Shuranggama Sutra 楞嚴經
(sambungan dari edisi sebelumnya)
PENGUNGKAPAN TENTANG SAMADHI SEMPURNA
Dengan kekuatan Sang Buddha yang di luar kemampuan manusia, semua bentuk cahaya, seterang ratusan dan ribuan matahari, bersinar dari dahi-Nya, mengilustrasikan semua alam ke-Buddha-an yang disertai dengan enam jenis goncangan. Sejumlah alam, yang tidak terhitung seperti butiran debu, timbul secara serentak dan (dengan kekuatan yang sama) bergabung menjadi satu alam yang merupakan tempat tinggal para Bodhisattva yang agung, dan serta merta bersikap Anjali untuk mendengarkan Dharma di tempat itu juga.1
__________________________
1Cahaya ini mengungkapkan semua substansi dari Samadhi yang Agung. Oleh karena Ananda gagal untuk menyadari ketidaknyataan pikiran dan tubuh, dia memohon Khotbah tentang Jalan Samatha kembali (di dalam pelajaran meditasi dari Kesunyataan). Dia tidak menyadari bahwa Buddha telah menyatakan pertama sekali tentang Samadhi yang Agung dan kemudian memaksa Beliau tentang letak pikiran dengan satu tujuan untuk mendorongnya secara spontan menyadari ketidakberadaan dai keempat elemen dan kesalahan dari panca khandha, sehingga inti dari Samadhi akan timbul dengan sendirinya.
Bila Ananda tidak tajam pikirannya, dia mungkin mampu mengusir semua khayalan, pertemuan itu mungkin dibubarkan dan penyatuan Surangama mungkin akan berakhir. Akan tetapi, dia dikaburkan dan Sang Buddha berkewajiban untuk menggunakan kebijaksanaan untuk membangunkan dirinya. Khayalannya terpaku pada kelahiran dan kematian yang dia anggap sebagai kenyataan. Oleh karena itu, ajaran-Nya pada paragraf berikut merupakan dua pembalikan dasar untuk melenyapkan panca khandha ketiga sanjna.
Sewaktu Sang Buddha hendak menjelaskan pembalikan ini, Beliau mengeluarkan cahaya dari dahi-Nya untuk mengungkapkan yang Lin Chi sebut sebagai ‘manusia sejati tanpa letak yang tertentu, yang mana dari dahi-Nya, mengeluarkan cahaya yang mengguncangkan dunia’. (Lihat Khotbah Ch’an dan Zen, Edisi Kedua, hal. 110. Rider.) Akan tetapi karena penipuan diri sendiri, manusia tidak mengenal manusia tanpa letak yang tertentu walaupun dalam kegiatan sehari-hari dan dipisahkan dari-Nya oleh suatu layar dan rintangan sebagai akibat pikiran yang salah yang membagi (kesatuan) menjadi Enam organ indera dan data indera. Sekarang Cahaya Buddha (yang diwariskan kepada kita semua) bersinar dari semua organ indera, data indera dan kesadaran yang identik dengan Kenyataan (prinsip yang mendasar dari mana mereka berasal). Ini sebabnya paragraf itu menyebutkan penampakan Sang Buddha di semua alam secara tiba-tiba menampilkan Cahaya yang menghancurkan kegelapan akibat kebodohan. Enam jenis goncangan tersebut menghancurkan Enam organ indera dan data indera maka semua rintangan akan musnah, sehingga semua alam bias bersatu menjadi satu. Ini merupakan penyinaran Kenyataan terhadap kegelapan dan menunjukkan fungsinya (lihat Khotbah Ch’an dan Zen, Edisi Kedua, hal. 102) untuk menghancurkannya sekejap, sehingga mampu membuat semua yang berlatih sungguh-sungguh untuk mencapai Jalan yang Transendens tanpa susah payah. Oleh karena itu, sejumlah Bodhisattva yang tidak terhitung jumlahnya muncul dalam Cahaya, duduk di tempat peraduannya, dan bersikap Anjali untuk mendengar khotbah Sang Buddha tentang Samadhi yang Agung.
Dengan kekuatan Cahaya-Nya, Sang Buddha mengungkapkan inti dari Samadhi. Pada bab berikutnya, Khotbah hanya mengungkapkan keadaan Kecemerlangan, dan bila dimengerti, maka tidak perlu lagi untuk mempelajari tentang Buddha Dharma. Oleh karena Ananda tidak menyadarinya, Sang Buddha merasa harus penyingkapan lebih lanjut. Sebagai jawaban terhadap permohonan Ananda tentang samatha, Sang Buddha mulai Khotbah (lanjutan) dengan menunjukkan Kecemerlangan ini.
²Bibit aksa berlipat tiga, dan ini mencerminkan sifat yang bersamaan yakni khayalan, perbuatan dan penderitaan.
ASAL MULA PEMBALIKAN
Sang Buddha berkata: ‘Sejak zaman dahulu kala, semua makhluk hidup telah membentuk berbagai macam pembalikan oleh karena bibit karma (akibat kebodohan) seperti dengan rumput aksa.2 Ini merupakan sebab mengapa pencari Kebenaran gagal mencapai Penerangan Sempurna dan hanya mencapai (keadaan) sravaka, pratyeka-buddha, skeptis, dewa dan setan, hanya karena mereka tidak mengetahui dua dasar pembalikan, sehingga latihan mereka bersalahan seperti mereka yang tidak bisa mendapat makanan dengan memasak pasir dan menurunkannya kepada generasi berikutnya atau debu yang tidak terhitung jumlahnya. Apakah yang termasuk ke dalam kedua dasar pembalikan ini? Ananda, yang pertama merupakan akar penyebab dari kelahiran dan kematian, sejak zaman dahulu kala, dengan menggunakan secara salah pikiran yang melekat yang dianggap oleh mereka sebagai hal alamiah, dan yang kedua adalah keterikatan kepada kondisi penyebab (yang menutupi) inti dasar dari kesadaran yang sebenarnya murni dan suci dari inti Penerangan Sempurna. Mereka mengingkari dasar kecemerlangan dan diturunkan melalui (ilusi) dalam kenyataan tanpa menyadari kesia-siaan latihan mereka (yang salah)’.1
PEMBALIKAN SEBENARNYA
PIKIRAN YANG TERBALIK
Menyelami pikiran yang salah ‘Ananda, anda memohon penjelasan tentang Jalan Samatha sebagai jalan terlepasnya seseorang dari belenggu kelahiran dan kematian, sebelumnya saya harus menanyakan kepada anda sebuah pertanyaan.’ Sang Buddha kemudian mengangkat tangan-Nya yang bercahaya dan membengkokkan jari-jari tangan-Nya, sambil berkata: ‘Ananda, apakah anda melihatnya?’ Ananda menjawab: ‘Ya’. Sang Buddha bertanya: ‘Apakah yang anda lihat?’ Ananda menjawab: ‘Saya melihat Sang Buddha mengangkat tangan-Nya dan membengkokkan jari-jari tangan-Nya, tinju berkilau yang menakjubkan pikiran dan kedua mata saya’. Sang Buddha bertanya: ‘Bagaimana anda melihatnya?’ Ananda menjawab: ‘Saya, demikian juga yang lainnya, menggunakan kedua mata untuk melihatnya’. Sang Buddha bertanya: ‘Anda berkata bahwa Saya membengkokkan jari-jari tangan saya untuk menunjukkan tinju berkilau yang menakjubkan pikiran dan kedua mata; nah, sekarang beritahukan kepada saya, seperti yang anda lihat pada tinju saya, pikiran apakah yang menerima kilauannya?’ Ananda menjawab: ‘Seperti telah ditanyakan oleh Sang Tathagata tentang pikiran dan oleh karena saya sendiri berusaha mencarinya dengan sia-sia, saya berkesimpulan bahwa yang mencari itu adalah pikiran saya’.
______________________________
1Sang Buddha, sebelum memberikan Samadhi yang Agung, mengungkapkan akar penyebab kelahiran dan kematian dengan menjelaskan bahwa sejak zaman dahulu kala, semua makhluk hidup telah menciptakan berbagai macam pembalikan oleh karena khayalan karma tentang Kebodohan Dasar dan Kebodohan Dapatan. (Kedua lipatan) kebodohan menyebabkan semua bentuk bibit karma yang mana akan menghasilkan buah khayalan yang pahit, perbuatan dan penderitaan, sehingga mirip dengan bibit aksa yang berlipat tiga. Khayalan ini hanya dapat dihancurkan dengan Samadhi yang Agung yang dikemukakan sebelumnya. Para pencari Kebenaran tidak bisa mencapai Penerangan Sempurna akan tetapi dikacaukan oleh khayalan menjadi jalan lain hanya karena mereka tidak mampu membedakan dua akar dasar: pertama, akar penyebab kelahiran dan kematian yang menggunakan pikiran secara salah yang mereka anggap sebagai hal yang alamiah; dan kedua, Penerangan Sempurna yang secara mendasar terdiri dari inti yang murni dan suci yang disadari oleh Buddha-buddha terdahulu, merupakan Inti dari Kesadaran yang dasarnya terang namun dapat terikat kepada kondisi penyebab. Dengan terikat kepada keadaan (khayalan) ini, mereka mengabaikan kecermelangan dasar dan menderita secara sia-sia dari kelahiran dan kematian. Inti dari Kesadaran ini merupakan inti dari Delapan Kesadaran yang terang pada dasarnya dan merupakan Kesadaran Sejati dari Penerangan Sempurna yang bersinar secara menakjubkan. Oleh karena manusia gagal untuk menyadari Kesadaran Sejati yang menakjubkan ini, maka ia (ditutupi oleh suatu layar dan) berubah menjadi Inti dari Kesadaran, sehingga diarahkan ke pikiran yang salah. Oleh karena itu, Sang Buddha berusaha untuk menyelami pikiran yang salah ini dan kemudian Inti dari Kesadaran sehingga Kesadaran Sejati yang dicapai dapat timbul melalui Samadhi yang Agung. Maka dilakukan penyingkapan Samadhi sebelum melenyapkan pikiran yang salah. Paragraf berikut berhubungan dengan pelenyapan kesalahan untuk menunjukkan Kenyataan dengan ajaran-Nya tentang Samatha, Jalan Kenyataan; yang mana yang akan dilenyapkan sebenarnya, dua pembalikan (dasar) ini.
Berpikir itu tidak nyata
Sang Buddha berkata: ‘Hey! Ananda, ini bukan pikiranmu’. Ananda memandang dengan keheran-heranan, dengan bersikap Anjali, bangkit dari tempat duduknya dan berkata: ‘Bila ia bukan merupakan pikiran saya, jadi apakah itu?’ Sang Buddha menjawab: ‘Ananda, bila pikiran salahmu yang timbul dari objek-objek di luar, mengaburkan alam sebenarnya dan menipu anda sehingga silap, sejak zaman dahulu kala, pencuri dari anakmu, akan kehilangan (pandangan tentang) apa yang secara mendasar menetap; maka berputarlah lingkaran kelahiran dan kematian.’1
______________________________
1Hal ini melenyapkan pikiran yang salah untuk mengungkapkan pembalikan pertama. Sebelum melenyapkan pikiran salah ini, Sang Buddha berkata tentang Jalan Samatha oleh karena tujuan-Nya adalah untuk mengungkapkan inti dari Samadhi yang Agung. Samatha merupakan pelajaran meditasi tentang kehampaan. Oleh karena Kesadaran Sejati itu bersifat murni dan suci dari kepustakaan Sang Tathagata (atau yang Sempurna di tengah-tengah khayalan akibat keinginan dan nafsu), secara mendasar kosong seperti satu benda (asing), ia (dharma) seharusnya merupakan objek dari meditasi ini. Meditasi ini berdasarkan inti, tidak ada cara lainnya lagi, akan tetapi sebagai akibat pikiran dan pemikiran yang salah sebagai hasil dari penemaran, Kesadaran Sejati itu tersembunyi dan tidak timbul. Sekarang bila pikiran (khayalan) dan persepsi didi luar lingkupkan, semua kondisi penyebab akan lenyap dan Kesadaran Sejati akan timbul. Pengetahuan mengenai semua kondisi penyebab yang tercipta sebagai tanpa dirinya adalah merupakan keadaan Kesadaran Sejati. Maka jawaban Sang Buddha terhadap pertanyaan Ananda yang timbul dari pikiran dan persepsi yang salah berdasarkan pada inti dari Samadhi terhadap yang Sempurna. Sehingga Beliau harus menghancurkan pikiran yang salah tersebut sebelum mengajarkan Jalan Samatha.
Sewaktu pertama sekali Sang Buddha bertanya kepada Ananda mengapa dia meninggalkan rumahnya, muridnya menjawab bahwa itu dikarenakan kedua matanya melihat dan pikirannya menyukai sifat-sifat Beliau yang agung. Sang Buddha berseru : ‘Hal-hal yang menyebabkan anda berpindah-pindah tanpa henti-hentinya adalah merupakan kesalahan dari pikiran dan kedua matamu.’ Ini menunjukkan kesalahan mereka. Kemudian Ananda mencari dengan sia-sia letak pikiran tersebut, dan walaupun pikirannya masih dicari, tubuhnya disadarinya juga tidak memiliki tempat tertentu, maka ketidaknyataan dari tubuh ditunjukkan.
Sang Buddha, menjawab permohonan Ananda untuk mengulang tentang jalan Samatha, dengan mahir melenyapkan pikiran salah yang pertama dan kemudian persepsi yang salah. Maka, Beliau menunjukkan tinju-Nya dan bertanya kepada Ananda : ‘Sewaktu matamu melihat tinjuku, apa yang terbersit di pikiranmu?’ untuk menunjukkan ketidakberadaan pikiran yang salah tersebut. Sewaktu muridnya berkata bahwa apa yang dicari dalam pikirannya tersebut adalah pikirannya sendiri, tanpa mengetahui bahwa dia salah mengartikan pikiran tersebut yang berbeda di samsara sebagai bentuk aslinya, Sang Buddha berteriak : ‘Hey ! Itu bukan pikiranmu.’ Teriakan ini seperti pisau-vajra sebelumnya yang memecahkan pembedaan pikiran (Ananda), akan tetapi sayang dia tidak juga sadar. Maka dia memandang dengan terkejut dan bertanya : ‘Jika itu bukan pikiran saya, jadi berupa apakah ia?’ Sang Buddha menjawab bahwa itu hanya pikiran salah yang timbul dari objek-objek di luar, yakni pembeda Enam Kesadaran yang berasal dari kumpulan berbagai kondisi penyebab, yang dia anggap sebagai Kesadaran Sejatinya; Enam Kesadaran menutupi faktor alamiahnya dan seharusnya tidak bisa diartikan nyata. Semenjak dia mengetahui pikiran yang salah dan mengabaikan Kesadaran Sejati yang sebenarnya, dia masih terperangkap di dalam lingkaran kelahiran dan kematian.
Kesadaran keenamsebagai kehampaan
Ananda berkata: ‘Saya merupakan keponakan Sang Buddha yang terkecil dan disayangi yang mana pikiran saya sangat menyanjung-Nya sehingga saya meninggalkan rumah untuk melayani dan menyembah kepada Sang Tathagata dan semua Buddha dan guru-guru yang jumlahnya seperti butiran pasir di sungai Gangga. Jika saya ditakdirkan untuk melaksanakan semua tugas Dharma yang berat, itu karena saya menggunakan pikiran saya, dan bahkan jika sekarang saya menjelek-jelekkan Dharma, membuat nilai saya yang bagus menjadi jelek selamanya, hal ini juga disebabkan oleh pikiran ini. Jika bukan pikiran, saya mungkin tidak memiliki pikiran dan akan seperti bumi atau sebatang kayu tanpa kenyataan untuk apa yang saya rasakan dan tahu. Mengapa sekarang Sang Buddha berkata bahwa itu bukan pikiran saya? Hal ini menakutkan saya dan juga anggota-anggota lainnya dan tidak ada satupun kita di sini dapat terhindar dari keragu-raguan dan anggapan tentangnya. Maukah Sang Buddha yang penuh dengan belas kasihan menjelaskannya kepada kami?’
Sang Buddha mengajarkan Ananda dan anggota-anggota lainnya supaya mereka dapat memperoleh Kshanti dari yang Tidak Tercipta (Anutpattika-dharma-ksanti), dari tempat duduk-Nya mengangkat tangan-Nya untuk memegang kepala Ananda, dan berkata: ‘Sang Tathagata selalu berkata bahwa semua fenomena merupakan hasil dari pikiran yang mengakibatkan dan mempengaruhi termasuk (semua benda dari) dunia sampai debu, memiliki bentuk (hanya) karena pikiran tersebut. Ananda, jika kita melihat pada semua dunia dan semua benda (nyata) termasuk rumput-rumput dan daun-daun, dan meneliti akar-akarnya, mereka semua terdiri dari bahan dan memiliki jumlah, bahkan sesuatu yang kosong atau hampa juga memiliki nama dan penampakannya; jadi bagaimana Kesadaran Sejati mendalam yang murni dan suci yang merupakan (dasar) dari semua pikiran (pembeda) tanpa memiliki inti tersendiri? Jika anda berpegang teguh pada pengetahuan yang timbul dari perbedaan antara perasaan dan persepsi sebagai Kesadaran Sejatimu. ia seharusnya memiliki suatu faktor alamiah yang bebas dari (data-data indera seperti) bentuk, bau, rasa dan raba. Sekarang setelah anda mendengar khotbah saya tentang Dharma, anda dapat membedakannya karena anda mendengar suara saya.
Kesadaran ketujuh itu tidak nyata
‘Bila anda (berhasil di dalam) mengatasi semua persepsi, pendengaran, perasaan dan pengetahuan, dan menenangkan “aku” dalammu, bayangan perbedaan (anda) tentang benda (dharma) masih menetap. Saya tidak berkeinginan agar anda menganggap ini bukan sebagai pikiran, akan tetapi anda harus menelitinya secara teliti dan perlahan-lahan: yang terus menerus memiliki kebijaksanaan alamiah walaupun tanpa adanya data-data indera itu sebenarnya adalah pikiranmu; (di pihak lain) jika kebijaksanaan alamiah ini lenyap bersama dengan data-data indera, hal ini hanyalah merupakan bayangan dari perbedaan (anda) terhadap mereka, oleh karena mereka bersifat tidak menetap dan sewaktu mereka lenyap, demikian juga (yang disebut) sebagai pikiran, seperti rambut dari seekor kura-kura dan tanduk dari seekor rusa. Bila Dharmakayamu dapat lenyap dengan mudah, siapa lagi yang akan berlatih dan menyadari Kshanti dari yang Tidak Tercipta?’ Setelah mendengar hal ini, Ananda dan semua yang hadir menjadi bingung.1
Penyangkalan semua pembalikan
Sang Buddha berkata: ‘Murid-murid yang berlatih, walaupun mereka telah menyadari sembilan keadaan sempurna dari dhyana², masih juga tidak sanggup untuk berpindah dan gagal menjadi seorang Arahat, oleh karena mereka berpegang teguh pada pemikiran salah samsara yang mereka anggap sebagai Kenyataan. Ini sebabnya, walaupun anda telah banyak mendengar (tentang Dharma saya), anda gagal untuk mendapatkan kebenaran suci tersebut.’³
______________________________
1Ananda biasanya bergantung kepada Enam Kesadarannya, yang karena terikatnya dianggap sebagai Kesadaran Sejati-nya. Sewaktu Ananda dimarahi oleh Sang Buddha (oleh karena kesombongan dirinya), dia menjadi bingung dan berpikir bahwa dia tidak memiliki pikiran seperti bumi atau sebatang kayu. Sang Buddha, dengan sifat belas kasihan kepada semua anggota, mengajarkan kepada mereka bagaimana cara untuk membentuk pikiran yang Tidak Tercipta; Beliau kemudian memanjangkan tangan-Nya untuk menyentuh kepala Ananda untuk meyakinkan dia untuk melenyapkan keraguannya, sambil berkata : ‘Mengapa anda berpikir bahwa bila anda tidak memiliki pikiran akan seperti benda mati? Saya sudah sering katakan bahwa semua fenomena adalah perwujudan dari pikiran dan semua akibat dan pengaruhnya, baik langsung maupun tidak langsung, berbentuk oleh karena pikiran tersebut. Ini merupakan Kesadaran Sejati; mengapa anda masih tidak menyadarinya? Semua fenomena di alam ini, seperti halnya benda-benda sekecil apapun, (terbuat dari) bahan dan memiliki jumlah, bahkan suatu kehampaan memiliki nama dan penampakan; jadi bagaimana Kesadaran Sejati yang suci dan murni yang merupakan faktor alamiah dasar dari semua keadaan mental, tidak memiliki inti? Bukannya anda mengerti mengenai inti dari Kesadaran Sejati, tetapi anda berpegang teguh pada pemikiran yang salah yang membedakan (secara sia-sia) tentang Kesadaran Sejati; apakah ini bukan suatu pembalikan? Jika ia merupakan Kesadaran Sejati, maka ia harus memiliki faktor alamiah diri sendiri walaupun data-data indera telah lenyap. Oleh karena ia tidak memiliki data-data indera, apakah ini bukan suatu kesalahan? Sewaktu anda mendengar tentang khotbah tentang Dharma, anda dapat membedakan hanya karena suara saya, akan tetapi bila saya berhenti berbicara, pikiranmu akan lenyap juga. Hal ini merupakan pikiran pembeda yang timbul sewaktu anda mendengar suara penyebab saya; ini merupakan Enam Kesadaran (pembeda) yang lenyap bila data-data indera menghilang.’ Hal ini akan melenyapkan panca khandha ketiga sanjna, untuk mengungkapkan ketidaknyataan dari Enam Kesadaran.
Pada kalimat terakhir dari paragraf di atas, ketidaknyataan Tujuh Kesadaran terungkap. Bukan hanya Enam Kesadaran yang salah akan tetapi ‘Bila anda mengatasi semua penglihatan, pendengaran, perasaan dan pengetahuan, dan menenangkan diri dalammu, bayangan perbedaan (anda) tentang benda masih menetap.’ Tujuh Kesadaran ini melingkupi diri paling dalam sebagai ego dan merupakan organ dari Enam Kesadaran; ini merupakan akar dari kelahiran dan kematian, jadi ‘Bagaimana anda dapat berpegang padanya sebagai Kenyataan?’ Sang Buddha hendak mengungkapkan kesalahan dari panca khandha keempat, samskara, yang akan melenyapkan Tujuh Kesadaran, maka Beliau berkata : ‘Saya tidak menginginkan anda untuk berpegang pada itu bukan pikiran; apa yang saya inginkan adalah pikiran yang salah itu bukan merupakan Kesadaran Sejati; anda harus memeriksanya secara teliti dan perlahan-lahan : yang memiliki inti yang bebas sewaktu data-data indera lenyap maka itulah Kesadaran Sejati-mu, akan tetapi yang lenyap bersama data-data indera (secara sederhana) disebut sebagai ketidakberadaan, seperti halnya rambut dari seekor kura-kura dan tanduk dari seekor rusa, yang mana Dharmakaya seharusnya merupakan subjek dari penghancuran, dan jika demikian, siapa yang akan berlatih dan menyadari Kshanti dari yang Tidak Tercipta?
² Keadaan dhyana di dalam empat surga dhyana di mana keempat surga itu tanpa bentuk dan surga itu tanpa perasaan dan pikiran.
³ Sekarang Sang Buddha telah melenyapkan pikiran yang salah; pada kalimat berikutnya beliau akan melenyapkan penglihatan (persepsi) yang salah juga.
PERSEPSI YANG TERBALIK
Setelah mendengarnya, Ananda, dengan terharu, bersujud dengan kepala, lutut dan sikunya di atas tanah, membungkuk dan bersikap Anjali, sambil berkata: ‘Setelah saya meninggalkan rumah untuk mengikuti Sang Buddha, saya hanya bergantung pada kekuatan di luar kemampuan manusia-Nya, dan selalu berpikir bahwa saya mampu memperolehnya dari latihan oleh karena Beliau selalu mengajarkan samadhi kepada saya. Saya tidak mengetahui bahwa Beliau tidak mungkin menjadi pengganti bagiku maka saya kehilangan (pandangan tentang) Pikiran mendasar. Inilah sebabnya, walaupun saya telah bergabung dengan anggota Sangha, pikran saya masih belum mampu menembus Tao, saya seperti seorang anak malang yang lari dari ayahnya. Sekarang saya telah menyadarinya, di samping rajin mendengar (khotbah Dharma), juga harus disertai latihan, saya tidak akan menjadi apapun bila saya tidak mendengarnya, seperti seorang laki-laki yang tidak akan menjadi kenyang hanya bercerita tentang makanan. Yang Maha Agung, saya terperangkap oleh dua penghalang oleh karena saya tidak mengetahui (kenyataan) alamiah dari Pikiran yang mantap dan menetap. Mohon Sang Tathagata yang penuh belas kasihan untuk mengungkapkan kepada saya tentang Kesadaran Sejati sehingga membuka mata saya tentang Tao ini’.
Titik terang untuk mengungkapkan Kenyataan Tunggal
Segera Sang Tathagata mengeluarkan cahaya berkilau dan berwarna-warni dari swastika di dada-Nya yang menerangi semua alam ke-Buddha-an di sepuluh penjuru seperti debu yang tidak terhitung jumlahnya, dan setelah menerangi semua kepala dari Buddha-Buddha dimana-mana, kemudian berbalik arah ke Ananda dan anggota-anggota lainnya. Setelah itu, Sang Buddha berkata kepada Ananda: ‘Sekarang saya mengangkat panji Dharma yang Agung sehingga anda dan semua makhluk hidup lainnya di sepuluh penjuru dapat menyadari Pikiran yang suci dan murni untuk mengatasi Alam yang mendalam dan rumit sehingga dapat memperoleh Mata Bathin yang murni dan cemerlang’.1
______________________________
1Hal ini akan melenyapkan persepsi yang salah dari semua murid. Ananda telah mendengar khotbah Sang Buddha, dan percaya bahwa pikiran pembeda lenyap sewaktu semua kondisi penyebab dilenyapkan maka menyadari bahwa itu bukan Kesadaran Sejati. Oleh karena itu, persepsi sebelumnya tentang Sang Buddha juga salah. Maka dia meminta Beliau untuk mengungkapkan Kesadaran Sejati untuk membuka matanya tentang Tao yang dengan sendirinya dapat melenyapkan persepsi salahnya. Persepsi yang terbalik ini sebagai akibat dari Keenam Kesadaran dalamnya yang bergantung pada tubuh luarnya sebagai Ego, dan tepatnya kemelekatan pada kenyataan dualisme dari Ego dan dharma; kemelekatan pembeda ini dari Ego dan dharma disebut sebagai persepsi diskriminatif (berlawanan dengan persepsi alamiah atau lahiriah). Sekarang organ dari Keenam Kesadaran, yakni Ketujuh Kesadaran, terikat pada sifat-sifat persepsi dari Kedelapan Kesadaran sebagai Ego dan sejak lahir sudah terikat pada dualisme Ego dan dharma. Hal ini disebut sebagai Persepsi Bawaan. Oleh karena organ-organ indera dan kesadaran terikat satu sama lainnya, hal ini merupakan pemikiran yang salah; maka kedua halangan inilah yang memerangkap Ananda.
Sebelum mengajarkan cara melenyapkan kesalahan ini, Sang Buddha mengeluarkan Cahaya berwarna-warni dan berkilau dari swastika di dada-Nya untuk menekankan bahwa pikiran yang salah ini berasal dari cahaya-Kebijaksanaan yang agung dari Kesadaran Sejati di dalam kepustakaan Tathagata yang karena khayalan, berubah menjadi pikiran yang salah dan mengubah cahaya-Kebijaksanaan menjadi persepsi yang salah. Cahaya ini menerangi sepuluh penjuru untuk menunjukkan perwujudannya. Cahaya terang ini diperoleh dari usaha diri sendiri melalui kesucian dan keduniawian, pertama sekali menerangi seluruh kepala Buddha-Buddha, kemudian Ananda dan seluruh anggota. Siapa yang mencari Kesadaran Sejati dan Persepti Sejati seharusnya mengerti Penerangan ini bila ditutupi khayalan, akan menjadi pikiran dan persepsi yang salah. Sekarang untuk mengubah yang sebelumnya menjadi Penerangan mendasar yang diperoleh dari usaha diri sendiri, yang penting adalah mengubah yang salah menjadi yang benar. Siapa yang menyadari Penerangan Sejati ini akan memperoleh Kesadaran Sejati yang cemerlang dan memperoleh Mata Bathin yang murni dan cemerlang, maka pikiran dan persepsinya akan berubah menjadi benar. Ini merupakan panji Dharma yang Agung yang dibentuk oleh Sang Buddha.
1Hal ini merupakan rahasia Transmisi Ch’an berdasarkan kepada Fungsi seharusnya diubah menjadi Inti untuk tercapainya pikiran dan persepsi secara alamiah. Pembaca diharuskan untuk memperhatikan dengan sungguh-sungguh kepada pengertian mendalam dari dua istilah, Inti dan Fungsi, pada latihan ch’an mereka’.
Mengembalikan persepsi ke Pikiran1
‘Ananda, sebelumnya anda berkata bahwa anda melihat tinju bercahaya saya; beritahukan kepada saya, bagaimana kilauan cahayanya timbul, apakah yang menyebabkan timbulnya bentuk tinju tersebut dan dengan apa anda melihatnya?’
Ananda menjawab: ‘Tubuh Sang Buddha berkilau keemasan seperti bukit yang berharga dan berwujud (dalam keadaan) murni dan suci, sehingga tinju itu timbul. Mata saya yang sebenarnya melihat Beliau membengkokkan tangan-Nya dan membentuk suatu tinju yang dipertunjukkan kepada kita semua’.
Sang Buddha berkata: ‘Sebenarnya orang-orang bijaksana seharusnya dapat disadarkan dengan contoh-contoh maupun perumpamaan-perumpamaan. Ananda, jika saya tidak memiliki tangan saya tidak akan dapat membuat tinju dan jika anda tidak memiliki kedua mata, anda tidak memiliki (kemampuan untuk) menglihat. Apakah ada hubungan antara organ penglihatanmu dengan tinju saya?’
Ananda menjawab: ‘Ya, Yang Maha Agung. Jika saya tidak memiliki kedua mata, saya tidak memiliki (kemampuan untuk) melihat; maka terdapat perumpamaan antara organ penglihatan saya dengan tinju dari Sang Buddha’.
Sang Buddha berkata: ‘Alasanmu tidak benar. Sebagai contoh, seorang yang tangannya puntung tidak dapat membuat gerakan, akan tetapi seorang yang tidak memiliki kedua mata masih memiliki (kemampuan untuk) melihat. Sewaktu anda berjumpa dengan seorang buta dan bertanya kepadanya tentang apa yang dilihatnya, dia akan memberitahukan kepadamu bahwa ia tidak dapat melihat apa-apa dan hanya kegelapan di depannya. Maka, walaupun benda-benda itu ditutupi suatu layar (kemampuan untuk) menglihatnya masih tetap berlanjut’.
Ananda berkata: ‘Jika seorang buta tidak bisa melihat apapun dan hanya kegelapan, bagaimana ini bisa dikatakan sebagai menglihat?’
Sang Buddha bertanya: ‘Apakah ada perbedaan di antara kegelapan yang dilihat oleh seorang buta di depannya dengan yang dilihat oleh seorang yang tidak buta sewaktu dia berada di dalam ruangan yang gelap?’
(Ananda menjawab): ‘Yang Maha Agung, kedua hal ini tidak memiliki perbedaan’.
Sang Buddha berkata: ‘Ananda, sewaktu seorang buta yang terbiasa dengan kegelapan secara tiba-tiba penglihatannya membaik dan dapat melihat segala sesuatunya dengan terang, jika anda katakan bahwa yang melihat itu adalah kedua matanya yang melihat, maka sewaktu seorang yang melihat di dalam kegelapan dalam ruuangan yang gelap secara tiba-tiba dihidupkan lampunya sehingga dia mampu melihat dengan jelas di mana dia berada, anda seharusnya berkata bahwa yang melihat itu adalah lampunya. Jika lampu itu dapat melihat benda-benda, maka ia seharusnya memiliki(kemampuan untuk) melihat dan tidak bias disebut sebagai lampu; jika lampu itu yang sebenarnya melihat, maka lampu itu tidak memiliki hubungan denganmu. Maka, anda seharusnya tahu bahwa sewaktu lampu itu dapat mengungkapkan suatu bentuk, penglihatan itu timbul dari kedua mata dan bukan dari lampu tersebut. Seperti halnya, sewaktu kedua matamu dapat mengungkapkan suatu bentuk, penglihatan itu secara alamiah berasal dari pikiran dan bukan berasal dari kedua matamu’.1
______________________________
1Sang Buddha, sebelum mengungkapkan ketidaknyataan dari penglihatan yang membingungkan, mengangkat tinju-Nya untuk menyelami Ananda. Muridnya, masih di dalam keadaan Hinayana, tidak mengetahui tentang ketiga sifat Alaya (pembuktian diri sendiri, persepsi dan bentuk), oleh karena dia hanya mengenal keenam kesadaran dan terikat pada organ-organ indera dan persepsi-persepsi indera, maka dia bergantung pada kedua matanya yang ‘dapat melihat’ tanpa menyadari bahwa melihat itu berasal dari pikiran. Sewaktu Sang Buddha hendak mengajarkan kepadanya tentang bagaimana mengembalikan penglihatan itu ke pikirannya, Beliau mengangkat tinju-Nya, bertanya : ‘Apakah yang anda lihat?’ Ananda menjawab bahwa dia menggunakan kedua matanya untuk melihat tinju tersebut, oleh karena dia masih berpegang teguh pada pendirian bahwa penglihatan itu berasal dari kedua matanya. Kemudian Sang Buddha membandingkan tinju-Nya dengan kedua mata muridnya, bertanya : ‘Jika saya tidak memiliki tangan, maka tidak akan ada tinju, akan tetapi jika anda tidak memiliki mata, apakah anda kehilangan (kemampuan untuk) melihat?’ Beliau kemudian bercerita tentang soerang buta yang hanya dapat melihat kegelapan, akan tetapi apakah sebenarnya dia tidak memiliki (kemampuan untuk) melihat? Oleh karena kegelapan yang dilihat oleh si buta adalah sama dengan yang dilihat oleh yang penglihatannya normal sewaktu berada di dalam ruangan yang gelap, maka ini menunjukkan bahwa penglihatan itu bukan berasal dari kedua mata. Apabila si buta dapat melihat kembali dan dapat melihat benda-benda, jika ini disebut sebagai kedua mata yang melihat, jadi apabila seorang yang berada di ruangan yang gelap dan secara tiba-tiba dihidupkan lampunya, hal ini disebut sebagai lampu yang melihat. Hal ini tidak masuk di akal oleh karena lampu ini hanya dapat mengungkapkan benda-benda akan tetapi penglihatan itu berasal dari orang tersebut. Maka, organ penglihatan hanya dapat mengungkapkan bentuk akan tetapi penglihatan itu secara alamiah berasal dari pikiran dan bukan kedua matanya. Inilah yang disebut sebagai mengembalikan persepsi ke pikiran.
²Ananda biasanya menggunakan pikiran salahnya sebagai penunjang. Sang Buddha, setelah menunjukkan kesalahan dari dua panca khandha yang pertama, rupa dan vedana, mengajarkannya untuk mengembalikan persepsi ke pikiran. Ananda menjadi bingung, dan tidak mengetahui hendak berkata apapun. Dia masih tidak yakin dan menunggu kelanjutan khotbah-Nya.
ORANG-ORANG YANG TERBALIK
Walaupun Ananda dan anggota-anggota lainnya telah mendengarkan kalimat ini, mereka masih tetap berdiam diri. Oleh karena mereka masih belum mengerti tentang Ajaran-Nya, mereka bersikap Anjali secara bersama-sama dan menunggu arahan dari Sang Buddha dengan pikiran tertuju untuk mendengarnya.²
Cakupan pandangan yang terbalik
Sang Buddha kemudian mengangkat tangan-Nya yang bersinar terang, meluruskan jari-Nya untuk memberikan pengarahan (lanjutan) kepada Ananda dan anggota-anggota lainnya dan bertanya: ‘Setelah saya mencapai (Bodhi) Sempurna, saya berangkat ke taman Mrgadava di mana saya memberitahukan Ajnata-kaundina dan kelima bhikkhu kelompoknya seperti halnya kalian bhikkhu-bhikkhu, bhikkhuni-bhikkhuni serta siswa-siswinya, bahwa semua makhluk hidup gagal mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi Arahat oleh karena mereka dibimbing oleh kotoran asing yang menciptakan khayalan dan kesedihan (dengan memasuki pikiran-pikiran mereka). Apakah yang pada saat itu menyebabkan anda semuanya sadar bahwa sekarang anda dapat memperoleh kebenaran suci tersebut?’
Ajnata-kaundinya kemudian bangkit dari tempat duduknya dan menjawab pertanyaan Sang Buddha: ‘Sekarang saya merupakan orang yang paling tertua di dalam anggota Sangha di mana saya satu-satunya yang memperoleh seni untuk menerjemahkan karena saya telah menyadari tentang (pengertian) pengungkapan pengertian “kotoran asing”, sehingga saya mencapai kebenaran (suci) tersebut. Yang Maha Agung, (kotoran asing) seperti halnya seorang tamu yang berhenti di tempat penginapan sewaktu malam tiba atau menikmati makanan malam dan kemudian berkemas untuk melanjutkan perjalanannya oleh karena dia tidak bisa tinggal lama-lama. Sedangkan pemilik tempat penginapan tersebut, dia tidak memiliki tempat untuk pergi. Kesimpulan saya adalah seorang yang tidak menetap merupakan tamu dan yang menetap merupakan pemilik/tuan rumah. Dengan pengertian tersebut, sebuah benda dikatakan “asing” apabila sifatnya tidak menetap. Sekali lagi, sewaktu matahari bersinar di langit yang terang, dan sinarnya masuk ke dalam (rumah) melalui lobang-lobang, kotoran itu terlihat seolah-olah menari-nari di sorotan sinar tersebut sedangkan alam sekitarnya tidak bergerak. Saya mengambil kesimpulan bahwa apa yang tidak berubah itu sebagai kehampaan dan apa yang bergerak atau berubah itu sebagai kotoran. Dengan pengertian tersebut, sebuah benda dikatakan “kotoran” bila ia bergerak’.
Sang Buddha berkata: ‘Tepat sekali’.
Pandangan terbalik pengikut Hinayana
Sang Buddha kemudian membengkokkan, meluruskan dan kemudian membengkokkan kembali jari-jari tangannya dan bertanya kepada Ananda: ‘Apakah yang anda amati?’ Ananda menjawab: ‘Saya melihat Sang Buddha membuka dan menutup tinju-Nya’. Sang Buddha bertanya: ‘Anda berkata bahwa anda melihat tinju saya terbuka dan tertutup; apakah itu merupakan tinju saya ataukah penglihatanmu yang terbuka dan tertutup?’ Ananda menjawab: ‘Seperti yang Sang Buddha membuka dan menutup tinju, saya melihatnya sendiri dan bukan penglihatan saya yang menafsirkannya.’ Sang Buddha bertanya: ‘Yang mana yang bergerak dan yang mana yang diam?’ Ananda menjawab: ‘Tangan Sang Buddha tidak menetap; sedangkan penglihatan saya sekarang berada dalam keadaan menetap, ia tidak mampu untuk bergerak.’ Sang Buddha menjawab: ‘Tepat sekali’.
Sesudah itu Sang Buddha mengeluarkan cahaya yang memancar ke segala arah dari telapak tangan-Nya kepada bagian sebelah kanan Ananda, dan kemudian murid tersebut berpaling untuk melihatnya. Kemudian Beliau mengeluarkan cahaya lain ke arah bagian sebelah kiri Ananda dan murid tersebut berpaling untuk melihatnya. Kemudian Sang Buddha bertanya :‘Mengapa kepalamu bergerak?’ Ananda menjawab: ‘Saya melihat Sang Buddha mengeluarkan cahaya yang memancar ke segala arah ke sisi kanan dan kiri saya, saya berpaling untuk melihatnya, sehingga kepala saya menjadi bergerak.’ (Sang Buddha berkata:) ‘Sewaktu anda berpaling ke kanan dan ke kiri untuk melihat cahaya-Buddha, apakah kepalamu yang bergerak ataukah penglihatanmu?’ (Ananda menjawab:) ‘Yang Maha Agung, kepala saya yang bergerak; sedangkan penglihatan saya yang telah berada (dalam keadaan) menetap, bagaimana mungkin ia bisa bergerak?’ Sang Buddha menjawab: ‘Benar sekali’.
Sang Buddha kemudian mengumumkan kepada anggota lainnya: ‘Maka semua manusia mengetahui bahwa semua yang bergerak adalah kotoran dan yang tidak sebagai tamu. Anda telah melihat Ananda yang kepalanya bergerak sendiri sedangkan penglihatannya tidak bergerak. Anda juga telah melihat tinju saya yang membuka dan menutupnya sedangkan penglihatannya tidak ikut melebar dan mengecil. Mengapa anda masih menganggap gerakan itu sebagai tubuh dan sekitarmu, maka dari awal sampai akhir, biarkan pikiranmu bangkit dan jatuh tanpa terganggu, sehingga melenyapkan (pandangan tentang) keaslian sebenarnya dan mengampuni dosa dalam gerakan sebaliknya? Dengan lenyapnya Pikiran (Sejati) dari keaslianmu dan dengan menyalahartikan objek-objek (khayalan) untuk dirimu Sendiri, anda membiarkan dirimu terperangkap di dalam roda (samsara) yang memaksa anda sendiri untuk mengalami penderitaan’.²
______________________________
1Sang Buddha melenyapkan cakupan pandangan yang kekal dan kekekalan pandangan pengikut Hinayana yang tidak memiliki tempat di dalam Sempurna yang berada di dalam keadaan delusi.
²Sang Buddha membuktikan ulang tentang keduniawian dan pengikut Hinayana tentang pandangan mereka yang terbalik untuk melenyapkan sifat keduniawian.
Bersambung ke edisi selanjutnya…
Sumber: Shuranggama Sutra, Pustaka Pundarika.