Jangan Sia–Siakan Kehidupan Ini!!!
Sungguh suatu keberuntungan kita terlahir sebagai manusia. Coba kita renungkan sesaat, apa tujuan kita dilahirkan di dunia sebagai manusia. Silakan direnungkan sesaat? Untuk apa saya terlahir di dunia ini, apakah cuma untuk numpang lewat saja? Apa cuma membuang–buang waktu saja sampai menunggu ajal menjemput kita? Apakah cuma melakukan rutinitas kehidupan sehari–hari? Apakah arti kehidupan ini? Bagaimanapula mengisi kehidupan ini?
Kehidupan manusia begitu berharga. Sungguh beruntung kita terlahir sebagai manusia dibandingkan dengan makhluk–makhluk lain. Coba kita bandingkan satu persatu untuk sebagai suatu refleksi batin dan diri kita masing–masing untuk dapat selalu mensyukuri kehidupan kita yang begitu berharga ini.
Pertama, kita bayangkan jika kita terlahir sebagai hewan, makhluk yang paling dekat dengan kita. Umpamanya, kita terlahir sebagai anjing yang mempunyai majikan yang kaya raya, tiap hari selalu merawatnya dengan penuh cinta kasih, membawa ke salon perawatan, kasih makanan yang enak–enak, kasih tempat tidur yang empuk, bahkan rumah yang seperti istana. Atau kita terlahir sebagai kucing persian yang anggun dan mahal. Apakah kita mau terlahir sebagai ini? Tentu saja TIDAK, meski hidup serba enak dan mewah namun apadaya tetaplah kita sebagai hewan. Hewan tidak mempunyai akal budi dan pola pemikiran seperti kita. Apalah artinya hidup mewah tapi terlahir sebagai hewan..
Kedua, Andai kita terlahir sebagai Ashura, Setan Lapar, atau Makhluk Neraka. Apakah kita mau? Hidup selalu dengan sifat dengki, busuk, jahat, dan penuh dengan kekotoran batin. Selalu ingin mencelakakan orang, itulah sifat keji mereka. Dalam kehidupan kita, banyak orang bertanya, apakah benar setan itu ada? Dimana kita bisa melihat Setan? Pertanyaan simple, tapi sukar dijawab. Jika kita melihat orang yang jahat dengan penuh kekotoran batin, itulah setan yang ada di dunia. Tentu kita juga TIDAK mau terlahir sebagai mereka ini.
Ketiga, Andaikan kita terlahir sebagai Dewa. Apakah anda mau terlahir sebagai Dewa? Coba simak penjelasan singkat dari saya ini. Dalam 33 alam kehidupan yang telah dibabarkan oleh Hyang Sakyamuni Buddha, Dewa dikatakan memilikki alam yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan alam manusia. Disana tidak ada sakit dan usia tua. Hanya ada peperangan, bencana angin, gempa dan kebakaran. Kelak Dewa akan mati dan bertumimbal lahir ke alam lain sesuai karmanya masing–masing, karena belum terbebas dari lingkaran tumimbal lahir. Demikian juga manusia. Manusia bisa terlahir di alam dewa dan dewa bisa terlahir kembali di alam manusia.
Tingkatan Dewa pun bervariasi. Ada dewa–dewa tingkatan rendah yang bisa berinteraksi dengan manusia. Ada pula Dewa yang dengan tingkatan tinggi yang hanya dapat berinteraksi dengan manusia yang mencapai kesucian. Kelihatannya ini hampir sama dengan kehidupan sebagai manusia. Manusia dengan derajat sosial yang tinggi berinteraksi dengan mereka yang mempunyai tingkat sosial yang tinggi pula.
Walaupun manusia berada pada tingkatan di bawah dewa, tetapi alam manusia mempunyai keistimewaan dibandingkan alam dewa. Hanya di alam manusia seseorang dapat mencapai tingkat kesucian, di alam dewa tidak ada satupun yang mencapai tingkat kesucian, kecuali jika dewa tersebut merupakan hasil kelahiran kembali dari seorang manusia yang mencapai tingkat kesucian.
Di alam manusia terdapat ajaran Buddha Dharma, sulit menemukan Dharma di alam dewa. Rasanya bisa dipahami jika alam itu penuh kesenangan, bagaimana mungkin bisa menerima Dharma. Sama seperti seorang manusia yang hidupnya penuh dengan kebahagiaan akan sulit untuk menemukan penderitaan. Selama mereka belum mengalami penderitaan itu, hidup ini sepenuhnya dirasakan hanya semanis madu. Saat mereka menghadapi kenyataan hiduplah baru mereka sadar apa hakekat kehidupan ini sesungguhnya.
Kehidupan dewa juga tidak kekal, suatu saat dewa bisa mati, namun yang membedakan hanya usia dewa mencapai jutaan tahun. Umur dewa tergantung pada tingkatan alam dewa tersebut. Tanda–tanda dewa akan mati antara lain badannya mulai berkeringat, cahaya tubuhnya mulai meredup, kalung bunganya mulai layu, dewa–dewa lain mulai menjauhinya, tubuhnya mulai basah dan mengeluarkan bau tak sedap. Dewa akan mengalami ketakutan setengah mati kalau karma baiknya habis dan akan mati.
Pada hakekatnya, dewa ada yang baik, adapula yang kurang baik. Sebagai contoh dewa yang kurang baik, Mara juga merupakan dewa. Dia dan putri–putri nya yang menggangu Pangeran Siddharta saat melakukan Samadhi dibawah pohon Bodhi.
Setelah mendengarkan penjelasan yang cukup singkat ini, Apakah Anda masih mau terlahir sebagai DEWA? Hidup yang serba enak dan dikeliling oleh kemewahan serta kesenangan yang berlimpah ruah. Perlu anda ketahui, segala sesuatu di dunia tidak kekal adanya, termasuk dengan dewa yang suatu saatpun akan mati. Tentu saja TIDAK.
Coba kita reflesikan, kita terlahir sebagai manusia, apalagi hidup mapan dan tidak berkurangan sungguh beruntung terlahir sebagai manusia. Coba kita terlahir di daerah perang atau daerah paceklik. Bukankah eksistensi kita sebagai manusia juga terancam?
Hal ini akan sangat beharga kehidupan kita saat ini. Syukurilah apa yang ada,saat kita membenci kehidupan kita sekarang, masih banyak orang lain yang bermimpi memiliki kehidupan seperti kita. Coba kita liat orang yang tidak mampu yang ingin bersekolah. Kita bisa saja mengeluarkan uang Rp.20.000 untuk sekali makan, tapi bagi mereka Rp.20.000 itu bisa membeli sesuatu yang lebih beharga bahkan ada yang bisa membayar uang sekolahnya.
Hidup yang berharga ini, tentu tidak ada artinya kalau tidak ada yang menuntun hidup kita. Kemana arah tujuan hidup kita akan di arahkan? Untuk apa kita hidup? Untuk apa kita ada di dunia? Kita perlu satu tuntunan yang dapat menuntun kita, melewati kegelapan batin, hanya BUDDHA DHARMA-lah yang dapat membawa kita mencapai pencerahan yang sejati.
Sunggu suatu keberuntungan yang tak ternilai dari apapun terlahir sebagai manusia. Guru Agung kita, Hyang Sakyamuni Buddha mengatakan Kelahiran sebagai manusia dapat di ibaratkan seekor penyu buta di dasar samudera yang muncul ke permukaan samudera seratus tahun sekali dan pada saat muncul tersebut kepala penyu itu tepat masuk di tengah cincin kayu yang terombang–ambing oleh gelombang samudera. Apakah mungkin kepala penyu itu masuk ke dalam cincin kayu yang mengambang diatas gelombang samudera itu? Mungkin saja saudara… sangat mungkin… Namun kesempatannya sangat kecil dan sangat sulit.
Kita telah terlahir sebagai manusia, sungguh beruntung telah memenangkan kesempatan yang langkah ini. Kondisi penyu di atas telah ada di dalam genggaman kita sebagai manusia, oleh karena itu janganlah kita membuang kesempatan ini, kita telah tumimbal lahir sebagai manusia, kita mendapatkan kesempatan untuk berjuang dengan optimal di kehidupan manusia, kita mendapatkan kesempatan mendengarkan ajaran Dharma yang benar di era global saat ini
Di dalam Dhammapada 182, dalam Sabda Sakyamuni Buddha berisi tentang “Sungguh sulit dapat dilahirkan sebagai manusia, Sungguh sulit kehidupan sebagai manusia, Sungguh sulit untuk mendapatkan Ajaran Benar, Sungguh sulit munculnya seorang Buddha”.
Ayat ini mengingatkan kita sebagai manusia untuk benar–benar menghargai kehidupan kita yang singkat. Janganlah kita sia–siakan terlahir sebagai manusia. Apakah kita mesti menunggu tua renta berbaring di ranjang rumah sakit baru mau berbuat kebajikan? Apakah kita mesti menunggu sakit–sakitan baru ingin berbuat kebaikan? Sungguh sudah terlambat kawan, mulai dari sekarang, kita harus memupuk perbuatan bajik itu mulai saat ini, sekarang juga. Karena besok apa yang terjadi kita tidak tahu, bisa saja hadirnya bencana yang tidak dihendaki, ataukah kita jatuh sakit? Ataukah kita mati mendadak? Sudahkah kita melakoni kehidupan sesuai Dharma? Apakah kita sudah memiliki bekal karma baik untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya? Bila belum, maka kita sangat riskan mudah terjatuh ke tiga alam sengsara. (alam neraka, setan kelaparan dan binatang). Ingat! Sekali terjatuh ke tiga alam sengsara maka sangat sulit terlahir kembali menjadi manusia.
Pepatah dunia mengatakan “Sedikit–sedikit lama–lama menjadi bukit”. Pepatah ini bagus jika dikaitkan dengan Buddha Dharma. Berbuat baik tidak harus dengan segala sesuatu yang “WAH” atau berbuat baik yang pamrih yang ingin dilihat orang. Akan tetapi mulailah dari hal kecil, sebagai contoh ringan tangan bantu teman yang sedang mengalami kesusahan. Berbuat baiklah dari hal–hal yang sederhana tapi mengena. Berbuat baik juga harus bijaksana, jangan berbuat baik yang membabi buta. Gunakan nalar dan hati nurani kita agar lebih bijaksana dalam berbuat kebaikan.
Sungguh suatu karma baik yang tak ternilai dari apapun, jika kita bertemu dengan Buddha Dharma. Kita dapat mengenal ajaran yang mampu membebaskan penderitaan baik fisik maupun batin. Dari keteladan hidup Samyak-Sambuddha kita dapat menggugu dan meniru sifat –sifat muliaNya dan mempraktikkan ajaran yang telah di ajarkan untuk memperbaiki nasib dan meningkatkan kualitas kebodhian dan pencerahan kita semua. Pada akhirnya kita akan mencapai pembebasan mutlak, yaitu: kebahagiaan sejati.
Oleh sebab itu, jangan sia–siakan kehidupan yang berharga ini. Sadari bahwa tubuh munusia yang kita miliki sekarang ini hanya sekedar tubuh karma saja, berupa paduan berbagai unsur yang setiap hari mengeluarkan kotoran, jangan terlena dan memanjakannya. Melainkan kembangkan tubuh cahaya, tubuh penjelmaan dan tubuh absolut yang kita bisa miliki apabila kita rajin melatih diri melaksanakan sila, samadhi dan prajna serta gembira berbuat kebajikan murni. Isilah kehidupan ini dengan berpedoman kepada Buddhadharma, yaitu: Janganlah berbuat jahat dan bodoh, perbanyak perbuat baik, dan sucikan hati dan pikiran. Niscaya kelak berkembangnya kualitas moralitas, mentalitas dan spiriitualitas Anda dan kehidupan Anda pasti bercahaya dan beruntung, juga tingkatan Kebodhian Anda pasti akan maju mencapai kesempurnaan, ataukah memilih untuk di lahirkan di surga Buddha untuk mencapai Kebuddhaan. Tadyatha om gate gate paragate parasamgate bodhi svaha, Amitofo.
Dipersembahkan dengan penuh cinta kasih,
Nico Mercubuono