Merubah Kesadaran Menjadi Kebijaksanaan

Oleh: YM Bhiksu Tadisa Paramita Mahasthavira

“Dimana terdapat nafsu, kebencian, kemabokan, dan kedunguan disitu tidak terdapat kebijaksanaan”. (Buddha)

Kebijaksanaan hanya muncul di dalam pikiran, ketika rintangan, gangguan, dan berbagai kotoran batin tidak aktif di dalam pikiran.

Kesadaran yang belum murni, bersifat diskriminatif atau bersifat memilih-milah. Kesadaran itu timbul karena kondisi, tak ada kesadaran yang timbul tanpa kondisi; Kesadaran diberi nama dari kondisi yang menimbulkan. Setiap kesadaran yang bagaimanapun umumnya dipengaruhi oleh noda noda dan dipancing oleh kemelekatan.

Merubah Berbagai Kesadaran Menjadi Kebijaksanaan, yaitu:

  1. Lima kesadaran pertama (Mata, telinga, hidung, mulut dan tubuh) juga disebut lima kemampuan indra. Dalam hal ini, lima kemampuan indera adalah gerbang kebijaksanaan yang dengannya kebijaksanaan mengetahui objek yang ada, namun tanpa kepalsuan atau kekotoran batin. Dengan demikian, kita mengambil kelima kesadaran ini dan membuat mereka menjadi kebijaksanaan yang cermat.
  2. Kesadaran keenam (pikiran) juga disebut konsep fakultas konseptual. Di sini, di gerbang kebijaksanaan kita harus bekerja dengan penuh semangat untuk membangunkan. Kebangkitan berarti kemurnian, dan sesuai dengan Dharma. Dengan kenyataan dan pandangan konvensional yang sama, kita memiliki kebijaksanaan yang sempurna, mengubah pikiran konseptual menjadi kebijaksanaan. Kesadaran akan kebijaksanaan bisa diketahui dengan jelas tanpa membedakan, dan mengubah pengetahuan menjadi hikmat. Ini disebut pemenuhan kebijaksanaan tindakan.
  3. Kesadaran ketujuh (manas), ketika tidak menggenggam, tentu saja tidak ada kebencian atau cinta. Karena tidak ada kebencian atau cinta, semua hal disamakan. Dengan demikian disebut kebijaksanaan persamaan yang tidak melekat.
  4. Kesadaran kedelapan (alaya): bila kosong di gudang, murni, Ini seperti cermin bening yang tergantung di luar angkasa. Semua segudang gambar muncul di dalamnya, tapi cermin terang ini tidak pernah berpikir, “Saya dapat membuat gambar muncul,” atau gambar-gambar itu mengatakan, “Kita dilahirkan dari cermin.” Karena tidak ada subjek atau objek, kita menyebut kebijaksanaan ini Kebijaksanaan cermin besar.

Kebijaksanaan cermin besar diambil sebagai Dharmakaya, tubuh kenyataan.

Kebijaksanaan persamaan inheren diambil sebagai Sambhogakaya, tubuh pahala.

Kebijaksanaan yang cermat diambil sebagai Nirmanakaya, manifestasi fisik, tubuh transformasi.

Kebijaksanaan cermin besar diambil sebagai tubuh kenyataan karena dilengkapi dengan semua kebajikan tanpa noda, bulat dan penuh dengan kebenaran lengkap: ini seperti cermin duniawi yang dapat menunjukkan gambar yang beragam tanpa membedakan.

Kebijaksanaan kesetaraan yang inheren diambil sebagai tubuh penghargaan karena ketika pikiran palsu benar-benar lenyap, dimanapun – realitas yang sama dapat dicapai dan berbagai praktik telah disempurnakan.

Pencapaian kebijaksanaan tindakan dan kebijaksanaan pengamatan yang halus diambil sebagai tubuh transformasi, karena ketika enam kemampuan indra itu bersifat tanpa noda, menolong para makhluk hidup dalam skala luas, terlepas dari diri sendiri dan orang lain, membiarkan mereka berbagi dalam pemahaman dan menumbuhkan dasar (untuk pencerahan).

Dalam Sekte Mahayana Aliran Thien Tai, kebijaksanaan dibagi menjadi tiga bagian:

Semua kebijaksanaan sunyata: Sunya berarti kosong. Kosong disini bukan berarti nihilime, melainkan sebaliknya suatu kepenuhan. Manusia dan fenomena lainnya adalah sunya, kosong dari inti, kosong dari subtansi.

1. Dalam dialektika Madhyamika Nagarjuna, sunyata bukanlah suatu penolakan terhadap realitas. Sunyata justru menolak pandangan yang menolak realitas, dan pandangan tentang kemutlakan realitas. Realitas bukanlah eksistensi atau non eksistensi (ada atau tidak ada). Kedua-duanya atau bukan kedua-duanya.Dalam sunya bahwa yang absolut tak terungkapkan dengan kemampuan wujud, bahasa dan kondisi hati. Yang absolut hanya dapat direalisir sebagai yang bukan dualisme melalui kebijaksanaan transenden (prajna).

Di dalam Maha Prajna Sutra, disabdakan: bila semua Dharma tidak kosong (sunya), maka tiada jalan kesucian, juga tidak ada buah kesucian. Praktek kesunyataan ini saja hanya menghasilkan tingkatan Sravaka, dan Prayetka Buddha.

2. Kebijaksanaan metode dan praktik: Bodhisattva sudah menembusi realitas segala kekosongan. Melampaui dulitas kosong dan eksisitensi. Bodhisttva berikrar dan berupaya menolong semua makhluk, maka ia harus memiliki kemampuan dan menguasai segala pintu metode dan praktik, mengerti kepalsuan perenungan, mengusai Samadhi ilusi, menembusi semua Dharma berasal dari sebab, mengetahui sebab akibat yang harmonis yang menghasilkan buah karma, senantiasa gunakan kebijaksanaan ini untuk memiliki aneka cara, menguasai berbagai metode Dharma untuk menolong semua makhluk. Kebijaksanan ini disebut Bodhisattva menampilkan kebijaksanaan menggugah dan membimbing. Bodhisattva memiliki hati maha welas asih dan penuh cinta kasih. Mereka tidak meninggalkan dunia saha, tidak meninggalkan semua makhluk, dari dunia sunyata kembali ke dunia palsu, tentu Bodhisattva tidak melekat kepada sunyata dan kepalsuan.tidak ternoda oleh kosong dan kepalsuan, kadang pula pergunakan sunyata dan kepalsuan bila diperlukan. Karena itu, “Duduk dengan tenang dalam mandala bulan di atas air, membuat mimpi besar dalam urusan Buddha” oleh sebab itu, Bodhisattva dapat menolong semua makhluk tanpa rintangan, dan mampu mencapai semua pahala.

3. Kebijaksanaan sempurna: Buddha bukan hanya melampaui kebijaksanaan sunyata para Sravaka, Pratyeka Buddha, juga melampaui kebijaksanan Bodhisattva yang mengusai berbagai metode dan praktik. Lebih-lebih mengusai perwujudan sepuluh Dharma-dhatu, yang memiliki “Sepuluh Hal kedemikianan”: 1. Bentuk/aspek demikian; 2. Karakteristik demikian,2.Inti Diri demikian;Kekuatan demikian; 5 Perilaku demikian; 6. Sebab demikian; 7. Syarat/kondisi demikian; 8. Hasil/akibat demikian; 9. Pembalasan demikian; 10. Konsistensi awal sampai akhir demikian. Semua Dharma karena olahan pikiran, semua karena peran hati yang muncul, ini disebut para Buddha menembusi pencerahan besar sempurnanya kebijaksanaan prajna.

Seseorang yang memiliki kebijaksanaan dapat membedakan baik-buruk, benar-salah, mana yang berguna dan mana yang tidak berguna; Seseorang mau menyucikan diri harus dengan kebijaksanaan; Hidup dengan bijaksana adalah kehidupan yang paling mulia (Anguttara Nikaya IV, 286; Sutta Nipata 184; Sutta Nipata 181-182)

Sifat pikiran adalah murni, tetapi kejahatan adalah debu di pikiran. Bersihkan debu pikiran dengan air kebijaksanaan. (Manjusri Pariprikkha Sutra)

Bila pikiran kita senang, maka kita akan senang kemana pun kita pergi. Ketika kebijaksanaan muncul dalam diri kita, kita akan menemukan kebenaran kemanapun kita melihat. Kebenaran itu ada dimana-mana. Sama halnya bila kita telah belajar membaca. Kita dapat membaca dimana saja.

Salam Bijaksana. Amituofo