Revolusi Industri 4.0 Dalam Perspektif Buddhis

Oleh: YM Bhiksu Tadisa Paramita Mahasthavira

Arus globalisasi sudah tidak terbendung masuk ke Indonesia. Disertai dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, dunia kini memasuki era revolusi industri 4.0, yakni menekankan pada pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan lain sebagainya atau dikenal dengan fenomena disruptive innovation. Menghadapi tantangan tersebut, pengajaran di perguruan tinggi pun dituntut untuk berubah, termasuk dalam menghasilkan dosen berkualitas bagi generasi masa depan.

Apa yang dimaksud dengan revolusi industri 4.0? Secara singkat, pengertian industri 4.0 adalah tren di dunia industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber.

Pada industri 4.0, teknologi manufaktur sudah masuk pada tren otomatisasi dan pertukaran data. Hal tersebut mencakup sistem cyber-fisik, internet of things (IoT), komputasi awan, dan komputasi kognitif.

Tren ini telah mengubah banyak bidang kehidupan manusia, termasuk ekonomi, dunia kerja, bahkan gaya hidup manusia itu sendiri. Singkatnya, revolusi 4.0 menanamkan teknologi cerdas yang dapat terhubung dengan berbagai bidang kehidupan manusia.

Teknologi tanpa agama sangat membahayakan; Agama tanpa dibarengi penguasaan teknologi
akan lumpuh tidak akan bisa maju berkembang.

Albert Einstein (1879-1955) berkata: “Jika agama yang dapat mengatasi kebutuhan ilmiah modern, agama itu adalah agama Buddha.”

Menurut Khuddaka-Nikaya 817, “semua ilmu pengetahuan, baik yang kelas tinggi, sedang, ataupun rendah, patut dipelajari, diketahui dan dipahami maknanya, walaupun tidak seluruhnya perlu diterapkan seketika, karena suatu hari kelak bila tiba saatnya, pengetahuan itu mungkin membawa manfaat. Namun pengetahuan dan moralitas patut dijaga keseimbangannya” (AN.II.8).

Pikiran manusia itu luas dan dalam dapat menembus ruang dan waktu sehingga tidak terbatas; Selama ada pemikiran manusia, kemajuan teknologi terus berkembang. Arsitek kehidupan manusia berasal dari pikiran; Pikiran buruk menciptakan teknologi jahat dan merusak; Pikiran baik menciptakan teknologi yang bermanfaat. Menciptakan kemajuan teknologi untuk kebaikan atau untuk kejahatan semua ada sebab dan akibat dicengkeram oleh hukum karma.

Kemajuan teknologi Industri 4.0 tidak bisa dibendung oleh siapapun juga. Menolak berarti tertinggal; Mengikuti berarti kemajuan. Revolusi Industri 4.0 di gunakan secara bijak dapat menguntungkan kehidupan umat manusia; Tetapi Revolusi Industri 4.0 bila digunakan tidak bijak dapat merugikan kehidupan manusia.
Kadar bijak atau tidak bijak ditentukan oleh kualitas kesadaran dan kebijaksanaan manusia. Ajaran Buddha adalah sumber pendidikan untuk menumbuh kembangkan kesadaran dan kebijaksanaan.

Kemajuan teknologi industri 4.0 disatu sisi membawa kemajuan dan sarana praktis, di lain sisi mengakibatkan Tsunami PHK, bagi para pekerja yang gaptek.

Manusia dengan segala problemnya tentu membutuhkan bimbingan, pengobatan dan pelayanan natural, Membutuhkan contoh teladan dari pendidikan agama, moralitas dan spiritualitas yang tidak bisa tergantikan oleh revolusi industri 4.0; Kemajuan Iptek tidak bisa memasuki seluruh kehidupan manusia.

Manusia modern era globalisasi harus mengikuti kemajuan iptek apapun, harus belajar menguasai dan mengikuti perkembangan kemajuan teknologi untuk mendapatkan pekerjaan demi kelangsungan hidup.

Kemajuan teknologi pun tidak luput dari cengkeraman Hukum Tillakhana, Hukum 3 corak universal, yaitu Anitya ketidak kekalan, Anatta tanpa inti/ kepemilikkan dan Dukkha tidak memuaskan; Sifat manusia awam tidak pernah bisa puas untuk jangka panjang, oleh sebab itu, Iptek terus dikembangkan untuk mengusai kehidupan manusia dan dunia; tetapi semua kemajuan iptek harus sesuai kebenaran Dharma dan harus mengikuti hukum alam semesta.

Sumber penderitaan berasal dari hati yang bergejolak, hanya hati sunya semua derita lenyap adanya. Kemajuan iptek hanya membuat manusia semakin haus dan dahaga, kemajuan teknologi cenderung membuat manusia terus bersaing dan kehidupan manusia semakin kompleks.

Kehidupan manusia yang wajar dan bersahaja sejatinya harus “back to natural”. karena jasmani dan rohani manusia sulit tergantikan oleh perangkat teknologi. Kalaupun tergantikan dengan organ teknologi tentu tidak natural pasti mempunyai efek samping. Kemajuan teknologi hanya mempermudah kehidupan manusia tetapi bukan menjadi tujuan untuk kehidupan manusia.

Manusia terdiri dari perpaduan antara fisik jasmani, mentalitas dan spiritualitas. Pekerjaan lahiriah manusia bisa tergantikan oleh teknologi 4.0, tetapi mengembangkan kualitas mentalitas tidak tergantikan oleh evolusi teknologi 4.0. Apalagi perkembangan dan kemajuan spiritualitas manusia tidak akan pernah bisa tergantikan oleh kemajuan iptek 4.0

Dalam ajaran Buddha, Jaman sekarang memasuki era kemerosotan Dharma, terjadinya jaman lima keruh, yaitu:

  1. Kalpa yang keruh ;
  2. Pandangan yang keruh;
  3. Kerisauan yang keruh;
  4. Makhluk-makhluk yang keruh;
  5. Penghidupan yang keruh.

Melihat kondisi demikian kemajuan teknologi banyak yang salah digunakan; kemajuan teknologi bila ditangan orang jahat semakin canggih aksi kejahatannya sehingga membuat kehidupan manusia semakin menakutkan dan meningkatkan kerawanan dan aksi kriminalitas tinggi terhadap kemanusiaan dan binatang.

Manusia Buddha yang telah mencapai pencerahan sempurna, ia tentu mengetahui bagaimana kemajuan Iptek yang dirancang dan digunakan manusia; Tetapi Buddha tidak tertarik membahas kemajuan iptek karena bila hati sakit dan kotor kemajuan iptek ini membawa kesengsaraan manusia yang lebih luas; Bila hati manusia belum mencapai tataran kesucian Arahat, maka hati manusia tidak bisa dipercaya dan tidak bisa di andalkan.

Tujuan manusia yang utama adalah harus bisa bebas dari bodoh dan derita; Walaupun manusia terlahir di dunia bukanlah untuk sibuk dan terhanyut dalam duniawi yang bersifat semu dan fatamorgana atau mencari kemudahan hidup dengan mengandalkan kemajuan Revolusi 4.0 melainkan meningkatkan kualitas kemanusiaan, menyadari Hakikat Kebuddhaan, mengembangkan potensi Kebuddhaannya untuk dilahirkan di surga Buddha dan menjadi Buddha.

Amituofo.