Senantiasa Berpandangan Terang & Pikiran Luhur

(oleh YM Bhiksu Tadisa Paramita Mahasthavira;  Ketua Sangha Mahayana Buddhis Internasional)

Pengetahuan, Kebijaksanaan dan Pandangan Terang
Pengetahuan adalah sesuatu yang didefinisikan sebagai “kepercayaan benar yang dibenarkan”, yang dipelajari dalam cabang filsafat dan dikenal sebagai Epistemology. Pencarian kebenaran tidak mengenal batas-batas. Tidak ada batas untuk mengejar kebenaran, karena pengetahuan dengan jelas berbeda dari “merasa pasti” tentang apa yang ada atau tentang jalannya peristiwa. Kebanyakan debat filsafat berkisar pada sifat kebenaran dan pada apa yang dianggap sebagai bukti yang tepat untuk memenuhi tuntutan pengetahuan. Dalam ajaran Buddha ada tiga sumber pengetahuan: Kesimpulan, Pencerapan (persepsi), dan Pengalaman.

Pengetahuan tentang bagaimana segala sesuatu bekerja sungguh berbeda dari realisasi yang merupakan kebijaksanaan, yang merupakan pandangan terang, yang ingin melihat mengapa dan bagaimana hal itu bekerja. Kebijaksanaan jauh melebihi pengetahuan. Pengetahuan adalah jawaban untuk pertanyaan: “bagaimana?” kebijaksanaan adalah penyelidikan jawaban untuk pertanyaan: “mengapa?” pengetahuan dapat menjawab pertanyaan mengenai fungsi, akibat, dan tujuan; Kebijaksanaan tidak menyediakan suatu jawaban, namun menyadari mengapa timbul pertanyaan sedemikian. Dalam penyadaran terhadap pertanyaan itu, tidak ada pencarian ke mana-mana karena pandangan terang telah memecahkan masalah, menyelesaikan konflik, dan mengakhiri pencarian. Dengan demikan, kalau pengetahuan terus mencari di luar, kebijaksanaan berhenti pada pandangan terang terhadap pertanyaan tersebut.

Empat Jenis Pengetahuan, dalam bekerjanya aktus pengetahuan (ACT KNOWING) di dunia ini, terdapat berbagai  pengetahuan:
1.    Pengetahuan yang masih bersifat duniawi, seperti: kesusastraan, seni, pengetahuan tentang kebajikan, ritus-ritus agama dan lainnya.
2.    Pengetahuan yang mengajarkan kebenaran soal bagaimana proses kelahiran dan kematian, seperti pengetahuan tentang kawasan nafsu-nafsu indera dan lain-lainnya.
3.    Pengetahuan duniawi, yang mengatasi segenap gejala duniawi, yang memotong segenap unsur kemelekatan, yang terbebas dari perasaan aku dan milikku. Pengetahuan ketiga ini adalah pengetahuan yang dicapai oleh Sravaka dan Pratyeka Buddha.
4.    Pengetahuan yang paling tinggi dan super yang mengatasi ketiga jenis pengetahuan di atas adalah Prajnaparamita. Prajnaparamita kesempurnaan yang murni, bebas dari kemelekatan, dan memberi kebahagiaan, kesejahteraan bagi segenap makhluk hidup. Pengetahuan tertinggi ini bersifat integral meliputi baik aspek kognitif maupun emosi, begitupun kebenaran dan kasih sayang. Pengetahuan tertinggi dalam Prajnaparamita itu telah menyingkirkan kebodohan, memotong habis nafsu, memurnikan mata kebijaksanaan dan memberikan perhatian kepada makhluk lainnya untuk terbebas dari kemelekatan obyek-obyek kesenangan indera, serta sumber kebahagiaan, kedamaian dan kesukacitaan. Prajnaparamita, pengetahuan tertinggi berwujud keluhuran, kebijaksanaan, kecerdasan spiritual, begitu dalam, luhur, agung, sulit untuk ditembus, bebas dari kodrat keterbatasan, tidak tercapai oleh aktivitas pikiran biasa yang melihat obyek-obyek timbul dan berakhir. Dalam Prajnaparamita obyeknya adalah tathata, dharma-dhatu, bhutakoti, dharma yang tidak berkomposisi, yang permanent, kosong dari kelahiran dan kematian, sunya.

Pandangan dan Pikiran Manusia Berbeda
Di dunia manusia dikaruniakan berbagai hal dan perbedaan, berupa wajah dan tubuh fisik yang beraneka bentuk; Endapan memori pikiran dan kesadaran yang dipengaruhi oleh karmanya, misalnya kecenderungan pandangan dan pikirannya bagaimana yang sudah dibawa dari kehidupan lalunya; Mental berupa cara kerja hati, sifat, watak, perangai yang beragam; Kondisi  berupa rejeki, hubungan keluarga, jodoh, keturunan, kebutuhan, dan lingkungan yang berlainan; Kemampuan berupa kecerdasan, keterampilan, seni dan karya yang dimiliki; Semua kondisi perbedaan ini dipengaruhi oleh akumulasi karma dan kesadaran di masa lampau yang begitu dominan dan berkelanjut membentuk corak jiwa dan ciri kepribadian seseorang, juga kondisi sekarang dipengaruhi oleh cara berpandang dan berpikir seseorang dalam melakukan segala aktivitas untuk mengisi kehidupan.

Manusia memiliki beragam pandangan, misalnya: Pandangan Gelap adalah orang yang tidak melihat realita atau kebenaran (Dharma). Pandangan Bodoh, adalah orang yang tidak mengenal dirinya, kondisinya, hukum Tilakhana, hukum sebab akibat dan kebenaran Dharma. Pandangan Salah adalah pandangan sesat yang bertentangan dengan kebenaran Dharma; Pandangan Benar adalah pandangan yang sesuai Dharma dan kenyataan. Pandangan Terang adalah pandangan yang telah menembusi realita dukkha, sebab dukkha, akhir dukkha dan jalan membebaskan dukkha. Seseorang yang dikatakan sudah memiliki pandangan terang apabila setiap pandangannya sudah memiliki Pandangan Tiga Dimensi, yaitu kepalsuan, kesunyataan dan jalan tengah, seperti Dharma bukan Dharma sekedar disebut Dharma. Sedangkan Pandangan Cerah adalah pandangan yang telah menembusi realita dan telah terbebas dari segala rintangan dualitas antara subjek maupun objek, seperti: ‘Aku’ dan ‘Dharma’.

Kebodohan dan Pandangan Salah:
Makhluk-makhluk yang diliputi ketahayulan tidak memahami hakikat jati diri adalah sunya dan fenomena juga sunya, sehingga khayal yang memunculkan perbedaan dan kemelekatan, tidak memahami realitas kebenaran dan jalan kesucian, sehingga terperosok ke arus tumimbal lahir mengalami kelahiran dan kematian yang sulit berakhir. Sedangkan Pikiran Bodoh adalah pikiran yang haus akan sensasi, cinta dan berkembangnya nafsu, melalui jendela, seperti mata, telinga, hidung, mulut dan pikiran yang selalu haus akan sensasi bentuk indah, suara merdu, kewangian, cita rasa, aku dan dharma. Dari haus sensasi memunculkan fantasi, mendambakan fantasi memunculkan ilusi, terjebak ilusi mengakibatkan delusi. Karena diliputi kebodohan akut sehingga rasa haus ini terus berkembang menjadi keserakahan dan kebencian. Disebabkan bodoh tidak sadar maka dinamakan pandangan dan pikiran yang diliputi kebodohan.

Sepuluh pandangan yang harus dipahami dan disadari
Di dalam kitab suci Ching Shen Fu Thien Cing, disabdakan: para siswa harus memahami Sepuluh Dharma, yaitu:
1.    Semua makhluk mengandalkan minuman dan makanan untuk kelangsungan hidup, melenyapkan pandangan salah kelaparan bisa menyempurnakan diri.
2.    Semua makhluk mempunyai jiwa dan wujud berdasarkan karma, melenyapkan pandangan salah bahwa semua terjadi begitu saja.
3.    Semua makhluk bisa merasakan sakit dan gatal, melenyapkan pandangan salah brahma sebagai sebab untuk menyempurnakan diri.
4.    Ajaran kebenaran Empat Kesunyataan yang dibabarkan oleh Hyang Buddha, melenyapkan pandangan salah tidak adanya hukum karma.
5.    Faktor Panca Skandha yang terdiri wujud, perasaan, pikiran, pencerapan, kesadaran, yang harus dikendalikan dan dioptimalkan, melenyapkan pandangan salah dari tingginya ego para makhluk dewa.
6.    Enam fenomena, yaitu: adanya wujud, pendengaran, penciuman, pengecapan, sentuhan, dan dharma, adalah hasil dari gejolak enam indera melalui enam kesadaran, melenyapkan pandangan salah penganut paham satu kesadaran saja.
7.    Tujuh pikiran sadar, yaitu: 1. Pikiran yang memiliki ketenangan dan kebijaksanaan; 2. Menembusi kebenaran Dharma, mana yang benar dan mana sempalan; 3. Semangat yang gigih melenyapkan kesesatan, melaksanakan ajaran benar; 4. Kegembiraan memperoleh Dharma; 5. Melepaskan beban berat jasmani dan mental, hidup jadi ringan dan mudah memasuki jalan; 6. Ketenangan hati hanya terpaut satu objek; 7. Pelepasan khayal dan Dharma, melepaskan pandangan salah para pelatih sesat yang mengatakan tidak usah lagi melatih diri.
8.    Jalan utama beruas delapan: 1. Pandangan benar; 2. Pikiran benar; 3. Ucapan benar; 4. Perbuatan benar; 5. Mata pencaharian benar; 6. Semangat benar; 7. Konsentrasi benar; 8. Meditasi benar. Melenyapkan kesalahan melatih diri para siswa di jalan sesat.
9.    Sembilan tempat tinggal para makhluk, yaitu: Triloka yang masih diliputi ketidakkekalan, melenyapkan pandangan salah para makhluk di Rupa-Dhatu dan Arupa Dhatu yang terjebak konsep nirvana sepihak.
10.    Sebelas cara memasuki arus kesucian: 1. Tempat tinggal sederhana; 2. Mengemis makanan; 3. Satu tempat duduk; 4. Makan satu kali dalam sehari; 5. Makan hanya dipertengahan siang sebelum tengah hari; 6. Tidak pindapatra di rumah tertentu; 7. Jubah hanya tiga buah; 8. Duduk di bawah pohon; 9. Bermeditasi di tempat jauh dan tenang; 10. Pakaian  sederhana; 11. Menyepi di tengah kuburan, melenyapkan pandangan salah aliran yang mempunyai konsep terjebak dualisme wujud dan sunya.

Apabila ada siswa mampu melaksanakan kehidupan sederhana seperti di atas, maka dalam tempo sepuluh tahun akan memperoleh buah kesucian Anagami dan akhirnya mencapai kesucian Arahat.

Pikiran Menimbulkan Segalanya
Dunia buatan pikiran. Segala tindakan yang kita lihat di dunia ini, segala gerakan di dalam masyarakat manusia, segala karya di sekitar kita, semata-mata merupakan pertunjukan pikiran, manifestasi hasrat manusia. Dunia ini tidak baik maupun buruk. Dunia menghasilkan para penjahat dan juga para suciwan, orang bodoh dan orang yang tercerahkan. Dari tanah liat yang sama, barang-barang yang indah dan buruk dihasilkan, berguna atau tidak berguna dapat dijadikan. Kualitas tergantung pada si pembuat tembikar, bukan pada tanah liatnya. Bukan dunia yang salah, tetapi ulah pikiran dan perbuatan manusia yang menciptakan kondisi dunia.

Segala keadaan mental memiliki pikiran sebagai pelopor. Pikiran adalah pemimpin mereka, dan mereka diciptakan oleh pikiran. Jika seseorang berkata dan bertindak dengan suatu pikiran tercemar, maka penderitaan akan mengikutinya. Sebaliknya jika sesorang berkata dan bertindak dengan pikiran bajik maka kebahagiaan akan menyertainya. Orang bijak menjadi tuan dari pikirannya, sedangkan orang bodoh akan menjadi budak dari pikirannya. Orang bijak mampu menata pikirannya dan menghasilkan produktivitas pikiran yang cemerlang dan bermanfaat, sedangkan orang bodoh dikacaukan oleh pola pikirannya dan selalu menghasilkan produk pikiran yang kacau, kusut dan kotor.

Penemuan-penemuan modern menegaskan apa yang telah disadari Hyang Buddha dua puluh lima abad yang lampau: bahwa pikiran bukanlah suatu zat atau entitas dengan keberadaan terpisah, tetapi sesuatu yang kemunculannya bergantung pada berbagai kondisi.

Pikiran adalah suatu kekuatan kecerdasan yang hebat, yang muncul dalam suatu pribadi, dan yang dapat dibudayakan untuk mengembangkan nilai-nilai positif, seperti: kebaikan hati, simpati, belas kasih dan cinta kasih. Nilai-nilai ini dapat dimanfaatkan untuk melayani dunia. Sebuah pikiran berkekuatan penuh, yang dikembangkan sepenuhnya, seperti pikiran seorang Buddha bahkan dapat memurnikan atmosfer. Sebaliknya jika disalahgunakan dengan mengembangkan nilai-nilai negatif seperti kebencian, keserakahan, iri hati, dan niat jahat, pikiran bisa menjadi penghancur yang dahsyat. Beragam pikiran seperti ‘Hilter’, ‘Idi Amin’, atau ‘Pol Pot’ dapat menjadi sumber kesengsaraan dan penderitaan besar bagi makhluk hidup. Dalam skala kecil, manusia secara perseorangan juga dapat menciptakan penderitaan bagi mereka yang ada disekitarnya. Sebuah pikiran yang tidak dijaga dengan tepat dan tidak terlatih dapat menjadi sebuah kekuatan yang berbahaya.

Pada zaman modern ini, pikiran-pikiran hebat dikerahkan melalui ilmu pengetahuan untuk menguak kenyataan tentang cara kerja alam semesta. Namun jika penemuan-penemuan ini dibiarkan untuk digunakan oleh pikiran yang tidak terlatih, malapetaka besar bisa terjadi. Kita harus mempertimbang kan betapa penemuan tentang pemecahan nuklir hanya pengawali penciptaan senjata penghancur yang paling mengerikan pada zaman ini. Pikiran manusia mampu untuk meraih pencapaian-pencapaian besar yang bermanfaat bagi semua makhluk hidup, namun sebaliknya, juga bisa menjadi sumber penderitaan yang tak terkatakan. Dalam upaya menjelaskan kekuatan pikiran yang sungguh hebat, Einstein berkata : “Ilmu pengetahuan mampu memecahkan atom, namun tidak dapat mengendalikan pikiran.” Apa yang ia maksudkan adalah bahwa energy mental itu jauh lebih dahsyat daripada energy atom.

Satu-satunya cara untuk mendayagunakan dan mengendalikan energy dahsyat itu adalah dengan memakai teknik pengendalian pikiran dari tempo dulu yang dikembangkan oleh para bijaksanawan, seperti Hyang Buddha. Dalam ajaran-Nya, Hyang Buddha menganalisis cara kerja pikiran manusia, fungsinya dan pengembangannya. Ia kemudian menunjukkan bagaimana, setelah diberi bimbingan spiritual yang tepat, pikiran dapat diarahkan untuk bekerja demi kepentingan semua makhluk.

Egosentris dan Dualisme
Sifat alami manusia penuh dualisme, keadaan ini terkoyak antara keinginan dan penolakan. Inilah yang menuntun ketidak harmonisan dalam pikiran. Kebodohan utama manusia adalah berpusat pada egosentris. Pikiran manusia yang masih sesat dan gelap  cenderung mengarah pendiskriminasian , ia berpikir  bahwa ‘dirinya’ adalah “Aku”, itulah sebabnya ia membedakan “dia’ dengan yang “lain” inilah sumber kebingungan  manusia yang berkembang menjadi kegelisahan dan perselisihan umat manusia.  Semua konsep tentang baik dan buruk, kaya dan miskin, bermanfaat dan membahayakan, aku dan orang lain adalah produk dari pikiran pendiskriminasian. Kebenaran absolut adalah ‘bukan ini’ dan ‘bukan itu’. Dalam keadaan bagaimanapun, selama tidak ada “aku” maka Anda tidak terpisah dari sesuatu. Menyatu dengan alam semesta.

Cara pandang  membentuk pikiran, pikiran membentuk kondisi hati, kondisi hati membentuk perilaku, perilaku membentuk kebiasaan, kebiasaan membentuk watak dan watak membentuk nasibnya. Watak manusia dapat dibagi menjadi dua aspek: 1. Watak Intrinsik (bawaan) dan Watak Rumusan (yang terbentuk kemudian). Watak instrinsik sangat sulit diubah karena ia mewakili kebiasaan-kebiasaan mental yang dikembangkan dalam masa-masa kehidupan yang tak terhitung banyaknya dan berakar kuat di dalam pikiran bawah sadar. Watak buruk seperti keserakahan, pemarah, keinginan jahat merupakan sikap-sikap mental yang hanya dapat dilenyapkan melalui usaha dan latihan mental yang keras. Menurut Hyang Buddha, ada enam watak yang diwujudkan manusia dalam berbagai tingkatan sesuai kecenderungan mental yang dominan, yakni: Raga (hawa nafsu, keserakahan; Dosa (kemarahan, kebencian); Moha (delusi, kebodohan); Buddhi (kecerdasan); Saddha (keyakinan); Vitthata (kebingungan).

Bila seseorang sudah berhenti berdiskriminasi, membuang angan-angan (keinginan), dan mengakhiri berpikir taktis, maka ia akan memperoleh kedamaian sejati karena telah menyadari kekosongan segala sesuatu.

Orang yang terlalu ingin memburu hasil dengan segala cara, biasanya tidak akan memperoleh apa-apa. Gunakan cara wajar dan benar untuk memperoleh apa yang diharapkan. Kebanyakan orang hanya mengejar ketenaran, keuntungan, kekayaan, kenikmatan dan pelayanan, tetapi berapa banyak orang yang dapat memperolehnya, dan berapa lama ia bisa menikmati kesemuaan ini? Realitanya hakikat hati adanya sunya (kekosongan) dan semua kondisi bagaikan, mimpi, ilusi, ombak, bayang-bayang, embun halilintar, segala yang berkondisi bagaikan fatmorgana hanya sekejab dan tidak diperoleh, seharusnya  memandangnya demikian.

Menyikapi hati adalah menyikapi Kebuddhaan, apakah sesuatu itu menyenangkan atau tidak, semuanya bergantung pada sudut pandang. Umumnya cara pandang orang awam adalah pandangan fisik, apa yang bisa dilihat mata dan kesadaran itulah pandangannya, bagaikan katak  di dalam sumur, sehingga muncul pandangan sempit dan tersekat; Pandangan Dualitas, saat gembira dunia terlihat ceria, tapi saat sedih dunia jadi suram,sehingga kondisi kehidupan manusia selalu dipermainkan oleh delapan penjuru angin (untung-rugi, sukses-gagal, dicela-dipuji, dan bahagia-derita); Pandangan Sesat, tidak memahami pertalian tiga masa, dulu, sekarang dan akan datang, mengira dan menyakini ada kekuatan ilahi yang menciptakan segalanya, berasumsi bahwa dengan memujaNya maka kehidupannya menjadi baik. Realitanya semua kondisi dibentuk oleh pengaruh kesadaran dan kekuatan karma tiga masa; Pandangan Melekat, banyak orang masih menyimpan kejadian dan memori masa lalu, celakanya masih melakoni kehidupan dengan kenangan masa lalu, baik atau buruk semua dikenang dan dirindukan sehingga menghambat kemajuan saat sekarang. Dan terakhir adalah Pandangan Tradisi, banyak umat manusia masih terjebak dan melekat kepada tradisi tua yang kadaluarsa karena diwarisi dari petuah dari nenek moyang. Kebanyakan pandangan tradisi tersebut tidak sesuai nalar dan tidak efektif lagi digunakan pada zaman sekarang.

Mengerti pikiran mengerti segalanya. Sesorang yang terjebak oleh pikirannya akan kehilangan jati dirinya. Yang diketahuinya hanyalah kata-kata dan penjelasan. Ketika melihat kenyataan, ia gagal merasakan.  Hakikat pikiran itu pada dasarnya bercahaya, namun objek-objek eksternal mencemari pikiran, melalui pengaruh berbagai indera dan kekotoran batin. (Buddha A 1:10). Di dalam Anguttara-nikaya, Buddha berkata bahwa: “Ketika pikiran hampa akan keserakahan, kebencian dan delusi, hampa akan ‘aku’ dan ‘milikku’ maka karma pun akan berakhir dengan sendirinya”.

Sembilan Jenis Pengetahuan Pandangan Terang
Pandangan terang yang merenungkan: 1. Timbul dan tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi. 2.Timbul dan tenggelamnya atau kehancuran dari segala sesuatu yang berkondisi. 3. Kondisi menakutkan  dari segala sesuatu yang berkondisi. 4. Sebab-akibat kejahatan-kejahatan. 5. Hilangnya nafsu-nafsu. 6. Penghentian. 7. Jalan. 8. Keseimbangan terhadap hal-hal yang berkondisi atau ciptaan-ciptaan. 10.Menyadari kebenaran-kebenaran mulia.

Dalam PANDANGAN TERANG: Realitanya TIADA MAKHLUK YANG HIDUP; TIADA MAKHLUK YANG MATI. TIADA DIRI, TIADA TUBUH, TIADA JIWA. HANYALAH DIPERMAINKAN OLEH AKTIVITAS PANCASANDHA SEHINGGA MENGALAMI PENDERITAAN LAHIR dan MATI, DATANG dan PERGI, BERKUMPUL dan BERPISAH, MILIK dan BUKAN MILIK, BAHAGIA dan DERITA”.  Dalam mimpi jelas-jelas ada enam alam tumimbal lahir, saat cerah kosong juga kosong tiada Maha Chilicosmos.  Ini adalah ajaran Hyang Buddha yang tertinggi – tentang TANPA DIRI (ANATTA). Kita hanyalah kondisi pikiran dan tubuh yang senantiasa berubah, yang senantiasa muncul dan berlalu.

Pandangan Benar dan Pikiran Benar
Pandangan Benar adalah pengetahuan atau pemahaman mengenai dukkha, sebab dukkha, penghentian dukkha, serta jalan menuju penghentian dukkha (Digha Nikaya 22). Ada 5 faktor yang mendukung pengembangan Pandangan Benar, yaitu: 1. Kesusilaan; 2. Belajar; 3. Diskusi; 4. Ketenangan; 5. Kebijaksanaan.  (MN43,14)

Di dalam Dasa Kausalya Karma Sutra, disabdakan ada “10 Berkah yang Diperoleh Dengan Memiliki Pandangan Benar”.

Pada waktu itu Hyang Buddha bersabda kepada Raja Naga: Bila seseorang telah dapat meninggalkan pandangan keliru, dan mengembangkan pandangan benar, ia akan memperoleh sepuluh macam berkah keberuntungan, yaitu:
1.     Ia akan memperoleh ketenangan pikiran dan akan memperoleh Teman-teman yang Saleh.
2.     Ia akan selamanya percaya pada Hukum Sebab Akibat: Lalu, ia akan beranggapan lebih baik kehilangan nyawa dari pada berbuat jahat.
3.     Ia akan hanya berlindung pada Buddha dan tidak kepada yang lain.
4.     Ia akan memiliki pandangan yang tepat, dan selamanya akan meninggalkan pandangan keragu-raguan, pandangan tentang baik dan buruk.
5.     Ia akan selamanya terlahir di Alam Manusia atau Alam Para Dewata. Lalu ia tidak akan terjatuh ke dalam perbuatan jahat.
6.     Berkah dari Kebahagiaan dan Kebijaksanaan yang tak terhingga akan berangsur-angsur bertambah.
7.     Ia akan selamanya meninggalkan jalan yang salah dan berjalan ke atas Ariya Marga (Arus kesucian).
8.     Pandangan keliru tentang ‘aku’ (Sakkya-ditthi) tidak akan timbul, dan ia akan dapat meninggalkan segala macam perbuatan jahat.
9.     Ia akan selamanya berdiam di dalam pengertian yang benar.
10. Ia tidak akan terjatuh ke dalam keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan dan menyedihkan.
Inilah ke-sepuluh Berkah. Seandainya ada seseorang yang sanggup mengarahkan Jalan ke Tingkat Anuttara Samyak Sambodhi, maka setelah menjadi Buddha ia akan dengan cepat merealisasikan semua Buddha Dharma dan akan memperoleh kekuatan Abhinna (kegaiban).

Pikiran Benar
Pikiran Benar adalah pikiran yang didasari pikiran penghentian, pikiran cinta kasih dan pikiran untuk menolong (Majjhima Nikaya III:251). Pikiran Benar adalah pemikiran yang telah menghancurkan keserakahan atau kemelekatan, kehendak yang terbebas dari niat jahat, dan kehendak untuk tidak merugikan atau menyakiti makhluk lain (SN 45.8)

4 Kategori Tahapan Pencerahan
Di dalam Sutra Fa Hua Cing ( Lotus Sutra): “Buddha membagi pencerahan menjadi 4 kategori: 1, Membuka kebijaksanaan dan pandangan pencerahan,  2. Menjelaskan  kebijaksanaan dan pandangan pencerahan, 3. Menembusi kebijaksanaan dan pandangan pencerahan, 4. Memasuki kebijaksanaan dan pandangan pencerahan. Apabila seseorang mengalami pencerahan tulen, maka rasa ‘diri’ menghilang. Tidak ada lagi ‘diri ‘(ego), tetapi pemikiran-pemikiran (thought) terus berlangsung, sama seperti halnya pikiran orang biasa umumnya. Pribadi yang sudah tercerahkan tetap bisa berfungsi, menimbang dan menilai (an enlightened person can function, reason and make judgments). Bedanya orang yang cerah sudah tidak lagi erat menganggap bahwa fungsi-fungsi batin ini sebagai diri. Para Buddha sudah tidak melekat lagi pada tubuh dan pemikiran-pemikirannya, tetapi mereka masih memanfaatkannya dengan bijak. Kalau para Buddha tidak memakai tubuh dan pikiran mereka, mereka tak akan bisa mengajar makhluk hidup biasa (ordinary sentient beings).

Pandangan Terang dan Pikiran Luhur
Pandangan Terang adalah pandangan yang sudah jelas memahami realita segala fenomena yang memiliki tiga  dimensi, yaitu kepalsuan, kesunyataan dan jalan tengah. Sedangkan Pikiran Luhur adalah orang yang selalu mengembangkan Bodhicitta dan prinsip Brahmavihara, yaitu: cinta kasih, welas asih, kegembiraan/simpatik dan keseimbang batin dalam pikiran, perkataan dan perbuatan untuk kebahagiaan semua makhluk.

Pengembangan Bodhicitta, yaitu:  pikiran yang mengembangkan pencerahan dan kebijaksanaan yang  bertekad ke atas mencapai kesempurnaan Buddha dan ke bawah menolong semua makhluk agar bebas dari bodoh dan derita. Perlu diketahui, bahwa semua makhluk adalah mandalanya Bodhisattva, dengan membimbing dan menolong para makhluk, Bodhisattva dapat mencapai kesempurnaannya. Siapapun yang memiliki pikiran, mengembangkan tekad dan berjuang terus untuk menolong semua makhluk  adalah layak diberi gelar Bodhisattva, yaitu: Makhluk Agung. Walaupun gelar itu disanjung oleh para makhluk, seorang Bodhisattva tidak menerima pun tidak menolak, karena batinnya sudah tiada rintangan dualitas, bebas dari ‘aku’ dan ‘dharma’.

Semua yang terbentuk berawal dari kekosongan. Semua keberadaan berintikan kekosongan. Semua perubahan terjadi karena karakteristik kekosongan. Semua kembali lenyap ke natural kekosongan. Di dalam kekosongan tidak ada bentuk, tidak ada perasaan, pikiran atau pilihan, tidak pula kesadaran. Tidak ada mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran. Tidak ada kelalaian maupun akhir dari kebodohan, tidak ada pula segala akhir dari kelalaian. Tiada kebijaksanaan, tiada yang diperoleh. Ketahuilah Bodhisattva tidak berpegang pada apapun, namun berdiam pada kearifan Prajna, dibebaskan dari arus penuh tipu-daya. Menyingkirkan takut yang terbawa arus dan mencapai Nirvana terjernih.

Di dalam Uppannasaka Sutta, Buddha menyebutkan Sunnata sebagai ‘tempat tinggal Orang Suci (Mahapurisavihara). Perbuatan dilaksanakan, tetapi tidak ada pelaku yang dapat ditemukan. Jalan sudah dilewati hingga ke ujungnya, tetapi tidak ada pejalan-kaki yang ada disana (Visuddhimagga xvI, 90)

Penutup
Marilah kita semua senantiasa berpandangan terang dan berpikir luhur untuk melakoni dan mengisi kehidupan fana ini, berjuang menapak jalan Kebuddhaan untuk mengakhiri siklus tumimbal lahir yang mengalami kelahiran dan kematian yang berulang-ulang dan menyakitkan. Untuk itu, Umat Buddha wajib memiliki pandangan terang dan pikiran luhur untuk menjadi umat Buddha yang berkualitas dan menjadi contoh teladan dan mercu suar untuk membimbing dan melindungi bagi semua makhluk. Begitupula semangat, karya dan perjuangannya orang yang sudah memiliki pandangan terang dan pikiran luhur dibaktikan untuk kemajuan bangsa dan Negara serta demi kebahagiaan semua makhluk.

Demikianlah artikel ‘Senantiasa Berpandangan Terang Dan Pikiran Luhur’ dibuat, diharapkan bisa diambil hikmah maupun inti sarinya dan diharapkan dapat bermanfaat. Semoga semua makhluk berjuang melenyapkan kebodohan dan mengembangkan kesadaran agung, melepaskan penderitaan dan memperoleh kebahagiaan, svaha.  semoga semua makhluk berbahagia, sadhu-sadhu-sadhu. Salam Sejahtera Amithofo.