Agama Buddha, Agamaku
- Dibabarkan (kembali) oleh : Siddhatta Gotama (563-487 SM)(Buddha ke-28)
- Kitab : Tipitaka yang memuat Sutta (Sabda Sang Buddha), Vinaya (Peraturan Bhikkhu/Bhikkhuni), dan Abhidhamma.
- Pengajaran Dhamma dilakukan oleh : komunitas Sangha.
- Tempat Pengajaran: Vihara.
- Tempat Dewa/Dewi Bumi Dipuja Secara Khusus: Kelenteng
- Tradisi (Aliran/School): Theravada dan Mahayana (Zen,Vajrayana, dsb)
Ajaran agama Buddha menjelaskan kekeliruan adanya pemahaman Tuhan yang dikonsepkan sebagai Sang Maha Pencipta Tunggal, Yang mengatur nasib dan takdir makhluk hidup. Sebaliknya Agama Buddha bertitik-tolak pada hukum-hukum kebenaran yang bersifat alami, seperti Hukum Karma, Hukum Reinkarnasi (Kelahiran Berulang-Ulang), Hukum Sebab-Akibat Saling Bergantungan Yang Menjelaskan Asal-Mula dan Tiga Corak Universal (dukkha, anicca, anatta), yang mengatur interaksi, nasib dan takdir makhluk hidup.
Ajaran agama Buddha menyangkal adanya roh-abadi beridentitas “aku” atau “kamu” setelah mati dan menjelaskan bahwa terjadi kekeliruan jika roh dipersepsikan bisa disucikan oleh Tuhan karena kepatuhan kepada Tuhan dan menggolongkan hal tersebut salah satu pandangan keliru.
Agama Buddha menjelaskan kesucian tidak akan dicapai hanya dengan ketaatan atau kepatuhan terhadap Tuhan atau figur Dewa, melainkan kesucian hanya bisa direalisaikan melalui penyempurnaan latihan terus-menerus atas derma-sila-meditasi dimana akar kejahatan seperti keserakahan, kebencian dan kedunguan-batin pertama-tama akan dilemahkan dalam perjalanan transformasi mental oleh latihan, lalu akar-akar tersebut tidak menguat lagi dan terakhir tidak muncul lagi baik dalam keadaan pasif maupun aktif.
Agama Buddha memaparkan bahwa ada Dewa di alam Brahma, salah satu alam di atas alam surga, dimana Dewa tersebut memiliki pengertian keliru, menganggap dirinya sebagai Tuhan Pencipta, Awal dari Segala Makhluk. dan gelar-gelar lainnya.
Ajaran agama Buddha mengajarkan adanya tujuan akhir Nibbana/Nirvana yang akan dicapai dan menjelaskan bahwa kenyataan-kenyataan hidup yang dialami manusia, yang mana kehidupan manusia dan para dewa/i (makhluk surgawi dan Brahma) itu belum terlepas dari dukkha.
Tujuan paling akhir umat Buddha adalah mencapai kesucian yang merupakan kebahagiaan mutlak, tertinggi, kebahagian yang bebas dari kondisi,bebas dari landasan empat unsur, atau lebih gampang disebut juga pencerahan tertinggi yaitu Nibbana/Nirvana yang abadi, dimana Nibbana adalah padamnya keserakahan, kebencian dan kedunguan-batin ibarat api yang padam pada lilin yang terbakar habis.
Setelah merealisasikan Nibbana, Sang Buddha menyatakan bahwa Nibbana itu ada dan menyatakan Nibbana adalah yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak diciptakan dan yang mutlak. Adanya Nibbana maka manusia dan para makhluk hidup kelak bisa memutuskan rantai lahir-mati-lahir yang berulang-ulang.
Nibbana adalah kesadaran agung, satu-satunya kekekalan abadi karena telah bebas dari kondisi, bebas dari landasan empat unsur.
Sebelum merealisasikan Nibbana, manusia dan para makhluk hidup mengalami siklus kelahiran dan kematian yang tidak terhingga dan terlahir dalam bentuk-bentuk kehidupan, dari yang rendah sampai yang tinggi, silih-berganti, sesuai dengan tumpukan perbuatan baik dan buruk yang dilakukan, itulah yang dipetik.
Klassifikasi dari kompilasi Alam Kehidupan dari bentuk paling rendah adalah :
- Alam Neraka,
- Alam Hantu-Menderita,
- Alam Raksasa-Penuh-Kebencian,
- Alam Binatang, Alam Manusia,
- Alam Surgawi,
- Alam Brahma Berbentuk,
- Alam Brahma-Bebas-bentuk.
KEBERADAAN MANUSIA PERTAMA
Karena tiada penciptaan tunggal dan eksistensi muncul karena hubungan sebab-akibat (causal) yang saling bergantungan, yang mana hubungan tersebut tidak terhingga causalnya, sehingga tidak bisa ditelusuri, maka kebenaran sejati dari awal eksistensi manusia adalah tidak bisa ditelusuri.
Jika ada konsep mengenai manusia pertama, Buddhist mengatakan itu hanya kebenaran konvensional / relatif, bukan kebenaran mutlak. Bumi yang kita tinggali diperumpamakan hanya bagaikan sebutir pasir dari sejumlah tidak terhingganya butir-butiran pasir di seluruh samudera. Artinya di bumi ini, mungkin bisa ditemukan konsep bagaimana manusia pertama itu muncul.Namun kalau menyangkut manusia pertama di alam semesta, maka itu tidak dapat ditelusuri.
Apa kebenaran mutlak mengenai awal keberadaan manusia?
Yaitu tidak dapat ditelusuri awalnya karena semua elemen dan eksistensi terbentuk dari hubungan sebab-akibat yang saling bergantungan satu sama-lain dimana jumlahnya tidak terhingga dan tidak bisa ditelusuri, begitu juga dengan eksistensi semua makhluk, termasuk manusia. Itu jawabannya.
Contoh untuk memahaminya adalah :
0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 …..dst
Kebenaran relatif dimana ada yang menganggap pasti ada awal dari segala sesuatu, yaitu : Awal dari angka 1 adalah 0. Sebagian menanggap 0 adalah awalnya, causa prima, sebab tunggal, awal dari segala sesuatu.
itu disebut kebenaran relatif, tidak salah, namun juga tidak absolut benar.
Kebenaran mutlak adalah sebelum angka 0, ada angka -1, sebelum angka -1 terdapat angka -2, dan seterusnya sampai tidak terhingga, tidak bisa ditelusuri, diliputi oleh kegelapan kosmis karena tiada awal yang bisa ditelusuri.
…..dst…..-6,-5,-4,-3,-2,-1,0,1,2,3,4,5,6…….dst….
Adanya avijja (kegelapan/ketiada-pengetahuan) maka muncul tanha (nafsu keinginan rendah), Yang dimaksud dengan avijja ini adalah semacam kegelapan yang kosmis, yang menjadikan manusia dan makhluk lain digelapkan pandangan terangnya, yang menyebabkan manusia mengalami delusi-pikiran, tercengkram oleh kebencian dan terbakar oleh nafsu.
Avijja ini hakekatnya adalah sifat asasi alam semesta ini, yang memiliki tiga ciri yang universal, yaitu bahwa alam semesta adalah penuh dengan penderitaan (dukkha), bahwa alam semesta adalah berubah terus-menerus, tidak permanen, tidak kekal (anicca), tanpa awal dan tanpa akhir dan bahwa tiada jiwa(zat)-yang-berkarakteristik-tetap (anatta).
Ajaran Buddha membabarkan bahwa kelahiran yang berulang-ulang menempatkan manusia dan para makhuk hidup lainnya akan selalu hidup dalam penderitaan (dukkha) karena segala sesuatu itu anicca (tidak kekal/berubah/tidak permanen). Manusia harus mengetahui dan memahami sumber dari dukkha.
Salah satu sumber dukkha adalah nafsu keinginan (tanha). Hawa nafsu ada karena adanya kontak dari Rupa (fisik/anggota indera), Batin (perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran, kesadaran) yang akarnya bermula dari tiga akar kejahatan yaitu : lobha (keserakahan), doca (kebencian) dan moha (kedunguan-batin).
Pikiran yang terdelusi juga merupakan sumber dari dukkha dengan menggenggam erat jasmani, perasaan, persepsi, bentuk-pikiran, kesadaran-indera yang sifatnya tidak kekal, yang sifatnya berubah-rubah, dianggap sebagai kekal, terdelusi sebagai milik sehingga terus dipertahankan sebagai “tidak berubah” dan diinginkan “kekal adanya”, dalam satu kesatuan “diri” yang dianggap nyata dan layak dipertahankan kepemilikannya.
Dalam pandangan ajaran agama Buddha bahwa manusia akan terus menerus berada di lingkaran karma dan samsara, selama belum merealisasikan kesucian.
Sebagaimana diketahui bahwa hidup setiap makhluk di dunia menurut ajaran agama Buddha dalam hal senantiasa dikuasai oleh tiga kemestian:
- Karma
Yakni memikul akibat atas setiap sikap dan laku dan perbuatan dalam mengarungi/menjalani kehidupan. Setiap sikap dan laku yang berlandaskan niat berbuat, akan punya karma, yakni akan menghasilkan akibat kelak. Ada akibatnya yang dirasakan di kehidupan ini, ada akibatnya yang dirasakan di kelahiran mendatang. Baik maupun buruk suatu perbuatan semua makhluk akan diwarisi oleh masing-masing makhluk tsb.Setiap makhluk terlahir karena karmaya sendiri, berhubungan dengan karmanya sendiri, mewarisi karmanya sendiri, terikat oleh karmanya sendiri, dan terlindung oleh karmanya sendiri.
- Samsara
Yakni hidup berulang-ulang (reinkarnasi), dari satu bentuk kehidupan menjadi bentuk kehidupan lain sesuai karmanya. Alam-alam kehidupan yang dilalui jalur reinkarnasi tersebut sesuai karma masing-masing adalah alam neraka, asura, setan kelaparan, binatang, manusia, Dewa(i) (surgawi), Alam Brahma Rupa, dan Brahma Arupa.
- Nibbana/Nirvana
Yakni satu-satunya tujuan akhiruntuk membebaskan diri dari Karma dan Samsara, memurnikan kehidupan duniawi dengan mengikis secara bertahap keserakahan, kebencian dan kedunguan-batin dan akhirnya mencabut akar-akarnya melalui praktek meditasi atau semedi, sehingga samsara berhenti, kita tidak lahir menjadi bentuk kehidupan di alam kehidupan lagi, dan merealisasikan Nibbana.
Dalam pandangan ajaran Buddha, manusia dapat merealisasikan Nibbana dengan memahami 4 kebenaran mulia (Cattari Ariya Saccani) serta menerapkan Jalan mulia beruas 8 disebut Ariyo aṭṭhaṅgiko maggo.
Dasar-dasar ajaran pembebasan tersebut adalah yang disebut:
A. Cattari Ariya Saccani,
bahwa dalam kehidupan di dunia yang berulang-ulang (reinkarnasi) ini penuh dengan hal-hal yang menyedihkan dan kesengsaraan, atau penuh dengan Dukkha. Usia tua adalah dukkha, sakit adalah dukkha, kematian adalah dukkha, kekhawatiran, putus asa, ratap tangis adalah dukkha, berkumpul dengan orang yang tidak disukai adalah dukkha, berpisah dengan orang yang dicintai adalah dukkha. Dukkha meliputi setiap aspek kelahiran berulang-ulang kali yang tak terhingga.
Bahwa manusia berada oleh karena mempunyai nafsu keinginan rendah untuk berada (hidup).Keadaan hidupnya itu adalah penderitaan karena terikat oleh samsara (menjelma berkali-kali).
Jika tidak lagi punya nafsu keinginan rendah (tanha); maka penderitaan samsara dapat dihilangkan yaitu dengan memadamkan nafsu keinginan rendah tersebut.
B. Jalan yang ditempuh untuk tujuan mengatasi dukkha adalah Jalan beruas 8 atau Ariyo aṭṭhaṅgiko maggo
Melaksanakan moralitas dengan baik:
- Ucapan yang benar (Samma Vacca);
- Perbuatan yang benar (Samma Kammanta);
- Mata Pencaharian yang benar (Samma Ajiva)
Mengembangkan konsentrasi:
- Upaya/Usaha yang benar (Samma Vayama);
- Perhatian yang benar (Samma Sati);
- Konsentrasi/Meditasi yang benar (Samma Samadhi)
Mengembangkan kebijaksanaan:
- Pemahaman/Pengertian/Pandangan yang benar (Samma Ditthi)
- Pikiran yang benar (Samma Sankappa)
Untuk itu, umat Buddha menyempurnakan jasa kebajikan (parami) dengan menyokong anak, istri dan orang tua sesuai Manggala Sutta dan memupuk sifat dermawan (berdana) dengan memberi makan binatang, menyokong kebutuhan panti asuhan/jompo/dsb, membantu orang papa, dan parami yang paling bermutu adalah persembahan dana (berupa jubah, makanan, tempat tinggal, obat-obatan, dan uang) kepada para Bhikkhu, lalu dalam sehari – hari selalu mengamati dengan seksama apakah perbuatannya sesuai dengan Pancasilani atau 5 moralitas umat Buddha, karena setiap perbuatan yang melenceng dari Pancasilani akan menyebabkan karma buruk yang memperpanjang rentang samsara, yaitu:
Pancasilani (5 sila/moralitas) di hari biasa:
- Melatih diri menghindari pembunuhan/penganiyaan terhadap nyawa makhluk hidup.
- Melatih diri menghindari pencurian atau mengambil barang yang tidak diberikan.
- Melatih diri menghindari perbuatan seksual yang salah/asusila/zina,
- Melatih diri menghindari ucapan dusta/menipu/fitnah/gosip atau ucapan tidak benar yang merugikan orang lain.
- Melatih diri menghindari minuman keras dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang yang menyebabkan kewaspadaan seseorang menjadi berkurang bahkan hilang sehingga dengan gampang seseorang melakukan pelanggaran empat moralitas di atas.
Setiap minggu setiap penanggalan bulan (kalender Cina) tanggal 1, 8, 15, 23, umat Buddha dianjurkan melaksanakan 8 moralitas/sila (Attha Sila) karena pelaksanaannya dengan sungguh-sungguh bisa melemahkan kualitas karma buruk masa lalu sehingga terhindar dari mara bahaya.
Saat itu tiba, umat Buddha bangun sebelum matahari terbit dan mengambil sila di depan altar Buddha. Jika belum memiliki altar Buddha, umat bisa mengucapkannya 1 hari sebelum hari uposatha, dengan langit dan bumi sebagai saksi niat menjalankan uposatha tersebut.
Attha Sila (8 sila) berbunyi :
- Panatipata veramani sikkhapadam samadiyami
Sama dengan Pancasilani. - Adinnadana veramani sikkhapadam samadiyami
Sama dengan Pancasilani - Abrahmacariya veramani sikkhapadam samadiyami
Sila ke-3 di atas dirubah pada hari itu menjadi lebih ketat, yaitu menghindari perbuatan seksual, “Aku Melatih diri menghindari hubungan intim/ bermesra-mesraan/segala aktivitas seksual lainnya”. - Musavada veramani sikkhapadam samadiyami
Sama dengan Pancasilani. - Suramerayamajja pamadatthana veramani sikkhapadam samadiyami
Sama dengan Pancasilani. - Vikalabhojana veramani sikkhapadam samadiyami
Aku melatih diri menghindari makan pada waktu yang salah.Waktu yang salah adalah lewat tengah hari. Waktu makan adalah jam 7 pagi dan 11 siang. Puasa makan dimulai setelah matahari berada di atas kepala dan tercipta bayangan. Patokannya setelah jam 12 siang, puasa makan dimulai. Keesokan pagi hari, jam tujuh pagi adalah jam yang biasa dijadikan acuan mengakhiri puasa makan. Kebiasaan di jaman Sang Buddha adalah setelah sinar matahari terbit tsb memungkinkan kita melihat hijaunya daun-daun. - Nacca-gita-vadita-visukkadassana mala-gandha-vilepana-dharana-mandana-vibhusanathana veramani sikkhapadam samadiyami.
Aku melatih diri menghindari menari, menyanyi, bermain musik, dan pergi melihat pertunjukkan tak pantas (tontonan tanpa tuntunan falsah hidup), memakai, berhias dengan bebungaan, wewangian, dan barang olesan (kosmetik) dengan tujuan untuk mempercantik tubuh. - Uccasayana-mahasayana veramani sikkhapadam samadiyami
Aku melatih diri menghindari penggunaan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi dan mewah. Tidur di alas tikar atau kasur tipis sangat mendukung sila ini.
Atthasila apabila dijalankan dengan niat yang sungguh-sungguh, akan menghasilkan kekuatan, kekuatan tsb bisa melemahkan kualitas kekuatan karma buruk yang belum berbuah, dan mempercepat pematangan karma baik yang dalam proses pembuahan.
Bila jasa-jasa kebajikan sudah cukup dan sila-sila sudah dilakukan kontinu selama bertahun-tahun melalui viriya (semangat) dan kesabaran, umat Buddha melaksanakan meditasi, memilih objek meditasi sesuai sifatnya, mencari guru yang tepat sebagai pembimbing, dan mengikuti kelas/retreat meditasi/semedi yang lebih intensif.
Dengan demikian, sati atau perhatian murni yang benar dalam Ariyo aṭṭhaṅgiko maggo, bisa semakin kuat yang dilatih dalam meditasi/semedi tsb dan umat Buddha mulai mahir mengamati kekotoran batin saat ia muncul, saat sedang berlangsung, dan saat kekotoran batin memudar/tenggelam. Timbul, berlangsung dan tenggelamnya jenis-jenis kekotoran batin terjadi silih berganti, siklusnya terus menerus, namun intensitas dan frekuensi semakin lama semakin berkurang (memudar).
Semakin lama, Sati semakin kuat, dan akan muncul Maha Sati (Biasanya Bhikkhu yang berlatih intensif baru muncul Maha Sati), dimana perhatian murni terhadap 4 postur badan (berdiri, berjalan, duduk dan berbaring) tidak pernah putus lagi meskipun tidak sedang berlatih (kecuali saat tidur).
Ada empat tingkatan kesucian yang bisa direalisasikan yang berhubungan dengan 10 Belenggu (Samyojana) yang akan terpatahkan, dari tingkat paling awal Sottapanna Magga, Sotapanna Phala, Sakadagami Magga, Sakadagami Phala, Anagami Magga, Anagami Phala, Arahatta Magga, dan paling akhir Arahatta-Phala. Di Sanghanussati, inilah yang disebut 4 pasang makhluk suci yaitu Sotapanna, Sakadagami, Anagami dan Arahat, merupakan ladang untuk menanam jasa kebajikan yang tiada taranya di alam semesta.
Manusia yang mencapai tingkat kesucian di atas bisa mengetahui pencapaian manusia tingkat kesucian di bawahnya. Jadi, sangat nyata dan betapa indahnya Dhamma, indah di awal, indah dipertengahan dan indah diakhir,
Sebab itu, kualitas Dhamma direnungkan dalam Dhammanussati sebagai tidak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan dan dapat diselami oleh Para Bijaksana dalam batin ,masing-masing.
Selama ajaran Dhamma tertulis dan lisan masih ada dan terpelihara di dunia, maka tingkat kesucian tertinggi masih ada yang mencapainya karena kualitas Dhamma yang tidak lapuk oleh waktu (akaliko).
Sang Buddha bersabda:
“Di antara semua jalan, maka ‘Jalan Mulia Beruas Delapan’ (Ariyo Atthangiko Maggo) adalah yang terbaik;
Di antara semua kebenaran, maka ‘Empat Kebenaran Mulia tentang Dukkha’ (Cattari Ariya Saccani) adalah yang terbaik.
Di antara semua keadaan, maka keadaan padamnya nafsu adalah yang terbaik;
dan di antara semua makhluk hidup, maka orang yang ‘melihat/menembus’ adalah yang terbaik.
Inilah satu-satunya ‘Jalan’.
Tidak ada jalan lain yang dapat membawa pada kemurnian pandangan.
Ikutilah jalan ini, yang dapat mengalahkan Mara (penggoda).
Dengan mengikuti ‘Jalan’ ini, engkau dapat mengakhiri penderitaan.
Dan jalan ini pula yang Kutunjukkan setelah Aku mengetahui bagaimana cara mencabut duri-duri (kekotoran batin).”
———-
Mari, kalyanamitta, mari berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha sampai tercapainya kesucian, minimal kesucian pertama Sotappanna Magga dalam hidup ini.