Meningkatkan Cinta Kasih & Welas Asih

(oleh YM Bhikshu Tadisa Paramita Mahasthavira)

Makna dan Tujuan Perayaan Keagamaan
Setiap tahun kita merayakan hari kebesaran agama untuk memperingati berbagai Ulang tahun para Buddha, Bodhisattva dan  peristiwa penting lainnya berkaitan dengan sejarah agama Buddha, adapun inti poin semuanya mengajarkan kita bahwa umat manusia dan semua makhluk dapat membebaskan diri dari penjara kehidupan dan siklus kelahiran dan kematian di arus lingkaran tumimbal lahir. Ini sudah dibuktikan oleh Guru Buddha Sakyamuni dan para pertapa dengan usaha keras dan perjuangannya sendiri. Lalu dalam memperingati hari suci keagamaan, apakah kita sudah mengembangkan kesadaran luhur untuk mengikuti suri tauladan dan jejak mulia dari guru Buddha?

Tentu kehadiran Buddha di dunia ini, bukan sekedar untuk dikenang, dihormati atau dipuja dan dipujikan oleh umat manusia di muka bumi ini, melainkan mengharapkan semua makhluk dapat menggugu dan meniru kehidupan luhur dan praktik Dharma yang sudah dilakukan oleh Guru Buddha.

Untuk itu, apakah kita sudah memiliki visi, misi, tekad dan target yang berpedoman kepada Buddhadharma untuk mencapai cita-cita luhur ke atas mencapai Kebuddhaan dan ke bawah menolong semua makhluk? Bila sudah, harap ditingkatkan terus dan jangan mundur lagi. Bila belum, maka harus dirintis dan diperjuangkan mulai dari sekarang juga. Ingat! Jangan menunda lagi soal keselamatan diri sendiri, untuk meraih pencerahan dan pembebasan mutlak. Karena apabila kita lalai dan masa bodoh, maka kita akan merana dan derita akibat terus berputar di arus kelahiran dan kematian.

Ingat, terlahir sebagai manusia sungguh sulit, dapat mendengar Buddhdharma lebih sulit lagi. Bila sudah memiliki tubuh manusia tapi tidak mau melatih diri, nunggu kapan lagi, apakah sudah terjatuh ke tiga alam celaka baru mau sadar dan menyesal? Kenapa tidak dari sekarang? Apakah yang harus kita praktikkan? Tentu dimulai dari mengembangkan cinta kasih dan belas kasih kepada semua makhluk, awalnya berbelas kasih kepada diri sendiri, yaitu mau menolong diri sendiri agar terbebas dari bodoh dan derita, selanjutnya bertekad membimbing dan menolong semua makhluk agar sadar, benar dan suci untuk peroleh pencerahan dan kebahagiaan hakiki.

Fondasi Agama Berlandaskan Cinta dan Kasih
Perlu diketahui, bahwa seluruh ajaran Buddha berlandaskan cinta kasih dan welas asih untuk keselamatan dan kebahagiaan semua makhluk. Begitu pula, semua pencerahan, pembebasan mutlak dan mencapai kesempurnaan Buddha karena praktisi tersebut telah melaksanakan cinta kasih tanpa noda dan welas asih yang cemerlang dan berlimpah ruah memenuhi maha chillicosmos di alam semesta ini.

Bila umat manusia tidak menebarkan cinta kasih kepada sesamanya maka mudah bertikai dan saling membunuh. Para guru tidak menebarkan cinta kasih kepada murid-muridnya, anak-anak tersebut  akan menjadi liar dan bodoh. Tokoh-tokoh agama bila tidak menebarkan cinta kasih kepada agamawan lainnya mudah berprasangka buruk, saling menghujat dan klimaksnya saling bertempur. Para ilmuwan bila tidak menebarkan cinta kasih kepada kehidupan umat manusia maka cenderung membuat virus atau senjata pemusnah massal. Pemimpin bangsa bila tidak menebarkan cinta kasih kepada rakyatnya maka kehidupan rakyatnya akan menjadi miskin dan susah. Pemimpin-pemimpin dunia bila tidak menebarkan cinta kasih kepada dunia maka dikhawatirkan kembali terjadi perang dunia.

Perlu disadari, bahwa keberadaan manusia tanpa adanya cinta kasih dan welas asih tidak pernah bisa hidup, karena kelahiran manusia bisa selamat adanya peran dan cinta kasih dari orang tuanya. Murid-murid yang belajar dan berprestasi karena didikan dan cinta kasih dari gurunya.  Manusia mengenal dan mempraktikkan kebenaran, kebajikan dan kesucian karena diturunkan ajaran luhur dari kasih universal para Buddha. Semua makhluk mempunyai kesempatan untuk bebas dari bodoh dan derita karena peran dan kasih unggul dari para Bodhisattva yang memiliki tekad luhur. Para pahlawan disebabkan cinta tanah air rela berkorban untuk mengusir penjajah dan meraih kemerdekaan bangsa. Pekerja sosial karena kepedulian akan kemanusiaan senantiasa melakukan bakti sosial. Penolong luhur  yang memiliki cinta kasih luar biasa tidak menghiraukan medan yang berbahaya demi menolong rakyat yang sedang di timpa bencana alam. Kenyataan, apabila manusia tidak menebarkan cinta kasih dan welas asih kepada semua makhluk maka kiranya bumi cepat rusak, kondisi alam tidak teratur dan kehidupan manusia cepat atau lambat bisa sirna. Tentu sebagai umat beragama harus menyadari, bahwa: Menerima budi jangan lupa budi, sebaliknya memberi budi jangan mengharapkan balasan budi.

Kualitas dan Perkembangan Agama
Keberadaan dan kelestarian agama-agama di muka bumi ini minimal harus mempunyai tiga  pilar untuk bisa hidup lama, dihormati dan diterima oleh masyarakat luas, yaitu: pendidikan, kebudayaan dan kebajikan belas kasih. Bila saja agama tersebut tidak memiliki atau mengabaikan tiga pilar tersebut maka agama itu pelan-pelan akan redup ditinggalkan umat dan dilupakan orang. Tetapi bila agama tersebut bisa memprioritaskan pengembangan tiga pilar tersebut maka disenangi dan dibutuhkan oleh umat manusia, sehingga prospeknya cerah, mudah tumbuh berkembang dan banyak pengikutnya.

Tentu semua ajaran agama mengajarkan kebenaran dan kebaikan demi keselamatan dan kebahagiaan umat manusia, lalu kenapa kehidupan manusia masih juga belum juga bisa rukun, damai dan sejahtera secara menyeluruh? Tentu ada penyebabnya yang harus kita perhatikan, yaitu: umat manusia tidak di ajarkan hukum sebab akibat dan ajaran cinta kasih dan belas kasih universal yang di arahkan ke segenap penjuru untuk kebahagiaan semua makhluk. Tentu tidak ada satu pun makhluk yang mau dan bersedia di kurung, disakiti atau dibunuh, termasuk diri kita sendiri. Bila ajaran agama mengabaikan kebenaran hukum sebab akibat, melalaikan penyebaran ajaran cinta kasih dan welas asih universal maka penganut agama tersebut cenderung menjadi jahat, kejam, beringas dan brutal dalam setiap tindak-tanduknya. Akibatnya aksi kekerasan merajalela, sehingga kehidupan masyarakat tidak aman dan tentram, membuat citra dan kemuliaan luhur bangsa menjadi pudar dan merosot di mata dunia internasional.

Pengertian Metta dan Karuna
Pengertian Metta (bahasa pali) sedangkan Maitri (bahasa sansekerta) adalah cinta kasih, memberikan kebahagiaan kepada makhluk lain; Sedangkan Karuna (Bahasa Pali dan Sansekerta) adalah welas asih (belas kasih), menyelamatkan makhluk lain.

Metta karuna muncul dan mengalir dari kebenaran dan kearifan yang murni, muncul dari nurani hati yang tulus. Sedangkan cinta nafsu adalah muncul dari bentuk perasaan dan dibentuk oleh kesadaran relatif, muncul berdasarkan naluri yang bersifat khayal, pamrih dan melekat.

Metta karuna adalah kepedulian murni untuk menolong atau melayani, bukan menjebak, menuntut atau mengikat makhluk lain. Sedangkan gejolak cinta nafsu adalah berkondisi tidak stabil selalu berubah-ubah, timbul-lenyap, pasang-surut tergantung bagaimana subjek dan objek kondisinya. Cinta yang disertai nafsu bermuara kegelapan dan mengarah kepada kebodohan, sifatnya cenderung mengikat dan menjerumuskan.

Kearifan berasal dari kesadaran akan ketiadaan diri; Cinta kasih dan welas asih berasal dari keseimbangan batin selalu berterima kasih dan gembira untuk mengabdi dan berbakti tanpa pamrih dan melekat.

Cinta kasih dan welas asih adalah ajaran inti dari Buddhadharma yang sangat penting untuk dipahami dan di praktikkan oleh siswa dan umat Buddha. Para Buddha mengembangkan cinta kasih dan welas asih universal kepada kawan dan lawan tanpa diskriminasi dan tidak terjebak dualisme antara subjek dan objek. Para Bodhisattva dengan pikiran manunggal mengembangkan hati yang penuh cinta kasih dan welas asih untuk peduli menolong dan menyelamatkan semua makhluk agar terbebas dari kebodohan dan penderitaan. Saat memberikan pertolongan para Bodhisattva tidak terjebak berbagai corak aku dan kalian, disini atau disana, arif atau bodoh, manusia berbakti atau manusia durhaka, penjahat atau orang saleh. Hanya melihat penderitaan para makhluk sebagai penderitaan dirinya, sebaliknya menjadikan kebahagiaan makhluk lainnya sebagai kebahagiaan dirinya. Dipastikan para Bodhisattva dalam setiap tindakan untuk menolong semua makhluk, tidak digunakan paham perbedaan dualisme antara untung-rugi, baik-buruk, orang budiman-penjahat. Demikianlah cinta kasih dan welas asih luhur yang dipraktikan oleh para Bodhisattva untuk menapak jalan kesempurnaan Buddha. Yang dikenal dengan istilah: Membahagiakan yang belum berjodoh dan menyelamatkan bagi yang sudah berjodoh.

Menyadari Hakikat Buddha
Setiap makhluk apapun jenisnya pada hakikatnya memiliki jiwa Buddha, mempunyai potensi kearifan dan pahala unggul, dikarenakan terjebak khayalan, kemelekatan dan pikiran jungkir-balik sehingga bentuk kelahiran, rupa, kesadaran dan kondisi satu sama lainnya berbeda yang sesuai  dengan karmanya yang diperbuat pada kehidupan masa lampau. Di dalam Sutra Fan Wang Cing di sabdakan: bahwa semua makhluk pernah menjadi  ayah-ibuku di masa yang tidak terbatas, dan calon-calon Buddha di masa yang akan datang. Karena keberlangsungan hidup para makhluk sudah terjadi lama sekali maka dipastikan para makhluk pernah hidup saling berhubungan dan berkaitan dalam membentuk keluarga. Melihat kenyataan ini, bagaimana bisa kita tega menyakiti, membunuh dan memakan makhluk-makhluk yang pernah menjadi keluargaku dan calon-calon Buddha di masa yang akan datang? Begitupula sebagai anak-anak bangsa yang mempunyai ikrar Sumpah Pemuda, yaitu: satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa seharusnya bisa saling menghormati dan melindungi bukan saling merusak dan menghancurkan walaupun di antara anak-anak bangsa mempunyai banyak perbedaan, misalnya soal suku, agama, ras dan antar golongan. Semua perbedaan yang dirasakan karena dirancang dan dibentuk oleh pikiran khayalan dan pendiskriminasian. Begitupula kita sebagai umat beragama walaupun berbeda agama, berbeda tradisi dan berlainan ajarannya tapi mempunyai tujuan yang sama, yaitu: berjuang meraih pencerahan, kebahagiaan dan pembebasan mutlak, seyogyanya bisa hidup berdampingan, rukun dan harmonis, bukan saling berprasangka buruk, menghujat, merusak dan membinasakan.

Ada 10 Kategori Cinta Kasih dan Belas Kasih
Setiap umat manusia kiranya wajar memiliki tanggung jawab secara natural untuk mengembangkan cinta kasih dan welas asih, guna menciptakan kehidupan damai sentosa, aman dan sejahtera bagi seluruh umat manusia di jagad raya ini. Sayangnya  gejolak cinta kasih dan welas kasih yang ditumbuh kembangkan umat manusia cenderung mempunyai aneka ragam yang dapat di kelompokan menjadi sepuluh bagian, yaitu;
1.    Cinta kasih dan belas kasih yang pesimis atau optimis.
2.    Cinta kasih dan belas kasih yang bersifat gebyar atau hening sunyi.
3.    Cinta kasih dan belas kasih yang langsung (spontan) atau tidak langsung (perantara)
4.    Cinta kasih dan belas kasih universal atau berskala kecil
5.    Cinta kasih dan belas kasih muncul dengan pikiran manunggal  atau pikiran terpecah
6.    Cinta kasih dan belas kasih berdasarkan jodoh atau netral tidak berkondisi
7.    Cinta kasih dan belas kasih yang mengharapkan balasan atau tidak pamrih
8.    Cinta kasih dan belas kasih yang berperasaan atau tanpa perasaan
9.    Cinta kasih dan belas kasih yang bercorak atau tanpa corak
10.    Cinta kasih dan belas kasih muncul sesaat atau untuk selamanya.

对上以敬 To Our Elders Be Respectful
对下以慈 To Our Juniors Be Compasssion
对人以和 With All Humanity Be Harmonious
对事以真 To All Endeavors Be True.

Cinta Kasih & Welas Asih Para Bodhisattva
Di dalam Sutra Avatamsaka Sutra, disabdakan para Bodhisattva memiliki 10 jenis Maha Welas Asih, senantiasa melihat dan memperhatikan kondisi semua makhluk, yaitu:

Melihat dan memperhatikan para makhluk yang tidak mempunyai: 1. Tempat berlindung; 2. Terjebak, terjerat dan mengikuti aliran sesat; 3. Miskin dan papa; 4. Terlelap tidur dalam siklus kelahiran dan kematian; 5. Berperilaku buruk yang tidak sesuai Dharma; 6. Mengobarkan dan terjerat hawa nafsu; 7. Terbenam dalam lautan samsara (derita); 8. Mengalami sakit dan penderitaan panjang; 9. Tidak tertarik mempelajari dan mempraktikan Buddhadharma; 10. Kehilangan keyakinan kepada Buddhadharma dan tersesat, sehingga para Bodhisattva memunculkan maha welas asih untuk menolong para makhluk tersebut.
Para Bodhisattva memiliki cinta kasih dan welas asih universal, tidak egois, tanpa pamrih dan tidak melekat yang layak untuk dijadikan pedoman dan suri touladan bagi kita semua. Untuk itu, marilah kita meniru dan menggugu sikap dan perilaku para Bodhisattva yang simpatik dan luhur tersebut untuk kebahagiaan semua makhluk.

Adapun Manfaat Mengembangkan Cinta Kasih dan Welas Kasih
Ada 12 manfaat apabila mengembangkan cinta kasih dan welas kasih, yaitu:
1.    Rejeki selalu hadir dalam hidupnya
2.    Tidur nyenyak dan tentram
3.    Bangun tidur terasa bahagia
4.    Tidak bermimpi buruk
5.    Para dewa senantiasa melindungi
6.    Orang-orang bersimpati dan menyukainya
7.    Tidak binasa karena racun
8.    Tidak berhadapan dengan tentara atau perang
9.    Tidak mati karena bencana air
10.    Tidak tewas karena bencana api
11.    Di manapun memperoleh keberuntungan
12.    Setelah meninggal dunia masuk ke alam surga Dewa Brahma

Di dalam Samyutta Nikaya V, 131, disabdakan: Pikiran cinta kasih; Pikiran tentang welas asih, Pikiran tentang simpati; dan Keseimbangan batin. Hal-hal tersebut apabila di olah dan dikembangkan, akan membawa hasil dan keuntungan yang besar.

Tebar dan Praktikanlah Cinta Kasih dan Belas Kasih Murni
Marilah kita menyambut, merayakan dan mengimplementasikan setiap hari kesucian agama dengan Meningkatkan Cinta kasih dan Welas Asih. Dengan praktik menyebarkan gelombang cinta kasih dan menaburkan kebajikan segenap arah. Menghormati perbedaan dan menjalin persaudaraan yang erat dan lestari,  demi keselamatan kita semua dan menciptakan kebahagiaan bersama. Akhir kata “Semoga Semua makhluk berbahagia”, sadhu-sadhu-sadhu.