Kembangkan Hati Buddha dan Potensi Kebuddhaan

Oleh: YM Bhiksu Tadisa Paramita Mahasthavira

Agama Buddha adalah agama hati. Hanya itu. Sepuluh Dharmadhatu tercipta oleh peran, fungsi dan aktivitas hati Seseorang yang melatih hatinya adalah orang melatih ajaran Buddha. Untuk itu, gunakan hati mu untuk mendengarkan ajaran, jangan cuma telinga mu saja. Karena itu, kembangkan hati bajik yang dilandasi kesucian hati untuk mengisi dan melakoni kehidupan maya.

Pengertian dan makna hati
Hati dalam bahasa Buddhis disebut Lima Kelompok (PANCA SKANDHA)
Jika kita menganalisa, makhluk hidup khususnya manusia terdiri dari 2 bagian utama, yaitu:
1. Jasmani atau disebut Rupa.
2. Batin atau disebut Nama.

Jasmani dan batin ini terdiri dari Lima Kelompok Kehidupan atau Panca skandha
Panca Khandha (Pali) atau Panca Skandha (Sanskerta) berasal dari kata “panca” dan “khandha”. Panca berarti lima dan khandha berarti kelompok/kumpulan. Jadi ‘Panca Skandha’ berarti lima kelompok pembentuk kehidupan.

Guru Buddha dalam Satta Sutta; Radha Samyutta; Samyutta Nikaya 23.2 {S 3.189} menjelaskan:
“Radha, napsu keinginan, kegemaran, atau kehausan apapun terhadap rupa (tubuh), viññana (kesadaran), sañña (pencerapan), sankhära (pikiran/bentuk-bentuk mental), vedanä (perasaan). Ketika sesuatu terperangkap di sana, terikat di sana, maka sesuatu itu disebut sebagai makhluk hidup”.

Jadi, apa yang disebut sebagai makhluk hidup termasuk manusia, dalam pandangan Buddha Dhamma adalah hanya merupakan perpaduan dari Panca skandha yang saling bekerja sama secara erat satu sama yang lain. Tidak ditemukan suatu atma/atta atau roh yang kekal dan abadi.

Corak hati ada empat dimensi, yaitu: timbul, melekat, berubah dan lenyap. Kebenaran hati tidak timbul dan tidak lenyap. Seandainya ingin gunakan hati untuk keperluan, gunakan hati yang tidak melekat, dan kembangkan hati penuh keseimbangan.

Dharma itu bukan baik atau buruk, baik dan buruk itu semua bersumber dari hati. Hati sesat mempraktikkan Dharma, Dharmapun bisa jadi sesat; sebaliknya, hati benar melaksanakan dharma sesat, dharma sesatpun jadi benar.

Hati di uraikan menjadi panca skandha terdiri dari rupa, perasaan, pikiran, pencerapan dan kesadaran. Pahamilah bahwa semua bentuk kehidupan, jodoh, kondisi dan rintangan karma, semua berasal dari kondisi dan aktifitas hati. Hati khayal yang menampakkan, hati diskriminasi yang membedakan, hati melekat yang menjadikan, hati bodoh yang membuat derita, hati bijak yang menetralisirkan, hati cerah memahami ketiadaan, hati sunya lenyaplah segala fenomena, hati murni bebas rintangan dualitas, hati Anuttara (hati sempurna) menerangi segala realita kebenaran sebagaimana adanya.

Sutra hati yang dibabarkannya, begitu indah indah serta mencerahkan, dihayati para bijaksana, hingga terbebas dari semua derita. Wujud tidak berbeda dengan kekosongan, kosong tidak berbeda dengan wujud. Wujud adalah kekososongan kekosongan adalah wujud. Begitupula perasaan, pengertian, perwujudan dan kesadaran. Ada hati ada kondisi. Ada pemikiran ada masalah. Ada keinginan ada derita. Ada sang aku ada siklus tumimbal lahir. Tiada hati tiada kondisi. Tiada pemikiran tiada masalah. Tiada keinginan tiada derita. Tiada sang aku tiada siklus tumimbal lahir. Semua fenomena terbentuk berawal dari kekosongan; Semua keberadaan berintikan kekosongan; Semua perubahan terjadi karena karakteristik kekosongan; Semua kembali lenyap menjadi natural kekosongan.

Di dalam Abhidahrama Cing Kang Kuo Lun, Hyang Buddha bersabda: Semua kebaikan dan keburukan bersumber dari aktivitas hati. Bila hati membina kebaikan maka jasmaninya tentram bahagia. Bila hatinya menciptakan keburukan maka tubuhnya akan menerima penderitaan. Hati yang mengatur tubuh, sedangkan tubuh dipergunakan hati. Kenapa bisa demikian? Karena Kebuddhaan dicapai oleh hati yang sempurna. Kesucian karena hati dikendalikan. Pahala di hasilkan oleh hati penuh kebajikan. Jasa terbentuk karena pembinaan. Kebahagiaan karena hati membuatnya. Mengalami malapetaka karena hati mempunyai kecenderungan. Hati bisa menciptakan surga bisa pula menjebloskan ke neraka. Hati benar bisa menjadi Buddha. Hati yang ditelantarkan jadi makhluk. Oleh karena itu, hati benar bisa menjadi Buddha. Hati sesat jadi mara (iblis). Hati bajik jadi dewa. Hati jahat jadi asura (raja setan). Hati adalah sumber dari dosa dan pahala. Bila ada orang yang bisa memahami, bisa menemtramkan sekaligus bisa menatanya, tidak berbuat jahat senantiasa membina kebaikan. Mengikuti petunjuk dan praktik sesuai dengan ajaran Buddha, membangkitkan tekad dan pelaksanaan seperti Hyang Buddha. Buddha mengatakan orang tersebut tidak lama lagi jadi Buddha.

Di dalam Sutra Intan, disabdakan: “hati masa lalu tidak diperoleh, hati sekarang tidak diperoleh, hati yang akan datang pun tidak diperoleh.”; Di dalam Sutra Shurangama, disabdakan: “ hati tidak berada di dalam, tidak berada di luar, pun tidak berada di antaranya.” Hati bukan hati sekedar disebut hati, terbebas dari ciri, nama, dan kondisi.

Hati bodoh adalah makhluk, hati sudah cerah adalah Buddha; Orang bodoh mencari Buddha dan Kebuddhaan di luar dirinya, sedangkan orang bijak menyadari hati adalah Buddha, hati dikembangkan jadi Buddha.

《大乘起信论》更说:“甚么是大乘?众生心就是大乘; Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, dikatakan: apa yang disebut Mahayana?, hati para makhluk adalah Mahayana.

Hal hal yang yang terbaik dan terindah di dunia tidak dapat dilihat atau disentuh, semua harus dirasakan dengan hati. Visi hanya akan jelas apabila melihat ke dalam hati. Siapapun yang melihat ke luar, hanyalah bermimpi. Siapapun yang melihat ke dalam adalah sadar.

Kemana pun anda pergi, pergilah dengan seluruh hati anda. Melaksanakan semua aktivitas gunakan satu hati. Hanya dengan hati, seseorang dapat melihat dengan jelas dan benar, karena arti-arti terdalam tidak terliha oleh mata.

Pikiran itu seperti seniman yang pintar; ia mewarnai seluruh dunia, dan darinya muncul lima agregat (panca skandha). Ketika seseorang mengetahui (dalam tingkat penembusan) bahwa pikiran adalah pencipta berbagai dunia, maka dia melihat Buddha, dia memahami sifat Kebuddhaan yang sejati, karena pikiran, Buddha dan makhluk-makhluk adalah sama. Jika seseorang ingin mengerti semua Buddha masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang, dia harus merenungkan bahwa pikiranlah yang menciptakan semua Tathagata. (Avatamsaka Sutra)

Pikiran adalah pemimpin segala sesuatu. Ketika seseorang mengerti pikiran, maka dia memahami sesuatu, karena segala sesuatu di dunia diciptakan oleh pikiran (Prajna Paramita Sutra)

Dengan pikiran, ketiga alam (Triloka) dimengerti, demikian pula dua belas mata rantai sebab akibat (Pratitya Samutpada). Bahkan kelahiran dan kematian disebabkan oleh pikiran, dan jika pikiran ditenangkan (dibebaskan dari segala nafsu keingan) tidak ada lagi kelahiran dan kematian. (Avatamsaka Sutra)

Lebih baik menghancurkan tulang-tulang dan hatimu daripada melakukan kesalahan dengan mengikuti hatimu yang egois. Bukan hanya orang yang secara fisik kuat yang memiliki kekuatan. Orang yang menguasai pikirannya sendiri itu lebih kuat darinya. Kalpa-kalpa yang tak terhitung banyaknya telah di lalui sejak Buddha berjuang menaklukkan pikirannya sendiri. Beliau tidak pernah menyerah, dan setelah berusaha dengan tidak mengenal lelah Beliau mencapai Kebuddhaan (Nirvana Sutra)

Pengertian dan Makna BUDDHA
Kata “Buddha” berarti ‘Yang Maha Sadar’ atau ‘Yang Tercerahkan Secara Sempurna’. Sesosok Buddha sebelumnya adalah seorang manusia seperti kita, yang berhasil mencapai puncak tertinggi pengembangan spiritual, melalui pemurnian dan pengendalian pikiran, mencapai penyempurnaan tertinggi yang juga dimungkinkan bagi siapa saja. Selain itu Buddha adalah manusia yang telah menyadari kebenaran mutlak secara sempurna juga mencapai paramita kebajikan yang sempurna.

Buddha adalah orang yang telah mencapai kesadaran agung, mampu membimbing kesadaran makhluk lain,dan praktik mengembangkan kesadaran agung nya sudah sempurna. Di dalam Paritta Buddhanusati, dijelaskan: Sang Bhagava (Kesempurnaan Buddha) adalah:

  1. Yang maha suci;
  2. Yang telah mencapai penerangan sempurna;
  3. Sempurna pengetahuan serta tindak tanduknya;
  4. Sempurna menempuh jalan ke Nibbana;
  5. Pengenal segenap alam;
  6. Pembimbing manusia yang tiada taranya;
  7. Guru para dewa dan manusia;
  8. Yang Maha Sadar;
  9. Yang patut dimuliakan.

Kembangkan hati Buddha dan Potensi Kebuddhaan, dijabarkan secara sederhana sebagai berikut:

  1. Menyadari benih Kebuddhaan;
  2. Mengembangkan benih Kebuddhaan;
  3. Mengembangkan sifat-sifat Kebuddhaan (Hati Buddha);
  4. Mengembangkan Potensi Kebuddhaan;
  5. Menapak jalan Kebuddhaan;
  6. Mencapai Tujuan jadi Buddha.

Penjelasan singkatnya diuraikan sebagai berikut:
Di dalam Avatamsaka Sutra, disabdakan: “Buddha, hati dan semua makhluk tidaklah berbeda”; Menyadari benih Kebuddhaan, Setiap makhluk harus menyadari pada hakikatnya Buddha dan aku adalah manunggal, Sifat Mula adalah Buddhata. Karena selama ini kita mengabaikan Buddhata-nya sendiri, hanya gunakan ‘khayal aku dan diri’ sehingga cenderung mengejar harta di luar diri kita, yang bersifat semu, maya dan tidak berlangsung lama. Sehingga kita mengabaikan mustika yang sejati yang berada di dalam diri kita, yaitu: ‘Benih Kebuddhaan’. Karena ketidak tahuan maka selama ini kita telah menelantarkan ‘Benih Kebuddhaan’dan tidak mengembangkan “Hati Buddha’ nya sendiri sehingga hati kita cenderung khayal, melekat dan terbalik, sehingga hidup kita bergelimang dengan keserakahan, kebencian dan kebodohan akibatnya hidup kita lelah, sengsara, dipermainkan kondisi dan terhanyut oleh banjir nafsu dan terbenam dalam arus kelahiran dan kematian di roda tumimbal lahir. Sekarang harus kita menyadari terlebih dahulu, yaitu ‘Benih Kebuddhaan’, yaitu: dimata bisa melihat, di telinga bisa mendengar, di hidung bisa merasakan bebauan, di mulut bisa merasakan cita rasa; di tubuh bisa merasakan sentuhan, dipikiran bisa penyadaran. Benih Kebuddhaan ini bisa dirasakan tapi tidak terlihat, menggunakan setiap saat tapi tidak menyadari. Karena kebodohan sehingga menelantarkan.

【般若三昧經】云:「佛是我心,是我心見佛,是我心作佛。」
Di dalam Sutra Pan Ruo San Mei Cing, disabdakan: Buddha adalah hati saya, adalah saya punya hati melihat Buddha, adalah hati saya menjadi Buddha.
Di dalam Abhidharma Ta Ce Tu Lun, disabdakan: satu hati ada dua pintu, satu pintu adalah ‘Pintu Kebenaran Demikianan’ yang tidak timbul dan tidak lenyap; satunya lagi adalah ‘Pintu Timbul Lenyap.’ Di dalam Sutra Kuan Wu Liang Sou Cing, disabdakan: “Hati adalah Buddha, Hati menjadi Buddha.” Artinya: Hati yang tidak timbul lenyap yang disebut Pintu Kebenaran Demikian adalah Hati Buddha, sedangkan Hati menjadi Buddha artinya hati yang timbul lenyap ini harus dilatih. Bila timbul lenyap sudah lenyap, itulah Hati Buddha sejatinya.

Perbedaan Hati Orang Awam & Hati Buddha
Hati orang awam

  1. Hati orang Awam, masih belum ‘Sadar Diri’, belum ‘Sadar Dharma’ dan belum ‘Sadar Bodhi’.kecenderungannya adalah merajarelakan panca skandha, mata mau melihat sensasi yang indah, telinga mau mendengar sensasi suara yang merdu, hidung mau merasakan sensasi wewangian, mulut mau merasakan sensasi cita rasa, tubuh mau merasakan sensasi sentuhan, pikiran mau merasakan sensasi dharma.
  2. Hati orang awam memiliki kecenderungan –kecenderungan, yaitu keserakahan, kebencian dan kebodohan.
  3. Hati orang awam, selalu meminta tapi tidak mau memberi, mengharapkan banyak tapi sedikit untuk berusaha; tidak berbuat baik tapi selalu minta berkah keberuntungan.
  4. Hati orang awam, cenderung diskriminasi antara kawan dan lawan, dipermainkan dualitas subjek maupun objek.
  5. Hati orang awam itu pecah dan kacau, hatinya sulit bisa konsentrasi dan tenang.
  6. Hati orang awam itu kotor penuh nafsu raga, cenderung haus dan mencari segala sensasi kenikmatan, melalui pikiran, mulut, dan tubuhnya.
  7. Hati orang awam itu cenderung merajarelakan panca skandha, tubuhnya mau indah, perasaannya mau senang, pikirannya mengkhayal, Pencerapannya selalu diskriminasi antara suka dan tidak suka, kesadarannya masih terbungkus oleh ego sang aku, dan melekat dengan kepemilikan aku..
  8. Hati orang awam cenderung khayal, melekat dan pikirannya berubah-ubah dan terbalik-balik.
  9. Hati orang awam cenderung tinggi hati/sombong, sembrono/gegabah dan bertindak tidak bijaksana.
  10. Hati orang awam terjerat cenderung ingin terkenal, mendapatkan keuntungan, memperoleh harta, mencari kenikmatan, dan selelu menginginkan pelayanan atau kemalasan.
  11. Hati orang awam begitu banyak ragamnya maupun kecenderungan-kecederungannya, di dalam ajaran Buddha, disabdakan: penyakit hati manusia ada sekitar 84,000 jenis banyaknya

Para Bijaksanawan tempo dulu telah mengatakan: “Buddha membabarkan semua Dharma, untuk mengobati semua penyakit hati; Bila tidak ada penyakit hati, untuk apa Buddhadharma di babarkan”.

Mengembangkan Hati Buddha

  1. Hakikat hati itu sendiri adalah Buddha, pelaksanaannya hati menjadi Buddha, melalui pengembangan dan pelaksanaan Sad Paramita (1. Dana paramita/sumbangsih, 2. Sila paramita/pengendalian, 3.Ksanti paramita/ketabahan (termasuk sabar, mengalah, tabah dan tidak dipikirin), 4. Virya paramita/semangat (keuletan), 5. Dhyana paramita, Samadhi/ketenangan, 6. Prajna paramita, kebijaksanaan.
    Melihat semua makhluk dengan hati Buddha maka semua makhluk adalah Buddha, sebaliknya bila melihat semua makhluk dengan hati kotor maka semua makhluk ada kotoran.
  2. Hati Buddha, adalah orang yang telah memahami Pancaskandha, menggunakan panca skandha tanpa melekat, telah mensunyakan pancaskandha, dan mengembangkan pancaskandha untuk menolong, membimbing dan melindungi semua makhluk tanpa terjebak tiga ciri/corak, yaitu: siapa yang menolong, siapa yang ditolong, bagaimana cara menolong, saat digunakan seketika itu dilepaskan.
  3. Hati Buddha adalah pelepasan, melepaskan diskriminasi yang membeda-bedakan, tidak terjebak dualitas, subjek-objek, benar-salah, indah-buruk, suka-tidak suka, kawan-lawan. Mampu melepaskan kejadian memori masa lalu, tidak kuatir akan masa yang akan datang, tidak melekat pada masa kini. Pelepasan bukan bermakna ketidak berdayaan, bukan pula bermakna ditinggalkan melainkan sesuatu tindakan yang bijaksana dapat mengambil pun dapat melepaskan, sehingga pelepasan adalah sesuatu kelegaan, keluasaan dan pembebasan.
  4. Hati Buddha adalah empati dan toleransi, memahami setiap masalah dari sudut pandang orang lain, dan toleransi bisa memaklumkan dan menerima kondisi orang lain, sehingga kita bisa respek, peduli, bisa bermurah hati dan tenggang rasa kepada siapapun juga.
  5. Hati Buddha adalah kebijaksanaan, ia memahami bahkan dapat menembusi segala kepalsuan, kesunyataan (kekosongan), dan jalan tengah. Dapat gunakan setiap kesempatan atau momen tanpa terjebak dan melekat kepada kesempatan atau momen itu sendiri. Orang bodoh selalu menunggu kesempatan, orang pintar mencari kesempatan, tapi orang bijak selalu menciptakan kesempatan.
  6. Hati Buddha tidak ada lagi nafsu raga, menyadari tubuh manusia terdiri dari perpaduan empat unsur (padat, cair panas dan udara) adalah gabungan yang sangat rapuh, adalah sumber kelapukan dan menjadi sarang berbagai penyakit. Hati Buddha tentu bisa gunakan tubuhnya untuk berbuat kebajikan, tanpa ternoda oleh maksud dan kebajikan itu sendiri. Hati Buddha sudah sunyi akan semua rangsangan, godaan sensasi, ilusi yang membiuskan dan kecenderungan-kecenderungan negatif lainnya.
  7. Hati Buddha adalah hati penuh keseimbangan; hati yang natural (alamiah) gagasan tanpa gagasan, tidak dipermainkan fenomena maupun noumena, tidak timbul-tidak lenyap, tidak bertambah-tidak berkurang, tidak kotor –tidak bersih, menyadari tiada kebijaksanaan dan tiada yang didapat, berjuang mencapai Anuttara Samyaksambodhi, tapi tidak ada orang yang mencapainya.
  8. Hati Buddha adalah cinta kasih dan welas asih universal bersifat murni tanpa pamrih, tanpa noda dan tanpa rintangan. Hati Buddha menyadari semua makhluk adalah ayah ibuku di masa lampau dan calon-calon Buddha di masa yang akan datang. Semua makhluk adalah mandalanya para Bodhisattva, untuk berlatih, untuk membimbing dan melindungi semua makhluk. Tanpa ada nya mandala semua makhluk Bodhisattva sulit menjadi Buddha.
  9. Hati Buddha adalah kekuatan. Ketika kita dihina, direndahkan, difitnah, dilecehkan, di sakiti bahkan hendak dibunuh. Batin tegar, kuat, karena bisa sabar, bisa mengalah, bisa tabah, dan tidak dipikirin. Sehingga semua hambatan, gangguan dan rintangan bisa di lalui.
  10. Hati Buddha adalah murni, sebagaimana adanya bukan sebagaimana maunya. Hati murni sehingga terang melihat realita sebagaimana adanya. Hati Buddha selalu membabarkan kebenaran-kebenaan Dharma, menuntun, membimbing dan melindungi semua bentuk kehidupan. Tetapi tidak terjebak ciri sang aku, kepribadian, keusiaan dan semua makhluk.
  11. Hati Buddha mengikuti kemauan semua makhluk dengan hati tidak berubah; tidak berubah mengikuti kondisi semua makhluk.

Walau setiap makhluk memiliki ‘Hakikat Kebuddhaan’, tapi karena masih diliputi tataran kegelapan dan kekotoran batin sehingga ada beberapa jenis sebutan ‘Gelar Kebuddhaan’, diterangkan di dalam aliran Lotus (Tian Tai Cung) sebagai berikut:

  1. Semua makhluk dalam hatinya memiliki ‘Hakikat Kebuddhaan’ yang disebut ‘Kebenaran Buddha’ (理即佛/Li Ci Fo).
  2. Tahap awal belajar dan praktik agama Buddha, sesudah mengerti kebenaran, mengembangkan hati dan melakukan Buddhasmrth (Nien-Fo), untuk dilahirkan di Tanah Suci, disebut ‘Sekedar Nama Buddha’ (名字即佛/Ming Ce Ci Fo).
  3. Rajin mempraktikkan Nienfo dan membina diri, mengendalikan Pandangan dan Pikiran Galau (Cien Se El Huo), praktiknya sudah mencapai tahapan sebagian disebut ‘Perenung dan Praktisi Buddha’ (观行即佛/Kuan Xing Ci Fo).
  4. Nienfo sudah mencapai tingkatan melenyapkan ‘Pandangan dan Pikiran Galau’, hati sudah mencapai kemanunggalan, tidak ada lagi kekacauan masalah, disebut ‘Perwujudan Bagaikan Buddha’ (相似即佛/ Xiang Se Ci Fo)
  5. Nienfo sampai mencapai penghancuran kebodohan (avidya/Wu Ming), mencapai kebenaran hati yang manunggal, disebut “Tahapan Pencerahan Buddha (分证即佛/Fen Cen Ci Fo)
  6. Terakhir, kegelapan batin sudah lenyap total, ada dua jenis kematian (1. Fen Tuan Sen Se, fisik yang mengalami kelahiran dan kematian yang berulang-ulang; 2. Pien Yi Sen Se, pikiran yang mengalami timbul lenyap atau lahir mati yang berulang-ulang) selamanya sudah Sunya (kosong), mencapai puncak tertinggi Gunung Nirvana, disebut ‘Sempurnanya Buddha’ (究竟即佛/Ciu Cing Ci Fo)

Mengembangkan benih Kebuddhaan, Benih Kebuddhaan yang belum dikembangkan diibaratkan seperti seorang bayi yang bergelimang dengan kotoran, tentu membutuhkan bantuan untuk membersihkan kekotoran, perlu diberikan bimbingan dan perlindungan dari Sang Triratna, Buddha, Dharma dan Sangha. Untuk mengembangkan ‘Benih Kebuddhaan’ maka pikiran, ucapan dan perbuatan harus menyatu, selaras dan dilatih, ke dalam sunya (kosong) dan keluar berkebajikan. Sedangkan hati harus mengingat Buddha, memuliakan nama Buddha, dan rajin berdana kepada Buddha, yang diwujudkan mata senang melihat ciri keagungan Buddha; Telingga selalu mendengarkan ajaran Buddha; Hidung selalu merasakan wanginya kebajikan Buddha; Mulut selalu memuliakan nama Buddha, Tangan selalu berdana kepada Buddha; Tubuh selalu bernamaskara kepada Buddha, pikiran selalu mengingat kepada Buddha, maka Benih Kebuddhaan akan terus tumbuh berkembang, dan menampakkan. Di dalam Sutra Shurangama di sabdakan: dua corak, gerak dan sunyi tidak dimuculkan maka Benih Kebuddhaan akan muncul. Tidak ada gagasan, hasrat, agresi dan khayal dualitas subyek dan obyek maka Benih Kebuddhaan kita mencuat.

Mengembangkan sifat-sifat Kebuddhaan (Kembangkan Hati Buddha), sifat-sifat Kebuddhaan atau hati Buddha adalah terang cerah tidak gelap bodoh. Benar tidak sesat. Suci tidak ternoda. Mengembangan sifat-sifat Buddha selanjutnya adalah Prajna kebijaksanaan, Maitri cinta kasih, Karuna belas kasih, Mudita kegembiraan dan Upeksha keseimbangan batin yang dikembangkan terus menerus ke atas untuk mencapai tingkatan Kebuddhaan, ke bawah untuk menolong semua makhluk. Selain itu, praktisi harus mengembangkan lima jenis Bodhicitta, yaitu: 1. Mengembangkan hati Bodhicitta; 2. Pengendalian hati Bodhicitta; 3. Memahami Hati Bodhicitta; 4. Sunyakan Hati Bodhicitta; 5.Sempurnaan hati Bodhicitta. Juga harus mengembangkan sifat-sifat luhur Bodhisattva, yaitu: 1. Memberikan kegembiraan; 2. Memberikan harapan; 3. Memberikan kemudahan; 4. Memberikan bantuan kepada semua makhluk yang membutuhkan. “Kebodhian dasar nya adalah Hakikat Jati Diri, Hakikat Jati Diri yang murni adalah Kebodhian, bukan adanya ciri Kebodhian yang dapat dilatih, juga tiada corak Kebodhian yang dapat dibentuk”. 佛心 就是(Hati Buddha adalah:) 1. 大慈悲心是 hati maha penuh cinta kasih dan welas asih)。2. 平等心是 (hati yang sama rata)。3. 无为心是 (hati yang tanpa pamrih),4. 无染着心是 (Hati yang tidak ternoda)。5. 空观心是 (hati yang merenungkan kesunyataan/kekosongan)。6. 恭敬心是 (hati yang penuh respek)。7. 卑下心是 (hati yang penuh kerendahan hati). 8. 无杂乱心是 (Hati yang tidak kacau). 9. 无见取心是(hati yang tidak melekat pada pandangan)。10. 无上菩提心是 (hati yang mengembangkan Anuttara Bodhicitta).

Mengembangkan potensi Kebuddhaan, setiap makhluk mempunyai potensi Kesadaran Buddha, yaitu melalui pengembangan Lima Kesadaran, Yaitu:

  1. Kesadaran inti;
  2. Kesadaran awal;
  3. Kesadaran dalam bentuk;
  4. Kesadaran berkembang;
  5. Kesadaran sempurna.

Ragamnya kesadaran ini dikembangkan terus menerus, melalui praktik Sad Paramita, yaitu:

  1. Dana (kebajikan memberi);
  2. Sila (pengendalian);
  3. Khanti (ketabahan);
  4. Virya (semangat);
  5. Samadhi (ketenangan);
  6. Prajna (kearifan bodhi).

Sad Paramita adalah sumber Kebodhian, untuk mencapai hati suci dan karya gemilang, yang dapat menuntun kita untuk mencapai kesempurnaan. Bila Sad Paramita selalu dipraktikkan secara berkesinambungan, tidak kacau, tidak ragu, dan tidak mundur lagi, maka diyakini kita telah mengembangkan potensi Kebuddhaan kita.

Menapak jalan Kebuddhaan; Jalan Kebuddhaan banyak beragam, ada yang sulit ada yang mudah. Ada yang mengandalkan kekuatan diri sendiri saja, ada pula yang mengandalkan kekuatan diri sendiri dan ikrar kekuatan Buddha. Tentu mengandalkan sendiri adalah mulia, tapi sangatlah sulit di jaman kemerosotan Dharma sekarang ini, begitu banyak gangguan dan rintangan, baik bermuara dari dalam diri sendiri maupun gangguan dari pihak luar. Lagipula memerlukan waktu yang sangat panjang untuk mencapai tingkatan Kebuddhaan. Sedangkan yang mengandalkan kekuatan diri sendiri sekaligus mengandalkan dan memasuki ikrar agung Buddha, maka segala gangguan dan rintangan menjadi reda bahkan sirna, juga waktu berlatih tidak lama, sekarang dibimbing dan dilindungi oleh Buddha secara tidak terlihat, kelak setelah wafat dijemput oleh Buddha untuk memasuki surga Buddha, selanjutnya di bimbing dan dilindungi langsung oleh Buddha untuk menjadi Buddha.

Mencapai tujuan jadi Buddha. ajaran utama Hyang Buddha hanya ada tiga, yaitu: Jangan berbuat bodoh dan jahat; Sempurnakan segala kebajikan; Sucikan hati dan pikiran, praktikanlah ajaran para Buddha. Ajaran utama Buddha ini harus dipraktikkan secara menyeluruh, tidak sepenggal-sepenggal. Bila sepenggal-penggal akan berdampak perbedaan kualitas Kebuddhaannya. Untuk mencapai tingkatan Kebuddhaan maka seseorang praktisi harus melenyapkan ‘Tiga Kebodohan’, yaitu:

  1. Kebodohan pandangan dan pikiran (Cien Se Ol Huo);
  2. Kebodohan kegelapan batin (Wu Ming Huo);
  3. Kebodohan menyeluruh (Chen Sa Huo).

Seseorang mau jadi Buddha, maka ia harus sadar, mampu menyadarkan makhluk lain, dan praktik penyadarkan sudah sempurna baru bisa jadi Buddha, dan masih banyak lagi kualitas-kualitas yang harus dimiliki praktisi untuk mencapai Kebuddhaan. Dalam ajaran Mahayana, bila seseorang mau mencapai tujuan jadi Buddha, ia harus menapak lima puluh dua tingkatan Bodhisattva, dimulai dari: Sepuluh tingkatan keyakinan; Sepuluh tingkatan kemantapan; Sepuluh tingkatan pelaksanaan; Sepuluh tingkatan mengembangan jasa; Sepuluh tingkatan Dasa Bhumika; Satu tingkatan calon Buddha, dan terakhir Satu tingkatan mencapai Kebuddhaan.

‘Kembali ke asal jati-diri (Hakikat Kebuddhaan) tiada dualitas, tetapi metodenya praktiknya banyak; Tidak tertuju kepada Hakikat Kebuddhaan, tidak ada tempat berlindung yang sejati’. “Tidak terang terhadap dasar sejati Hakikat Kebuddhaan, adalah Buddha menjadi makhluk fana. Saat hati manunggal dan cerah, makhluk fana adalah Buddha. Puluhan ribu jenis hati semua berada di hati sendiri, seharusnya dari hati sendiri langsung melihat Tathagata-garbha”.

自古以來禪宗祖師曾云:『若人能當下無心、無住、無念,能保持七天無心者,此人必開悟本性,若不開悟本性者,我則墮阿鼻地獄,舌頭讓獄卒當犁而耕。』

Sejak dulu para Patriach aliran Zen pernah bersabda: Bilamana orang mampu seketika tiada hati, tiada melekat, tiada ingatan (pikiran), bisa mempraktikkan selama tujuh hari tiada hati. Orang demikian pasti mengalami pencerahan melihat hakikat jati dirinya. Bilamana tidak cerah menembusi jati dirinya, saya pasti terjatuh ke neraka Avici, rela lidahnya dicangkul oleh sipir penjara neraka.

Sutra Hati, dijelaskan: “Menembusi Panca Skandha (hati) adalah sunya (kosong), dapat melenyapkan semua penderitaan”. Orang Bijak berkata: Bila hati terbebas dari semua hal (masalah/kemelekatan) tidak akan mengalami kelahiran dan kematian lagi.

Demikianlah artikel Kembangkan Hati Buddha dan Potensi Kebuddhaan di buat, semoga bisa pahami dan bermanfaat. Semoga semua makhluk berbahagia, svaha. Amituofo.