan ini hanya sebagai informasi untuk studi perbandingan yang berpijak pada kebenaran dan bermaksud untuk kebaikan banyak orang, bukan dipergunakan untuk mendiskritkan apalagi merendahkan praktisi yang memiliki ilmu kerasukan)
Ambil contoh dari beberapa kisah:
1. Kisah pertama: pernah terjadi ada satu perempuan sebut saja Amei, awalnya ia bersama dengan suaminya melakukan kerja sama melakukan usaha peternakan, karena usahanya sepi dan tidak lancar usahanya tutup. Untuk melenyapkan nasib sial maka ia mengembara pergi kemana saja mencari tempat gaib untuk memuja dan menanya. Karena tidak memiliki mental yang baik dan benar juga tidak ada kebijaksanaan melainkan hanya kepercayaan membuta sehingga suatu hari ia dapat kerasukan, dan yang merasukinya menyebutkan diri sebagai ‘Putri Naga Hijau (Ching Lung Kung Cu)’. Ia mulai membangun altar dan tempat pemujaan. Di luar pintunya ia menaruh tulisan papan dengan sebutan ”Maha Guru yang Menembus Langit” awalnya ia tetap menjadi Amei tapi setelah banyak kesurupan ia banyak lupa dan sejak itu ia berubah total. Kesadarannya kacau dan suka ngawur, suka ketawa dan nangis sendiri. Orang tuanya melihat kondisi demikian, dipaksakan Amei untuk masuk dan opname ke rumah sakit jiwa. Memang kenyataannya mudah mengundang sulit memulangkan dewa atau setan yang sudah merasuk ke tubuhnya, juga bila sudah merasuki tubuhnya sulit dibendung kemauannya dan dikendalikan. Kegaiban ini bukanlah kegaiban benar karena pengaruh dari kerasukan sesuatu baru munculnya kegaiban.
2. Kisah ke dua: pernah terjadi di rumah sakit Khao Hsiung (Taiwan) ada orang sakit di opname tapi kerasukan roh setan yang tidak mau keluar. Membuat tubuh pasien tersebut terus bergetar, mati rasa, kadang-kadang tidak sadarkan diri, bila sudah siuman kembali bertingkah laku aneh suka menjerit histeris dan berlompat-lompat sehingga pasien ini diisolasi dan dimasukan ke rumah sakit jiwa.
3. Kisah ke tiga: banyak orang-orang suka memelihara tuyul (anak ambar) setelah anak atau saudaranya mati. Umumnya pelihara anak ambar guna membantu ekonomi keluarga agar sesuai harapan dengan menggunakan segala ilmu klenik yang dimiliki anak ambar. Manusia tidak mengetahui bagaimana dan kondisi anak ambar tetapi anak ambar mengetahui urusan perihal keluarganya. Keluarga tidak bisa mengontrol anak ambar tetapi anak ambar bisa mengendalikan keluarganya. Tentu anak ambar mau membantu bila keinginannya dituruti, tetapi bila tidak maka ia akan mengacau dan mengganggu keluarganya. Kelak bila anak ambar ini sudah dewasa dan ia minta dikawinkan, minta dicarikan jodoh, minta dibikinkan pesta, tentu repot mau cari siapa dan bagaimana? Mau melamar siapa? Dan mau pesta dimana? Inilah konsekuensi mengundang dan memelihara anak ambar di rumah. Coba kita renungkan, anak manusia sejak kecil telah menerima pendidikan formal dan pengajaran agama sampai dewasa saja masih banyak yang kurang ajar tidak berbakti kepada orang tua, bahkan ada anak yang durhaka menyusahakan sama orang tua dan membunuh orang tuanya sendiri. Bagaimana dengan tuyul atau anak ambar?, tentu kita sulit bisa mendidik dan memberikan ajaran agama kepada mereka, karena dunianya sudah berbeda. Bila saja masih memelihara anak ambar/tuyul di rumah pasti sangat riskan dan beresiko kelak kemudian hari. Bila sudah terlanjur memelihara harus bagaimana? Panggillah seorang Shifu atau Bhante yang memahami dan dapat mengatasi soal ini. Umumnya rumah tersebut akan di Sa Cing (di blessing), dengan memanjatkan mantra dan sutra mengundang Sang Triratna untuk menjemput anak ambar atau tuyul tersebut kembali ke alamnya yang sesuai dengan kondisi mereka.
4. Kisah ke empat: banyak anak-anak muda suka keluar malam suka begadang sampai subuh di persimpangan jalan, sambil minum kopi, alkohol atau menggunakan narkoba untuk mendapatkan rasa nikmat penuh khayal. Disaat mabuk, lengah kurang sadar diri umumnya akan kerasukan berbagai jenis setan penasaran, dan akan bertingkah laku liar dan aneh, parahnya kalau kemasukkan setan bunuh diri, maka anak muda tersebut berusaha mau bunuh diri.
Masalah kerasukan sering menjadi perbincangan banyak orang, suka didebatkan dan dibahas oleh banyak pakar tentang keabsahan dan kebenaran dari kerasukan dan kebatinan tersebut. Juga pembicaraan siapakah yang merasuki orang tersebut, apa yang mendasari, bagaimana motivasi dan maksud tujuannya? terutama banyak yang kerasukan membawa nama-nama Buddha, Bodhisattva atau pelindung Dharma lainnya yang bisa bertingkah laku aneh. Secara logika para Buddha, Bodhisattva mereka sudah suci, tentu tidak perlu lagi merasuki tubuh perumah tangga yang masih bodoh, makan daging, penuh nafsu seksual dan belum memahami teori dan mempraktikan ajaran Dharma. Para Buddha atau Bodhisattva mempunyai kesadaran agung dan kekuatan gaib yang luar biasa bila mau berhubungan dengan manusia, mereka bisa menampakkan diri secara langsung, melalui mimpi atau komunikasi melalui Chiu Chien (Ciam Si). Umumnya makhluk suci mengajarkan Dharma kebenaran untuk merubah nasib. Apabila menyebut kerasukan Buddha, Bodhisattva dan Dewa Pelindung kiranya perlu diragukan kebenarannya dan jangan mudah percaya. Memang kenyataannya banyak orang yang menggunakan jasa kerasukan untuk memohon segala keinginan dan bisa membantu menyelesaikan berbagai masalah, walaupun bisa membantu tapi kiranya hanya sebentar saja tidak tuntas, bila jodoh dan kekuatannya sudah habis atau kadaluarsa, maka kegaiban tersebut akan lenyap dan masalahnya yang dihadapi akan muncul kembali. Karena para dewa atau setan pun tidak bisa merusak tatanan hukum karma seseorang walaupun dengan ilmu gaib, hanya dengan pemahaman, penyesalan, pertobatan dan perilaku kebajikan yang dapat merubah nasibnya. Nasehat ajaran Buddha untuk menyelesaikan masalah hanya dianjurkan meningkatkan kesadaran, rajin melafalkan mantra atau nama Buddha dan Bodhisattva, melakukan introspeksi diri, memperbaiki diri dan senang melaksanakan kebajikan kiranya dapat mengabulkan segala permohonan yang baik dan dapat memperbaiki nasibnya. Hanya dengan memperbaiki hati dan pikiran, memperbaiki sikap dan perilakunya, memperbaiki kebiasaannya, memperbaiki karakternya sehingga dapat memperbaiki nasibnya secara tuntas untuk jangka waktu yang lama.
Kekuatan dan kegaiban mantra
Asal muasal mantra dari bahasa Sansekerta yang di ajarkan oleh Hyang Buddha sekarang ini banyak yang sudah diterjemahan ke dalam bahasa mandarin atau bahasa Tibet. Banyak mantra yang sudah di ajarkan dan tertulis di dalam kitab suci. Tentu penggunaannya harus dipahami dulu baru dipraktikkan. Bila sudah diyakini, dilafalkan dan dipraktikkannya dengan sepenuh hati sampai waktu yang lama pasti memuculkan kegaiban-kegaiban, segala harapan dan doa keinginan yang baik yang tidak bertentangan dengan Buddhadharma akan mudah terkabul. Mantra umumnya dilafalkan dari hati di keluarkan dari mulut dan di dengarkan kembali oleh telinga, bisa juga ditambah dengan tangan mudra dan pikiran visualisasi terhadap sebuah objek dengan menyadari subjek. Praktik ini bila dilakukan dengan sepenuh hati, terfokus, berkesinambungan tidak ragu dan kacau, maka diyakini akan memunculkan kegaiban. Contohnya pelafalan terus mantra Maha Karuna Dharani, maka air tersebut bisa bergelembung membentuk Kristal sehingga air tersebut sangat manjur untuk menyembuhkan penyakit dan penghalau rintangan.
Bila seseorang melafalkan mantra sudah sampai ditingkat tertentu, terfokus penuh konsentrasi, menjiwai sampai menyatu dalam pernafasan. Maka ia akan memasuki samadhi keheningan dan ketenangan yang luar biasa. Di saat meditasi ia akan mendengar suara-suara organ tubuhnya, nafas dan detak jantungnya, bahkan ia bisa melihat jelas bagaimana organ tubuhnya bekerja.
Kisah Ci Kung Huo Fu yang suka melafalkan mantra Om Mani Padme Hum sampai memiliki ilmu gaib. Setelah memiliki ilmu gaib ia pergi mengembara untuk mengobati berbagai penyakit orang dengan caranya sendiri, juga mengusir dan melenyapkan segala gangguan makhluk jahat terhadap kehidupan manusia di bumi ini.
Di dalam kitab suci Tripitaka masih begitu banyak mantra gaib yang belum di beritakan sehingga tidak diketahui, dipelajari maupun dipraktikkan oleh masyarakat Buddhis. Tentu segala mantra yang sudah dibabarkan semuanya berkaitan dengan para praktisi Bodhisattva, vajra dan delapan makhluk kumpulan para dewa dan naga mencapai segala tingkatan kesucian dengan melafalkan berbagai mantra ampuh yang sesuai kondisinya. Adapun tujuan utama untuk melafalkan mantra untuk melepaskan semua pikiran khayal, membentuk pikiran terfokus untuk meraih pencerahan dan pembebasan.
Kekuatan kertas Hu, tumbuhan dan obat mujarab yang gaib
Banyak praktisi Taosm pandai membuat Hu (kertas jimat) yang bisa memanggil para dewa dan makhluk-makhluk lain untuk keperluan sesuatu. Kertas jimat Hu ini bisa mendatangkan angin dan hujan, memanggil roh, mengusir setan dan sebagainya.
Begitupula tumbuhan-tumbuhan yang dirangkai menjadi satu seperti legenda sapu si nenek sihir yang bisa terbang. Juga racikan obat-obatan tradisional yang khusus dapat membuat tubuh sehat dan usia panjang sampai ratusan tahun, tubuh jadi kebal senjata, dan memiliki energi luar biasa. Ada juga tumbuhan-tumbuhan dan obat-obat yang diramu menjadi sesuatu memunculkan kekuatan luar biasa yang dapat menghancurkan kekuatan jahat atau menolak bala.
Tingkatan samadhi yang memunculkan kegaiban
Bila seorang praktisi sudah melatih diri, dengan sila mengendali ucapan dan perbuatan serta mempunyai pengetahuan, kemahiran dan kekuatan dari samadhi yang sudah mencapai tingkatan-tingkatan jhana, pada umumnya mulai memiliki ilmu gaib. Untuk memperoleh ilmu gaib harus ada persyaratannya, salah satunya adalah memasuki samadhi. Apakah setelah memasuki samadhi lantas memiliki ilmu gaib? Tidak demikian adanya. Umumnya orang yang memang memiliki bakat, terkait hubungan masa lalunya dan sekarang sudah memiliki samadhi yang dalam maka ia pasti memiliki ilmu gaib.
Di dalam Kitab Se Chan Po Lo Mi disabdakan: banyak praktisi yang mencapai kondisi tingkatan Jhana pertama mampu mengetahui bentuk-bentuk kehidupan duniawi dan memunculkan kegaiban. Tubuh dan hatinya dapat terasa terbang dan duduk di atas bunga mencapai 4 alam Rupa-dhatu. Mencapai kemurnian mata rupa, dengan kemurnian rupa dan mata batinnya dapat menembusi sepuluh penjuru rupa alam bentuk. Ia mengetahui semua wujud permasalahannya. Dapat membeda-bedakan tanpa kegalauan karena memiliki mata dewa. Mengetahui isi hati makhluk lain, dan mengetahui bentuk dan pola kehidupan makhluk lainnya. Ia memiliki 5 kegaiban mampu melihat tembus banyaknya jenis kehidupan makhluk-makhluk beserta kondisinya. Begitupula ia mengetahui wujud dari dunia-dunia alam lain yang satu sama lain berbeda. Oleh karena itu di dalam kitab suci berkata: “Praktik meditasi yang mendalam, memiliki 5 bentuk kegaiban”.
Di saat Hyang Buddha masih bermukim di dunia ini, banyak para Bhiksu mempraktikan samadhi total yang akhirnya memiliki ilmu gaib. Di dalam Kitab Se Chan Po Lo Mi disabdakan Ilmu gaib bisa didapatkan dengan 2 cara, yaitu:
1. Secara alamiah muncul dari dalam diri sendiri
Secara alamiah muncul, di saat orang memsuki jhana pertama mempunyai perenungan yang mendalam inti dari tiga masalah dunia (dukkha, anicca, & anatta), mampu menembusi kebenaran dari wujud fenomena dunia, memperoleh kesadaran agung terhadap kebenaran duniawi, ketenangan yang mendalam dan kebijaksanaan menjadi luas dan tajam, serta ilmu gaibnya seketika muncul.
2. Karena dari pelatihan khusus untuk mendapatkannya
Di dalam Sutra Ta Ci Cing disabdakan: bhiksu yang melaksanakan praktik Dharma dan memasuki Jhana pertama, setelah memasuki samadhi ingin memiliki ilmu gaib, ia harus memusatkan pikirannya kepada konsentrasi melihat hidungnya sendiri, memperhatikan nafas keluar masuk, sampai tingkat yang mendalam, menampakkan 59.000 por-pori tubuhnya ada pernafasan keluar masuk. Dilanjutkan menampakkan tubuhnya sunya sampai paduan unsur dari 4 elemen tubuhnya kosong. Demikian perenungannya untuk menjauhi wujud rupa sehingga memperoleh ilmu gaib. Demikian terus melatih sampai mencapai tingkatan Jhana ke-empat.
Rintangan godaan saat meditasi
Banyak praktisi awal saat melatih dan mempraktikkan samadhi sepertinya telah memperoleh kegaiban misalnya menampakkan sinar, melihat sesuatu yang aneh atau telah bertemu dengan Buddha, ini sesungguhnya bukanlah memiliki ilmu gaib melainkan pengaruh ilusi pikiran yang menciptakannya. Banyak laporan dari rumah sakit yang menjelaskan: dengan mempergunakan alat-alat kedokteran yang canggih khususnya melacak proses pikiran manusia diketahui bahwa semua wujud bayangan yang dirasakan bukan berasal dari luar melainkan muncul dari otak memorinya sendiri. Otak kita seperti komputer cara kerjanya, bisa dengan sendiri mengeluarkan kesan dan memorinya secara alamiah, sehingga sepertinya kita mendengar sesuatu, melihat sesuatu yang tidak didengar dan dilihat oleh orang lain. Sesungguhnya kesadaran memori yang disimpan dalam otaknya sendiri yang mengeluarkannya. Bisa saja memori kehidupan sekarang atau barangkali memori kehidupan masa lalunya. Tetapi banyak orang setelah mengalami peristiwa-peristiwa menakjubkan yang demikian, sepertinya diri sendiri telah mendapatkan anugerah dari langit, mendapatkan ilham atau bisikan bahwa dirinya adalah penjelmaan Buddha apa, titisan Bodhisattva apa, mengajak orang lain untuk mengikuti jejaknya, sehingga kehilangan rasional dan kearifan dalam memutuskan permasalahannya. Setelah mendapatkan sugesti bahwa dirinya adalah makhluk super hebat maka ia mempromosikan dirinya melalui ritual, ceramah dan buku karangannya sendiri. Tetapi kebodohan masih dalam dan nafsunya masih saja meledak-ledak, bagaimana bisa disebut orang suci, bahkan tingkatan orang muliapun ia sesungguhnya belum memilikinya.
Contoh lain misalnya: ada orang di saat duduk bermeditasi tiba-tiba terlihat pagoda dan vihara, Buddha rupang atau kitab Tripitaka, dalam pandangannya kelihatannya banyak orang memujanya, dan terlihat ada Bhiksu Sanghanya yang semuanya sedang berkumpul dan berbaur. Kondisi demikian bisa terjadi karena disebabkan pengaruh masalah lalunya dan sampai sekarang masih menghormati dan meyakini Sang Triratna Buddha, Dharma dan Sangha, karena pikiran memorynya keluar secara alamiah. Ada lagi karena dulunya melaksanakan kebajikan, sekarang mempraktikan samadhi, hatinya tenang sekali, karena pengaruh dari kekuatan ketenangan memunculkan bayangan dipikirannya sendiri.
Semua ini disebut “Akar kebajikan memunculkan bayangan”. Memperoleh kekuatan ini bukan berasal dari kesejatian diri, juga bukan dari kemauan diri sendiri, melainkan tiba-tiba mendapatkannya. Ini bukanlah termasuk dari hasil samadhi yang membentuk ilmu gaib.
Ada orang tidak memahami godaan dan rintangan di saat meditasi, dikiranya karena mendapatkan berkah dari Buddha, Bodhisattva atau dari anugerah dewa, melainkan pengaruh bibit karma yang tertanam di gudang memory pada saatnya dulu. Ditambah lagi pengaruh pelatihan dan praktik meditasi, sehingga di dalam mimpinya sepertinya telah bertemu dengan Buddha.
Di dalam Sutra Intan (Cing Kang Cing) disabadakan: “Bagaikan mimpi, ilusi, ombak dan bayangan. Melihat semua bentuk bukanlah bentuk” sehingga jangan terjebak dan melekat.
Ramalan yang menyesatkan
Bisa kita saksikan peristiwa yang pernah terjadi, ada seorang yang mengaku rinpoche dan beritanya sudah pernah mendapatkan ramalan, pengarahan dan ajaran dari 5 guru besar bahwa ia adalah titisan Buddha, penjelmaan Bodhisattva juga reinkarnasi dari Guru besar. Setelah mendapat ramalan demikian maka diberilah gelar kesucian dengan julukan demikian tinggi, sehingga ia terbuai, terlena dan lupa melihat kondisi dirinya sendiri kenyataannya seperti apa dan bagaimana? Karena menyandang gelar kesucian sehingga umatnya banyak dan dukungan donatur menjadi berlimpah. Ia lupa dirinya siapa, gelar dan kondisi dirinya tidak sesuai, kenyataannya terhadap godaan nafsu dari cewek cantik saja ia tidak bisa tenang dan mengatasinya, disaat mabuk asmara dan nafsu perilakunya menjadi liar dan sembrono dan sekarang masuk penjara, vonisnya lebih dari sepuluh tahun penjara. Melihat kenyataan ini kita prihatin dan turut sedih mengingat karirnya menjadi praktisi Buddhadharma menjadi rusak dan nasibnya sungguh tragis akibat begitu mudah mempercayai segala ramalan, sugesti dari seseorang atau bisikan dalam meditasi yang tidak diketahui asalnya dan belum pasti kebenarannya.
Di dalam Potthapada Sutta disabdakan: meskipun beberapa pertapa dan Bhramana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti:
• Meramal dengan guratan-guratan tangan
• Meramal melalui tanda-tanda dan alamat-alamat
• Menujum sesuatu dari halilintar atau keanehan-keanehan benda langit lainnya
• Meramal dengan mengartikan mimpi-mimpi
• Meramal dengan melihat tanda-tanda pada bagian tubuh
• Meramal dari tanda-tanda pada pakaian yang digigit tikus
• Mengadakan korban pada api
• Melihat dan meramalkan apakah orang itu mujur, beruntung atau sial
• Menentukan apakah letak rumah itu baik atau tidak (fengsui)
• Meramal umur
• Dan lain sebagainya
Mengapa usaha meramal dikatakan pekerjaan kurang baik? Karena meramal berarti membocorkan rahasia alam, dan merusak tatanan hukum sebab akibat. Seorang peramal mudah meramal apa yang sudah dilakukan dan apa yang bakal terjadi. Tetapi seorang peramal sulit meramal apa yang belum dilakukan sehingga apa yang bakal terjadi tidak diketahui. Sehingga ramalan tidak boleh dipercaya seratus persen, karena apa? Pikiran manusia, Kehidupan manusia dan kemauan manusia terus berubah, tidak pasti, tidak kekal sehingga sulit diramal, seandainya peramal itu seorang pakar yang hebat sekalipun paling bisa hanya meramal dengan tepat kurang lebih hanya sekitar 50% yang boleh dipercaya. Bila ketemu peramal palsu dan tidak bisa meramal dengan akurat maka sangat dikasihani karena kehidupan dan masa depan kita dipermainkan oleh ramalan tersebut, karena termakan oleh ramalan yang menyesatkan. Bila meramal apa yang sudah dilakukan dan kelak hasilnya jelek, orang akan mengumpat sial, kepikiran, takut, sedih dan putus asa. Bila meramal bila hasilnya baik, orang menjadi bersorak, kepikiran, senang, sombong, suka bangga hati dan lupa diri. Bila meramal hasil tidak jelek tidak bagus, orang responnya dingin, kepikiran, kecewa dan pesimis. Bila usaha ramalan dilakukan pamrih berarti memperdagangkan rahasia alam, tentu karmanya buruk. Bila usaha ramalan tanpa pamrih manfaatnya untuk apa? Apakah bisa dimanfaatkan? Ataukah ada niat memanfaatkan? Kelebihan dan kekurangan orang lain, atau memanfaatkan orang lain yang sedang kebingungan akan masa depannya? Bila ada niat buruk, cara buruk dan untuk tujuan buruk maka peramal tersebut berbuat karma buruk yang merusak dirinya sendiri yang berakibat sekarang maupun berakibat yang akan datang. Bila mampu meramal dengan tepat tapi tidak mampu mengatasi membuat orang tertegun, terjebak dan melekat dengan ramalan. Bila ramalannya tidak tepat juga tidak dapat mengatasi, membuat orang kebingungan, phobia, was-was dan batin kacau, kepikiran sepanjang hidupnya. Bila ramalannya jelek pasti orang berusaha kias buang kesialan, apakah mempergunakan ilmu klenik membuang kesialan karma buruk orang lain, tentu ini merusakkan jalannya proses hukum karma, bertentangan dengan Buddhadharma. Hanya penyesalan, pertobatan dan perilaku kebajikan yang dapat melenyapkan karma buruk bukan dengan upacara kias membuang kesialan. Bagaimana soal hutang dan piutang orang yang diramalkan, apa bisa dilenyapkan? Apa bisa dikias oleh pelamar? Tentu sulit, karena siapa yang menabur ia harus menuai, siapa yang menanam ia pula yang memetik. Bila masih juga tidak memahami kebenaran ini melakukan usaha kias maka ia akan berhadapan dengan pembalasan karma orang itu kepada peramal tersebut.
Umumnya keluarga peramal yang makan duit hasil dari meramal nasibnya buruk, keluarga kacau, sulit rejekinya, karena melaksanakan penghidupan salah, mata-pencaharian yang salah, sehingga rusaklah rejekinya dan suramlah masa depannya. Perlu diperhatikan, umat awam umumnya gejolak batinnya sudah kacau dengan pikiran, kesadaran, memori dan kemauannya terhadap tuntutan kehidupan sekarang, bagaimana ditambah ramalan masa lalu dan masa yang akan datang, tentu menjadi beban pikiran yang membingungkan dan menyusahkan, sedangkan nasib seseorang terus berubah sesuai aktivitas hatinya. Satu pikiran baik nasib bisa berubah baik, satu pikiran jahat saja nasib bisa menjadi buruk. Oleh karena itu, pikiran manusia terus berubah sehingga nasibpun ikut berubah. Kenyataannya Hidup tidak ada yang kekal dan pasti, tapi kematian adalah sesuatu hal pasti. Jadi kegiatan meramal untuk apa? Dapat apa? Manfaatnya apa? Lebih baik mengajarkan kebenaran Buddhdharma, mendidik, membimbing dan membina banyak orang, pasti banyak manfaatnya dan karma baiknya berlimpah. Dari pada menjadi seorang peramal yang tidak mempunyai kepastian dalam meramal, bisa membodohi banyak orang, kan karmanya jadi buruk nasib pun ikut jadi buruk. Coba perhatikan, banyak nasib dan masa depan peramal begitu suram, kemalangan begitu banyak dan hidup susah dan miskin. Mengapa demikian? Jawabannya bila ia seorang pakar peramal ulung kenapa ia tidak meramalkan nasibnya sendiri, kalau jelek dikias, kalau bagus dikembangkan? Kenyataan seorang peramal bahkan tidak bisa meramal nasibnya sendiri, tidak mampu merubah nasibnya sendiri, bagaimana ia dapat meramal nasib orang lain, dan bagaimana ia dapat membantu merubah nasib orang lain? Kalau memang peramal itu manjur dan efektif tentu ia sudah kaya dan makmur untuk apa ia menjadi seorang peramal lagi? Kenyataannya banyak peramal nasibnya menjadi sulit dan buruk. Di dalam kitab suci mengatakan: “Bila ingin mengetahui sebab apa yang dilakukan pada masa lampaunya, lihatlah bagaimana kondisi sekarang apa yang sudah terjadi; Bila ingin mengetahui kondisi apa yang bakal terjadi, lihatlah perbuatan sekarang apa yang sudah dilakukan”.
Perlu diketahui, bahwa di dalam banyak sutra memang banyak dibahas ulasan tentang meramal kapan mencapai buah kesucian dan kesempurnaan seorang praktisi atau Bodhisattva yang sudah mantap tidak mundur lagi, karena membina diri dengan metode yang benar, sesuai dan berkembang, ditambah adanya kondisi yang mendukung serta adanya pembimbing yang efektif, sehingga bisa diramalkan pencapaian kesuciannya.
Umumnya peramal awam hanya bisa meramal apa yang sudah terjadi dan kelak apa akibatnya, karena semua perbuatan menciptakan karma, baik itu karma pikiran, ucapan maupun perbuatan yang mempunyai efek kondisi yang menyertainya, sehingga bisa dilihat tanda-tandanya melalui cahaya auranya, raut wajah, garis tangan, bentuk fisik, pemberian namanya, cara menulis, sifat karakternya, kaitan jodoh dan nasibnya. Tetapi sulit meramal aktivitas atau karma yang belum dilakukan, sebab tidak ada karma maka fenomena tidak bisa dilihat dan diramalkan. Kecuali para praktisi yang sudah memasuki arus kesucian atau praktisi tersebut sudah memperoleh 3 tahapan ketidak-munduran lagi pada aliran Sukhavati. Begitupula para Bodhisattva yang sudah memasuki jenjang tingkatan Bodhisattva kemantapan tidak mungkin mundur lagi, ini semua bisa diramalkan kapan mencapai kesempurnaan. Hanya saja praktisi yang masih keyakinannya masih ragu, membina dirinya kacau, tekadnya masih mundur maju sehingga sulit diramalkan pencapaiannya.
Sebab akibat menjadi peramal pendusta
Di dalam kitab suci, ada dikisahkan: YA Moggalana bertemu dengan sekelompok makhluk setan kelaparan, dan setan kelaparan tersebut bertanya kepada YA Moggalana: Yang Arya, kami dulunya pernah jadi orang, sekarang terjatuh di alam setan kelaparan dan memiliki tubuh setan kelaparan, setiap hari kami kehausan dan kelaparan. Mendengar di sungai Gangga rasa airnya menyejukkan, tetapi saat mau di minum air menjadi panas mendidih, setetes saja masuk terminum lima bagian tubuh dan isi perut kami terluka rombeng. Juga air sungai tersebut dijaga oleh setan air, dengan tongkat besi sering memukul dan mengejar kami. Mau tanya kepada Yang Arya, saat kami hidup di dunia telah berbuat dosa apa sehingga menerima penderitaan demikian? Yang Arya Moggalana mempergunakan kegaiban untuk memeriksa dan mengetahui. Setelah diketahui lantas ia memberitahukan kepada setan kelaparan: kamu di kehidupan lampaunya mempunyai usaha menjadi peramal nasib, saat meramal orang baik atau buruk, ucapan dustanya lebih banyak daripada kejujurannya. Kata-kata celaan atau pujian semua dilakukan sesuka hati kamu saat berbicara, mengatakan kamu mengetahui tapi kenyataan pembual dan pendusta. Dikarenakan hanya mengejar keuntungan pribadi tidak menaruh belas kasihan kepada para makhluk lain, sehingga akibatnya kamu mendapatkan karma demikian terlahir sebagi setan kelaparan.
Mengapa banyak dewa-dewa suka bertengkar dan bertempur?
Karena orang yang memiliki jodoh dan bakat menjadi dewa umumnya dicari dan langsung dijemput untuk diberikan pendidikan teori mengenai jadi dewa dan ilmu gaib lainnya. Setelah itu langsung diajarkan praktik, mengabaikan kondisi batinnya seperti: mentalitas, moralitas dan spiritualitasnya. Coba kita bayangkan apa jadinya bila orang pintar dan cerdas tapi mentalnya jelek? Jawabannya pasti menjadi licik dan jahat. Bagaimana dengan dewa yang memiliki ilmu gaib tapi belum mampu melenyapkan kekotoran batinnya, maka sikap dan perilaku dewa masih banyak yang egois suka mau menang sendiri, karena batinnya masih penuh ego, nafsu dan kemarahan yang tinggi, maka jadilah suka marah, emosional, senang ribut, suka bertengkar dan demam berkelahi. Contohnya bisa kita saksikan film Tentara langit Li Ching dan anaknya Nacha, bapak dan anak kedua-duanya sering mempertontonkan suka bertengkar dan berkelahi. Legenda Sun Go Kong, ia pintar bahkan licik, sayangnya penuh kecongkakan dan egois sehingga sepak terjangnya suka berangas, emosional, merendahkan makhluk lain dan senang bikin keributan, yang berakhir perkelahian atau pertempuran.
Sedangkan agama Buddha beda ajarannya, dimulai dari:
1. Ikrar menolong, menolong diri sendiri dan semua makhluk.
2. Ikrar melenyapkan semua kebodohan, dimulai melenyapkan kebodohan diri sendiri dan makhluk lain.
3. Ikrar belajar, diri sendiri belajar dan mempraktikkan kebenaran yang diajarkan, dan mengajarkan kebenaran kepada makhluk lain.
4. Ikrar mencapai tujuan, diri sendiri berjuang mencapai tujuan hakiki yaitu pencerahan dan pembebasan, setelah ini berjuang membantu makhluk lain memperoleh yang sama yaitu: pencerahan dan pembebasan.
Karena agama Buddha menitik beratkan ikrar pertama menolong diri sendiri dan menolong makhluk lain. Setelah ikrar pertama ini sudah mantap dan tidak mundur lagi, baru dilanjutkan ke ikrar yang kedua yaitu: melenyapkan kebodohan, kebencian dan keserakahan dulu sampai tuntas. Bila sudah murni dilanjutkan baru ikrar ke tiga yaitu: belajar, dimulai dari belajar hanya melihat kebaikan orang lain, jangan melihat keburukan orang lain. Belajar memaafkan kesalahan orang lain tapi jangan mudah memaafkan diri sendiri. Hembuskan angin musim rontok untuk kepentingan diri sendiri, dan hembusan angin musim semi untuk kebahagiaan makhluk lain. Setelah itu baru ikrar yang terakhir, yaitu: mencapai tujuan hakiki, walaupun darahku mengering dan tubuhku hancur, bila belum mencapai tujuan yang dikehendaki maka pantang mundur sampai terealisasikan cita-cita luhurnya. Setelah itu baru melaksanakan upaya kausalya (metode yang mudah) untuk menolong semua makhluk. Karena menerapkan ikrar secara bertahap sesuai ajaran Buddha, maka dalam usaha menolong semua makhluk jarang terjadi kemarahan, keributan, perkelahian, kerusuhan apalagi pertempuran satu sama lainnya. Melihat betapa efektifnya metode ini, kiranya sangat cocok dan berguna apabila diterapkan dalam dunia pendidikan dan ketrampilan apa saja untuk mencegah dan menghindari hal-hal yang tidak di inginkan. Disinilah letak kelebihan ajaran Buddha yang penuh kebijaksanaaan, cinta damai dan anti kekerasan.
Kegaiban yang bijaksana
Sesungguhnya ilmu gaib yang dipujikan adalah kearifan tinggi yang menampakkan kegaiban. Kenyataan kearifan dapat menumbuhkembangkan kegaiban, karena telah memahami keseluruhan dari kebenaran wujud Dharma-dhatu. Disebabkan kekuatan Samadhi dan Prajna kearifan sudah sempurna, sehingga mendatangkan berbagai kegaiban untuk dirinya. Inilah kekhususan kegaiban berasal dari Buddhadharma, terhadap semua rupa dan kondisi yang muncul ia sangat memahami, tidak terjebak, terjerat apalagi melekat. Terhadap fenomena alam semesta yang berintikan kekosongan bagaikan ilusi, dapat dipergunakan dan dilepaskan tanpa rintangan. Inilah yang dikatakan di dalam Kitab Cung Cing Lu sebagai kesucian yang gaib (Tao Thung).
Ilmu gaib dan kemampuannya
Ada pandangan sebagian orang yang salah persepsi, bahwa jika sudah memiliki sedikit kekuatan supranatural dianggapnya sudah memiliki ilmu gaib. Misalnya ia dapat melamarkan nasib orang, ia dapat memprediksi apa yang bakal terjadi dalam beberapa minggu kedepan, atau membantu mengabulkan harapan-harapan orang lain, dan sebagainya. Sesungguhnya ilmu supranatural bukanlah ilmu gaib yang berasal dari pembinaan diri. Umumnya karena ada faktor bantuan makhluk lain dibelakangnya memberikan bantuan tentu dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemilik supranatural tersebut. Kekuatan supranatural banyak kekurangan yang dapat kita perhatikan, misalnya:
1. Ia bisa mengetahui peristiwa apa yang bakal terjadi tapi bukan berarti ia dapat merubah apa yang bakal terjadi.
2. Memiliki kekuatan supranatural bila salah digunakan dapat memukul dirinya sendiri.
3. Bantuan atau insiasi kekuatan supranatural dari makhluk lain bukanlah ilmu gaib yang sesungguhnya. Hanya bisa membuka tabir dan rahasia alam tanpa mampu menyelesaikan masalah yang ada.
4. Sering terjadi kesulitan apabila menggunakan mata Yin Yang yang dapat mengetahui banyaknya kehidupan lain yang dapat ia lihat. Tapi karena kekuatan samadhi dan Prajna (kebijaksanaan Bodhinya tidak ada, maka kadang-kadang ia gentar dan gelisah melihat makhluk-makhluk yang kejam, menyeramkan atau melihat dan mengetahui kejadian yang menakutkan.
5. Ilmu supranatural ini didapat seketika saat ia mengalami kejadian aneh, tidak tahu datang darimana? Kadang-kadang ada dan kadang-kadang tidak ada. Ini bukanlah ilmu gaib sesungguhnya.
6. Kekuatan supranatural ini yang ia miliki tidak bisa dikendalikan oleh dirinya sendiri. Juga disaat dirinya membutuhkan kekuatan supranatural ini malah tidak bisa muncul, karena bukan miliknya sendiri.
7. Kekuatan supranatural ini karena berasal dari bantuan makhluk lain, sehingga sulit diketahui dan dikontrol apa peran, fungsi dan manfaatnya yang sesungguhnya, akibatnya kekuatan tersebut membawa banyak kesulitan dirinya juga membahayakan dirinya.
Pandangan agama Buddha terhadap ilmu gaib, ada 3 seperti:
1. Ilmu gaib dalam agama Buddha harus memiliki kekuatan yang berasal dari dirinya sendiri.
Di dalam Sutra Lotus, disabdakan ada praktisi yang senantiasa melafalkan Sutra Lotus, sehingga jasa pahalanya praktisi tersebut mempunyai organ mata gaib dan organ telinga gaib, seperti bisa melihat di alam surga, kejadian di bawah bumi. Mampu mendengarkan suara-suara yang ada di dunia, suara-suara itupun tidak kacau saat didengarnya. Tetapi dijelaskan bahwa praktisi yang memiliki kemampuan demikian belumlah memiliki mata kegaiban dan telinga kegaiban. Ini hanya pengaruh dari melafalkan sutra bukan berasal dari dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu ilmu gaib dalam agama Buddha mempunyai kejelasan dan aturannya yang sangat ketat.
2. Ilmu gaib adalah terang dan jelas penggunaannya. Beberapa jenis ilmu gaib di dalam agama Buddha seperti mata gaib adalah memiliki penglihatn yang sangat jelas dan terang menyinari tanpa ada rintangan dari segala unsur dari luar. Ia mampu melihat wujud sebab sekarang sampai bagaimana kelak punya akibat. Begitu juga telinga gaib, kegaiban yang memahami hati makhluk lain atau kegaiban bisa melihat kehidupan yang sudah berlangsung lama. Ilmu gaib ini juga mempunyai kekuatan yang sebenarnya mampu merubah materi atau kondisi secara nyata. Bukan seperti bayang-bayang pikiran kita. Bila ada unsur manjur tapi tidak jelas atau mendapatkan keanehan tapi tidak bertahan lama, ini bukan hasil dari ilmu gaib.
3. Ilmu gaib adalah perwujudan yang mantap. Ilmu gaib dalam agama Buddha bukan perwujudan sekilas saja melainkan dapat berlangsung lama. Oleh karena itu, kemanjuran atau keanehan yang terjadi sekilas sifatnya tidak berlangsung lama bukanlah ilmu gaib yang sesungguhnya.
Untuk membuktikan ilmu gaib atau bukan, pergunakanlah ketiga patokan ini apakah ilmu yang dimiliki sesorang itu benar atau palsu. Janganlah mau dibodohi oleh orang yang mengaku memiliki ilmu gaib tapi keampuhannya bersifat tidak permanen, kemanjurannya hanya sekilas atau kekuatannya bersifat pasang surut.
Pandangan Dharma terhadap ilmu gaib
Di dalam kitab Ken Pen Shuo Yi Chie Yu Pu Pi Na Ye Ca Se, bab ke-18, diceritakan orang–orang yang belajar aliran sempalan dengan tongkat memukuli YA Maha Moggallana, sehingga tubuhnya terluka berat dan tulangnya patah. Saat itu Shariputra mengetahuinya pergi ke taman, untuk melihat kondisi Moggalana yang mengalami luka parah yang membahayakan jiwanya. Sang Raja mengetahui hatinya sangat sedih dan terpukul, lantas bersama Pangeran dan menteri-menterinya membawa banyak orang pergi ke taman untuk menemui YA Moggalana. Sang Raja bertanya sebab apa Yang Mulia mendapatkan perlakuan kejam ini dan menerima kemalangan ini? YA Moggalana berkata: Sang Raja ini akibat dari masaknya buah karma yang pernah dilakukan pada masa lalu, walau sudah diketahui bisa apa? Sang Raja menjadi murka kemudian perintahkan kepada menterinya: cari dan tangkap orang-orang yang telah mencelakakan Yang Mulia. Bila sudah tertangkap kemudian dibakar dan dilempar. YM Moggalana berkata: Sang Raja janganlah berbuat demikian, saya melakukan karma buruk seperti air terjun yang mengalir akan kembali kepada diriku bukan orang lain yang kena akibatnya.
Sang Raja berkata: YM Moggalana adalah Guru Mulia, di dalam kolompok Sravaka dikatakan YM Moggalana memiliki ilmu gaib nomor satu, kenapa tidak terbang saja sehingga terbebas dari kemalangan ini? YM Moggalana berkata: Hyang Buddha pernah berkata: kekuatan karma sudah datang sayapun tidak bisa menggunakan kesaktian apalagi ilmu gaib. Hyang Buddha selalu mengingatkan, bahwa “walaupun ratusan kalpa melakukan banyak karma yang tiada hentinya. Bila saatnya tiba pembalasan harus diterimanya”. Sekarang saya mengetahui dan menerima akibat karma, apalagi yang bisa diucapkan.
Kekuatan ilmu gaib sangat besar membuat banyak orang terkesima dan tertarik. Oleh karena itu, banyak orang mau mempelajari untuk mendapatkan ilmu gaib agar bisa memenuhi segala keinginan dan harapannya. Tetapi realitanya sekarang banyak orang memiliki ilmu yang menakjubkan seperti jaman sekarang sudah ada mobil, kereta api, kapal terbang, dan alat-alat teknologi lainnya yang sudah canggih yang begitu hebat bila digunakan dapat membuat kehidupan manusia begitu praktis dan lancar. Tetapi segala perangkat teknologi bila digunakan juga ada aturannya sendiri juga keterbatasannya. Tidak mungkin dapat memenuhi segala keinginan manusia yang begitu banyak dan kompleks. Juga segala penggunaan teknologi tentu ada konsekuensi dan tanggung jawabnya. Bila tidak ada tata tertib penggunaan ilmu teknologi maka dunia bisa kacau dan bisa membahayakan kehidupan manusia. Seperti membawa mobil dan kapal terbang semua harus mengikuti aturan yang ada, kalau tidak sangat membahayakan banyak orang lain.
Seperti praktisi Devadatta dikarenakan sebab keinginan pribadi yang menyukai ilmu gaib, ia belajar dan mendapatkan ilmu gaib, tetapi disalah gunakan untuk kepentingan nafsu diri sendiri. Menghasut anaknya A Se Se Wang yang memasukan ayahnya Raja Po Sa Lo Wang masuk penjara sampai matinya tragis tidak dapat makanan. Ditambah kelakukan Devadatta yang memiliki ilmu gaib untuk memecah belah Sangha, membunuh dan melukai praktisi, membuat orang hati jadi sedih dan nelangsa.
Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa ilmu gaib terbentuk karena ada sebab dan kondisi yang mendukung sehingga dikatakan ilmu gaib pun ada keterbatasannya. Walaupun ilmu gaib begitu menakjubkan dan kekuatannya sangat dahsyat tetapi masih dilingkupi oleh hukum sebab akibat yang membuat keterbatasan daya kekuatannya. Sulit lari dari jeratan karma. Maka dikatakan ”Ilmu gaib tidak bisa merusak kekuatan karma”. Oleh sebab itu, berpikir mau mempergunakan ilmu gaib untuk melenyap karma buruk masa lalu yang pernah dilakukan, atau mau mendapatkan berkah rejeki tanpa ada sebab kebajikan yang dilakukan adalah tidak mungkin terjadi.
Keterbatasan ilmu gaib
Ilmu gaib tidak bisa merusak proses hukum sebab akibat
Seperti kisah YA Moggalana yang berusaha menggunakan ilmu gaib untuk menolong keluarga besar suku Sakya untuk menghindari peristiwa penyerangan dan pembunuhan massal oleh Raja Liu Li Wang. YM Moggalana mengajak dan menolong mereka untuk masuk ke mangkok pindapatra dan diterbangkan ke atas langit untuk menghindari malapetaka. Setelah penyerangan sudah selesai YM Moggalana pergi mengambil mangkuk pindapatra dan melihat mangkoknya penuh darah dan mayat bergelimangan akibat terjadi saling membunuh antara sesama. Ini suatu bukti ilmu gaib walaupun sudah digunakan untuk keselamatan suku Sakya, tapi tetap tidak luput dari konsekuensi sebab akibat hukum karma.
Pemilik ilmu gaib tidak boleh takabur dan sombong
Untuk menolong dan menyadarkan banyak makhluk, Hyang Buddha mengijinkan siswanya untuk memperlihatkan ilmu gaib, tetapi Hyang Buddha dengan tegas dan jelas memberitahukan kepada siswanya bahwa ilmu gaib bukanlah yang terbaik janganlah melekat.
Hyang Buddha pernah berkata kepada Bhiksuni yang memiliki ilmu gaib nomor satu yang bernama Lien Hua Se yang menggunakan ilmu gaib, untuk mengajarkan kepada banyak orang.
Ibunda Dewi Maya setelah tujuh hari melahirkan Pangeran Siddharta meninggal dunia dan terlahir di alam surga Trasvamtisa. Hyang Buddha setelah mencapai kesempurnaannya menggunakan ilmu gaib pergi ke surga Trasvamtisa untuk menemui Ibunda dewi Maya untuk mengajarkan Dharma. Karena perbedaan waktu antara surga dan bumi, walau Hyang Buddha pergi hanya sekejab untuk membabarkan Dharma di surga tetapi terasa lama waktunya di bumi sekitar tiga bulan baru kembali ke Bumi ke alam manusia. Sehingga semua siswa dan umat bersuka cita menyambutnya. Semua siswa dan umat berlomba untuk pertama menyambut Hyang Buddha. Saat itu ada Bhiksuni Lien Hua Se menggunakan ilmu gaib menjelma menjadi raja Cakravati dengan putaran emas tujuh permata untuk lebih cepat menjemput sang Buddha sehingga merasakan kiranya dirinyalah yang pertama menjemput Hyang Buddha. Kemudian Bhiksuni Lian Hua Se berkata: Hyang Buddha, saya siswi Lian Hua Se adalah yang pertama kali menjemput Hyang Buddha, diharapkan Hyang Buddha menerima penghormtan saya. Hyang Buddha tersenyum dan dengan suara penuh kelembutan dan cinta kasih berkata:
Lian Hua Se, kamu tidak bisa berkata bahwa kamu adalah orang pertama yang melihat dan menjemput Hyang Buddha, Bhiksuni Lian Hua Se heran, melihat disekelilingnya, Maha Kassyapa saja masih dibelakangnya dia baru tiba. Lantas Lian Hua Se ragu dan bertanya: Hyang Buddha, siapakah yang lebih awal untuk menjemput Hyang Buddha. Hyang Buddha dengan tersenyum berkata: orang yang pertama menjemput saya adalah Subhuti, ia merenungkan segala Dharma intinya adalah sunya. Oleh karena itulah ia benar-benar menjemput dan melihat Sang Buddha. Orang yang melihat kebenaran Dharma adalah orang yang benar-benar telah melihat Tathagata. Selanjutnya Hyang Buddha mengucapkan gatha: “Sunya, ketiadaan dan pintu pembebasan adalah penghormatan yang sejati kepada Buddha; Jikalau ingin menghormati Hyang Buddha baik pada waktu dulu, sekarang maupun yang akan datang, seharusnya seketika merenungi ‘kesunyataan’, tiada Dharma yang didapat. Inilah praktik yang sesungguhnya menghormati Hyang Buddha” .
Saat itu Subhuti berada di gunung Ling Ciu Shan, setiap hari melaksanakan Samadhi, ia mendengar kabar bahwa Hyang Buddha akan kembali ke alam manusia. Tadinya Ia mau berdiri mau pergi menjemputnya, pada saat itu hatinya berpikir” bagaimanakah realita kebenaran untuk melihat Sang Buddha? Buddha memiliki Dharmakaya (tubuh abolut), bukan dengan mata biasa dapat melihatnya, bila saya menjemput Hyang Tathagata, yang manakah Buddha itu? Apakah mata, telinga, hidung, lidah, tubuh atau pikirannyakah? Saya sebelumnya melihat hanyalah tanah, air, api dan angin adalah gabungan 4 unsur, apakah ini sebutan untuk Tathagata? Kebenaran semua Dharma adalah sunya dan sunyi. Tidak tercipta, tidak beraktivitas, seperti Hyang Buddha pernah berkata: “jikalau ingin memberikan penghormatan kepada Tathagata, cara yang terbaik adalah merenungi kebenaran Panca Skandha dan enam indera adalah inti kesejatiannya sunya dan tidak kekal, Buddha di jaman dulu, sekarang dan yang akan datang adalah tidak kekal. Bila mau menghormati Hyang Buddha di tiga masa seharusnya merenungi Kesunyataan Dharma dan merenungi segala sesuatu tanpa Sang Aku”. Pahamilah ketiadaan corak sang aku, ketiadaan corak diri, ketiadaan corak tubuh dan raut wajah, juga ketiadaan pengajar, ketiadaan penerima ajaran. Karena semua Dharma intinya sunya dan sunyi. Bagaimanakah ada sang aku? sesungguhnya sang aku bukanlah pemilik sejati, sekarang aku berlindung terhadap kumpulan kebenaran Dharma” setelah merenungkan demikian Subhuti kembali lagi duduk ke tempat asalnya. Oleh karena itu Sang Tathgata bersabda merenungkan Buddha punya Dharmakaya yang dilakukan oleh Subhuti adalah yang pertama melihat Sang Buddha.
llmu gaib tidak mampu merubah sesuatu realita yang seharusnya terjadi
Hyang Buddha bersabda: ilmu gaib tidak bisa merubah sesuatu yang realita sudah terjadi. Ilmu gaib adalah berasal dari sebab dan kondisi yang membentuknya, bukanlah suatu kesempuraan yang menyeluruh. Cerita YA Moggalana yang mengunjungi neraka untuk menolong ibunya adalah sebagai bukti. Kisahnya demikian: di India saat musim hujan, jalan becek dan kotor sehingga sulit dilalui oleh pejalan kaki. Juga pada hujan banyak ular dan binatang lain muncul sehingga membahayakan. Karena sebab ini Hyang Buddha mengarahkan semua praktisi untuk menetap di Caitya untuk melatih diri yang dikenal Cie Sia An Ci. Pada saat itu YA Moggalana memasuki meditasi teringat akan keberadaan ibunya, sejak ia menjadi anggota Sangha sampai sekarang belum pernah kembali ke rumahnya untuk melihat ibunya. Sekarang entah dimana keberadaan ibunya? Apakah kondisi ibunya baikah? Untuk mencari ibunya, YA Moggalana menggunakan mata dewa untuk melihat berbagai dunia, terlihat ibunya sudah meninggal dunia terjatuh di alam setan kelaparan. Tidak ada makanan yang ia bisa peroleh, sehingga tubuhnya sangat kurus kering bagaikan kulit membungkus tulangnya saja. Setelah mengetahui kondisi ibunya demikian, hati YA Moggalana sangat sedih dan sakit. Lantas ia menyiapkan makanan yang ditaruh ke dalam mangkuk pindapatra, dengan mempergunakan kekuatan ilmu gaib YA Moggalana mengunjungi ibunya dan memberikan makanan. Setelah mendapatkan makanan ibunya langsung melahapnya, namun semua makanan yang dimasukkan ke dalam mulut ibunya menjadi api dan arang, sehingga ibunya tidak bisa memakannya. Mengetahui kondisi demikian, YA Moggalana mengeluarkan segala kekuatan ilmu gaib, tapi tetap tidak mampu memberikan makanan itu kepada ibunya. Sehingga Ia menjerit dan sedih. Ia bergumam bahwa memiliki ilmu gaib demikian tinggi tapi tidak berdaya menolong dan melenyapkan karma buruk ibunya. Dengan kesedihan ia kembali dan mengunjungi Hyang Buddha dan melaporkan kejadian yang Ia lakukan. Hyang Buddha mengajarkan kepada YA Moggalana kekuatan ilmu gaib yang dimiliki oleh kamu tidak bisa merusak karma ibumu yang berat, melainkan di saat bulan lunar kalender bulan 7 tanggal 15, saat para Bhiksu Sangha setelah melaksanakan Vassa selama 3 bulan, saat itulah yang terbaik untuk berdana kepada para Bhiksu Sangha. Dengan kekuatan mantra, doa dan kebajikan para Bhiksu Sangha ini dapat menolong 7 tingkatan ayah ibunya. Juga bila orang tua masih hidup maka dapat terbebas dari kesulitan, malapetaka dan memperoleh banyak rejeki. Para Bhiksu yang melaksanakan sila dan kehidupan suci adalah ladang yang sangat subur untuk kita berdana berbuat kebajikan, bagaikan samudra luas begitu dalam tak terkirakan. Bila saja dapat berdana kepada mereka maka orang tua sekarang maupun orang tua dimasa lalu sebanyak 7 kelahiran beserta keluarganya akan memperoleh keselamatan terbebas dari penderitaan. Terlepas dari siksaan 3 alam celaka. Setelah itu YA Moggalana melaksanakan ajaran Buddha, seketika itu juga ibunya terbebas dari siksaan dan penderitaan setan kelaparan dan terlahir di alam surga. Makna dari peristiwa ini, ilmu gaib tidak bisa merusak karma seseorang, hanya dengan kebajikan besar dan doa pelimpahan jasa dari para Bhiksu Sanghalah yang dapat menolong ibunya terbebas dari penderitaan.
Ilmu gaib tidak bisa selamanya diandalkan.
Walaupun YA Moggalana memiliki ilmu gaib sangat menakjubkan, di saat karma buruknya datang, toh ia bahkan tidak mampu pergunakan kehebatannya apalagi ilmu gaibnya, sehingga tubuhnya hancur terpotong-terpotong dihakimi massa penganut ajaran sesat. Maknanya Ilmu gaib tidak bisa merubah hukuman karma buruk yang pernah dilakukan, dan tidak bisa memperbaiki nasib sesorang apabila tidak adanya perilaku kebajikan. Sehingga ilmu gaib hanyalah ilmu gaib yang tidak layak dan tidak patut untuk diandalkan untuk menyelamatkan dirinya apalagi menolong makhluk lain.
Ilmu gaib sebagai upaya kemudahan mempersona untuk menolong semua makhluk
Bila sudah mengetahui bahwa ilmu gaib bukanlah sesuatu yang hebat, tetapi kenapa banyak orang masih belajar ilmu gaib. Ini sesungguhnya bentuk cara yang mudah membuat makhluk lain terkesima, tertarik sehingga mau menjadi pengikut dan praktisi. Di dalam Sutra Ta pao Ci Cing, bab 86 di sabdakan: Sang Tathagata ada tiga jenis ilmu gaib penjelmaan untuk menyadarkan dan menolong semua makhluk, yaitu:
1. Mengajarkan Dharma dengan gaib. Sang Tathagata dengan mempergunakan kebijaksanaan tanpa rintangan mengetahui sebab akibat kebaikan dan keburukan para makhluk yang berbeda-beda, sehingga menggunakan ilmu kegaiban dalam khotbah Dharmanya untuk dimengerti oleh semua makhluk yang memiliki kondisi yang berbeda.
2. Mendidik dan mengendalikan dengan kegaiban. Sang Tathagata mengajakan para siswanya apa yang harus dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan. Apa yang patut dibicarakan dan apa yang tidak boleh dibicarakan. Kepada siapa yang patut didekati dan kepada siapa yang tidak layak untuk didekati. Membedakan mana Dharma yang menyimpang dan mana Dharma yang suci. Dengan menampakkan kegaiban yang mempersonakan untuk mengajarkan dan mendidik para siswanya agar di jalan benar dan berhasil meraih kesucian.
3. Menggunakan Ilmu gaib sebagai perwujudan. Sang Tathagata dalam menghadapi dan mengendalikan para makhluk yang kejam, sombong dan meremehkan, sering menggunakan ilmu gaib penjelmaan dari satu tubuh menjadi banyak tubuh. Dari banyak tubuh menjadi satu tubuh. Melintasi gunung dan menerobos tembok dan bebatuan tanpa rintangan. Di atas tubuhnya mengeluarkan api sedangkan di bawah tubuhnya mengeluarkan air atau sebaliknya ke atas tubuhnya mengeluarkan air tetapi di bawah tubuh mengeluarkan api. Mampu memasuki bumi dan menyelam air, atau dapat berpijak di atas air bagaikan berdiri di atas bumi. Semua kegaiban yang ditunjukkan kiranya untuk menggugah dan menyadarkan semua makhluk.
Di dalam Sutra Zhuan Ci Pai Yen Cing, disabdakan: ada satu kisah yaitu pernah satu kali Hyang Buddha menggunakan ilmu gaib untuk mengajarkan orang yang penuh kesombongan. Pada suatu waktu Sang Tathagata berada di hutan Cia Lan Thuo Cu Lin (Hutan pohon Bambu) saat membabarkan Dharma. Di dalam kota kebetulan ada satu orang perempuan yang terkenal sebagi penari. Ia menguasai kepintaran duniawi dan piawai dalam berdebat. Tetapi ia memiliki beberapa keraguan atau ketidak-jelasan akan Dharma. Ada orang memberitahukan dia. Bahwa Hyang Buddha memiliki semua kebijaksanaan sekarang berada di Hutan Bambu lagi mengajarkan Dharma. Kamu dapat pergi menghadapi dan mendapatkan manfaatnya. Penari perempuan setelah mendengar lantas bersama rombongan berangkat, dalam perjalanan sambil menyanyi dan menari sampai tiba di hutan Bambu. Ketika ia melihat Sang Bhagawa tetap saja menunjukan sifat sombongnya dan meremehkan sambil tertawa, tidak menghormati Sang Tathagata. Saat Hyang Buddha melihat penari tersebut mengeluarkan kesombongan khayal, lantas saja dengan kekuatan ilmu gaib menjadikan ia seperti nenek jompo yang berusia 100 tahun, rambutnya beruban, raut wajahnya berkeriput, giginya gemeretuk mau copot, tertatih-tatih dalam berjalan. Saat ini penari melihat kondisinya berubah demikian, hatinya terkejut dan takut. Ia berpikir ini pasti perbuatan Hyang Buddha yang membuat kondisi demikian terhadap dirinya. Seketika itu juga ia berlutut dihadapan Hyang Buddha menyatakan penyesalan dan rasa malunya. Sambil berkata penuh pertobatan. ”Tadi saya dihadapan Sang Buddha begitu sombong merasa dirinya hebat. Menuruti ego pribadi dan hawa nafsu sendiri. Semoga Hyang Buddha mau memaafkan saya. Hyang Buddha sudah mengetahui bahwa penari tersebut hatinya sudah tertaklukkan maka dengan ilmu gaibnya mengembalikan kondisi semula rupa penari tersebut yang muda tanpa perbedaan. Saat kejadian demikian banyak orang menyaksikan, melihat wajah penari tersebut sebentar menjadi tua jompo sebentar lagi menjadi muda penuh kecantikan, disebabkan perubahan ketidak kekalan. Batinnya menjadi cerah, ada yang mencapai tingkatan kesucian Arahat, ada juga orang yang disebabkan kejadian ini mengembangkan hati Annutara Samyaksambodhi.
Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, bab ke-25, disabdakan: saat Bodhisattva Mahasattva melaksanakan Prajna Paramita. menggunakan ilmu gaib paramita untuk keberuntungan semua makhluk. Subhuti, Bila Bodhisattva menjauhi ilmu gaib, ia tidak mampu mengikuti kemauan baik dari semua makhluk. Oleh karena itu, Subhuti, Bodhisattva Mahasattva saat melaksanakan Prajna Paramita seharusnya menggunakan ilmu gaib. Subhuti, misalnya seekor burung tanpa sayap, ia tidak akan mampu terbang tinggi. Bodhisattva tanpa ilmu gaib tidak mampu melaksanakan keinginannya untuk menolong semua makhluk. Oleh sebab itu, Subhuti, Bodhisattva Mahasattva melaksanakan Prajna Paramita seharusnya menggunakan ilmu gaib. Setelah menggunakan banyak ilmu gaib, bagaikan memberikan manfaat kepada semua makhluk sesuai harapannya kiranya dapat terlaksana. Penjelasannya adalah Bodhisattva menggunakan mata gaib memeriksa semua alam yang banyaknya bagaikan butiran pasir sungai Gangga. Melihat dimana alam tersebut yang membutuhkan pertolongan. Dengan ilmu gaib pula dapat menuju kesana. Dapat mengetahui isi hati dan jalan pikiran makhluk sehingga dapat mengajarkan Dharma. Seperti berdana, sila, samadhi, sampai Dharma yang terdalam yaitu: Nirvana. Juga Bodhisattva menggunakan telinga dewa untuk mendengar suara orang dan makhluk bukan orang (makhluk lain). Juga menggunakan telinga dewa untuk mendengarkan pembabaran Dharma oleh sepuluh penjuru para Buddha, agar mampu melaksanakan. Setelah mendengarkan apa yang dibabarkan oleh Hyang Buddha disampaikan kepada semua makhluk. Karena Bodhisattva memiliki kesucian hati sehingga memiliki ilmu mengetahui isi hati makhluk lain, sehingga pembabaran Dharmanya sesuai harapan para makhluk. Juga Bodhisattva memiliki kegaiban bisa mengetahui rentetan kehidupan masa lampaunya dan makhluk lain, juga mampu mengetahui kehidupan dan nama para Buddha berserta siswanya. Bila saja ada makhluk yakin dan gembira mau mengetahui kehidupan masa lampauinya, maka Bodhisattva akan menjelaskan Dharma kehidupan masa lampauinya. Bodhisattva menggunakan kekuatan pikiran gaib dapat mengunjungi surga semua Buddha dan pergi berdana. Setelah melaksanakan ragam kebajikan kembali ketempat asalnya.
Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, bab ke 42, disabdakan: “Bodhisattva Mahasattva ingin melaksanakan Prajna Paramita. Di antara semua ilmu gaib tidak boleh dilekatkan, kenapa demikian? Segala ilmu gaib, semua ilmu gaib wujudnya sunya, sunyanya ilmu gaib tidak dinamakan ilmu gaib, menjauhi kesunyataan adalah tidak berilmu gaib. Ilmu gaib seketika adalah sunya, sunya seketika adalah ilmu gaib. Hyang Buddha, karena adalah sebab dan kondisilah, Bodhisattva Mahasattva ingin melaksanakan Prajna Paramita. Di antara semua ilmu gaib tidak dilekatkan”. Setelah diketahui, Bodhisattva bila saja ingin melaksanakan Prajna Paramita terhadap bermacam-macam ilmu gaib tidak seharusnya mengada-ngada, karena ilmu gaib intinya sunya dan wujud yang tertampak sekarang semua adalah sunya dan ilusi yang tidak realita. Walaupun terlihat sepertinya ada bermacam-macam wujud yang menampakkannya, sesungguhnya tidak ada yang tidak berubah. Oleh karena itu, di antara 6 jenis ilmu gaib, Buddhadharma hanya melihat pentingnya ”kegaiban karena kekotoran batin lenyap tuntas”. Ditambah melatih 5 jenis ilmu kegaiban lainnya sehingga terlahir sesuai harapan, tidak ternoda oleh derita dan bahagia. Bagaikan para Buddha bermanifestasi menjadi orang, mampu melaksanakan semua urusan tetapi tidak ternoda oleh semua hal derita dan bahagia. Bodhisattva Mahasattva saat melaksanakan Prajna Paramita adalah demikian mengembara dan bergembira dalam pergunakan ilmu gaib. Mampu memperindah tanah suci para Buddha dan menyempurnakan semua makhluk.
Mempergunakan ilmu gaib supaya hati para makhluk timbulnya keyakinan
Di dalam Sutra Ah Han Cing, sering kali melihat Hyang Buddha menampakkan ilmu gaib untuk mengajarkan semua makhluk, agar hati segera memunculkan keyakinan. Di dalam kitab Se Chan Po Lo Mi, dikatakan: “Bila ingin menggugah dan merubah semua makhluk, menampakan hal-hal yang mempelsona untuk hati menjadi murni, seharusnya banyak melatih semua ilmu gaib dan kekuatan”.
Hyang Buddha setelah mencapai penerangan sempurna, pertama-tama mempergunakan kekuatan ilmu gaib untuk menaklukkan praktisi pemuja api Maha Kassapa yang memelihara naga racun, sehingga Maha Kassapa yakin dan berlindung kepada Buddhadharma.
Pemuja api Maha Kassapa adalah seorang Brahmana yang dikenal di tempatnya, sang Raja dan menteri-menteri beserta rakyatnya sering mengunjunginya. Ia menjadi pemimpin dan membawa 500 siswanya, menetap di Ni Lien Chan di pinggir kali. Oleh karena ini, saat Sang Tathagata memutuskan mengawali memberikan penjelasan dan mengajarkan Maha Kassapa sehingga berkeyakinan, memiliki pemahaman dan gembira terhadap Buddhadharma. Dengan demikian banyak orang yang mengingkuti dia dan belajar dengan dia. Maha Kassapa memiliki tiga saudara, awalnya pemuja dewa api, dimana mereka memuja dewa api di antaranya ada naga api. Saat itu, Buddha demi mengajarkan Maha Kassapa belagak tidak tahu, dan menetap di penginapan di rumah yang ada naga api tersebut. Saat di malam hari naga api mulutnya mengeluarkan api dan hawa panas mau mencelakakan Hyang Buddha. Buddha seketika itu memasuki ’Samadhi Cahaya Api untuk menaklukkan naga api. Saat itu penginapan tersebut timbul cahaya bagaikan sedang terjadi kebakaran yang dahsyat. Semua orang khawatir naga api dan api besar dapat melukai dan mencelakan Hyang Buddha, benar-benar menegangkan sampai ada siswa yang menangis, kemudian Yu Lou Phing Luo Chia Ye memberitahukan kepada murid dengan berkata: melalui pengamatan saya lihat, belum tentu adalah api besar membakar dan melukai Hyang Buddha, seharusnya Sramana yang menaklukkan naga api, akhirnya Buddha dapat menaklukkan naga api yang di masukkan ke dalam mangkuk pindapatranya. Setelah menjelang pagi ia keluar menjelaskan kepada penganut aliran menyimpang, semuanya memuji, kagum, hormat dan menyatakan berlindung kepada Hyang Buddha.
Ilmu gaib adalah kepandaian Hyang Buddha untuk mengajarkan para siswa
Di antara Buddhadharma kebijaksanaan dan maitri karuna adalah pelatihan untuk pencerahan yang menjadi centralnya hati yang terpenting. Ilmu gaib hanya terlihat sebagai produk selanjutnya. Tentunya bila di amati asalnya kebijaksanaan yang gaib sangatlah dalam, samadhi dan Prajna (kebijaksanaan luhur), maitri karuna juga ilmu gaib semuanya bersatu membentuk keselarasan sebagai kemudahan besar dalam upaya menolong semua makhluk. Tetapi pada dasarnya pelatihan diri ilmu gaib termasuk sebagai sesuatu alat saja. Ilmu gaib walau dinyatakan sebagai produk yang diluar kadang pula menjadi suatu alat mengajar yang istimewa. Menjadikan Hyang Buddha mudah mengajarkan siswa-siswanya. Tentunya di saat membutuhkan saja ilmu gaib yang dipergunakan sebagai bimbingan. Untuk menampakkan ilmu gaib yang tidak terjangkau pikiran agar membuat orang menjadi yakin dan terpesona, membimbing masuk ke dalam kebenaran Dharma. Oleh sebab itu, penggunaan ilmu gaib adalah suatu alat untuk pengajaran, termasuk suatu bentuk kemudahaan di dalam Buddhadharma.
Sekarang saatnya segala jarak sudah tidak terpisah jauh karena pengaruh transportasi dan alat komunikasi canggih, sehingga dunia terasa dekat dan telah menjadi pemukiman global. Tetapi bila kita tengok jaman dulu 2500 tahun lalu di India, jarak satu dengan yang lain terpisah jauh. Kenyataan bagi yang tinggal jauh untuk mendengarkan Buddhadharma adalah sulit sekali. Ilmu gaib selain digunakan untuk mengajar dapat pula digunakan sebagai alat jarak jauh mengajarkan Buddhadharma. Contohnya suatu hari, Shariputra bersama Moggalana tinggal bersama di dalam pondok Chan, Shariputra merasakan Moggalana sepertinya tidak lagi bernafas, bagaikan di rumah itu terasa ia tidak berada. Shariputra mengira bahwa Moggalana sudah memasuki Nirvana secara total, tetapi Moggalana mengatakan bahwa ia tidak memasuki meditasi Nirvana secara total, melainkan mempergunakan mata dewa dan telinga dewa dengan Hyang Buddha bercakap-cakap, memohon ajaran menghadapi masalah dalam melatih diri.
Selama hidup Hyang Buddha dalam mengajar, ilmu gaib adalah sarana kemampuan dan alat kemudahan yang sangat tinggi. Menggunakan kegaiban mengetahui masa lampau dapat mengetahui masa lalu sejarah semua Buddha dan siswanya, atau menggunakan mata dewa mengetahui semua makhluk setelah kematian akan tumimbal lahir dalam bentuk apa kehidupan baru selanjutnya. Ia bebas pulang pergi di Triloka Dhatu (tiga alam) menampakkan berbagai perwujudan, untuk mengajarkan para dewa dan manusia dalam bermacam-macam khotbah Dharma. Karena mempergunakan Ru Yi Thung, pikiran gaib, dan sebagainya. Semua ini adalah kemudahan menolong semua makhluk yang dimiliki oleh Sang Tathagata. Hyang Buddha memiliki 500 siswa yang memiliki ilmu gaib, semuanya ada kisahnya sendiri yang dapat merubah beraneka wujud yang tak terhitung banyaknya. Maksudnya bahwa banyak siswa Hyang Buddha yang memiliki kesempurnaan ilmu gaib sudah menjadi pemandangan umum dan biasa saja.
Pemiliki ilmu gaib ada aturan sila dan vinayanya
Ilmu gaib adalah satu sarana ketrampilan, oleh karena itu musti ada sebab jodoh dan aturan untuk menampakkan perwujudan yang khusus. Oleh sebab itu, memiliki ilmu gaib bukan hanya sebagai suatu kekuatan yang dimiliki, seharusnya lebih memahami sesungguh makna kehidupan dan bertanggung jawab terhadap sebab jodoh segala bentuk. Kalau tidak, penggunaan ilmu gaib tidak kan membawa kehidupan yang bahagia, malah membawa lebih banyak kegalauan dan rintangan. Ilmu gaib ada keterbatasannya seperti apapun perwujudan di alam semesta, di dalam sebab kondisi saling berhadapan keberadaannya. Masing-masing ada rupa dan kesejatian yang membatasi. Oleh sebab itu, berpikir menggunakan ilmu gaib untuk mengumbar nafsu pastinya tidaklah bisa digunakan, malahan akan memukul balik dapat melukai dirinya sendiri. Ini yang tidak diketahui pikiran orang banyak. Oleh karena itu, kita harus mengklarifikasi kejelasan ilmu gaib yang memiliki batasan dan norma yang harus dipatuhi. Kalau tidak, hanya mengikuti kemauan hati yang kacau dan rintangan. Kegaiban akan hilang bila penggunaan ilmu gaib yang bersifat kesalahan kecil, tetapi bila kesalahan besar penggunaan ilmu gaib berakibat terluka parah dan mencelakakan sekali, mencelakan orang sama saja mencelakan dirinya sendiri, mendapatkan efek balik yang sulit lenyap. Oleh sebab itu, ini semua aktivitas dan masalah karena adanya sebab dan kondisi. Penggunaan yang besar maka ada pelaku yang bertanggung jawab besar. Juga ada hukumannya. Hyang Buddha pernah menasehati selalu kepada siswanya, janganlah pergunakan khayal ilmu gaib itu, jangan salah gunakan ilmu gaib. Makanya disini akan diungkapkan sedikit norma aturan, diharapkan siswa yang ingin belajar ilmu gaib atau siswa yang sudah memiliki ilmu gaib untuk bersama-sama menyadarinya.
Jangan menampakkan ilmu gaib untuk mencari nama, keuntungan dan perilaku egois
Bila satu orang berambisi mencari nama dan keuntungan mau belajar ilmu gaib, hatinya penuh dengan keserakahan, bukan hanya tidak bisa melatih diri mencapai kesucian malah ia akan mengalami kemunduran. Demikian juga pelajaran ilmu gaib tidak akan mendapatkan kemajuan. Dalam praktik melatih diri segala pikiran penuh keserakahan, setiap saat bisa mengacaukan jasmani dan rohaninya. Jika melatih ilmu gaib untuk mendapatkan nama dan keuntungan agar di akui kehebatannya. Bila demikian tujuannya maka dasar hatinya tidaklah benar malah akan mendapatkan kesulitan dan kerugian bagi dirinya sendiri. Contoh kisahnya demikian: satu tahun di kota Wang Se Chen mengalami musim kelaparan, sehingga banyak rakyat mengalami kesulitan hidup. Karena demikian banyak Sramana (anggota sangha) saat berpindapatra tidak mendapatkan makanan karena mangkoknya tidak terisi makanan. Pada saat itu para siswa Bhiksu yang memiliki ilmu gaib terbang ke udara ke atas langit dan ke bawah bumi untuk mendapatkan makanan enak dan buah-buahan untuk di danakan kepada kelompok barisan Sangha. Devadatta melihat kejadian ini batin tertegun dan terpesona berniat mempelajari ilmu gaib. Pertama-tama ia memohon kepada Hyang Buddha, tapi Buddha tidak memberikan jawaban, kemudian ia memohon kepada Shariputra, Moggalana dan Ah Ruo Ciau Chen Ru serta kepada sesepuh lainnya. Semuanya tidak mengabulkannya. Terakhir dia mencari Ananda saudara lakinya untuk mengajarkan ilmu gaib. Setelah di ajarkan Devadatta penuh semangat berlatih, tidak lama kemudian mendapatkan kekuatan Dhyana memperoleh ilmu gaib, Di dalam Vinaya Ken Pen Shuo Yi Chie Pu Pi Na Ye, dicatat: Devadatta mampu menggunakan ilmu gaib dari satu tubuh menjadi banyak tubuh, dari banyak tubuh kembali menjadi satu tubuh, ia mampu menembusi batu gunung dan tembok tanpa rintangan, bisa terbang ke angkasa, bisa masuk ke bumi dan masuk ke air. Di angkasa raya ia duduk bersila bagaikan berada di bumi, di atas bumi tangannya bisa menggapai matahari dan bulan.
Karena ada kemampuan ilmu gaib sehingga ia pergunakan untuk membantu pangeran Ah Se Se merebut kedudukan sang raja negara Mo Jie Thuo. Devadatta setelah tiba di depan istana raja menggunakan ilmu gaib menjadi gajah putih memasuki pintu besar dan keluar dari pintu kecil, sekonyong-konyong kembali ke wujud asal. Kembali lagi menjadi kuda atau raja kerbau pergantian wujud melalui pintu besar dan pintu kecil. Setelah melihat pangeran Ah Se Se, ia merubah menjadi anak kecil yang menggayut di dengkulnya, juga menampakkan berbagai penjelmaan untuk bercanda dengan pangeran Ah Se Se. Setelah melihat peristiwa yang menakjubkan ini yang dimiliki oleh Devadatta, mengira bahwa ilmu gaib Devadatta sudah melampui kemahiran Hyang Buddha. Ditambah Devadatta banyak mengajarkan strategi dan muslihat, sehingga Ah Se Se Wang mendukung kemauan Devadatta bersama-sama berencana membunuh Hyang Buddha. Walaupun Devadatta tidak memiliki ilmu gaib yang besar, ditambah terhanyut dan tenggelam dalam permohonan nama dan keuntungan pribadi, memiliki hati liar sehingga menciptakan karma buruk yang sangat besar, akibatnya terjatuh memasuki neraka Avici.
Tidak Boleh menggunakan ilmu gaib sebagai alat untuk membanggakan diri
Saat praktisi melaksanakan samadhi dengan tekun, tenang penuh konsentrasi, sehingga tubuh dan hatinya memiliki energi besar, akibatnya mulai memiliki ilmu gaib. Tetapi bila seseorang praktisi samadhi yang sudah memiliki ilmu gaib tidak memahami pola ajaran jalan tengah, hanya menggunakan pemikiran dan penalaran pribadi pada saat tertentu mengira ia telah mencapai kesucian, sehingga mudah membanggakan diri, tetapi tidak mempunyai wibawa, kesaktian, kharismatik dan kekuatan mental, dan tidak mempunyai moral etika yang baik seperti orang biasa saja. Tapi kemauan dan tuntutan diri hanya mencari ketenaran mengharapkan semua orang bisa menghormati dan menjadikan dirinya sebagai guru hebat, pendiri dan memimpin sekte terbaru yang aturan dan tata upacaranya dibuat sendiri, menepis dan mengesampingkan ajaran Buddha yang sudah ada.
Ada juga yang mempunyai sedikit ilmu gaib membuka praktik pengobatan, dengan menyebut dirinya adalah manifestasi Buddha, Bodhisattva, atau dewa tertentu. Ia mempromosikan dirinya mampu untuk melihat masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Tetapi bila kita perhatikan praktisi yang memiliki ilmu gaib demikian yang penuh kebanggan diri atau kesombongan, pasti karena ia mendapatkan bantuan energi atau bisikan dari makhluk lain, bukan karena mendapatkan ilmu gaib.
Pemilik ilmu gaib tidak boleh gegabah dan sembrono menampakkan segala kegaiban membuat orang lain jadi tambah bodoh, melekat, terikat dan ketergantungan kepadanya. Juga tidak boleh mengharapkan penghormatan dan sumbangan dana dari orang lain.
Di dalam Sutra ada kisah Arahat Ping Thou Lu Pho Lo mengambil mangkuk pindapatra. Saat Buddha masih ada di dunia ini, di kota Wang Se Chen ada seorang Brahmana bernama Su Thi, tiba-tiba menemukan mustika kayu cendana yang berbentuk kepala kerbau. Ia memahat menjadikan mangkuk pindapatra, dan diletakan di atas galah setinggi 8 meter, lantas ia berkata barang siapa dapat mengambil mangkuk pindapatra tersebut tanpa menaiki tangga, maka mangkuk pindapatra ini akan diberikan kepadanya. Saat itu banyak praktisi aliran sempalan berbondong-berbondong mau mencobanya, tapi tidak ada yang bisa mengambil mangkuk pindapatra tersebut. Berita ini sampai ketelinga Arahat Ping Thou Lu Pho Lo, ia juga bermaksud untuk mencoba mengambilnya. Di dalam Sutra Sien Yi Cing bab ke-6, disabdakan: Arahat Ping Thou Lu Pho Lo memiliki kekuatan ilmu gaib yang kuduknya tenang dapat mengeluarkan cahaya seperti matahari, sinarnya menyoroti langit dan bumi, dan terbang tinggi ke angkasa. Tapi ia juga memahami, bahwa siswa Buddha yang utama memiliki ilmu gaib adalah Mogglana. Oleh karena itu, ia memohon dan mengundang Moggalana untuk mempergunakan ilmu gaib untuk mengambil mangkuk pindapatra yang terbuat dari kayu cendana. Tetapi Moggalana menjawab: saya tidak akan menggunakan ilmu gaib gara-gara ingin memiliki mangkuk pindapatra. Hari ke-dua pergi ketempat yang dituju menggunakan ilmu gaib, di dalam Sutra dikatakan: ia tidak meninggalkan tempat duduknya dengan tangan gaibnya ia mendapatkan mangkuk pindapatra. Setelah mendapatkan mangkuk pindapatra, Brahmana Su Thi memuji kehebatan ilmu gaibnya. Tetapi Hyang Buddha menegornya. Buddha merasa karena alasan ini kamu mempergunakan ilmu gaib seperti perempuan nakal karena mau mendapatkan duit membuka bajunya. Hyang Buddha menghukum dan memerintahkan Arahat Ping Thou Lu Pho Lo tidak boleh memasuki Nirvana total dan tidak boleh tinggal di Jambudvipa selatan ini, musti pergi ke Ci Ye Ni Cou Jambudvipa bagian barat untuk membabarkan Buddhadharma. Sejak itu Hyang Buddha mengeluarkan aturan bagaimana mendapatkan dan menggunakan mangkuk pindapatra. Sesungguhnya Arahat Ping Thou Lu Pho Lo sudah terbebas dari tiga akar racun keserakahan, kebencian dan kebodohan, ia bukan karena memiliki batin untuk serakahi mangkuk pindapatra. Tapi karena penggunaan ilmu gaib untuk demikian, menjadikan banyak orang mencibir barisan Sangha. Sehingga terhadap para Bhiksu awam menjadi citra kurang baik. Hyang Buddha mengingatkan; hanya boleh menggunakan ilmu gaib untuk mengajarkan semua makhluk, tidak boleh untuk mendapatkan sesuatu menampakkan ilmu gaib.
Ilmu gaib di dalam Buddhadharma mempunyai ciri kekhususan
Di dalam Sutra Ying Luo Cing disabdakan: ilmu gaib dalam bahasa mandarin disebut ‘Shen Thung’, Shen dinamakan hati dewa, Thung dinamakan karakterisktik kebijaksanaan. Hati dewa adalah hati natural; Karakteristik kebijaksanaan adalah mencapai tanpa rintangan, itulah maksudnya. Di dalam Abhidharma Pi Yin Lun disabdakan: rintangan tiada pengetahuan jika sudah dilenyapkan, akan mengembangkan karakteristik kebijaksanaan. Ilmu gaib dalam agama Buddha bila sudah memiliki enam ilmu gaib, yaitu: kegaiban mata dewa, kegaiban telinga dewa, kegaiban mengetahui hati makhluk lain, kegaiban mengetahui masa lalu, kegaiban perwujudan pikiran, dan kegaiban karena kekotoran batin lenyap. Sebagian orang berkata bahwa lima kegaiban (di luar dari kegaiban karena kekotoran batin lenyap) adalah dari hasil melaksanakan samadhi mencapai tingkatan Jhana pertama sampai ke jhana ke empat, artinya bukan hanya terdapat di dalam agama Buddha saja, di dunia ini sebagian praktisi biasa juga bisa memperolehnya. Hanya nomor ke-enam kegaiban karena kekotoran batin lenyap, adalah ciri kekhususan dari agama Buddha. Hanya tingatan Arahat yang sudah suci bebas dari kekotoran batin, dan di dalam ajaran Mahayana tingkatan Bodhisattva akhir baru memiliki kegaiban karena kekotoran batin sudah lenyap.
Kegaiban Mata Dewa (Thien Yen Thung, bahasa Sansekertanya: Divyam-caksur-jnanam)
Adalah menunjukkan indera mata telah terbuka dan memiliki ciri kekhususan mempunyai kekuatan melihat tembus, yang disebut ’mata dewa bijaksana telah mendapatkan penembusan’ (Tien Yen Ce Cen Thung) karena memiliki kegaiban mata dewa bisa memeriksa kondisi alam karma dhatu dan rupa dhatu. Di dalam Abhidharma Ta Pi Pho Sa Lun, bab ke-141 dikatakan: mata dewa kebijaksanaan tembus kondisi karma dhatu dan rupa dhatu dan tempat berwujud lainnya.
Kegaiban mata dewa mempunyai kemampuan sejauh mana melihat? Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, bab ke-5 dikatakan: pemilik kegaiban mata dewa, dengan matanya mendapatkan rupa dhatu empat besar menciptakan rupa murni, maka disebut mata dewa. Mata dewa dapat melihat dipermukaan tanah, di dalam tanah, enam alam tumimbal lahir semua makhluk dan segala materinya, baik dekat maupun jauh, baik yang tertutup dan berbentuk halus, semuanya tidak ada yang tidak diketahuinya.
Mata dewa bukan hanya dapat memeriksa sekarang punya sepuluh penjuru melainkan untuk masa depan punya sebab dan kondisinya. Mampu melihat tingkatan alam yang berlapis-lapis alam para dewa dan manusia. Juga bisa melihat angkasa luas bukan hanya melihat alam sekitarnya yang mengeliling matahari melainkan tanpa batas melihat jauh diluar lingkaran matahari. Berapa jauh yang bisa dilihat semua berpulang bagaimana melatih diri dan kekuatan dalam samadhinya. Bila memiliki mata dewa pun bisa melihat surga Sukhavati yang jauhnya melewati ribuan koti negeri Buddha. Juga mampu melihat proses kematian dan kelahiran para makhluk dalam proses tumimbal lahir.
Di dalam Sutra Shurangama/ Leng Yen Cing) dikisahkan: bagaimana dan sebab apa Arahat Anali mendapatkan kegaiban mata dewa? Saat saya baru menjadi Sramana, sering senang tidur, Sang Tathagata menegur saya bagaikan kelompok binatang saja. Saya mendengar Buddha menegur demikian, langsung memperbaiki diri, selama tujuh hari bermeditasi tidak tidur sehingga matanya rusak. Hyang Buddha mengajarkan agar senang mempraktikkan Cau Ming Cing Kang San Mei (meditasi vajra memancar dan menerangi). Dengan tekun melatih diri tanpa mata fisik dapat melihat sepuluh penjuru, semuanya terlihat jelas secara natural, seperti melihat buah yang berada di tangan. Hyang Buddha memastikan bahwa saya telah mencapai kesucian Arahat.
Mata ada 5 jenis pembagian di dalam ajaran Buddha, penjelasan, yaitu:
1. Mata fisik, adalah mata manusia biasa dapat melihat dan membedakan rupa dan kondisi.
2. Mata dewa adalah mata para dewa atau orang yang sudah memiliki kegaiban mata dewa dapat melihat jauh, luas, tersembunyi, halus semua rupa, dan masalah dengan jelas sekali.
3. Mata kebijaksanaan dapat menembusi pengetahuan akan hukum kesunyataan dengan kebijaksanaan
4. Mata Dharma adalah dapat mengetahui inti sari yang dalam akan perbedaan segala Dharma.
5. Mata Buddha adalah mata kesempurnaan memiliki kekuatan untuk mengetahui segala Dharma dan kebenaran absolutnya.
Kegaiban Telinga Dewa (Thien Ol Thung, bahasa Sansekertanya: Divyam-strota-jhanam)
Adalah mampu mendengar sepuluh penjuru alam punya suara dan berita. Adalah menunjukkan indera telinga telah terbuka dan memiliki ciri kekhususan mempunyai kekuatan mendengar tembus,disebut Thien Ol Ce Cen Thung (penembusan telinga dewa yang bijaksana) Di dalam Abhidharma Ci Yi Men Cu Lun, bab ke-15 dikatakan: dengan kegaiban telinga dewa dapat mendengarkan bermacam-macam suara-suara, baik suara orang, suara bukan orang (semua suara), suara jauh, dan suara dekat, ini dinamakan penembusan telinga dewa yang bijaksana.
Saat Hyang Buddha masih ada di dunia ini, ada seorang Bhiksu bernama Fu Na Chi, rajin dan tidak malas melatih diri, akhirnya memperoleh pencerahan mememiliki kegaiban tiada kekotoran batin lagi. Saat Ia mempergunakan telinga dewa terdengar suara kakaknya meminta pertolongan dari tempat yang jauh. Tercatat bahwa Bhiksu Fu Na Chi bersaudara dengan kakak tertua yang bernama Sien Na sebelumnya pernah tinggal bersama, kemudian Sien Na mau mengembara ke laut bersama temannya untuk mencari permata di lautan. Tetapi karena di lautan ombak begitu besar membahayakan keselamatan, maka sebelum Fu Na Chi pergi, Fu Na Chi berpesan kepada kakaknya jangan pergi melaut, lantas memberikan uang dan permata untuk mencukupi biaya kebutuhan hidup kakaknya. Setelah Fu Na Chi pergi, Sien Na memang tidak pergi melaut mendengarkan nasehat adiknya, tetapi setelah melewati beberapa hari temannya terus mengajak sehingga ia ikut bersama dengan serombongan para pedagang pergi melaut. Pemimpin telah memberikan instruksi semua harus mengikuti aturan jangan serakah dan merusak keindahan dasar laut, supaya raja naga tidak murka. Memang semua orang melakukan apa yang diperintahkan, hanya Sien Na mengambil banyak permata termasuk kayu cendana berbentuk seperti kepala kerbau. Perbuatan ini membuat raja naga sangat marah dan gusar, ia mau menghentikan dan membalikkan kapalnya supaya mereka tidak pergi dari tempat itu. Para pedagang semuanya ketakutan, mereka berpikir pasti akan mati disini. Sien Na saat itu teringat adiknya Fu Na Chi, dengan sepenuh hati berdoa dan memohon, Fu Na Chi, kakak dalam bahaya dan kesulitan besar, cepatlah memberikan pertolongan. Saat itu Fu Na Chi berada jauh di kota Se Wei, lagi duduk bermeditasi, saat menggunakan kegaiban telinga dewa terdengar suara permintaan tolong kakaknya. Setelah mengetahui kejadian sebenarnya, Ia mempergunakan kegaiban menjadi seekor garuda besar pemakan kelompok naga. Sesaat kemudian terbang sampai di atas kapal Sien Na. Raja naga setelah melihat kehadiran burung garuda besar langsung ketakutan dan lari masuk ke dalam lautan, maka selamatlah semua penumpang kapal tersebut. Di dalam Sutra tercatat pernah Moggalana menggunakan kegaiban telinga dewa menguji coba suara Buddha sampai sejauh mana bisa didengar. Suatu hari, Hyang Buddha di kota Wang Se Chen, di Caitya Hutan Bambu sedang membabarkan Buddhadharma. Moggalana sedang duduk bermeditasi sehingga tidak berhadapan untuk mendengarkan pembabaranNya. Tapi suara Buddha terdengar jelas ditelinganya seperti suara halilintar mendengung di telinganya. Ia terkesima, saat berada di tempat jauh masih bisa mendengarkan suara Buddha. Untuk menguji Buddha punya suara Dharma sampai seberapa jauh, Ia menggunakan kegaiban pikiran melewati sepuluh milyar negeri Buddha sampailah di satu negeri Buddha yang dihuni oleh Tathagata Se Ce Cai Wang. Saat itu Tathagata sedang mengkotbhakan Dharma. Moggalana hatinya senang terus pelan-pelan menyelinap mencari tempat duduk, setelah itu mendengarkan ceramah Dharma oleh Tathagata Se Ce Cai Wang. Tetapi anehnya bukan hanya suara Tathagata Se Ce Cai Wang terdengar jelas melainkan suara Sakyamuni di dunai Saha pun masih terdengar jelas. Karena penghuni negeri Buddha makhluk-makhluknya bertubuh sangat besar, sesampai disana banyak orang mengira kehadiran Moggalana bagaikan seperti satu serangga besar. Tathagata Se Ce Cai Wang memberitahu bahwa ia bukan serangga, melainkan dunia Saha Sakyamuni Buddha punya siswa utamanya. Kalian jangan meremehkan Arahat ini, Ia memiliki ilmu gaib yang tinggi dan sangat berwibawa, dapat melaksanakan keleluasaan mengembara di sepuluh penjuru negeri Buddha. Tathagata Se Ce Cai Wang berkata kepada Moggalana. Yang Mulia, kamu berasal dari negeri Buddha lain tempat yang jauh sampai kesini, silakan menunjukkan ilmu gaib dihadapan siswa Bodhisattva, kalau tidak semua orang akan meragukan dan tidak percaya. Moggalana dengan mengandalkan kekuatan Buddha memperagakan ilmu gaib penjelmaan. Setelah para Bodhisattva melihatnya timbullah hati yang respek. Di dalam Sutra Lotus bab ke-6. Pelafal Sutra Lotus dapat memperoleh 2000 jasa pahala pendengaran, dapat mendengarkan semua suara di sepuluh penjuru dunia.
Kegaiban Memahami Hati (Tha Sing Thung, bahasa Sansekertanya: Paracitta-jhananam)
Adalah dapat menembusi dan memiliki kekuatan untuk mengetahui kehidupan dan isi hati makhluk lain. Yang disebut. Kebijaksanaan gaib mengetahui isi hati (Tha Sing Ce Cen Thung). Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun dikatakan: apa yang disebut kegaiban mengetahui isi hati makhluk lain? Artinya mengetahui hatinya apakah kotor, apakah tidak kotor, dapat melihat hati sendiri, saat timbul, melekat, berubah dan lenyap. Apa yang dipikirkan ia dapatkan. Selanjutnya ia melihat wujud kesenangan, kebencian, ketakutan, kegentaran, melihat wujud baru mengetahui isi hati, ini adalah baru awal memasuki babak tahapan pertama mengetahu isi hati makhluk lain.
Pada jaman dulu, di Vihara Chie Li Se, ada seorang Bhikkhu Mahathera yang mencapai tingkatan kesucian Arahat. Suatu hari Bhikkhu tersebut masuk ke dalam kota, memerintahkan dayaka pengikutnya sramanera untuk membawa jubah dan mangkuk pindapatranya untuk berjalan di belakang. Sambil jalan sramanera tersebut sambil berpikir, manusia di dunia ini tidak dimana-mana mendapatkan penderitaan. Seharusnya bagaimana dapat melepaskan penderitaan ini? Betul, Hyang Buddha sering memuji jalan Bodhisattva adalah paling mulia, saya seharusnya mengembangkan hati Bodhisattva. Mahathera tersebut mengetahui isi hati sramanera saat mengembangkan pemikiran demikian, maka Mahathera lantas berkata kepada sramanera: jubah dan mangkuk pindapatra berikan kepada saya dan kamu berjalan di hadapan saya. Sramanera menjadi tertegun, tapi tetap ia lakukan berjalan di depan. Sekarang gantian Mahathera membawa jubah dan mangkuk pindapatra dan berjalan di belakang. Berjalan tidak jauh sramanera muncul pemikiran lain. Jalan Bodhisattva sungguh terlalu sulit, semua makhluk meminta saya mengorek mata saya harus berdana mata, meminta kepala harus memberikan kepala, terlalu sulit, saya kira saya tidak bisa melakukannya. Lebih baik memulai mencapai buah kesucian Arahat dulu, secepatnya menjauhi penderitaan. Mahathera kembali mengetahui pikiran sramanera tersebut, memanggil ia untuk membawa jubah dan mangkuknya dan berjalan dibelakang. Demikian terjadi sampai tiga kali putar posisi. Sramanera melihat kejadian ini tidak punya kesabaran langsung bertanya kepada Mahathera kenapa bisa begini? Dijawab oleh Mahathera ini disebabkan kamu sudah tiga kali mengembangkan tekad dan hati Bodhisattva, makanya saya menyuruh kamu berjalan di depan, tetapi sayang kamu kembali mundur hatinya sebanyak 3 kali, makanya saya menyuruh kamu membawa jubah dan mangkok pindapatra untuk berjalan di belakang. Karena mengembangkan hati Bodhisattva punya jasa pahala lebih tinggi dari tiga ribu dan maha Chilicosmos yang telah mencapai Arahat punya jasa pahala. Inilah kisah Arahat yang mengetahui isi hati terhadap sramanera.
Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, bab ke 28, dikatakan: umat awam tidak mengetahui hati dan isi pemikiran Sravaka. Sravaka tidak mengetahui hati dan isi pemikiran Pratyeka Buddha, Pratyeka Buddha tidak mengetahui hati dan isi pemikiran Hyang Buddha. Oleh karena itu, bila mau mengetahui semua mkhluk punya hati dan arah kemauan hati, seharusnya belajar Maha Prajna Paramita.
Di dalam Chan terhadap kegaiban mengetahui isi hati ada ‘Kung An’, yang menjelaskan kegaiban mata ada batasannya. Pada disnasti Thang, agama Buddha sangat maju berkembang, begitu banyak sangha dari luar negeri mengunjungi guru punya kota, di antaranya banyak orang aneh. Ada satu orang dari India bernama Ta El San Cang, ia mengaku memiliki kegaiban mengetahui isi hati, makanya Kaisar memintanya untuk mengunjungi Vihara Kuang Cai Se, memohon Guru Kaisar Hui Cung (Hui Cung Kwo Se) untuk menguji apakah palsu atau benar. Hui Cung Guru Kaisar berkata: terdengar kamu telah memiliki kegaiban isi hati? Ta El San Cang, saya tidak berani. Hui Cung Kwo Se berkata: Coba sekarang saya berada dimana? Kamu adalah seorang Guru Kaisar kenapa pergi sampai ke jembatan Thien Cuin untuk melihat monyet menari? Ta El San Cang menjawab. Kembali Cung Hui Kwo Se bertanya: Bhiksu tua sekarang ada dimana?, kamu adalah seorang Guru Kaisar kenapa kamu lari ke kota Si Chuan melihat perlobaan perahu menyeberang. Guru kaisar berkata lagi sekarang Bhiksu tua ada dimana? Ta El san Cang terdiam lama tidak tahu Guru Kaisar kemana perginya. Guru Kaisar berteriak ini adalah siluman rubah dimanakah pemilikan ilmu kegaiban hatinya? Asalnya bila hati ada pemikiran ia bisa mempergunakan ilmu kegaiban untuk melacak jejaknya, tetapi saat hatinya sunya, ilmu kegaiban hatinya tidak berdaya. Inilah sebagian orang belum sempurna memiliki kebijaksaan karakteristik kesunyataan. Sehingga ilmu kegaiban memahami hati ada keterbatasannya.
Kegaiban mengetahui masa lalu (su ming thung, bahasa sansekerta purvanivasanusmriti-jnanam)
Adalah kegaiban pikiran yang dapat menembusi masa lalu. Di dalam Abhidharma Ci Yi Men Cu Lun, bab 15 dikatakan: Dapat mengetahui masalah kehidupan yang tak terhingga, dari satu kehidupan sampai kehidupan yang tidak terbatas. Maka di namakan kegaiban mengetahui masa lalu. Termasuk nama, usia kehidupan, bahagia dan derita sampai masalah kelahiran dan kematian, tetapi kegaiban mengetahui masa lalu hanya dapat mengetahui kejadian dan peristiwa yang sudah terjadi saja, tidak dapat mengetahui peristiwa atau kejadian yang belum pernah terjadi. Di dalam banyak sutra, kita sering melihat Hyang Buddha dengan kegaiban mengetahui masa lalu saat mengajarkan Dharma yang sesuai dengan kondisi masa lalu dan kemampuan siswa tersebut.
Di dalam siswa Sravaka, hanya Shariputra yang memiliki gelar kebijaksaan nomor satu. Setiap hari Shariputra menggunakan kegaiban mata dewa memantau dan memeriksa dunia, melihat-lihat adakah yang bisa diselamatkan, bila ada maka ia akan hadir menolongnya. Satu hari, ia melihat sekelompok pedagang yang membawa satu ekor anjing, mau berangkat ke luar negeri untuk berdagang. Saat makan tiba, mereka berhenti untuk beristirahat, menyiapkan makanan untuk dimakan bersama. Anjing itu karena mengalami kelaparan sehingga gemetaran dan gugup, saat para pedagang tidak memperhatikan, anjing tersebut mencuri sekerat daging, tapi tidak terduga perbuatan ini diketahui oleh mereka, sehingga beberapa pedagang dengan sangat marah memukul dan menendang, sampai kakinya putus, sekonyong-konyong anjing tersebut dilempar dan dibuang ke padang luar. Para pedagang setelah makan selesai lantas semua pergi. Shariputra melihat kejadian ini hatinya tidak tahan, langsung pergi ke kota mengemis makanan dan segera terbang cepat sampai di depan anjing tersebut, anjingnya dikasih makan, setelah kenyang di ajarkan Dharma gaib untuk pembebasan. Anjing tersebut merasa berterima kasih dan matanya selalu melihat Shariputra, tetapi karena anjing tersebut mengalami luka parah, tidak lama kemudian mati dan tumimbal lahir. Karena memiliki jasa pahala mendengar Dharma, sehingga setelah kematian anjing tersebut terlahir di kota di rumah menjadi anak seorang Brahmana. Shariputra tiba di tempat Brahmana untuk menengoknya. Saat anak tersebut dilahirkan, Brahmana tersebut berjanji bila nanti anak ini sudah berusia 7 tahun, ia relakan anaknya mengikuti Shariputra menjadi sramana. Setelah tujuh tahun berlalu Shariputra datang kembali. Anak kecil yang berusia tujuh tahun selalu melihat Shariputra dengan mata penuh cinta kasih. Dulupun anak tersebut pernah merasakan dan mendapatkan cinta kasih dan kehangatan. Sekarang ia menginguti Shariputra menjadi sramanera dengan nama Jin Thi. Atas bimbingan Shariputra, sramanera tersebut rajin membina diri, tidak lama kemudian mencapai buah kesucian dan memiliki kegaiban.
Pada saat Sramanera Jin Thi memiliki kegaiban dapat mengetahui kehidupan masa lalunya dan kemudian melihat sebab dan kondisi apa sekarang bisa menemukan guru yang begitu baik dan dapat mencapai buah kesucian? Saat ia memasuki samadhi dengan kegaiban untuk mengetahui kehidupan masa lalunya, ia melihat dulunya ia hanyalah seekor anjing kelaparan, kena dipukuli dan disiksa, untung ada Shariputra menolong dan menyelamatkan dengan membabarkan Dharma gaib. Nyatanya sekarang telah berhasil. Sramanera Jin Thi merasa terharu dan menangis, berikrar selamanya jadi Sramanera tidak mau mengambil Sila kebhiksuan yang penuh. Bersedia menjadi dayaka, selamanya mengikuti dan melayani guru yang berbudi. Saat itu Ananda melihat melihat anak kecil itu yang memiliki keganjilan hidupnya dulu, sekarang dengan waktu yang begitu singkat mencapai buah kesucian, merasa sangat heran, lantas pergi memohon kepada Hyang Buddha, sebab akibat apa Jin Thi menjadi seekor anjing?
Sang Tathagata dengan kegaiban mengetahui masa lalu memeriksa, diketahui dulunya di jaman Buddha Kassapa yang memiliki begitu banyak siswa bhiksu kumpul bersama-sama melatih diri. Di antara mereka terdapat bhiksu muda yang memiliki suara merdu dan indah. Terhadap satu bhiksu tua yang lain yang bersuara bernada tumpul jelek sangat merendahkannya. Satu hari ia tidak bisa menahan diri menertawai dan mengejeknya. Mahathera, suara kamu persis sekali dengan suara gonggongan seekor anjing. Tidak tahunya Bhiksu Mahathera ini telah mencapai tingkatan kesucian Arahat. Kelakuan bodoh bhiksu muda menciptakan karma buruk ini terlahir menjadi anjing sebanyak 500 kelahiran, tetapi disebabkan ia menjadi sramana yang melaksanakan sila dengan murni, sekarang ia dapat melihat Buddha, memperoleh pencerahan, kesucian dan pembebasan.
Di samping itu, kegaiban mengetahui kehidupan lampau berapa lama yang bisa diketahui? Ini semua tergantung dan berhubungan dengan kekuatan kegaiban yang dimiliki. Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, dikatakan: Kegaiban yang menyadari kehidupan lampau, dapat mengetahui kejadian yang bermilyar, seperti: hari, bulan, tahun kelahiran, sampai di dalam rahim, juga masa lalunya, satu kehidupan, sepuluh kehidupan, ratusan kehidupan, sepuluh juta kehidupan yang dapat dicapai bahkan sampai puluhan ribu kalpa besar. Kemampuan Maha Arahat dan Pratyeka Buddha dapat mengetahui sampai delapan puluh ribu kalpa besar. Sedangkan semua Maha Bodhisattva dan Hyang Buddha mengetahui sampai kalpa yang tidak terbatas. Ini dinamakan kegaiban yang menyadari kehidupan lampau.
Saat Hyang Buddha menetap di Caitya Ci Yen Cing Se, satu saat dipagi hari, YA Shariputra mengikuti Hyang Buddha mengembara. Dalam perjalanan sekonyong-konyong ada satu burung elang yang mengejar seekor burung dara. Burung dara tersebut terbang ketakutan dan menghampiri di dekat tubuh Buddha. Bayangan Hyang Buddha menutupi tubuh burung dara tersebut, seketika itu juga tubuh dan hati burung dara menjadi tenang kelihatan sedikitpun tidak ketakutan dan mencuap-cuap. Tetapi saat tubuh Hyang Buddha berlalu dan tubuh Shariputra menutupi burung dara tersebut, anehnya burung dara itu terlihat gemetaran, ketakutan dan bercuap-cuap. Melihat kejadian ini Shariputra bertanya kepada Hyang Buddha. Buddha dan tubuh saya sudah tidak ada lagi keserakahan, kebencian dan kebodohan yang disebut tiga racun, kenapa bayangan Buddha menutup burung dara, burung tersebut menjadi tenang, tidak bersuara dan tidak takut? Tetapi kenapa bayangan tubuh saya yang menutupi burung dara tersebut, suaranya berisik dan ketakutan? Hyang Buddha menjawab, ini disebabkan kamu walaupun sudah tidak ada lagi tiga racun, tetapi karena sifat adat belum tuntas habis. Oleh karena itu, bayangan tubuh kamu menutupi burung tersebut, ketakutan burung dara tidak bisa lenyap. Shariputra, coba kamu periksa sudah berapa lama sebab akibat kelahiran burung itu menjadi burung dara? Shariputra langsung memasuki Samadhi kegaiban untuk megetahui kehidupan lampau, memeriksa dan mengetahui dari satu kehidupan sampai waktu yang lama tetap terlahir jadi burung dara untuk melihat yang lebih jauh kebelakangnya lagi ia tidak bisa melihatnya lagi. Makanya Shariputra keluar dari samadhi dan berkata kepada Hyang Buddha: ini burung dara sejak lama sekali terus menjadi burung dara. Hyang Buddha berkata kepadanya: jika kamu tidak dapat mengetahui secara tuntas kehidupan masa lalunya, cobalah kamu melihat masa depannya sampai kapan ia bisa terbebas dari tubuh burung dara? Shariputra seketika itu memasuki samadhi Yen Ce, memeriksa kehidupan burung dara ini, di mulai dari satu, dua, tiga sampai lama jauh ke depan masih tidak bisa melepaskan kelahiran tubuh burung dara, dilihat ke depan lagi ia sudah tidak bisa mengetahuinya lagi. Shariputra bangun dari samadhi berkata kepada Hyang Buddha: saya sudah memeriksa burung dara ini di mulai dari satu, dua kehidupan yang akan datang dan sampai waktu yang sangat lama, burung ini belum bisa terbebas dari kelahiran burung dara, untuk mengetahui ke depannya lagi saya sudah tidak tahu lagi. Tidak tahu masa lalunya sebab apa ia terlahir sebagai burung dara, juga tidak tahu saat kapan ia bisa terbebas dari kelahiran burung dara? Hyang Buddha berkata kepada Shariputra, burung dara ini setelah kamu periksa kehidupannya sekian lama waktu terus masih panjang prosesnya menjadi burung dara, sampai karma buruknya habis dan murni baru ia dapat terbebas. Ia masih harus berputar di lima alam tersebut, akhirnya ia berkesempatan terlahir sebagi manusia. Selama 500 kelahirannya, baru memiliki pikiran cemerlang. Saat itu, ada seorang Buddha yang menyelamatkan para makhluk yang tidak terbatas, setelahnya memasuki nirvana tanpa bersisa. Hanya meninggalkan ajarannya. Kala itu orang tersebut menjadi upasaka mengikuti para bhiksu mendengarkan Dharma dan memuliakan jasa pahala Buddha. Tekad hati awalnya adalah ingin menjadi Buddha, selama tiga maha assemkya kalpa melaksanakan Sad Paramita, sampai tingkatan Dasa Bhumi menjadi Buddha dan menolong para makhluk yang tidak terbatas dan memasuki nirvana tanpa bersisa.
Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, dikatakan: Makhluk suci para Sravaka walaupun memiliki kegaiban mengetahui masa lampau tetapi dibanding dengan kemampuan Hyang Buddha, seperti seorang anak kecil dengan orang dewasa, tidak dapat dibandingkan.
Kegaiban sesuai pikiran kehendak (ru yi thung, bahasa sansekertanya riddhi-visaga-jnanam)
Adalah dapat mengikuti kehendak pikirannya yang leluasa bisa terbang, leluasa merubah kondisi, leluasa merubah wujud penampilan dan sebagainya. Kegaiban pikiran yang dapat membentuk dan merubah segala sesuatunya dengan leluasa berdasarkan kehendak pikiran.
Di dalam Abhidharma Ta Pi Po Sha Lun, bab 141 dikatakan: kegaiban ini muncul apa yang dikendaki akan sesuai dengan harapannya, maka dikatakan gaib. Dapat mengundang dan mempergunkan kegaiban ini disebut kekuatan atau kemahiran.
Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, bab ke-5 di sabdakan: kegaiban sesuai pikiran kehendak dapat memanifestasi, antara lain:
1. Dapat mewujudkan: ada 4 jenis; a. Tubuh bisa terbang seperti burung terbang ke udara tanpa rintangan; b. Dapat memindahkan tempat yang jauh di angkasa raya berubah menjadi dekat, sehingga tidak perlu menuju kesana sudah sampai; c. Masuk dari sini berpindah tempat keluar dari sana; d. Satu pikiran memiliki kemampuan gaib.
2. Dapat memanifestasikan: dapat merubah besar menjadi kecil, kecil menjadi besar; satu berubah banyak, banyak berubah jadi satu. Terhadap macam-macam materi dapat leluasa merubahnya.
3. Shen Ru Yi (kegaiban kesucian pikiran): dapat memeriksa rupa, suara, wangian, citarasa, sentuhan dan dharma tidak patut disukai, materi yang kotor dijadikan murni, melihat yang menyenangkan dan materi murni tidaklah murni. Kemampuan kegaiban kesucian pikiran (Ru Yi Thung) hanya Buddha yang memiliki.
Di dalam Abhidharma Ta Phi Po Sha Lun, dikatakan bahwa Ru Yi Thung dapat dibagi 5 jenis, yaitu:
a. Kegembiraan duniawi seketika dari satu bagian menjadi banyak, dari banyak menjadi satu.
b. Kegembiraan makhluk suci atau mulia. Terhadap masalah kesenangan duniawi ia tidak melekat menjadi kesukaan; terhadap bukan masalah kesenangan duniawi ia tidak melekat menjadi kepedihan. Sesuai harapan atau tidak sesuai harapan semuanya dirasakan sebuah ketenangan dan keduanya dapat dilepaskan, hanya memunculkan konsentrasi benar dan pengetahuan benar.
c. Gerak-gerik tubuhnya gaib. Tubuhnya ringan bagaikan burung terbang, seperti para dewa lagi terbang di gambarkan di tembok.
d. Kemampuan gaib, memiliki kegaiban tidak ada yang terasa jauh. Memiliki kegaiban ini ia bisa menetap disini, tangannya bisa memegang matahari dan bulan, hanya menunjukkan jarinya saja ia bisa tiba langit yang dikehendaki.
e. Kegaiban kekuatan pikiran, kesadaran matanya dapat tembus di atas rupa dhatu, atau sampai ke atas langit atau menghampiri sampai tempat yang tidak terbatas.
Devadatta untuk memenuhi ambisi pribadinya mendukung Pangeran Ah Se Se Wang untuk membunuh ayahnya raja Ping Po Sha Lo Wang dalam merebut kedudukan raja. Ayahnya dimasukkan ke penjara dikurung tanpa makanan biar mati kelaparan. Saat raja Ping Po Sha Lo Wang dipenjarakan oleh anak durhakanya, Moggalana dan Fu Lo Na pernah menggunakan Ru Yi Thung pergi ke penjara untuk membabarkan Dharma.
Hyang Buddha saat mengajarkan para makhluk, sering menggunakan Ru Yi Thung untuk membuat para umatnya timbul keyakinan.
Di dalam sutra dikisahkan ada seorang Brahmanna Man Sien, ia menghormati dan mengundang Tathagata dan para rombongan Bhiksu Sangha untuk berkunjung ke rumahnya untuk menerima persembahan. Hyang Buddha menginstruksikan siswanya untuk menggunakan ilmu gaib untuk menerima undangannya. Saat itu para Bhiksu menerima anjuran Buddha terbang ke angkasa raya dan pergi, sampailah di negara seberang. Buddha dengan kekuatan gaibnya menutupi seribu siswanya, hanya Buddha sendiri yang kelihatan dan memegang mangkuk pindapatra, datang ke rumah Man Sien. Saat Man Sien mengetahui kedatangan Hyang Buddha, ia menyuruh 500 muridnya menyediakan ratusan makanan dan minuman untuk menyambut kedatangan Tathagata. Ia melihat Yang Dijunjungi memiliki 32 rupa agung dan 80 tanda-tanda kemuliaan, tubuhnya terang menyilaukan bagaikan 1000 matahari. Jalannya tenang dan anggun, memiliki kewibawaan besar. Ia mendekati Hyang Buddha dan bernamaskara sambil berkata: Selamat datang Hyang Bhagava, dengan penuh kasih dan kepedulian mau mengunjungi ke rumah ini untuk menerima persembahan makanan. Brahmana baru memperhatikan hanya Buddha seorang diri yang menerima dana, Bhiksu lainnya tidak hadir. Hyang Buddha berkata kepada Man Sien, tidak apa-apa, kamu dapat mau berdanakan makanan semua makanan untuk di masukkan ke dalam mangkok pindapatra. Selanjutnya Man Sien bersama dengan 500 siswanya memasukan makanan, setiap orang memasukkan makanan tersebut, tetapi aneh makanan begitu banyak yang dimasukkan tetapi tidak bisa memenuhi mangkok pindapatra. Brahmana tersebut terus memujinya dan berseru menakjubkan Buddha mempunyai kekuatan gaib. Brahmana hatinya sudah tertaklukkan dan semua rombongan Bhiksu yang tidak tertampak sekarang semuanya menampakkan diri mengelilingi Hyang Buddha dan semua mangkok makanan ditangan mereka semua sudah penuh. Melihat kejadian ini Man Sien berseru belum pernah ada kejadian begini. Ia kembali bernamaskara dan berikrar semoga jasa kebajikan berdana makanan ini untuk saat yang akan datang buat para makhluk yang memiliki kegelapan mata bersedia menjadi matanya. Tiada perlindungan akan bersedia menjadi pelindungnya, tiada pertolongan bersedia menolong, belum terbebas bersedia membebaskan. Belum tenang akan menenangkan, belum mencapai nirvana akan memasuki nirvana. Hyang Buddha meramalkan melewati 3 maha asemkya kalpa melaksanakan Praktik Bodhisattva, melatih hati penuh welas asih, menyempurnakan Sad Paramita akan menjadi Buddha dengan nama Man Sien, dan menolong para makhluk tidak terbatas.
Di dalam Abhidharma Yi Chia Se Ti Lun, bab 37 dijelaskan Hyang Buddha dan Bodhisattva memiliki kegaiban pikiran yang dibagi 2 besar yaitu kegaiban merubah dan kegaiban menjelma.
Kegaiban bergetar, terbakar nyala, mengalir, menampakkan, merubah, terbang, memutarkan, membentangkan, semua wujud masuk ke dalam tubuh, mengajak lain pergi ke suatu tempat, tertampak, tertutup, semua dilakukan dengan leluasa, membuat orang jadi gaib, dapat memberikan orang kemahiran, dapat membuat pikiran menjadi luas, dapat memberikan ketenangan, dapat memancarkan cahaya.
Di dalam Sutra Ksitigarbha Bodhisattva (Ti Cang Cing), saat Hyang Buddha mengunjungi Surga Trayamtisa untuk menengok Ibunda Dewi Maya dengan membabarkan Dharma. Saat itu sepuluh penjuru tidak terbatas manifestasi Ksitigarbha Bodhisattva hadir. Berapa jumlahnya? Sampai semua Bodhisattva tidak dapat berpikir dan mengetahui berapa jumlahnya, hanya Sang Tathagata yang mengetahui. Akhirnya manifestasi tubuh Khistigarbha Bodhisattva menjelma menjadi satu. Ini adalah salah satu kegaiban merubah dari Ru Yi Thung.
Di dalam Abhidharma Ta Pi Pho Sha Lun, bab 177 dikatakan: tercatat dulu ada Buddha Thi Sha, di antara relung glasir berwarna yang benderang, duduk bersila memasuki samadhi alam api, selama 7 hari 7 malam menerima kebahagian dan kegembiraan yang menakjubkan, pesona cahaya wibawa memancar. Juga sejak dulu banyak Maha Arahat yang memiliki Ru Yi Thung atau praktisi yang berhasil, saat mau memasuki nirvana, banyak yang mengeluarkan kegaiban 18 perubahan. Akhirnya memasuki samadhi alam api, untuk membakar tubuhnya menjadi relik dan memasuki nirvana.
Di dalam sutra ditulis: Maha Kassapa dan Shariputra menggunakan kegaiban Shen Cu Thung merubah fenomena: YA Maha Kassapa di angkasa raya menjelma menjadi Mandala Triratna dengan dekorasi tujuh lapisan permata, tubuhnya bergerak dan bercahaya, menyinari dengan terang ke 4 penjuru. Shariputra mengendarai 1000 singa, badannya rebahan di atas ratna, 4 kepala singa menonjol keluar, mulutnya keluar hujan 7 permata, suaranya bagaikan halilintar, menggetarkan langit dan bumi. Di atasnya terbentang ranjang ratna besar sangat agung. Shariputra duduk di atasnya, tubuhnya mengeluarkan cahaya memancar 4 penjuru, terbang ke angkasa pelan-pelan lenyap. Ini adalah bermacam-macm penampakkan kegaiban, semuanya karena kegaiban penjelmaan Ru Yi Thung.
Kegaiban lenyapnya kekotoran batin (lou cing thung, bahasa sansekerta: asravaksaya-jnanam)
Menunjukkan bahwa kekotoran batin dapat mengakibatkan kegalauan. Kekotoran batin ini membuat semua makhluk memasuki arus kelahiran dan kematian yang berulang-ulang di dalam proses tumimbal lahir yang sulit berakhir. Makna melenyapnya kekotoran batin apabila kegalauan sudah murni tuntas, apabila di dalam hati punya kekotoran semuanya sudah dilenyapkan. Ini dalam tataran Buddhadharma dikatakan batinnya sudah terbebas dari segala kondisi. Bila sudah mencapai tahapan pembebasan ini tidak lagi terjatuh memasuki arus kelahiran dan kematian dalam proses tumimbal lahir. Inilah ilmu gaib yang paling utama di dalam Buddhadharma.
Bila di dalam hati punya keserakahan, kebencian, kebodohan dan segala racun sudah dilenyapkan tuntas, bagaikan sebuah pohon akarnya sudah tercabut. Walaupun sudah tercabut akarnya tapi tidak mungkin pohon tersebut langsung mati, kiranya perlu proses dan waktu tertentu pohon itu akan kering dan mati. Begitupula kegaiban lenyapnya kekotoran batin yang dimiliki para suciwan, walaupun sifat dan adat belum tuntas dilenyapkan, tapi karena akar dari tumimbal lahir yang disebabkan kegalauan sudah tercabut. Di antara praktisi umat awam, karena rutin melaksanakan meditasi secara baik dan benar, mungkin diantara mereka sudah ada yang sudah memiliki 5 jenis ilmu gaib, akan tetapi kegaiban ini masih dalam katagori ilmu gaib umat awam, hanya kegaiban lenyapnya kekotoran batin disebut kegaiban makhluk suci. Di dalam Buddhdharma dikenal tiga penerangan, salah satu penerangan adalah disebut lenyapnya kegalauan mencapai kebijaksanaan penerangan. (Lou Cing Ce Cen Ming).
Di dalam sutra sering kita dapat dilihat perjalanan para suciwan yang memperoleh pencerahan, lenyapnya kekotoran batin sampai tingkatan pembebasan mutlak. Misalnya, Bhiksu Ananda seorang dayaka terkenal pendengaran Buddhadharma yang paling banyak. Selama hidupnya telah mendampingi dalam merawat Hyang Buddha dengan waktu paling lama. Setelah Hyang Buddha memasuki Nirvana, untuk mewarisi dan melestarikan Buddhadharma agar dapat bertahan lama di dunia, maka atas prakarsa YA Maha Kassapa mengadakan Pasamuan Agung mengundang para Arahat untuk mengumpulkan dan mencatat ajaran Buddha ke dalam Maha Tripitaka. Untuk memulai Pasamuan Agung ini pertama-tama pemilihan pesertanya yang berkompeten. Saat itu, Maha Kassapa bersama 500 Maha Bhiksu berada di Pi She Li, semuanya telah tuntas melenyapkan kekotoran batin menjadi Maha Arahat. Hanya Ananda yang belum. Dalam persiapan pelaksanaan Pasamuan, semua orang sudah mengetahui bahwa Ananda lah yang paling lama mendampingi Hyang Buddha, pendengaran Dharma paling banyak, sehingga patut ia mengikuti Pasamuan Agung ini, tetapi Maha Kassapa merasakan walaupun Ananda banyak mendengar Dharma tapi belum dapat melenyapkan kekotoran batin dan belum memasuki arus kesucian. Bagaimana ia memikul tanggung jawab ini? Oleh sebab itu, ia menolak Ananda untuk mengikuti Pasamuan ini. Sedangkan Ananda sendiri tidak tahu dengan berita ini, ia masih sibuk melayani para umat untuk membabarkan Dharma. Apalagi kedudukkan Ananda sebagai dayakanya Sang Buddha. Setelah Hyang Buddha memasuki Mahaparinirvana, maka para dermawan dan umat merasakan kepedihan dan dilimpahkan kepada Ananda, sehingga Ananda diminta terus siang dan malam untuk membabarkan Dharma. Karena permintaan orang banyak maka selama 4 hari 4 malam di Dharmasala para umat berjalan hilir mudik tidak pernah berhenti, merindukan Hyang Buddha bagaikan Hyang Buddha masih ada di dunia ini. Saat itu, ada Bhiksu Pa Ce duduk di dalam Caitya, karena hilir mudiknya pada pendengar Dharma yang membuat berisik sehingga tidak bisa tenang. Ia merasa Ananda seharusnya rajin untuk meraih pencerahan, mengembangkan kekuatan samadhi, terlalu banyak bicara tidak bermanfaat. Maka ia menemui Ananda dan memberikan sebuah gatha: “Tenang duduk di bawah pohon, hati mengarah ke Nirvana, laksanakan Samadhinya jangan di sia-siakan, banyak bicara untuk apa?”. Setelah Ananda mendengar gatha tersebut termenunglah ia. Juga para Bhiksu memberitahukan bahwa Maha Kassapa belum memberikan undangan kepadanya karena persyaratan yang tidak memadai, harapannya Ananda akan menerima dorongan yang lebih kuat untuk melatih diri. Sejak itu Ananda sangat giat melatih diri, di saat malam ia rajin duduk bermeditasi, mengingat sutra, memikiri kebenaran Dharma, harapannya ia dapat pencerahan dan pembebasan, tetapi masih juga demikian tidak mampu meraih pencerahan untuk memasuki jalur kesucian, melewati awal malam, tengah malam dan akhir malam, ia merasakan kecapaian ia ingin tidur sebentar nanti bila bangun ia akan melanjutkannya lagi. Pas kebetulan saat semua dilepaskan, kepala belum menyentuh bantal ia mencapai pencerahan besar dan memperoleh kegaiban melenyapkan kekotoran batin, menjadi Arahat yang sudah cerah.
Lima jenis kegaiban seperti kegaiban mata dewa, kegaiban telinga dewa, kegaiban mengetahui isi hati, kegaiban mengetahui kehidupan lampau, kegaiban merubah dan menjelma adalah hasil dari latihan dan praktik samadhi yang dalam yang umumnya dilakukan para meditator atau praktisi agama lain. Sedangkan kegaiban yang ke-6, yaitu: kegaiban lenyapnya kekotoran batin hanya bisa dimiliki oleh Para Arahat, Pratyeka Buddha, Bodhisttva dan Buddha. Oleh sebab itu, perkembangan ilmu gaib dalam agama Buddha, asal mulanya dari praktik sila, samadhi meningkat menjadi kebijaksanaan yang menjadi sentral utama. Pengajaran dan praktik samadhi semua harus berpijak dan berpedoman pada kebenaran, hanya memiliki kearifan unggullah yang memiliki kegaiban yang besar dan bersinar yang dapat menuntun kehidupan manusia menuju kebijaksanaan dan kebahagiaan.
Penjelmaan Dewa dan kekuatan Dewa
Di dalam kitab sutra sering terlihat para Buddha dan Bodhisattva memiliki kegaiban merubah yang disebut (Shen Pien, bahasa Sansekertanya Vikurvana) adalah metode upaya kemudahan yang sering digunakan oleh Hyang Buddha dan Bodhisattva untuk mengajarkan Buddhadharma, kegaiban khusus ini tidak terjangkau dan melampaui ilmu gaib yang ada di dunia.
Di dalam Sutra Chang Ah Han Cing, bab ke-1 dikatakan: di antara para makhluk, ia dapat terbang ke angkasa luas, tubuhnya mengeluarkan air dan api, menampakkan penjelmaan dan perubahan wujud, untuk membabarkan Dharma yang menakjubkan.
Di dalam Sutra Pu Sha Yin Luo Cing, bab ke-1, mengatakan Sang Tathagata memancarkan sinar besar yang terang benderang menyinari segenap penjuru, juga mempergunakan kegaiban perwujudan menggugah sepuluh penjuru.
Di dalam Sutra Ta Re Cing, bab ke-1, juga diungkapkan bahwa Hyang Buddha dan Bodhisattva dengan kegaiban perwujudan memberkati semua makhluk, Buddha dan Bodhisattva seketika menggunakan kegaiban menampakkan bermacam-macam kegaiban di atas tubuhnya untuk mengajarkan kebenaran untuk para makhluk, dan berkah kekuatan dari kegaiban perwujudan yang ditampilkan membuat para makhluk memperoleh manfaat dan keberuntungan.
Di dalam Sutra Ta Pao Ci Cing, bab ke-86, diungkapkan: bahwa sang Tathagata memiliki 3 kegaiban perwujudan, yaitu: berbicara Dharma, mengajar atau memperingatkan, dan ilmu gaib, yang dibedakan untuk dipergunakan terhadap pikiran, ucapan dan perbuatan makhluk lain.
Di dalam Sutra Fa Hua Cing (Lotus sutra), di bagian Miau cuang yen wang pen se phing dikatakan ada 18 jenis kegaiban perwujudan:
1. Di samping kanan tubuhnya dari ketiak sampai pinggang mengeluarkan air.
2. Di samping kiri tubuhnya dari ketiak sampai pinggang mengeluarkan air.
3. Di samping kanan tubuhnya dari ketiak sampai pinggang mengeluarkan api.
4. Di samping kiri tubuhnya dari ketiak sampai pinggang mengeluarkan api.
5. Di atas tubuhnya mengeluarkan air.
6. Di bawah tubuhnya mengeluarkan api.
7. Dibawah tubuhnya mengeluarkan air.
8. Di atas tubuhnya mengeluarkan api.
9. Menginjak air bagaikan di bumi.
10. Menginjak bumi bagaikan di air.
11. Dari langit seketika muncul menampakkan.
12. Dari bumi tiba-tiba melesat ke angkasa raya.
13. Berjalan di udara.
14. Tinggal di udara.
15. Duduk di udara.
16. Rebahan di udara.
17. Menampakkan tubuh besar yang meliputi angkasa.
18. Menampakkan besar atau kecil.
Di dalam Sutra Fa Hua Cing (Lotus Sutra) dikatakan: Hyang Buddha mempunyai 10 jenis kegaiban perwujudan, antara lain:
1. Dapat mengeluarkan lidah panjang dan luas sampai ke alam Brahma.
2. Pori-porinya tidak terbatas dapat mengeluarkan cahaya berwarna yang tidak terbatas, memancar ke segenap penjuru alam.
3. Dapat menarik wujud lidah dengan mendehem kecil.
4. Memiliki jari-jari gaib.
5. Memiliki 2 jenis suara gaib, bumi menimbulkan 6 jenis gempa.
6. Disebabkan terjadi gempa bergetar sehingga menjadi umum sepuluh penjuru para makhluk datang dan berkumpul.
7. Dewa naga, yaksa dan lainnya melihat keagungan pertemuan ini, milyaran milyar para Bodhisattva dan empat siswa menghormati dan mengitari Sakyamuni Buddha, semuanya bersuka citta, di angkasa terdengar suara yang menganjurkan, memuliakan dan menghormati Sakyamuni Buddha.
8. Semua makhluk yang mendengarkan suara di angkasa raya, beranjali, menghadap ke dunia saha berlindung dan memuliakan.
9. Bermacam-macam bunga, perhiasan dan bendera panji berkibar dan menyebar di dunia Saha.
10. Sepuluh penjuru tembus tanpa rintangan, sama bagaikan satu tanah Buddha.
Kekhususan ilmu gaib di dalam agama Buddha
Di dalam Buddhadharma, sesungguhnya ilmu gaib yang tertinggi adalah kearifan, karena kearifan melampaui ilmu gaib umumnya. Kekhususan ini bisa kita buktikan saat Hyang Buddha masih berada di dunia ini, yaitu dua murid Sravaka yang menjadi pemimpin, kearifan nomor satu Shariputra dan kegaiban nomor satu Moggalana.
Satu hari sang Tathagata berada di pinggir kolam Ah Niau Ta Che, membabarkan Dharma untuk para Bhiksu, saat itu Shariputra tidak ada di tempat, makanya Hyang Buddha memanggil Moggalana pergi untuk mengundang Shariputra datang. Moggalana dengan mempergunakan ilmu gaib Sen Cu Thung datang ke kota Se Wei Chen dimana tempat Shariputra tinggal. Shariputra saat itu lagi sedang menjahit dan menambal baju. Moggalana lantas bicara, Shariputra, Hyang Buddha mau saya datang mengundang kamu ke pinggir kolam Ah Niau Ta Che, tempat membabarkan sila. Shariputra menjawab Terima kasih, tapi tunggu sebentar, menunggu saya punya baju sudah diperbaiki. Karena Moggalana menghendaki Shariputra segera pergi mendengar Dharma, lantas berkata kepada Shariputra: jika kamu tidak langsung berangkat, maka saya akan pergunakan ilmu gaib Shen Cu Thung membawa kamu berikut kamar batu untuk di taruh di atas telapak tangan, membawa ke tempat Buddha dalam pembabaran Dharma. Shariputra melihat Moggalana terhadap ilmu gaib dirinya merasa paling hebat sepertinya, maka diletakkan pakaian di atas tanah. Lantas berkata: sekarang Anda bisa coba menggerakkan dan memindahan ikat pinggang ini, Moggalana lantas mengambil dengan tangan, tapi tidak bergerak sama sekali, lantas ia pergunakan ilmu gaib dengan sekuat tenaga untuk mengangkat, sampai bumi terjadi gempa, tapi ikat pinggang tetap saja belum bergerak. Efeknya sampai di pertemuan Dharma kolam Ah Niau Ta Che para makhluk merasakan getaran gempa dan bertanya kenapa terjadi begini? Hyang Buddha tersenyum dan menjawab, ini adalah perbuatan Moggalana yang mau mengambil ikat pinggang. Moggalana bagaimana mencoba tidak juga bisa menggerakkan ikat pinggang tersebut, akhirnya ia melepaskan tidak mengambilnya. Langsung dengan kegaiban Shen Cu Thung pulang menemui Hyang Buddha di tempat pembabaran Dharma. Tidak nyana saat sampai disana ia melihat Shariputra sudah duduk di samping Hyang Buddha. Melihat peristiwa ini, dapat disimpulkan bahwa memiliki kearifan penuh punya ilmu gaib lebih tinggi dari pada ilmu gaib umumnya.
Perbedaan Gaib dan Pemahaman
Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, bab ke-2, di tulis bahwa, kegaiban dan pemahaman adalah berbeda. Apa yang berbeda? Langsung mengetahui masalah kehidupan masa lampau di namakan gaib, mengetahui sebab dan kondisi perilaku adalah memahami; Langsung mengetahui kematian dan kelahiran selanjutnya adalah gaib, mengetahui sebab perilaku apa yang di alaminya tidak hilang di namakan memahami; langsung tidak mengetahui lahir yang tidak lahir di namakan gaib, bila mengetahui kekotoran lenyap tidak terlahir lagi di namakan memahami. Untuk pemahaman selanjutnya silakan dilihat tulisan selanjutnya:
Saat jaman Buddha masih tinggal di dunia ini, ada satu orang anak muda pekerjaannya penyembelih, mau bertemu dengan Raja Ah Se Se wang, memohon sang Raja suatu permintaan aneh: raja di saat upacara sembahyang, pasti akan menyembelih banyak binatang, mohon raja kasih kesempatan saya untuk menyembelih. Raja Ah Se Se Wang merasa aneh, lantas bertanya: pekerjaan menyembelih kebanyakan orang tidak suka mengerjakan, kenapa kamu malah senang dan tidak takut? Karena di sebabkan dulunya menyembeli kambing sehingga memperoleh akibat terlahir di surga. Memang ternyata orang ini memiliki kegaiban mengetahui kehidupan lampaunya, dapat melihat kehidupan sebelumnya. Kehidupan dulunya saya asalnya dari orang miskin, menjadi penyembelih kambing sebagai mata pencaharian, karena sebab ini saya dapat terlahir di alam Catur Maha Raja Dewata. Usia dewa sudah habis balik lagi jadi orang dan terus melakukan usaha penyembelian kambing. Setelah mati ia terlahir lagi di tingkat ke-2 alam surga sampai enam kehidupan selalu menjadi usaha penyembeli kambing, dan dapat terlahir 6 kali di surga. Hyang Buddha berkata, orang ini kenyataannya tidak berdusta, tapi ia hanya melihat kejadian ini saja sebanyak 6 kali, tidak mampu melihat 7 kali sebelumnya. Pernah ia bertemu dengan seorang Pratyeka Buddha, hatinya sangat gembira dengan sepenuh hati merenung kebenaran, timbul hati yang penuh kebajikkan. Karena sebab jasa pahala ini ia dapat terlahir 6 kali di surga juga memiliki kegaiban dewa mengetahui kehidupan lampaunya. Hyang Buddha berkata lagi, jasa pahala yang sudah matang maka ia terlahir di surga, tetapi menyembelih kambing punya karma buruk belumlah matang sehingga belum berakibat, kenyataannya setelah kehidupan ini berakhir ia akan terjatuh masuk ke neraka menerima penderitaan hebat. Karena kegaiban mengetahui masa lampaunya rendah dan tipis, hanya mampu melihat 6 kali kehidupan lampaunya, sehingga salah sangka mengatakan bahwa menyembelih kambing adalah sebab terlahir di surga. Setelah tujuh hari kemudian, penyembelih ini benar-benar mati dan terjatuh di alam neraka menanggung derita pembalasan. (kisah ini menggambarkan orang tersebut mempunyai kegaiban tipis tapi kurang pemahaman akan hukum sebab akibat yang sesungguhnya, sehingga perilakunya kejam dan sembrono yang berakibat terjatuh ke alam neraka).
Di dalam kitab suci, sering di jelaskan “3 pemahaman dan 6 kegaiban”, wujud yang sudah dicapai oleh Maha Arahat yang sudah meraih pembebasan mutlak. 3 pemahaman (bahasa Sansekertanya tri-vidya) disebut 3 penembusan, tiga pembuktian Dharma, sampai tahapan tidak belajar lagi, lenyap tuntas kebodohan, tiga masalah ini tembus tanpa rintangan. Yang disebut kebijaksanaan pemahaman, yaitu:
1. Kebijaksanaan pemahaman yang dibuktikan ( Su Ming Ce Cen Ming) adalah menunjukan kebijaksanaan pemahaman terhadap diri dan semua makhluk dari wujud dan pola kehidupan ke satu sampai milyaran kelahiran.
2. Kebijaksanaan pemahaman kelahiran dan kematian yang dibuktikan, (Sen Se Ce Cen Ming), disebut pemahaman mata dewa (thien yen ming), atau kebijaksanaan pemahaman dewa mata (Thien yen ce). Adalah mengetahui para makhluk saat mati dan saat terlahir, wujud baik atau buruk atau karena sebab mendapat ajaran dan kondisi buruk sehingga menjadi perilaku jahat, saat meninggal terjatuh ke alam Selaka. Atau karena sebab mendapat ajaran dan kondisi baik sehingga berperilaku baik, dan di saat meninggal dunia terlahir di alam bahagia. Demikian kebijaksanaan memahami proses dan perjalanan kelahiran dan kematian.
3. Kebijaksanaan pemahaman lenyapkan kekotoran batin ( Lou Cing Ce Cen Ming), disebut pemahaman lenyapnya kekotoran (lou cing ming), atau kebijaksanaan lenyapnya kekotoran. Adalah sudah mengetahui realita kenyataan dan telah membuktikan 4 kesunyaatn mulia, terbebas dari kebocoran hati (kekotoran batin), kebijaksanaan yang sudah melanyapkan semua kegalauan dan sebagainya.
Di dalam Yi Chia Se Ti Lun, bab ke-69 di terangkan: pemahaman masa lampau (su ming ming) dapat menjauhi pandangan kekal; Tien yen ming adalah menjauhi pandangan musnah; dan lou cing ming adalah berada di jalan tengah.
Di dalam Ta Phi Pho Sha Lun, bab 102 dijelaskan, Su Ming Ming (pemahaman masa lampau), terhadap urusan masa lalu ia tidak tertarik dan menjauhinya; Thien Yen Ming, melihat masa yang akan datang ia tidak tertarik dan menjauhinya; Lou Cing Ming semua sudah tidak tertarik dan menjauhi dualitas, hanya bahagia di dalam nirvana.
Kebijaksanaan dan pemahaman Bodhisattva
Di dalam Sutra Avatamsaka (Hua Yen Cing) dijelaskan bahwa Bodhisattva Dasa Bhumi memiliki 10 jenis kegaiban kebijaksanaan dan pemahaman.
1. Kebijaksanaan pemahaman mengetahui hati (tha sing ce ming), sesuai kenyataan mengetahui semua makhluk punya hati dan pikiran.
2. Kebijaksanaan pemahaman mata dewa tanpa rintangan (thien yen ce ming), menunjukkan Bodhisattva mampu menembusi bermacam-macam kematian dan kelahiran selanjutnya, terlahir di alam baik atau buruk, bagaimana kondisinya derita atau senang, sampai pikiran, tekad dan perilakunya.
3. Kebijaksanaan pemahaman memasuki ke dalaman kalpa masa lampau tanpa rintangan (su ming ce ming), Bodhisattva sudah membuktikan dengan mata 9 dunia, karenanya dunia masa lalu dan semua dunia, sebab dan kondisi dirinya maupun para makhluk, sampai masa lalu semua Buddha punya sebab akibat, mampu diingat dan direnungkan.
4. Kebijaksanaan pemahaman memasuki ke dalaman kalpa yang akan datang tanpa rintangan (wei lai ci ce ming), Bodhisattva mampu mengetahui semua dunia, masa yang akan datang, makhluk yang tidak terbatas punya wujud balasan akibat dan juga semua Buddha punya sebab akibat di masa yang akan datang.
5. Kebijaksanaan pemahaman telinga yang murni tanpa rintangan (thien ol ce ming), seketika Bodhisattva mencapai telinga dewa tanpa rintangan, terhadap sepuluh penjuru dunia baik dekat maupun jauh, semua suara dapat di dengar bila di inginkan, juga suara Tathagata dapat didengar dan di laksanakan tanpa hilang, membabarkan Dharma menakjubkan untuk menolong semua makhluk.
6. Kebijaksanaan pemahaman kekuatan dewa menetap tanpa takut (shen li ce ming), Bodhisattva dapat leluasa tanpa rintangan datang pergi mengunjungi sepuluh penjuru tempat semua Buddha sekarang, memuji dan berdana, sering mendengarkan Dharma sejati, untuk menyempurnakan tekad luhur, melatih praktik menakjubkan tanpa batas.
7. Kebijaksanaan pemahaman membedakan semua ucapan dan suara (fen pie yen ing ce ming), Bodhisattva dapat memahami dunia tanpa batas, baik di tempat ada Buddhadharma atau tidak ada Buddhadharma, suara orang atau bukan orang, termasuk semua ucapan dan dan inti sari Dharma.
8. Kebijaksanaan pemahaman lahir dengan rupa wujud yang agung saat dilahirkan kalpa yang tidak terbatas (se sen cuang yen ce ming). Bodhisattva mengetahui dengan baik semua tubuh yang berbentuk, dan dapat memasuki ke dalaman dharma dhatu tubuh tanpa rupa. Dapat menetap untuk menampakkan penjelmaan wujud rupa yang tidak terbatas sesuai keinginannnya untuk menolong semua makhluk.
9. Kebijaksanaan pemahaman kebenaran dan realita semua Dharma (cen se cen ming), Bodhisattva mengetahui semua kebenaran dan realita dharma, tidak terjebak kebenaran akan kemudahan duniawi, juga tidak terjebak kebenaran dari akhir pembebasan, tidak melepaskan ikrarnya, dapat mengumpulkan para makhluk, senantiasa mencapai keleluasaan tanpa rintangan dan penggunaan kebijaksanaan.
10. Kebijaksanaan pemahaman samadhi kelenyapan semua Dharma (mie ting ce ming), Bodhisattva saat memasuki samadhi kelenyapan total, dengan natural tidak bergerak, juga tidak melepaskan maha cinta kasih dan welas asih, menyempurnakan semua praktik Bodhisattva.
Kita dapat memeriksa ilmu gaib di dalam Buddhdharma yang mempunyai kekhususan, dengan samadhi mendapatkan kegaiban sampai dengan pemahaman mendapatkan kegaiban. Buddhadharma terhadap ilmu gaib punya kemajuan dan perkembangan, adalah paling utuh (komplit) yang untuk dipahami dan dikuasai.
Bagaikan dari ilusi memunculkan kegaiban perwujudan, kekosongan (sunya) adalah wujud realita dari Dharma-dhatu, tetapi karena Bodhisattva punya hati welas asih yang besar dan sulit dipikirkan, makanya dari kekosongan memunculkan kondisi ilusi, menampakkan kegaiban yang tidak tejangkau oleh pikiran.
Di dalam Buddhadharma, ‘jalan kecil’ yang utama adalah pembebasan. Oleh sebab itu, saat seseorang melatih diri mencapai Arahat atau Pratyeka Buddha, memperoleh pembebasan mutlak dan memasuki Nirvana, saat yang sama tidak lagi menerima kebodohan terkait kehidupan dan kebutuhan. Memasuki kedamaian dan kelenyapan total. Sedangkan Bodhisattva karena mengembangkan hati maha welas asih, maka ia dapat menampakkan kesunyataan di antara Dharma-dhatu, tidak memasuki Nirvana memunculkan samadhi bagaikan ilusi, menampakkan tubuh ilusi penjelmaan yang tidak terbatas, untuk menolong semua makhluk. Bisa kita lihat di dalam Sutra Ksitigarbha, bagaimana melihat berbagai perwujudan dari kisah dari Ksitigarbah Bodhisattva. Bodhisattva welas asih besar yang melatih samadhi adalah samadhi sunyata, tiada wujud, tiada tekad, tetapi tidak memasuki lingkup nirvana total, menampakkan pekerjaan dalam kepedulian dan menolong tanpa batas. Ini adalah samadhi bagaikan ilusi Ru Huan San Mei yang mempunyai sebab dan kondisi dalam penampakkan.
Di dalam Sutra Ta Pao Ci Cing, bab 105 pertemuan, Shan Cu Yi Thien, di bagaian Shen Thung Cen Shuo Phing, disabdakan: Shan Cu Yi Thien Ce bertanya bagaimana tingkatan dan kondisi dari Ru Huan San Mei? Manjusri Bodhisattva menjawab dan memperlihatkan Ru Huan San Mei kepadanya. Saat Manjusri berkata dan memasuki Ru Huan San Mei, seketika saat itu menampakkan kondisi sepuluh penjuru negeri para Buddha bagaikan pasiran di sungai Gangga.
Nagarjuna Bodhisattva di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, bab ke-50 memberikan penjelasan yang lebih terang, mengenai masuk dan keluar Ru Huan San Mei, ”praktisi yang memasuki Ru Huan San Mei bagaikan manusia ilusi yang tinggal di satu tempat, mengerjakan urusan ilusi, memenuhi alam dunia, empat jenis barisan tentara, istana dan tembok kota, makanan, minum, nyanyian, tarian, pembunuhan, kehidupan, kerisauan, derita dan sebagainya. Bodhisattva juga demikian tinggal di dalam samadhi. Dapat menjelma dan memenuhi di sepuluh penjuru. Pertama melakukan berdana dan sebagainya untuk memenuhi keinginan para makhluk, kedua baru mengajarkan Dharma dan membimbingnya. Menghancurkan tiga alam celaka, setelah itu menetap di tiga Yana untuk mengerjakan hal-hal yang bermanfaat, semua tidak ada yang tidak berhasil. Adalah hati Bodhisattva tidak bergerak dan tidak mencari wujud hati.
Kegaiban Buddha & Bodhisattva
Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, bab ke-93, Adalah Bodhisattva yang memiliki tubuh Dharmakaya, menetap dan memiliki kegaiban di antara Paramita, untuk berdana kepada sepuluh penjuru Buddha, bagaikan berdana ratna mustika di tiga ribu alam, ratna mustika ini dibuat oleh kekuatan gaib, ringan, halus tanpa cacat. Bagaikan alam Jhana ke tiga Phien Cing Thien, enam puluh orang duduk di kepala jarum dan mendengar Dharma tanpa rintangan, apalagi Maha Bodhisattva memasuki ke dalaman kegaiban yang membuat ratna mustika?
Kita bisa membandingan dan melihat perbedaan antara kegaiban biasa dan kegaiban Bodhisattva, seperti serangga malam yang bersinar dengan cahaya matahari, sungguh tidak bisa dibandingkan. Buddha dan Bodhisattva yang menampakkan kegaiban besar, bukan hanya bilangan waktu dunia dulu, sekarang dan akan datang di tiga masa, melainkan juga di bilangan waktu alam semesta yang melampaui duniawi, melewati bilangan trilyunan di luar dunia. Akan tetapi kalau dikecilkan dan penuh rahasia hanya sebesar lubang pori yang menampakkan tanah Buddha yang tidak terbatas. Untuk mengetahui kegaiban besar dari Bodhisattva semau terlihat di Sutra Avatamsaka.
Kegaiban Sang Tathagata
1. Kebijaksanaan Tathagata memasuki waktu dulu, sekarang dan akan datang, melampaui semua waktu, menampakkan semua adalah kesamaan level, melenyapkan rintangan duniawi, ini penggunaan pikiran rahasia.
2. Suara Buddha bersifat universal dan terdengar di sepuluh penjuru tanah Buddha, ini penggunaan ucapan rahasia.
3. Tubuh Buddha bagaikan seluas angkasa raya yang memuat segala bentuk perwujudan, dapat memunculkan fenomena tapi semua fenomena tidak ada diskriminasi.
4. Kegunaan tubuh Buddha bukan hanya seperti angkasa raya yang memuat segala perwujudan tanpa diskriminasi, melainkan juga umum merata terhadap semua alam untuk dimasuki.
5. Tubuh Buddha senantiasa duduk sangat luas di semua mandala.
6. Perilaku di tiga masa kebajikan beragam yang sudah suci bagaikan samudra yang luas. Buddha dengan tenang menetap tanpa perbedaan, tanpa rintangan di laut Dharma dhatu Avatamsaka (Hua Yen Fa Cie Hai)
7. Buddha senantiasa menampakkan di alam semua Buddha, wujud tanpa batas yang sempurna memancarkan cahaya, menerangi Dharma dhatu tanpa perbedaan.
8. Tubuh Buddha seluas sepuluh penjuru sehingga tidak ada datang dan pergi. Dengan kearifan memasuki segala wujud dan telah memahami Dharma adalah sunya dan sunyi.
9. Tiga masa para Buddha memiliki kegaiban besar, pancaran sinarNya tembus tidak terhalangi.
10. Tanah semua Buddha tidak terjangkau oleh pikiran dan kalpa, begitu agung penampakkannya.
Di dalam Sutra Maha Prajna (Ta Po Ye Cing), bab ke-469, dikatakan Bodhisattva mempunyai tiga bimbingan:
1. Membina dengan kegaiban, Bodhisattva dengan welas asih melihat penderitaan neraka, menampakkan kekuatan kegaiban, melenyapkan kobaran api, tempat perebusan, pisau tajam dan alat lain untuk menyiksa. Dengan mengandalkan kekuatan kegaiban dapat keluar dari neraka, terlahir di alam dewa, manusia memperoleh kebahagiaan.
2. Membina dengan mengingat, Bodhisattva dengan welas asih melihat penderitaan neraka, mengetahui keinginan para makhluk sehingga tepat membabarkan Dharma, dengan kekuatan dari Dharma dapat keluar dari neraka, terlahir di alam dewa, manusia memperoleh kebahagiaan.
3. Membina dengan ajaran dan bimbingan, Bodhisattva dengan welas asih melihat penderitaan neraka, mengembangkan hati maitri, karuna, mudita, dan Upeksha. Mengajarkan Dharma dengan bimbingan, dengan kekuatan dari bimbingan dapat keluar dari neraka, terlahir di alam dewa, manusia memperoleh kebahagiaan.
Buddha memiliki 10 jenis kekuatan kebijaksanaan dan kegaiban.
Sang Tathagata memiliki bermacam-macam kebijaksanaan dan kekuatan gaib
1. Kemampuan bijaksana mengetahui lokasi dan bukan lokasi, mengetahui hukum sebab akibat dan konsekuensinya, pelaku kebajikkan akan mendapatkan lokasi kelahiran yang baik, sebaliknya pelaku kejahatan akan mendapatkan lokasi kelahiran yang buruk.
2. Kemampuan bijaksana mengetahui perbedaan karma dan masaknya karma, mengetahui perbedaan, akibat dan kapan terjadi.
3. Kemampuan bijaksana mengetahui semua samadhi, jenis praktik dan kekuatan dari praktisi.
4. Kemampuan bijaksana mengetahui akar kebajikan, jodoh dan kecocokkan.
5. Kemampuan bijaksana mengetahui semua makhluk punya keinginan, jenis kebahagiaan, dan watak baik atau buruk.
6. Kemampuan bijaksana mengetahui kondisi kelahiran dan kehidupan semua makhluk berbeda, mengetahui bagaimana upaya kausalya yang tepat untuk menolongnya.
7. Kemampuan bijaksana mengetahui dan memasuki enam alam tumimbal lahir, menampakkan nirvana tanpa kebocoran lagi dan membimbing menuju kesana.
8. Kemampuan bijaksana mengetahui kehidupan masa lampau semua makhluk, bentuk kelahiran dan kematian, bagaimana nasib, usia, kehidupan yang dijalani.
9. Kemampuan bijaksana mengetahui semua hal dengan kegaiban mata, menembusi segala kejadian dan masalah yang dihadapi oleh semua makhluk.
10. Kemampuan bijaksana mengetahui sifat, kelemahan, kelebihan, kesunyataan hati para makhluk.
Di dalam Sutra Wu Liang Sou Cing, dijelaskan Amitabha Buddha memiliki 48 ikrar besar, di antaranya ada 6 ikrar yang berkaitan dengan kegaiban untuk para makhluk yang terlahir di Surga Sukhavati.
1. Memiliki kegaiban mengetahui kehidupan lampau
2. Memiliki kegiaban mata dewa
3. Memiliki kegaiban telinga dewa
4. Memiliki kegaiban mengetahui isi hati
5. Memiliki kegaiban perwujudan untuk mengunjungi alam Buddha lain
6. Memiliki kegaiban lenyapnya kekotoran batin.
Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, bab ke-94, dikatakan: bagaikan burung tidak bersayap sehingga tidak bisa terbang. Demikian juga Bodhisattva, tanpa ilmu gaib paramita tidak bisa mengajarkan dan menolong semua makhluk.
Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, bab ke-40 dikatakan: Bodhisattva Mahasattva saat melaksanakan Prajna paramita, menyempurnakan kegaiban paramita, setelah sempurna kegaiban paramita, bertahap mencapai Anuttara samyak sambodhi. Oleh karena itu kegaiban Bodhisattva sangatlah besar bila dibandingkan dengan kegaiban Sravaka atau Pratyeka Buddha.
Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, bab ke-94, dikatakan: siswa utama yang memahami kesunyataan YA Subhuti bertanya kepada Hyang Buddha, kenapa Bodhisattva menetap di semua kesunyataan Dharma dalam Prajna Paramita, dapat memunculkan kegaiban paramita sampai ke sepuluh penjuru bagaikan butiran pasir sungai Gangga begitu banyak alam, berdana kepada Buddha sekarang, dapat mendengarkan Tathagata membabarkan Dharma? Hyang Buddha menjawab: ini karena saat Bodhisattva melaksanakan Prajna Paramita, memeriksa sepuluh penjuru bagaikan butiran pasir sungai Gangga semua alam adalah sunya, di tanah suci semua Buddha juga karakteristiknya adalah sunya, hanya ada kepalsuan nama, oleh sebab itu penampakkan tubuh, nama juga adalah karakteristik yang sunya. Bilamana hanya mengetahui tubuh diri sendiri adalah sunya dan tanah para Buddha kenyataan ada bukan sunya, maka kekosongan ini adalah kecenderungan miring sebelah. Sesungguhnya realita kesunyataan bukanlah demikian, bukan miring. Oleh sebab itu, semua Dharma wujudnya adalah sunya. Karena itu Bodhisattva Mahasattva melaksanakan Prajna Paramita menggunakan kekuatan kemudahan memunculkan kegaiban paramita, juga dapat menetap di antara kegaiban paramita, menimbulkan kegaiban mata dewa, kegaiban telinga dewa, kegaiban perwujudan sesuai kehendak, kegaiban memahami hati, kegaiban memahami masa lampau untuk mengetahui kelahiran dan kematian semua makhluk. Bilamana Bodhisattva menjauhi kegaiban paramita, maka tidak bermanfaat bagi semua makhluk, juga tidak dapat mencapai Anuttara Samyaksambodhi (kesempurnaan Buddha). Bodhisattva Mahasattva menggunakan kegaiban paramita mencapai Anuttara Samyaksambodhi.
Bodhisattva saat melaksanakan Prajna Paramita, memunculkan kegaiban mata dewa, merenung semua Dharma adalah sunya, menampakkan kesunyataan Dharma mengetahui tidak ada pembabar Dharma, juga tidak ada pendengar Dharma. Bodhisttava dengan Dharma yang tidak di dapat, memunculkan kegaiban paramita. seperti Sutra Hati menjelaskan: “Dengan tidak ada yang didapat mencapai Anuttara Samyak sambodhi”.
Kegaiban dan keleluasaan Bodhisattva
Di dalam Sutra Avatamsaka ( Hua Yen Cing), bab ke-38, dikatakan: Bodhisattva memiliki 10 kegaiban, antara lain:
1. Kebijaksanaan dan upaya kegaiban memunculkan mengetahui kehidupan lampau
2. Kebijaksanaan dan upaya kegaiban memunculkan telinga dewa tanpa rintangan
3. Kebijaksanaan dan upaya kegaiban memunculkan pengetahuan hati semua makhluk yang luar biasa dan gejolaknya
4. Kebijaksanaan dan upaya kegaiban memunculkan mata dewa tanpa rintangan melihat semua makhluk
5. Kebijaksanaan dan upaya kegaiban memunculkan keleluasaan dan kekuatan yang luar biasa menampakkankepada makhluk
6. Kebijaksanaan dan upaya kegaiban memunculkan satu tubuh menampakkan luar biasa di banyak alam
7. Kebijaksanaan dan upaya kegaiban memunculkan satu pikiran dapat mengunjungi alam lain tanpa terkatakan
8. Kebijaksanaan dan upaya kegaiban memunculkan keagungan luar biasa di semua alam
9. Kebijaksanaan dan upaya kegaiban memunculkan manifestasi tubuhnya menampakkan kepada semua makhluk tanpa terkatakan
10. Kebijaksanaan dan upaya kegaiban memunculkan pencapaian Anuttara Samyak Sambodhi menampakkan kepada semua makhluk tanpa terkatakan.
Di dalam Sutra 40 Avatamsaka Sutra (40 Hua Yen Cing), bab ke-26, bagian Se Ti Phing, dikatakan:
Bodhisattva memiliki 10 keleluasaan, antara lain:
1. Keleluasaan hidup, Bodhisattva dapat menentukan kehidupan di masa kalpa yang lama, memberikan dan menyadarkan para makhluk tanpa akhir.
2. Keleluasaan hati, Bodhisattva dapat keluar dari lingkup maha asemkya kalpa samadhi, memasuki kebijaksanaan dalam.
3. Keleluasaan harta, kekayaan yng berlimpah, pengikutnya berlimpah, keagungan berlimpah, kepemilikan materi berlimpah, Bodhisattava mengembangkan segala keagungan untuk mengagungkan semua negeri
4. Keleluasaan perilaku, Bodhisattva melaksanakan aktivitas sungguh maha leluasa kapan saja menerima akibat.
5. Keleluasaan kelahiran, Bodhisattva terlahir dengan leluasa di semua negara
6. Keleluasaan tekad, Bodhisattva mengembangkan tekad dimana saja kapan saja untuk pencapaian Bodhi.
7. Keleluasaan keyakinan dan pengertian, Bodhisattva terbebas dengan leluasa, keyakinan leluasa, pengertian yang dalam dengan leluasa, menunjukkan Bodhisattva di semua alam dapat melihat kesempurnaan para Buddha.
8. Keleluasaan kehendak, keluasaan kekuatan gaib, penjelmaan leluasa, Bodhisattva dapat menampakkan semua kegaiban yang besar.
9. Keleluasaan kebijaksanaan, Bodhisattva dalam setip pikirannya menampakkan kesadaran agung Buddha dan sepuluh kekuatan tanpa gentar.
10. Keleluasaan Dharma, Bodhisattva menampakkan menguasai Dharma yang tidak terbatas.
Dan masih banyak lagi keleluasaan Bodhisattva yang tertulis di banyak sutra lainnya yang tidak mungkin semuanya dapat diterangkan, berhubung keterbatasan ruang majalah.
Hati-hati dengan ilmu gaib yang kotor dan jahat
Jaman sekarang telah memasuki era kemunduran Dharma, banyak aliran sempalan (aliran yang mengaku ajaran Buddha tapi praktiknya menyimpang) dan aliran sesat (ajaran yang menyesatkan banyak orang, terutama merubah sila dan aturan Buddha berdasarkan pandangan dan pikiran rendahnya sendiri) menggunakan ilmu gaib atau menampakkan kegaiban untuk menarik umat sebanyak mungkin. Umumnya mereka akan demontrasikan dan mempergunakan kegaiban iblis (Mara), kegaiban Hu, kegaiban dewa, kegaiban pembelajaran, kegaiban penunggu, kegaiban ilmu Mao Shan kegaiban mengundang barisan siluman, iblis binatang, ilmu teluh lainnya supaya umatnya tertegun, tergugah, tertarik dan melekat kepada pemilik ilmu gaib tersebut. Setelah siswa atau umatnya terpesona dan sudah menjadi pengikut setia, mereka terikat atau di ikat dengan ilmu gaib tersebut dan masuk keperangkap lingkaran iblis agar tidak lari melainkan mereka harus tunduk dan patuh apa yang diminta, dan apa yang diperintahkan. Bila membantah atau memberontak maka pemilik ilmu gaib tersebut akan mengganggu, mengacau bahkan menyantet orang tersebut sampai rusak, hancur bahkan binasa.
Seperti kita ketahui, uraian artikel di atas sudah sangat jelas dan tegas, bahwa ilmu gaib yang didapat awalnya harus melaksanaka sila yang benar, baik dan efektif menjauhi keserakahan, kebencian dan kebodohan utamanya menjauhi nafsu dan seksual. terlihat masih mempunyai hubungan badan dengan istrinya atau masih suka main seks dengan perempuan lain atau masih menyenangi hiburan, minuman keras (alkohol, tarian, daging dan kenikmatan lainnya maka ilmu gaibnya pasti rendah dan lemah, atau bisa saja ia menggunakan kekuatan ilmu gaib hu yang ia pelajari atau mengundang kekuatan iblis untuk membantu aksi kejahatannya. Sekarang kita musti jeli melihat sikap dan perilaku sesorang praktisi yang memiliki ilmu gaib. Ada pepatah mengatakan “kuda sudah berjalan jauh baru diketahui kekuatannya, waktu lama dapat mengetahui isi hati orang”. Bila pemilik ilmu gaib tersebut belum mempraktikkan sila dan samadhi dengan baik dan benar untuk waktu yang lama, sekonyong-konyong punya ilmu gaib, ini musti diwaspadai dan dilacak, ilmu gaib apakah ia pelajari dan darimana ia dapatkan? Tentu sulit mau mengetahui latar belakangnya tapi kita bisa lihat kegaiban ini bersih atau kotor, apa maksud dan tujuannya? Kalau tujuannya kotor dan jahat maka ilmu gaibnya adalah ilmu gaib iblis. Kalau baik itupun mesti dilihat apakah berkaitan dengan upaya menolong orang untuk mengembangkan Bodhicitta, atau hanya sekedar menolong dengan pamrih saja? Para Buddha, Bodhisattva dan Arahat menggunakan ilmu gaib untuk menyadarkan dan membimbing para makhluk untuk membina diri meraih pencerahan dan Maha Bodhi.
Sedikit gambaran & ciri-ciri pemiliki ilmu gaib yang sesat
1. Pemilik ilmu gaib belum memahami dan mempraktikkan ajaran Prajna Paramita.
2. Pemiliki ilmu gaib tidak patuh kepada sila moralitas, suka muji dan bangga akan kehebatan dirinya sendiri, dan suka merendahkan siswa lainnya.
3. Pemilik ilmu gaib suka takabur mengatakan dirinya adalah titisan Buddha, Penjelmaan Bodhisattva atau reinkarnasi guru spritual jaman dulu, tapi sikap dan perilakunya jauh dari kenyataan bahkan bertolak belakang.
4. Pemilik ilmu gaib suka munafik, di depan umat belagak jadi orang suci tapi dibelakang jadi siluman.
5. Pemilik ilmu gaib suka mendikte dan mengerjain umat-umat yang membantah, tidak menuruti atau membangkang.
6. Pemilik ilmu gaib tidak suka melafalkan mantra Leng Yen Cou dan anti dengan Sutra Intan (Cing Kang Cing.
7. Pemilik ilmu gaib suka menggunakan ilmu gaib untuk memenuhi ambisi pribadi, mencari nama, kekuasaan, keuntungan, kekayaan, dan pemuasan dari kenikmatan nafsu seks.
8. Pemilik ilmu gaib suka sesumbar mengatakan jaman Buddhadharma sudah lewat sehingga tidak perlu patuh dan melaksanakan sila dan vinaya lagi, sekarang adalah jamannya ilmu gaib yang serba bebas, simpel, praktis dan langsung menjadi Buddha tanpa berlatih lama.
9. Mendirikan aliran atau sekte baru dengan berbagai campuran agama, doktrin dan metode. Ilmu putih, ilmu hitam dan ilmu abu-abu, dipelajari, digabung dan dimodifikasikan menjadi aliran tersendiri yang mempunyai trademark canggih dan modern.
10. Mengaku sramana (rahib) tetapi berpakaian aneh seperti seorang umat, pendekar atau panglima perang, ngaku Buddha masih aneh kepala gundul tapi tidak mampu gundul hatinya, berperilaku seperti seorang peramal dan dukun. Segala perhiasan dan jimat nempel terus di badannya, meja altar pribadinya banyak muja siluman dan benda-benda keramat, di kamar khususnya banyak kertas hu untuk menyantet. (umumnya kamar guru sesat yang memiliki ilmu berbagai gaib, tidak boleh dimasuki oleh siapaun juga termasuk siswa dan umatnya sendiri apalagi orang lain bisa melihatnya langsung, karena khawatir semua kedok rahasia palsunya terbongkar dan beredar dimasyarakat luas, khawatir nanti kedepan tidak ada siswa dan umat pengikutnya).
11. Pemilik ilmu gaib sesat, bila ia melihat ada kelebihan orang lain maka ia sirik, merasa tersaingi, merasa ada tandingan lawannya. Maka ia tidak akan segan untuk beradu ilmu atau menyantetnya untuk dijadikan pengikutnya. Bila tidak mau, maka ia akan berupaya menghancurkannya dengan mencari kelemahannya.
12. Pemilik ilmu gaib suka mengatakan ia tidak percaya hukum karma apalagi takut kepada hukum karma. Kecenderungannya mengajarkan segala sesuatu dengan mistik penuh dengan misteri mengabaikan kebenaran dan proses hukum karma.
13. Pemilik ilmu gaib suka khayal lupa daratan, bahwa siswa dan umat yang dimiliki banyak dan ia bangga dengan keberhasilannya. Ia lupa banyak Arahat, Bodhisattva atau Mahasattva saja masih menjadi siswa Sakyamuni Buddha dan kita adalah umat Buddha Sakyamuni, bukan siswa dan umat dari guru pemilik ilmu gaib tersebut. (kebenaran dan kenyataannya adalah kita adalah siswa Buddha, atau umat Buddha, bukan umat anggota sangha, juga bukan umat sekte, bukan umat vihara apalagi umat organisasi).
14. Pemilik ilmu gaib sesat awalnya strateginya memang menolong demi mendapatkan simpati tapi kelanjutannya adalah mengorbankan yang pernah ditolongnya untuk memenuhi ambisinya. Perlu diketahui perbedaan Bodhisattva sejati adalah mengorbankan diri sendiri untuk menolong makhluk lain, sedangkan sifat iblis sejati suka mengorbankan orang lain untuk kebahagiaan dirinya.
15. Pemilik ilmu gaib suka sombong mengatakan bahwa ia suka menangkap dan mengusir setan, iblis dan sebagainya untuk dibawa dan dimasukkan ke neraka. Ia khayal dan lupa tujuan utama agama Buddha, yaitu untuk menolong bukan menjebloskan makhluk ke tiga alam celaka.
Demikianlah sedikit uraian tentang gambaran dan ciri-ciri pemilik ilmu gaib yang sesat. Adapun maksud dan tujuan tulisan ini bukan menuduh siapapun apalagi mendeskreditkan seseorang, melainkan agar kita bisa melek, sadar dan dapat membedakan mana katagori guru suci dan mana guru sesat, agar jangan tertipu dan terpedaya oleh demontrasi kesaktian dan ilmu gaibnya. Ingat! Jangan salah berguru dan melangkah ke dalam ‘istananya’, sekali anda sudah masuk keperangkap iblis maka anda akan terpenjara olehnya, maksudnya kelak anda sulit disadarkan apalagi ditolong. Lebih baik sedia payung sebelum hujan, mencegah lebih baik daripada mengobati.
Orang suci pasti memiliki kegaiban, sedangkan orang yang memiliki kegaiban belumlah suci, artinya kesaktian tanpa kesucian adalah kesaktian iblis; memiliki ilmu gaib tanpa memiliki kearifan, maka kegaibannya adalah kegaiban iblis; perilaku kebajikan tanpa mampu mengembangkan Bodhicitta (pikiran luhur) maka disebut perilaku kebajikan iblis. Orang bijaksana mengajarkan kebenaran mutlak untuk menolong semua makhluk secara tuntas, sedangkan orang sakti mengajarkan kegaiban untuk membantu sesaat saja; gangguan dari luar bisa dihalau oleh kekuatan makhluk sakti, tetapi rintangan dari dalam hanya dirinya sendiri yang dapat mengatasinya; ilmu gaib tidak bisa merusak hukum karma dan tidak bisa melawan kebenaran mutlak, sehingga ilmu gaib tidak bisa merubah karakter jiwa seseorang dan tidak bisa memperbaiki nasib orang lain.
Asal & sumber ilmu gaib
Di dalam Sutra Intan (Cing Kang Cing), disabdakan: Semua dharma yang berkondisi, bagaikan ilusi, ombak dan bayangan. Bagaikan embun dan halilintar, seharusnya merenungkan demikian adanya.
Di dalam Abhidharma Cung Lun, bab ke-3, dikatakan: bagaikan kekuatan ilmu gaib Hyang Buddha telah diajarkan kepada orang, orang yang diajarkan juga mengajarkan orang lain. Bagaikan mengajarkan tiada kenyataan tapi bisa dilihat oleh pandangan mata. Orang yang diajarkan aktivitas mulutnya membabarkan Dharma, aktivitas tubuhnya berdana dan sebagainya, karma walaupun tidak terlihat realita tapi dapat dilihat oleh pandangan mata. Demikian juga tubuh yang mengalami hidup dan mati, perilaku dan karma, seharusnya demikian mengetahuinya.
Dasar dan perdebatan ilmu gaib di dalam agama Buddha, semua dibangun dari wujud realita alam semesta. Terhadap penampakkan kekosongan wujud realita sudah diketahui dengan mantap. Oleh karena itu, karena inti karakteristiknya sunya dan sunyi yang menyebabkan, secara alamiah memunculkan bermacam-macam kegaiban perwujudan. Buddha dan Bodhisattva lebih disebabkan karena faktor Maha welas asih yang luas terhadap semua makhluk, sejak wujud realita dari kekosongan munculkan samadhi ilusi, menampakkan kegaiban yang sangat besar.
Sumber ilmu gaib di dalam agama Buddha. Kita dapatkan dan dibentuk dari enam besar elemen alam semesta, dari elemen terpisah sampai elemen gabungan yang dicari dan mengeluarkan kegaiban perwujudan seperti tali rantai. Semenjak kehidupan berputar yang disebabkan kondisi, dapat di analisa urutan waktu melalui kegaiban mata dan kegaiban mengetahui masa lampau. Sejak para Buddha dan Bodhisattva yang memiliki welas asih dan kearifan yang sangat besar, diketahui kegaiban bagikan ilusi yang tidak terjangkau oleh pikiran. Sesungguhnya saat kita sudah memahami Dharma dhatu punya perwujudan sejatinya, dapat disadari ini adalah kegaiban perwujudan. Begitupula sama dengan kita punya pernafasan adalah alamiah dan berjalan normal. Semenjak YA Shariputra mengajarkan para Bhiksu menjelaskan sumber ilmu gaib dan perumpamaan. Kita dapat mengusai sumber ilmu gaib dan perwujudannya.
Saat matahari terbit menyinari bumi dan butiran embun menampakkan sinar. YA Shariputra yang memiliki kewibawaannya tenang dan agung sedang berjalan. Dia membawa mangkuk pindapatra, berangkat dari gunung Ling Ciu mengarah berjalan memasuki kota Wang Se Chen untuk mengemis makanan. Saat berjalan tidak lama, ia dipinggir jalan melihat satu batang pohon besar yang sudah layu, lantas ia menyiapkan alas untuk duduk. Ia duduk dengan tegap untuk membabarkan Dharma kepada praktisi yang sama para Bhiksu. Shariputra memberitahukan kepada para Bhiksu, jikalau ada Bhiksu yang melatih pikiran Samadhi, memperoleh kekuatan gaib, hatinya memperoleh keleluasaan, hatinya ingin pohon layu menjadi lapangan bumi seketika jadi lapangan bumi. Kenapa demikian? Karena pohon layu ini berasal dari unsur bumi. Oleh sebab itu, Bhiksu mendapatkan kekuatan kegaiban, bisa pohon layu menjadi bumi. Sama halnya, bila ada Bhiksu telah mempunyai kekuatan kegaiban, leluasa yang sesuai kehendak, ingin merubah pohon ini menjadi air, api, angin, emas, perak dan lain sebagainya semua bisa dicapai tanpa ada perbedaan. Kenapa? Karena pohon layu ini ada unsur air dan lain sebagainya. oleh sebab itu, Bhiksu, jikalau pikiran samadhi telah mempunyai kekuatan gaib dan dapat leluasa sesuai kehendak, ingin pohon layu ini jadi emas, seketika jadi emas yang tidak berbeda, sampai terwujud benda-benda lainnya semua bisa berubah tanpa ada perbedaan, kenapa demikian? Karena pohon ini ada bermacam-macam elemen dan kondisi. Oleh sebab itu, Bhiksu yang memasuki pikiran samadhi mendapatkan kekuatan gaib seketika leluasa sesuai kehendak, dapat menciptakan bermacam-macam materi menjadi yang dikehendaki.
Alam semesta terbentuk karena wujud realita yang berasal dari enam elemen, yaitu padat, cair, panas, udara, kekosongan dan kesadaran. Padat-keras, cair-basah, api-lentur, angin-bergerak, kekosongan-tanpa rintangan, kesadaran-diskriminasi. Dikenal sebutan A, Va, Ra, Ha, Kha, Hum. Intinya asalnya tidak muncul, jauhkan ucapan/kata-kata, tiada kekotoran debu/delusi, jauhkan sebab kondisi, sama seperti angkasa luas, memahami inti kesejatiannya tidak di dapat. Ke dalam elemen dan keluar perwujudan menjadi ‘satu karakteristik’. Pembentukkan tubuh dan wujud di luar yang terdiri dari 6 unsur yang menjadi satu karakteristik adalah akar dan asal dari kegaiban yang terwujud.
Sebab munculnya kegaiban
Di dalam Sutra Ta Pao Ci Cing, bab ke-85, disabdakan: ada 4 Dharma menciptakan kegaiban, apakah empat jenis itu? 1. Tidak mementingkan tubuh dan kehidupannya (siap mengorbankan jiwa raga), tiada cinta dan jalinan asmara percintaan. 2. Memahami semua Dharma bagaikan ilusi perubahan. 3. Terhadap semua makhluk sangat respek dan memuliakan. 4. Melatih konsentrasi pernafasan, batin tidak kacau dan galau.
Kegaiban bersumber dari keberhasilan samadhi
Hyang Buddha mengatakan, bahwa pikiran itu bagaikan kuda liar atau kera gila yang lincah, suka berlari ke sana kemari bercengkerama tanpa henti, dan berlompatan terus di antara ranting pohon. Demikian juga pikiran kita sangat liar, tidak pernah diam, sering mengembara, setiap saat berubah tak tentu tujuan, dan sulit dikendalikan. Keadaan demikian ini tentu sangat berbahaya karena pikiran yang tidak terlatih akan menjerumuskan sesorang ke jalan yang salah, bangga dengan kebodohan, suka kejahatan akhirnya akan merugikan, merusak dan membuat derita untuk dirinya sendiri. Pikiran tidak bisa digilas atau ditekan seperti benda mati, tetapi bisa di atur, dijinakkan dan dikendalikan. Sesulit apapun, seliar dan selincah apapun, pikiran masih bisa diatur, dijinakkan dan dikendalikan hingga akhirnya ia bisa memberikan manfaat yang amat besar kepada kita, asalkan kita rajin, ulet dan sabar dalam berlatih mengendalikan melalui latihan meditasi terus menerus tanpa bosan dan putus asa. Kerajinan, ketekunan dan kesabaran perlu dimiliki karena tidak ada suatu hasil atau buah yang datang begitu saja. Perlu diingat, bahwa hidup adalah perjuangan yang harus dimenangkan.
Untuk menjinakkan pikiran dimulai dari latihan relaksasi untuk seluruh tubuh jasmani sebelum mengambil objek meditasi, misalnya pernapasan (anapanasati). Rileksasi tubuh jasmani boleh dimulai dari ujung kepala sampai keseluruh tubuh, cobalah gunakan Sati dan Vedana (perhatian cermat dan perasaan halus). Selama melakukan rileksasi sebaiknya tidak perlu terburu-buru untuk mengambil objek meditasi. (harus dingat bahwa rasa tidak sabar dan ingin cepat mendapat hasil, justru menyebabkan hasil itu tak kunjung datang, sehingga terasa bosan dan mungkin kesal. Sebaliknya, jika tidak ingin buru-buru memperoleh hasil gemilang, tetapi tekun, sabar dan berlatih dengan penghayatan dan perhatian penuh (karena mencintai aktivitas tersebut dan telah menyadari manfaatnya) maka tanpa disadari sedikit demi sedikit keberhasilan akan diperolehnya. Kalau gangguan rasa sakit pada seluruh tubuh sudah teratasi, barulah mengambil objek meditasi, misalnya pernapasan, yaitu memperhatikan masuk dan keluarnya napas melalui hidung.
40 pokok Meditasi
Tujuan utama meditasi ajaran Buddha
Apakah tujuan utama melaksanakan latihan meditasi? Latihan meditasi dilaksanakan untuk tujuan terbebas dari penderitaan kehidupan usia tua, sakit, mati, dan merealisasikan jalan ke Nirvana. Semua makhluk hidup ingin berumur panjang tanpa kekerasan, hidup dengan damai, gembira dan sejahtera tanpa mengalami segala penderitaan seperti penderitaan fisik, lahir, tua sakit dan mati; penderitaan mental: berpisah yang dicintai, berkumpul yang dibenci, keinginan yang tidak tercapai, kehausan sensasi untuk panca skandha yang berlebihan. Tapi semua itu sulit di elakkan, karena ada kelahiran disitu pula adanya kematian. Setelah kematian masih berlanjut kelahiran kembali dikarenakan kemelekatan untuk menjadi (berwujud). Di dalam kehidupan baru ini mereka pun menjadi korban uisa tua, mati dan penderitaan lainnya.para makhkluk berkelana di dalam lingkaran tumimbal lahir dari satu kehidupan ke lain kehidupan tanpa henti, mengalami semua jenis kesusahan dan penderitaan yang beragam. Di dalam mencari sebab utama (akar) dari peristiwa itu menjadi tampak nyata bahwa dikondisikan oleh kelahiran, disana mengikuti rangkaian selanjutnya yaitu: usia tua, sakit, mati dan penderitaan kehidupan lainnya. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mencegah proses tumimbal lahir yang berkelanjutan, apabila ingin terbebas dari penderitaan kehidupan yang berulang.
Tumimbal lahir terjadi dikarenakan adanya kebodohan dan kemelekatan yang terkandung di dalam kehidupan ini. Kelahiran yang baru hanyalah munculnya sebuah kesadaran yang merupakan hasil dari kemelekatan terhadap objek dari kehidupan sebelumnya. Apabila tidak terdapat kemelekatan, maka tidak akan ada kelahiran baru. Oleh karena itu, setiap usaha harus ditujukan untuk terbebas dari kemelekatan apabila tidak menginginkan kelahiran yang baru.
Kemelekatan terhadap kehidupan ini dapat berlangsung karena 2 alasan:
1. Karena tidak mengerti ketidakpuasan/penderitaan batin dan jasmani.
2. Karena tidak merealisasikan bahwa Nirvana jauh lebih luhur bila dibandingkan dengan jenis kebahagiaan lainnya.
Sebagai contoh, mirip kasus seseorang yang hidup di daerah yang gersang dan menyedihkan yang dikelilingi oleh banyak bahaya. Karena diliputi kegelapan batin secara alamiah ia berpikir desanya indah dan memiliki kemelekatan yang kuat terhadapnya karena ia tidak memiliki pengetahuan yang jelas akan kekurangan daerahnya, dan kondisi yang lebih baik ditempat lainnya. Apabila ia mulai mengetahui kenyataan-kenyataan secara penuh dan arif, daerahnya tidak lagi menarik baginya dan ia akan serta merta pindah ke daerah baru. Demikian pula, sangatlah penting untuk mencoba mengerti kondisi tak memuaskan dari batin dan jasmani yang mengusai kehidupan ini dan secara bertahap berjuang merealisasikan superioritas Nirvana dengan sebuah pandangan untuk menghancurkan secara total kemelekatan terhadap kehidupan. Pengetahuan ini dapat diperoleh melalui latihan meditasi yang tepat. Oleh karena itu, setiap orang yang menginginkan untuk terbebas dari segala penderitaan dan sebagainya, sekaligus merealisasikan nirvana secara mandiri, seyoyanya melaksanakan latihan meditasi.
Pembagian meditasi ajaran Buddha
Meditasi dibagi menjadi 2 bagian:
1. Samatha-kammatthana
2. Vipassana-kammatthana
Latihan Samatha-kamatthana akan mengembangkan faktor batin atas delapan pencapaian duniawi (Lokiya samapatti) yang terdiri dari “4 jenis rupa jhana” dan “4 jenis arupa jhana”. Latihan yang berulang kali atas kondisi di dalam jhana ini akan membawa lima kemahiran batin duniawi luar biasa (5 abhinna/5 kegaiban batin) sebagai berikut:
1. Iddhi-vidha-abhinna: kekuatan dari satu menjadi banyak dan dari banyak menjadi satu lagi. Kekuatan untuk menembus dinding atau gunung tanpa rintangan seolah di udara. Kekuatan untuk berjalan di atas air tanpa tenggelam, seolah seperti berjalan di atas tanah. Kekuatan untuk memasuki/menyelam ke dalam tanah dan muncul lagi dipermukaan tanah, seolah seperti ke atau dari dalam air. Kekuatan untuk terbang dengan kaki bersila ke angkasa, seolah seperti burung yang memiliki sayap. Kekuatan untuk menyentuh matahari dan bulan dengan menggunakan tangan.
2. Dibba-sota-abhinna: telinga dewa, kekuatan untuk mendengarkan suara baik suara manusia, maupun suara makhluk surgawi, suara jauh maupun dekat.
3. Ceto-pariya abhinna: kekuatan untuk mengetahui pikiran orang lain.
4. Pubbe-nivasa-abhinna: kekuatan untuk mengetahui kejadian kehidupan lampau sesorang.
5. Dibba-cakkhu-abhinna: mata dewa, kekuatan untuk melihat semua bentuk-bentuk dan warna yang jauh maupun dekat, baik besar maupun kecil.
Memiliki atribut-atributi (kekuatan Abhinna) ini tetap tidak akan menjamin dan membawa kepembebasan dari ketidakpuasan kehidupan, usia tua, kematian dan seterusnya. Kematian seseorang yang memiliki jhana secara utuh akan menyebabkan tumimbal lahir di alam Brahma yang jangka waktu kehidupannya sangat panjang, bisa satu usia dunia, dua kali, empat kali, delapan kali atau seterusnya, sesuai kasus perkasus.
Latihan Vipassana-kammatthana seseorang dapat merealisasikan Nirvana dan memenangkan pembebasan mutlak dari penderitaan kehidupan.
Vipassana-kammatthana dibagi menjadi 2 sub bagian, yaitu:
1. Samattha-yanika, seseorang yang mengambil dasar permulaan latihan samatha-kammatthana untuk merealisasikan Nirvana.
2. Suddha-vipassana-yanika, seseorang yang secara langsung melatih Vipassana-kammatthana untuk merealisasikan nirvana tnpa melalui latihan awal samattha-kammatthana.
40 objek meditasi
Di dalam naskah, terdapat 40 objek meditasi, beberapa di anatarnya dapat digunkan sebagai “latihan dasar samattha” untuk melaksanakan latihan vipassana. 40 objek meditasi itu adalah:
1. 10 kasina (alat permenungan)
2. 10 asubha (ketidak murnian)
3. 10 anussati (perenungan)
4. 4 brahma vihara (sikap batin luhur)
5. 4 arupa (tahapan arupa jhana)
6. 1 ahare-patikula-sanna (perenungan atas makanan yang menjijikkan)
7. 1 catu-dhatu-vavatthana (analisa empat unsur)
10 Kasina (alat permenungan) terdiri dari:
1. Kasina tanah (pathavi)
2. Kasina air (apo)
3. Kasina api (tejo)
4. Kasina udara (vayo)
5. Kasina warna biru gelap (nila)
6. Kasina warna kuning (pita)
7. Kasina warna merah darah (lohita)
8. Kasina warna putih (odata)
9. Kasina cahaya (aloka)
10. Kasina ruang terbatas (akasa)
10 Asubha (ketidakmurnian) terdiri dari:
1. Sebuah mayat membiru (vinilaka)
2. Sebuah mayat membengkak (uddhumataka)
3. Sebuah mayat terinfeksi/bernanah (vipubbaka)
4. Sebuah mayat terbelah dua (vicchiddaka)
5. Sebuah mayat (vikkhayittaka)
6. Sebuah mayat yang terserak hancur (hatavikkhittaka)
7. Sebuah mayat yang terpotong-potong dan berserakkan (vikkhittaka)
8. Sebuah mayat yang berdarah (lohitaka)
9. Sebuah mayat yang terinfeksi cacing/belatung (puluvaka)
10. Sebuah tengkorak (atthika)
10 Anussati (perenungan) terdiri dari:
1. Perenungan terhadap kualitas-kualitas Buddha (Buddhanussati)
2. Perenungan terhadap kualitas-kualitas Dhamma (Dhammanussati)
3. Perenungan terhadap kualitas-kualitas Sangha (Sanghanussati)
4. Perenungan terhadap kemoralan sesorang (Silanussati)
5. Perenungan terhadap kemurah-hatian sesorang (Caganussatti)
6. Perenungan terhadap kualitas untuk tumimbal lahir sebagai dewa (Devanussati), yaitu keyakinan teguh, kemoralan, kemauan belajar dan mendengarkan Dhamma, kemurah-hatian dan kebijaksanaan.
7. Perenungan terhadap nirvana (Upasamanussati)
8. Perenungan akan kepastian kematian (Marananussati)
9. Perenungan atas 32 bagian tubuh (kayagatasati), seperti rambut, bulu tubuh, kuku, gigi, kulit dan lainnya.
10. Perenungan terhadap keluar dan masuknya napas (Anapanasati)
4 Brahma Vihara terdiri dari:
1. Cinta kasih yang universal terhadap semua makhluk (metta)
2. Belas kasihan terhadap makhluk yang menderita (karuna)
3. Simpati atas keberhasilan/pencapaian makhluk lain (mudita)
4. Keseimbangan batin sempurna (upekkha)
Berdiam dengan batin yang dipenuhi oleh cinta kasih universal yang diarahkan ke arah pertama, ke arah kedua, ke arah ketiga, kemudian ke arah keempat, demikian pula ke atas, ke bawah dan ke sekelilingnya, dan ke segala penjuru kepada semua mkhluk hidup, seperti dirinya. Ia memancarkan ke segenap dunia dengan batin dipenuhi oleh cinta kasih universal, batin yang lapang, berkembang, tanpa batas, terbebas dari kebencian dan niat jahat….. dengan batin yang dipenuhi oleh belas kasihan, oleh sikap simpatii terhadap pejncapaian/keberhasilan makhluk lain, dan oleh keseimbangan yang sempurna (Jivaka Sutta, Majjhima Nikaya Sutta).
4 Arupa, terdiri dari:
1. Berdiam dalam pemenungan atas kondisi ruangan yang tanpa batas (Akasanancayatana)
2. Berdiam dalam pemenungan atas alam kesadarn yang tak terbatas ( Vinnanancayatana)
3. Berdiam dalam pemenungan atas alam kekosongan (akincannayatana)
4. Berdiam dalam pemenungan atas kondisi alam bukan-pencerapan juga bukan bukan-pencerapan (necasanna-nasannayatana)
Deskripsi singkat latihan samatha-kammatthana
Pathavi Kasina kammatthana dan pencapaian Jhana
Seseorang yang mengambil objek meditasi dengan memilih Kasina Tanah (Pathavi-kasina) untuk permenungannya, seyoyanya memperhatikan sebongkah tanah di atas tanah atau alat berupa segumpal tanah dan merenungkannya dengan mengatakan di dalam batin: “pathavi, pathavi, pathavi” atau “tanah, tanah, tanah”. Setelah merenungkan berulang kali untuk sejumlah waktu tertentu, gambaran alat tanah yang kuat dan jelas akan muncul di dalam batin, seolah-olah dilihat langsung oleh indera penglihatan (‘mata’). Penampilan gambaran batin ini disebut Uggaha-nimitta) (bayangan yang diperoleh). Segera setelah bayangan (nimita) ini menjadi kuat dan stabil di dalam batin, ia dapat pergi ke manapun dan mengambil posisi apa saja, baik posisi duduk, berjalan, berdiri atau berbaring. Ia seyoyanya kemudian melanjutkan untuk merenungkan Uggaha-nimitta itu dengan mengatakan dalam batin “pathavi, pathavi, pathavi”, atau “tanah, tanah, tanah”. Selama waktu permenungan ini dapat terjadi bahwa batin tidak tetap terfokus pada objeknya, namun sering kali mengembara/melayang-layang mengalami objek lainnya dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Batin sering berpikir akan objek-objek yang diinginkan nafsu indera. Ini adalah Kamacchanda-nivarana (rintangan batin keinginan nafsu indera).
2. Batin sering bercokol pada pikiran-pikiran sedih dan marah. Ini adalah vyapada-nivarana (rintangan batin keinginan jahat/niat buruk).
3. Terdapat kekenduran di dalam permenungan dan batin sering bosan dan kabur. Ini adalah Thina-middha-nivarana (rintangan batin kemalasan dan kelambanan batin).
4. Batin sering tidak stabil namun gelisah, dan batin sering khawatir dalam perenungan perbuatan buruk melalui ucapan dan tindak-tanduk jasmani yang telah lampau. Ini adalah Uddhaca-kukkucca-nivarana (rintangan batin kegelisahan dan kekhawatiran).
5. Batin sering memikirkan “apakah permenungan yang sedang dilakukan ini adalah sebuah metode yang benar?; apakah metode ini dapat membawa hasil yang bermanfaat? Apakah ada kesempatan untuk meraih hasil yang baik?” ini adalah Vicikiccha-nivarana (rintngan batin keraguan skeptis).
Kelima rintangan (nivarana) ini seyoyanya dipotong segera setelah mereka muncul, dan batin seyogyanya kembali mengambil objek ’Uggaha-nimitta’ (bayangan yang diperoleh), misalnya dengan merenungkan sebagai: “pathivi, pathivi, pathivi” atau “tanah, tanah, tanah” seperti yang dilakukan pada permulaan latihan. Kemudian ia seyogyanya kembali ke tempat yang sama dan melanjutkan dengan permenungan di dalam berbagai posisi tubuh, baik duduk, berdiri, berbaring maupun berjalan.
Dengan melakukan permenungan demikian terhadap objek Uggaha-nimitta secara berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama, objek tersebut akan “terlihat” jelas dan mirip penampilan kristal tidak seperti penampakkan awalnya. Ini disebut Patibhaga-nimitta (bayangan keseimbangan). Kondisi batin seperti ini dikenal sebagai ’Upacara Samadhi’ (konsentrasi berdekatan). Kini, dengan secara berkesinambungan batin berada dalam ’Upacara-samadhi’ dengan objeknya Patibhaga-nimitta (bayangan keseimbangan), batin mencapai satu keadaan seolah tenggelam ke dalam objek dan berdiam secara menetap di dalamnya. Tahap ketetapan dan kestablian batin ini dikenal sebagi Appana-samadhi (konsentrasi pencapaian).
Terdapat 4 jenis appana-samadhi untuk rupa-jhana, yaitu:
Jhana pertama; Jhana kedua; Jhana ketiga; Jhana keempat.
a. Di dalam Jhana pertama lima faktor batin yang hadir secara nyata, adalah:
– Faktor batin yang berfungsi dalam penerapan/perenungan awal atau pengarahan terhadap objek (vitakka).
– Faktor batin yang berfungsi dalam penerapan penambatan terhadap objek (vicara).
– Faktor batin yang berfungsi dalam menimbul suka cita/kegiuran (piti).
– Faktor batin yang berfungsi dalam menimbulkan kegembiraan (sukha).
– Faktor batin yang berfungsi dalam konsentrasi terfokus kuat terhadap (ekaggata).
b. Seseorang yang telah mencapai tahap Jhana pertama dan ahli, melihat ketidak puasan di dalam dua faktor batin pertama di atas, yaitu Vitakka dan Vicara, melanjutkan lagi melakukan perenungan untuk mengatasi kedua faktor batin tadi, dan berhasil mencapai tahap ‘Jhana Kedua’, yang kondisi faktor batin paling menonjolnya ada tiga, yaitu: piti, sukha dan ekaggata.
c. Dengan melihat ketidak puasan yang terdapat di dalam ‘piti’. Ia melanjutkan dengan perenungannya untuk mengatasi ‘piti’ dan berhasil mencapai tahap “Jhana ketiga” yang kondisi faktor batin paling menonjol ada dua, yaitu: sukha dan ekaggata.
d. Dengan melihat ketidakpuasan yang terdapat di dalam ‘sukha’, ia melanjutkan dengan perenungan untuk mengatasi faktor batin sukha tersebut dan berhasil mencapai tahap “Jhana Keempat” yang kondisi faktor batin paling menonjolnya ada dua, yaitu “Upekkha (keseimbangan)” dan ekaggata.
Inilah deskripsi singkat cara untuk merenungkan ‘Pathavi Kasina’ dan pengembangan bertahap keempat tingkat Jhana. Hal yang sama dapat dilakukan untuk kasina yang lain.
Di dalam hal seseorang yang memilih salah satu pokok meditasinya “Asubha sebagai subjek konsentrasinya, ia seyogyanya melihat ke arah seonggok mayat membengkak, atau mayat yang membiru dan seterusnya, dan merenungkan dengan mengatakan di dalam batin ‘mayat membengkak, mayat membengkak, mayat membiru, mayat membiru dan seterusnya. Ia seyogyanya kemudian melaksanakan perenungan di dalam cara yang sama seperti kasus pathavia kasina. Perbedaannya yang ada adalah bahwa perenungan subjek asubah hanya akan menghantarkan untuk pencapaian tingkat jhana pertama.
Perenungan terhadap 32 bagian tubuh, (kayagata-sati) juga hanya akan menghantarkan untuk pencapaian tingkat Jhana pertama.
Delapan perenungan yang terdiri dari Buddhanussati sampai dengan marananussati; makanan yang menjijikkan (aharepatikkula-sanna); dan analisa empat unsur (catu-dhatu-vavatthana) akan membawa hanya sampai tahap upacara-samadhi.
Tiga dari empat Brahma Vihara, yaitu: metta, karuna dan mudita akan membawa sampai dengan tingkat Jhana Ketiga, namun seseorang yang telah melakukan meditasi melalui perenungan satu dari tiga Brahma Vihara ini yang telah mencapai tingkat Jhana ketiga, juga akan mencapai tingkat Jhana keempat dengan melaksanakan perenungan Brahma Vihara ke empat, yaitu: Upekkha (keseimbangan).
Mereka yang telah mencapai tingkat Jhana keempat melalui permenungan kasina, akan mencapai tingkat-tingkat 4 Arupa Jhana dengan merenungkan 4 Arupa secara berurutan.
Tidak ada Jhana tanpa kebijaksanaan;
Tidak ada kebijaksanaan tanpa Jhana;
Namun barang siapa yang memiliki jhana dan kebijaksanaan;
Mereka berada di dalam kehadiran Nibbana
(Dhammapada 372)
Metode melatih diri sebagaimana diajarkan dalam shurangama sutra
Pada saat itu, Hyang Buddha berkata kepada para Bodhisattva Agung dan Arahat Utama di dalam persamuan: “Sekarang Aku ingin bertanya kepada kalian, para Bodhisattva dan Arahat yang terlahir dari Dharma-Ku (mencapai kedudukkan sekarang dari mempelajari dan mempraktikkan Dharma-Ku) dan telah mencapai pencerahan atas ke 18 bidang sensasi (dhatu), cara manakah menurut kalian sebagai yang terbaik untuk mencapai kesempurnaan dan melalui cara apakah kalian memasuki keadaan samadhi?”.
A. Meditasi pada ke-6 data sensasi
1. Meditasi suara oleh Arahat Kaundinya (salah satu dari kelima Bhiksu pertama).
2. Meditasi pada bentuk oleh Arahat Upanishad.
3. Meditasi pada bau oleh Arahat “Dihiasi Wewangian”.
4. Meditasi pada rasa oleh ke-2 Pangeran Dharma Bhaisajya-raja dan Bhaisjyasamudgata.
5. Meditasi pada sentuhan oleh Bodhisattva Bhadrapala bersama ke-16 pengikutnya.
6. Meditasi pada hal/ benda (dharma) oleh Arahat Mahakasyapa.
B. Meditasi pada ke-5 organ indera
7. Meditasi pada organ penglihatan oleh Arahat Aniruddha.
8. Meditasi pada organ penciuman oleh Arahat Ksudrapanthaka.
9. Meditasi pada organ perasa oleh Arahat Gavampati .
10. Meditasi pada tubuh oleh Arahat Pilindavatsa.
11. Meditasi pada intelek (mana) oleh Arahat Subhuti.
C. Meditasi pada ke-6 kesadaran
12. Meditasi pada persepsi penglihatan oleh Arahat Shariputra.
13. Meditasi pada persepsi pendengaran oleh Bodhisttva Samantabhadra.
14. Meditasi pada persepsi penciuman oleh Arahat Sundarananda.
15. Meditasi pada persepsi lidah oleh Arahat Purnamaitrayaniputra.
16. Meditasi pada persepsi objek sentuhan oleh Arahat Upali.
17. Meditasi pada kemampuan pikiran oleh Arahat Mahamaudgalyayana.
D. Meditasi pada ke-7 elemen
18. Meditasi pada elemen api oleh Arahat Ucchusma.
19. Meditasi pada elemen tanah oleh Bodhisattva Dharanimindhara.
20. Meditasi pada elemen air oleh Bodhisattva Candraprabha.
21. Meditasi pada elemen angin oleh Bodhisattva Cahaya Kristal.
22. Meditasi pada elemen ruang hampa oleh Bodhisattva Akasagarbha.
23. Meditasi pada elemen kesadaran oleh Bodhisattva Maitreya.
24. Meditasi pada elemen persepsi oleh Bodhisattva Mahasthamaprapta.
E. Meditasi pencapaian penerangan sempurna
25. Meditasi pada organ pendengaran oleh Bodhisattva Avalokitesvara.
Hyang Buddha memuji metode pencapaian penerangan sempurnaku yang unggul dan dihadapan persamuan memberi aku nama Avalokitesvara. Karena kemampuanku mendengar dan kontemplasiku (menyadari) yang sempurna di 10 penjuru, namaku dikenal dimana-mana di 10 penjuru.
Setelah itu, Hyang Tathagata berkata kepada Pangeran Dharma Bodhisattva Manjusri: ”Engkau harus merenungkan ke-25 Bodhisattva dan Arahat yang tidak perlu belajar lebih lanjut ini, dimana mereka masing-masing telah menceritakan metode bijaksana yang digunakan pada saat permulaan latihan mereka untuk mencapaian ke-Bodhian. Di dalam kenyataan, latihan mereka tidak berbeda dan tidak lebih bagus atau lebih jelek satu sama lainnya.
Penutup
Demikianlah ulasan artikel mengenai “Peran dan fungsi ilmu gaib dalam persepktif ajaran Buddha”. Ini dibuat. Adapun tulisan ini bukan dimaksudkan merangsang supaya siswa dan umat Buddha untuk tertarik, belajar dan mempraktikkan ilmu gaib, melainkan agar memahami maksud dan tujuan ilmu gaib dalam ajaran Buddha, supaya terang, waspada, mawas diri terhadap praktik ilmu gaib orang lain yang belum dikenal kebenarannya, motivasi apa dan maksud tujuannya. Juga tulisan ini kalau tidak salah kiranya belum pernah diangkat kepermukaan sehingga siswa dan umat Buddha banyak yang belum tahu peran dan fungsi ilmu gaib. Untuk mencegah dan mengantispasikan umat Buddha tidak lari dari kebenaran Dharma malah tertarik hanya mau belajar ilmu gaib spektakuler yang suka bikin heboh dan suka digembar-gembor kehebatannya oleh kaum pemilik ilmu gaib, maka tulisan ini perlu dipublikasikan secara luas agar diketahui oleh masyarakat Buddhis supaya paham dan tidak salah pandangan. Walaupun tulisan artikel ini berat dan sulit dikerjakan oleh penulis tapi rasanya senang dapat berbuat sesuatu untuk menambah wawasan cakrawala pandangan dan pikiran umat Buddha, harapannya semoga tulisan artikel ini membawa banyak manfaat bagi umat Buddha.
Perlu diketahui, bahwa tulisan ini di dapat bersumber dari ajaran Buddha khususnya dari Abhidharma, kiranya masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki juga gaya tulisannya terasa singkat kurang penjelasan lengkap karena terbentuk faktor keterbatasan jumlah isi majalah, juga tidak bermaksud menyinggung, mendeskreditkan apalagi merendahkan siapapun juga, melainkan sekedar informasi dan pengetahuan saja. Apabila di dalam tulisan ini ditemukan ada hal-hal yang kurang baik atau tidak menyenangkan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Ada pepatah mengatakan: “Obat mujarab sangatlah pahit di mulut, begitupula kata-kata bijak umumnya tidak enak di dengar”. Harapannya tentu sesudah di minumnya obat yang pahit ini dapat menyembuhkan segala penyakit kita. Semoga pepatah ini dapat direnungkan, dipahami dan dimaklumkan untuk tulisan artikel ini.
Akhir kata semoga kita kita senantiasa mendapatkan perlindungan dan bimbingan dari Sang Triratna Buddha, Dharma dan Sangha, serta rajin mempraktikkan Sila, Samadhi dan Prajna untuk mengembangkan dan meraih pencerahan dan Maha Bodhi, Svaha, Amithofo.
Sumber Referensi:
– Sutra dan Abhidharma Mahayana Buddhis.
– Samadhi Pencerahan Agung oleh Somdet Phra Buddhagosacariya, diterjemahkan oleh Goey Tek Jong.
– Meditasi Umat Buddha dan 40 Pokok Meditasi, Mayasi Sayadaw.