Ariya Puggala (Makhluk-Makhluk Suci)

(Publikasi: Samanera Vimalaseno)

Agama Buddha merupakan suatu agama yang dalam mencapai suatu tujuannya menekankan pada praktek moral. Dewasa ini banyak yang beranggapan bahwa agama buddha merupakan suatu agama yang bersifat religius yang menyembah berhala. Namun sebenarnya tidaklah demikian, karena setiap agama mempunyai cara-cara tersendiri untuk mencapai tujuannya. Buddha menganjurkan kepada setiap umatnya untuk selalu tekun menjalankan praktek sila dalam kehidupan sehari-hari. didalam agama Buddha terdapat suatu jalan yang digunakan oleh sang Buddha dalam mencapai suatu pencerahan yang membawa setiap manusia kepada ketenangan abadi.

Didalam agama Buddha terdapat 4 (empat) tingkatan makhluk suci berdasarkan pada praktek jalan mulia berunsur delapan, yang terdiri dari Sotapati,Sakadagami, Anagami dan tingkat kesucian yang sempurna yaitu Arahat. Dalam pencapaiannya tidak lepas dari melatih diri dengan melaksanakan Sila, Samadhi, Panna. Selain pencapian kesucian tidaklah ditentukan oleh kedudukan seseorang, pakaian, dan juga pola makan. Namun yang menentukan seseorang mencapai kesucian adalah keinginan batin yang kuat dalam melaksanakan jalan mulia berunsur delapan.

A. Pengertian Makhluk Suci
Dalam Buddha Dhamma makhluk suci di sebut juga dengan Ariya puggala. “ariya” artinya agung, mulia baik atau benar. “puggala” adalah individu, seseorang yang mulia atau agung. Makhluk suci adalah siapa saja yang telah menghancurkan atau melenyapkan dengan tuntas belenggu–belenggu atau sepuluh samyojana, sehingga mencapai tingkat kesucian sotapana, sakadagami, anagami dan arahat. Orang yang belum memiliki keseimbangan batin belum bisa dikatakan sebagai makhluk suci.

B. Tingkat–tingkat kesucian
Tingkat kesucian dalam agama Buddha dapat dibagi dalam dua golongan:
Puthujjana Ialah para bhikkhu dan orang-orang berkeluarga yang belum mencapai tingkat kesucian.
Ariya-puggala Ialah para bhikkhu dan orang-orang berkeluarga yang setidak-tidaknya telah mencapai tingkat kesucian pertama.

C. Empat tingkat kesucian
Sotapanna: tingkatan Sotapanna , dimana kata ini secara harafiah berarti “Pemasuk Arus”: Orang suci yang paling banyak akan terlahir tujuh kali lagi.

Sotapanna telah melenyapkan tiga belenggu (samyojana),yaitu (1) sakkaya-ditthi, (2) vicikiccha, dan (3) silabbata-paramasa.

Ada tiga macam Sotapanna:

  1.  Ekabiji Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali sekali lagi.
  2. Kolamkola Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali dua atau tiga kali lagi.
  3. Sattakkhattuparana Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali tujuh kali lagi.

Sakadagami: Orang suci yang paling banyak akan terlahir sekali lagi.

Sakadagami telah melenyapkan tiga belenggu (samyojana) yaitu (1) sakkaya-ditthi, (2) vicikiccha, dan (3) silabbata-paramasa dan telah melemahkan belenggu (4) kama-raga dan (5) vyapada.

Anagami:  Orang suci yang tidak akan terlahir lagi di alam manusia, tetapi langsung terlahir kembali di salah sebuah dari lima alam Suddhavasa. Dari salah sebuah alam Suddhavasa ini Anagami itu akan mencapai tingkat kesucian tertinggi sebagai Arahat dan akhirnya ia mencapai parinibbana.

Anagami telah melenyapkan lima belenggu (samyojana) yaitu (1) sampai dengan (5).

Ada lima macam Anagami:

  1. Mereka yang mencapai penerangan selama pertengahan pertama dari masa kehidupan mereka/Antaraparinibbayi
  2. Mereka yang mencapai penerangan selama pertengahan kedua dari masa kehidupanmereka/Antaraparinibbayi
  3. Mereka yang mencapai penerangan melalui usaha keras ( Sasankhara parinibbayi)
  4. Mereka yang mencapai penerangan melalui usaha ringan ( Asankhara parinibbayi)
  5. Mereka yang mencapai alam kehidupan akanittha, yaitu alam kehidupan yang tertinggi (Uddham-soto-akanitthagami)

Pertama dan kedua digolongkan berdasarkan atas masa kehidupan mereka, sedangkan yang ketiga dan keempat berdasarkan usaha-usaha mereka, sedangkan yang kelima ditandai melalui alam tujuan mereka.

Arahat: Orang suci yang telah menyelesaikan semua usahanya untuk melenyapkan semua belenggu yang mengikatnya. Bila ia meninggal dunia, ia tidak akan terlahir di alam mana pun. Ia akan parinibbana.

Arahat telah melenyapkan sepuluh belenggu (1 – 10).

Terdapat empat macam Arahat:

  1. Sukhavipassako Arahat.
    Arahat yang tidak memiliki jhana/abhinna, hanya mencapai kesucian dengan melaksanakan vipassana bhavana.
  2. Tevijjo Arahat.
    Arahat yang memiliki tiga pengetahuan (vijja):

    1. Pubbenivasanussati Nana; memiliki kesadaran akan kelahirannya yang lampau
    2. Dibbacakkhu Nana; memiliki “mata dewa” sehingga dapat mengetahui kelahiran makhluk di alam dewa atau peta setelah meninggal.
    3. Asavakhaya Nana; memiliki pengetahuan bagaimana cara melenyapkan asava (kekotoran batin yang paling dalam).
  3. Chalabhino Arahat:
    a sampai c seperti di atas ditambah dengan tiga kemampuan lain, yaitu:

    1. Cetopariya Nana (paracitta vijja Nana); dapat membaca atau mengetahui pikiran makhluk lain.\
    2. Dibbasota Nana (telinga dewa); dapat mendengar percakapan suara dari alam dewa, brahma, dan apaya.
    3. Iddhividha Nana, yang terdiri dari:
      1. Adhitthana Iddhi, kekuatan kehendak mengubah tubuh dari satu menjadi banyak, dari banyak menjadi satu lagi.
      2. Vikubbana Iddhi, kemampuan ‘menyalin rupa’ menjadi anak kecil, raksasa, rupa buruk, menjadi tak tampak.
      3. Manomaya Iddhi. Kemampuan ‘mencipta’ dengan kekuatan pikiran. Misalnya: mencipta istana, taman, binatang. Lamanya ciptaan itu tergantung dari kekuatan pikiran.
      4. Nana vipphara Iddhi. Pengetahuan menembus ajaran yang sulit.
      5. Samadhivipphara Iddhi. Kekuatan konsentrasi untuk:
        1. menembus dinding
        2. meyelam ke dalam bumi seperti di air
        3. berjalan di atas air seperti di tanah datar
        4. masuk ke dalam api tanpa hangus
        5. terbang seperti burung
  4. Patisambhidappatto Arahat.
    Arahat yang memiliki empat patisambhida (pengetahuan sempurna):

    1. Atthapatisambhida.
      Pengertian mengenai arti/maksud ajaran dan dapat memberi penerangan secara rinci, hampir seperti Sang Buddha.
    2. Dhammapatisambhida.
      Pengertian mengenai intisari dari ajaran dan mampu mengajukan pertanyaan ajaran yang mendalam.
    3. Niruttipatisambhida.
      Pengertian mengenai bahasa dan mampu menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pendengar.
    4. Patibhanapatisambhida.

Pengertian mengenai kebijaksanaan dan mampu menjawab spontan bila ada pertanyaan mendadak.
Derajat kesucian ini didasarkan atas jumlah belenggu (samyojana) yang telah mereka patahkan. Aliran Theravada mengenal adanya sepuluh belenggu yang menyebabkan para makhluk terus berputar-putar dalam samsara.

Sakkayaditthi: Pandangan sesat tentang adanya pribadi, jiwa atau aku yang kekal
Vicikiccha: Keragu-raguan terhadap Sang Buddha dan AjaranNya.
Silabbataparamasa: Kepercayaan tahyul bahwa upacara agama saja dapat membebaskan manusia dari penderitaan.
Kamaraga: Nafsu Indriya.
Vyapada: Benci, keinginan tidak baik.
Ruparaga: Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam bentuk. (rupa-raga).
Aruparaga: Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam tanpa bentuk.
Mana: Ketinggian hati yang halus, Perasaan untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain.
Uddhacca: Bathin yang belum seimbang benar.
Avijja: Kegelapan bathin, Suatu kondisi batin yang halus sekali karena yang  bersangkutan belum mencapai tingkat kebebasan sempurna (arahat).

Catatan: Untuk Belenggu ruparaga dan aruparaga, Apabila ia meninggal sewaktu dalam keadaan samadhi dan telah mencapai Jhana I, Jhana II, Jhana III atau Jhana IV , maka ia dilahirkan di Alam bentuk (rupa-raga).

Lima Samyojana/Belenggu pada Sotapanna dan Anagami dikenal sebagai lima belenggu rendah atau Orambhagiya-samyojana, Lima samyojana berikutnya pada Belenggu arahat dikenal dengan nama belenggu tinggi atau Uddhambhagiya-samyojana.

Orambhagiya-samyojana dan Uddhambhagiya-samyojana telah dimusnahkan oleh Arahat.

II. Perbedaaan Batin Orang Suci & Batin Orang Biasa.

Batin Orang Suci.

Kekuatan Batin Sang Buddha

Banyak dari siswa Sang Buddha yang memiliki 6 kekuatan batin tersebut. Sang Buddha sendiri juga memiliki keenam Abhinna tersebut secara lengkap dan sempurna, tetapi tentunya bukan hanya itu saja. Sang Buddha juga memiliki 10 rangkaian Pandangan Terang dari Tathagata (Dasabala Buddha), sebagai berikut:

  1. Beliau mengetahui apa yang mungkin sebagai mungkin, dan yang tidak mungkin sebagai tidak mungkin. Misalnya beliau mengetahui bahwa tidak mungkin Sankhara itu kekal (permanen), dan tidak mungkin bahwa yang telah lahir tidak akan mati..
  2. Beliau mengetahui dengan benar masaknya buah karma dari yang lampau, yang sekarang dan yang akan datang, apa yang bakal terjadi dan apa penyebabnya.
  3. Beliau mengetahui dengan benar ke alam kehidupan yang mana cara hidup tertentu menuju, misalnya perilaku tertentu menuju neraka, perilaku lain akan mengakibatkan kelahiran di alam binatang dan sebagainya.
  4. Beliau mengetahui sifat dan unsur-unsur dari alam semesta
  5. Beliau mengetahui berbagai tingkat perkembangan dari individu
  6. Beliau mengetahui karakter dan kemampuan dari individu
  7. Beliau mengetahui pencapaian pandangan terang dan Jhana, juga kemundurannya
  8. Beliau mengetahui kelahiran kelahiran yang lampau dari makhluk makhluk
  9. Beliau mengetahui kematian dan kelahiran kembali makhluk sesuai dengan karmanya.
  10. Beliau memiliki pandangan terang untuk menghancurkan kekotoran batin seketika dan untuk selamanya.

Inilah kesepuluh kekuatan dari kebajikan Sang Buddha yang berupa Pandangan Terang yang menempatkan Beliau sebagai pemimpin dunia dan pemutar roda Dhamma. Di samping itu masih ada lagi kemampuan khusus dari Sang Buddha, sebagai berikut:

  1. Indriya-Paro-Pariyatti-Nana: mengetahui tingkat perkembangan Saddha (keyakinan), Viriya (semangat/kegigihan), Sati (kesadaran penuh), Samadhi (konsentrasi), dan Panna (kebijaksanaan/pandangan terang) dari seseorang sehingga Sang Buddha bisa memberikan kotbah yang sesuai.
  2. Asaya-Anusaya-Nana: menemukan kecenderungan atau bakat lampau terpendam dalam diri seseorang.
  3. Anavarama-Nana: Pandangan yang tak terhalangi
  4. Sabbannuta-Nana: Dengan kemahatahuan ini, Sang Buddha mengetahui semua tentang lima hal:
    • Sankhara, bagaimana Terbentuknya
    • Vikara, bagaimana lenyapnya
    • Nibbana
    • Lakkhanabagaimana corak universal anicca, dukkha, anatta (ketidakkekalan, penderitaan,    dan tanpa diri)
    • Pragnapti, semua tentang kebenaran konvensional, seperti: konsep orang,makhluk, kursi, gunung, dan  seterusnya.
  5. Maha-Karuna-Nana : Beliau mempunyai kasih sayang yang universal.
  6. Yamaka-Patiaraya-Nana: Sang Buddha memiliki 5 Cakkhu (mata)
    • Mansa-Cakkhu atau mata jasmani biasa yang dapat melihat benda sangat kecil dari jarak yang sangat jauh.
    • Dibba-Cakkhu atau mata batin yang dapat melihat bagaimana makhluk lahir dan mati (disebut juga Catupapata-nana)
    • Buddha-Cakkhu atau mata Buddha. Ini adalah gabungan dari Indriya-Paro-Pariyatti-Nana dan Asaya-Anusaya-NanaPanna-Cakkhu atau mata kebijaksanaan. Ini adalah Vipassana-Nana
    • Samanta-Cakkhu atau mata pengetahuan tanpa batas. Ini adalah Sabbannuta-nana.

Di luar itu semua masih ada lagi 18 faktor luar biasa dalam diri Sammasambuddha (18 avenikadharma), yaitu:

  1. Setiap Buddha memiliki pengetahuan yang tak terhalangi akan masa lampau.
  2. Setiap Buddha memiliki pengetahuan yang tak terhalangi akan masa sekarang
  3. Setiap Buddha memiliki pandangan terang yang tak terhalangi akan masa yang akan datang
  4. Semua perbuatan jasmani dari Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
  5. Semua ucapan dari Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
  6. Semua kegiatan pikiran Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
  7. Tidak ada apapun yang dapat menentang kehendak Sang Buddha
  8. Tidak ada yang dapat merintangi pencapaian konsentrasi dari Sang Buddha
  9. Tidak ada yang dapat merintangi pengetahuan Sang Buddha melalui pandangan terang
  10. Tidak ada yang dapat merintangi Kebebasan Sang Buddha
  11. Tidak ada yang dapat menghalangi upaya Sang Buddha
  12. Tidak ada yang dapat menghalangi Sang Buddha dalam mengajarkan Dhamma
  13. Tidak ada unsur kelengahan ataupun sifat main-main dalam diri Sang Buddha
  14. Sang Buddha tidak berisik
  15. Sang Buddha tidak menunjukkan reaksi jasmani sehubungan perasaan gembira
  16. Sang Buddha tidak pernah terburu-buru dalam setiap tindak tanduknya, selalu tenang dan terkontrol.
  17. Sang Buddha tidak terlibat dengan kegiatan yang tidak berguna
  18. Sang Buddha tidak pernah bersikap tidak peduli yang didasarkan kegelapan batin.

Demikianlah daftar kekuatan Sang Buddha Gotama yang tentunya juga merupakan daftar kekuatan standar bagi setiap Sammasambuddha dari segala masa.

Batin Orang Biasa.
Akusala 14 (abhidhamma/cetasika).

  1. Mohacatuka;
    Moha: kebodohan batin.
    Ahirika: tidak malu berbuat jahat.
    Anottapa: tidak takut akibat perbuatan jahat.
    Uddhacca: kegelisahan.
  2. Dosa catuka
    Dosa: kebencian
    Issa: cemburu
    Macchariya:  pelit
    Kukkuccha: cemas, tidak tenang
  3. Lobhacatuka/papanca dhamma ;
    Lobha: keserakahan.
    Dhitti: pandangan salah.
    Mana: kesombongan.
  4. Thiduka/endtri;
    Thina: malas.
    Middha: lamban.
  5. Vicikiccha ;
    Vicikiccha: keragu-raguan

Siswa sang Buddha yang sudah mencapai kesucian (siswa laki-laki). Sangha Bhikkhu:

  1. Yang Ariya SARIPUTTA, Terkemuka dalam Kebijaksanaan
  2. Yang Ariya MOGGALLANA, Terkemuka dalam Kekuatan Gaib
  3. Yang Ariya ANANDA, Pembantu Tetap Sang Buddha dan Bendahara Dhamma
  4. Yang Ariya MAHA KASSAPA, Terkemuka dalam Pelaksanaan Latihan Keras
  5. Yang Ariya ANURUDDHA, Terkemuka dalam Mata Dewa
  6. Yang Ariya UPALI, Terkemuka dalam Menjaga Sila
  7. Yang Ariya RAHULA, Terkemuka dalam melaksanakan Kebaikan

SISWA-SISWA UTAMA SANG BUDDHA (THERI)

1. Yang Ariya Maha Pajapati Gotami Theri
Berasal dari suku Koliya, pada waktu Mahà Pajàpati Gotami dilahirkan, ada seorang peramal yang meramalkan bahwa jika besar nantiia akan menjadi pemimpin dari suatu perkumpulan yang akan mempunyai banyak pengikut. Dan oleh sebab itu ia diberi nama dengan “Pajàpati”, yang mempunyai arti pemimpin dari suatu perkumpulan besar, sedangkan “Mahà” yang berarti luar biasa.

Mahà Pajàpati Gotami dan Màya, merupakan kakak beradik yang telah menikah dengan Raja Suddhodana, dan akhirnya mereka tinggal bersama di Kapilavattu. Tetapi Ratu Màya yang merupakan kakak dari Mahà Pajàpati Gotami, hamil terlebih dahulu dan kemudian melahirkan Pangeran Siddharta, tujuh hari setelah melahirkan Pangeran Siddharta, Ratu Màya-pun meninggal dunia. Karena sudah menjadi suatu tradisi maka Mahà Pajàpati Gotami menggantikan kakaknya, menjadi Permaisuri dari Raja Suddhana. Walaupun sebagai ibu tiri, tapi beliau menyusui dan mengurus Pangeran Siddharta seperti anaknya sendiri, dan kemudian Mahà Pajàpati Gotami melahirkan dua orang anak, yaitu: Sundari-Nanda dan Nanda.

Mahà Pajàpati Gotami adalah wanita yang pertama kali diterima dalam pasamuan Bhikkhuni. Yang diterima oleh para Bhikkhu sesuai dengan peraturan yang telah diajarkan Sang Buddha.(Delapan Peraturan Utama<Aññhasila>).

2. Yang Ariya Khema Theri
Khemà berasal dari desa Sagala, Magadha salah satu keluarga yang sangat berkuasa. Selain itu ia juga cantik, kulitnya berwarna kuning keemasan dan kecantikan Khemà tersebut membuat Raja Bimbisara meminang dan menjadikannya sebagai permaisuri. Ratu Khema, amat memuja kecantikan wajahnya. Namun ia pernah mendengar bahwa Sang Buddha mengatakan bahwa kecantikan bukan hal yang utama, dan karena itu Ratu Khema menghindar untuk berjumpa dengan Sang Buddha. Raja Bimbisara mengerti sikap Ratu Khema terhadap Sang Buddha, ia juga mengetahui betapa istrinya amat mengagumi kecantikan wajahnya, lalu meminta pengarang lagu untuk menciptakan sebuah lagu yang isinya memuji keindahan hutan Veluvana. Lagu itu kemudian dinyanyikan oleh para penyanyi terkenal.

Ketika Ratu Khema mendengar lagu tersebut menjadi penasaran, karena hutan Veluvana yang digambarkan sebagai suatu tempat yang indah itu belum pernah ia dengar dan lihat sendiri.

“Kalian bernyanyi tentang hutan yang mana?” , tanya Ratu Khema kepada para penyanyi.
“Paduka Ratu, kami bernyanyi tentang tentang hutan Veluvana”, jawab mereka.
Setelah mendengar lagu dari penyanyi tersebut Ratu Khema lalu menjadi ingin sekali mengunjungi hutan Veluvana.

3. Yang Ariya Kisa Gotami Theri
Seorang gadis yang berasal dari sebuah keluarga miskin di kota Savatthi, nama yang sebenarnya “Gotami”. Akan tetapi karena tubuhnya yang kurus maka dia dipanggil dengan nama “Kisà”, sehingga setiap orang yang melihatnya berjalan dengan badannya yang tinggi dan kurus, tak seorang pun dapat melihat kebaikan yang ada dalam dirinya.Kisa Gotami sulit mendapatkan suami karena miskin dan tidak memilik daya tarik. Namun secara tak terduga kebaikan Kisa Gotami terlihat oleh seorang pedagang kaya yang menganggap bahwa kebaikan tidak dapat dilihat dari penampilan luar saja. Pedagang kaya itu kemudian menikahi Kisa Gotami.

Kisa Gotami tidak menduga ternyata keluarga suaminya memandang rendah dirinya karena kasta, kemiskinan, dan penampilan dirinya. Hal-hal tersebut membuat Kisa Gotami sangat menderita, terutama karena suaminya tercinta harus menghadapi konflik antara orang-orang yang ia sayangi, yaitu orangtua dan isterinya.

Waktu terus berlalu, lahirlah seorang bayi laki-laki dari pernikahannya itu. Kisa Gotami mulai diterima dan dihormati oleh seluruh keluarga suaminya. Dia sangat bahagia, tapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, anaknya tersebut meninggal dunia ketika ia baru saja belajar berjalan. Kematian anaknya itu membuat Kisa Gotami sangat sedih dan amat takut.

“Akankah keluarga suamiku memandang rendah dan menyalahkan diriku atas semua yang telah terjadi?”
“O, tidak, aku harus berbuat sesuatu”, pikirannya amat kalut.

Kejadian tersebut membuat Kisa Gotami menjadi gila, apalagi dia tidak pernah melihat kematian sebelumnya. Kisa Gotami tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya telah meninggal, dia menganggap anaknya hanya sakit dan harus mendapatkan obat untuk menyembuhkannya.

Dengan menggendong anaknya, Kisa Gotami meminta obat dari rumah ke rumah
“Tolong…, oh tolonglah, berikanlah obat untuk anakku yang sakit ini”, ucapnya dengan penuh pengharapan.

4. Yang Ariya Patacara Theri
Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat timbul tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat timbul tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi.

Patacara merupakan putri seorang saudagar kaya dari Savatthi. Ia sangat cantik. Orang tua Patacara sangat menyayangi dan menjaganya dengan ketat. Oleh karena itu ketika Patacara menginjak umur 16 tahun, ia selalu dikelilingi oleh beberapa penjaga, untuk melindunginya dari gangguan para pemuda. Karena selalu dijaga oleh para penjaga dan dikelilingi para pelayan di rumahnya, Patacara terlibat hubungan asmara dengan salah seorang pelayan di rumahnya. Hubungan tersebut berlangsung tanpa diketahui oleh orangtua Patacara.

Pada suatu hari, orangtua Patacara merencanakan pernikahannya dengan seorang pemuda dari golongan yang sederajat. Mengetahui hal tersebut, membuat Patacara menjadi sangat terkejut. Patacara tidak mau menikah dengan pemuda pilihan orangtuanya, karena itu ia melarikan diri meninggalkan kota bersama kekasihnya, pelayan orang tuanya, pergi melalui pintu gerbang utama, dan tinggal di sebuah desa kecil, jauh dari Savatthi.

5. Yang Ariya Bhadda Kapilani Theri
Setelah melihat bahaya kehidupan dunia, kami berdua menjadi pertapa dengan memusnahkan kekotoran batin dan kami mencapai Nibbana

Bhadda Kapilani dilahirkan di dalam keluarga yang makmur dari suku Kosiya. Bhadda tumbuh menjadi dewasa di Sagala, ibukota dari kerajaan Madda. Pada suatu hari, ketika Bhadda masih kecil, ia melihat seekor burung gagak memakan serangga dan serangga tersebut kelihatan sangat menderita bergeliat-geliut diantara benih wijen kering. Kejadian tersebut sangat menakutkan Bhadda. Tetapi yang lebih menakutkan lagi ketika beberapa anak yang lebih tua mengatakan bahwa kematian serangga tersebut merupakan kesalahan Bhadda. Walaupun kejadian tersebut terlihat biasa, tetapi tidak menurut Bhadda. Semenjak kejadian itu, Bhadda mengambil keputusan untuk melepas hidup keduniawian.

6. Yang Ariya Sona Theri
Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi malas dan tidak bersemangat, maka sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang berjuang penuh dengan semangat. Sona adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai sepuluh orang anak. Beliau merawat, mengasuh, membesarkan, mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Seluruh hidupnya dicurahkan hanya untuk anak-anaknya.Suami Sona adalah pengikut Sang Buddha, ia belajar banyak mengenai kehidupan. Setelah beberapa tahun menjadi kepala rumah tangga, suami Sona memutuskan untuk terbebas dari belenggu kehidupan dengan cara menjalani kehidupan suci. Dengan persetujuan Sona sebagai isterinya, suami Sona meninggalkan keluarganya, menjalani kehidupan suci dan ditahbiskan (upasampada) sebagai bhikkhu. Sona menjadi orang tua tunggal yang menghidupi dan merawat kesepuluh anak-anaknya.

Waktu berlalu, Sona telah tua, dan anak-anaknya telah berkeluarga. Sona banyak menghabiskan waktunya pada kegiatan-kegiatan keagamaan. Walaupun demikian Sona yang telah tua, merasa takut dan cemas menghadapi hari tuanya. Sona merasa ia hanya menjadi beban bagi keluarga anak-anaknya saja. Sona takut akan kesepian, ditinggalkan oleh anak-anaknya.

7. Yang Ariya Ambapali Theri
Demikianlah tubuh ini. Sekarang berkeriput, tempat berbagai rasa sakit bersemayam, rumah tua dengan plesteran dinding yang mengelupas. Ucapan Pembabar Kebenaran tidaklah salah.Pada suatu pagi, seorang tukang kebun dari Kerajaan Licchavi di Vaseli, menemukan seorang bayi perempuan terbaring di bawah pohon mangga dan memberikannya nama. Ambapali, yang berasal dari kata amba (mangga) dan pali (garis atau batang).Kemudian Ambapali tumbuh dan berkembang menjadi seorang gadis yang cantik dan anggun.Banyak pangeran dari Licchavi ingin menikahinya. Mereka saling bertengkar ingin menjadikan Ambapali sebagai isteri. Untuk menyelesaikan pertengkaran tersebut, mereka berdiskusi dan sepakat memutuskan, “Biarlah Ambapali menjadi milik semua orang”.

Dengan demikian, Ambapali menjadi wanita penghibur. Dengan sifatnya yang baik, dia melatih ketenangan dan kemuliaan. Ambapali sering memberikan dana dalam jumlah besar dalam setiap kegiatan amal. Walaupun Ambapali seorang wanita penghibur, namun dia terlihat seperti ratu yang tak bermahkota di Kerajaan Licchavi itu.

Ketenaran Ambapali menyebar dan terdengar oleh raja Bimbisara dari Magadha. Kemudian Raja Bimbisara menemuinya, Beliau sangat terpesona akan kecantikannya. Terjalinlah hubungan diantara Raja Bimbisara dengan Ambapali, dari hubungan tersebut lahirlah seorang anak laki-laki.

Ketika Sang Buddha sedang berdiam di Vesali dan tinggal vihara di hutan mangga. Ambapali datang untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha dan Sang Buddha memberikan khotbah kepada Ambapali. Keesokan harinya Ambapali mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu untuk datang ke rumahnya.

JALAN MENUJU TINGKAT KESUCIAN

A. Cara mencapai Tingkat Kesucian
Kesucian merupakan sesuatu yang bukanlah hal mudah untuk digapai oleh seseorang dengan hanya menjalani suatu ritual tertentu. Kesucian dalam agama Buddha sudah menjadi suatu bagian dari pada hidup sesuai dengan Dhamma yang diajarkan oleh Buddha. Buddha bersabda:
‘” Dengan perbuatan,pengertian, dan kebajikan
Dengan sila dan hidup suci
Dengan cara inilah orang-orang menjadi suci
Dan bukan karena keturunan dan harta kekayaan”.

Dalam hal ini kesucian seharusnya dipahami sebagai Nibbana, yang terbebas dari segala kekotoran batin, yang sungguh-sungguh murni. Adapun cara yang harus ditempuh oleh seseorang untuk mencapai suatu tingkat kesucian yaitu dengan menjalankan jalan mulia berunsur delapan, yang terdiri dari pengertian benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar,usaha benar perhatian benar dan kosentrasi benar. Apabila dikelompokkan yaitu dua yang pertama digolongkan sebagai kebijaksaan (panna) tiga berikutnya sebagai kesusilaan (sila) dan tiga terahir adalah kosentrasi (Samadhi). Terdapat empat tingkatan dalam pencapaian kesucian yaitu:

1. Sotapati (pemasuk arus)
2. Sakadagami (yang kembali sekali)
3. Anagami (tidak kembali lagi)
4. Arahat (kesempurnaan dalam kebijaksanaan)

Di dalam pencapaian pemasuk arus Sotapati dan sakadagami yaitu dengan melaksanakan sila atau ditunjukan dengan sila. Sedangkan Anagami ditunjukkan dengan Kosentrasi dan Arahata dengan kebijaksanaan.

1. Sotapati (pemasuk arus)
Pemasuk arus adalah masuk kedalam jalan yang tidak berbalik kembali menuju kepembebasan dan kesadaran yang mengalami pencapaian tersebut adalah kesadaran jalan pemenang arus. Arus atau sota terdiri dari jalan mulia berunsur 8. Untuk mencapai tingkatan ini yaitu dengan melenyapkan:

  1. vicikicha (keragu-raguan).
  2. sakayaditthi (pandangan salah mengenai aku).
  3. Silabataparamasa (kemelekatan ritual dan upacara yang dianggap dapat membawa kebebasan).
    Kesadaran jalan ini menghilangkan secara tetap permanen 5 jenis kesadaran buruk yaitu,
  4. Ditthigatasampayutta citta 4,
  5. Vicikichasampayutta citta 1.

2. Sakadagami (yang kembali sekali)
Orang suci yang paling banyak akan terlahir sekali lagi. Sakadagami telah melenyapkan tiga belenggu  samyojana) yaitu (1) sakkaya-ditthi, (2) vicikicch, dan (3) silabbata-paramasa dan telah melemahkan bentuk-bentuk batin yang kasar dari nfsu keinginan indriawi (kamaraga) dan niat jahat ( byapada).

3. Anagami (tidak kembali lagi)
Orang suci yang tidak akan terlahir lagi di alam manusia, tetapi langsung terlahir kembali di salah sebuah dari lima alam Suddhavasa. Dari salah sebuah alam Suddhavasa ini Anagami itu akan mencapai tingkat kesucian tertinggi sebagai Arahat dan akhirnya ia mencapai parinibbana. Anagami telah melenyapkan lima belenggu (samyojana) yaitu 1) sakkaya-ditthi, (2) vicikicch, (3) silabbata-paramasa (4) kamaraga (5) byapada.

4. Arahat
Kesadaran ini menghancurkan10 belenggu batin yang halus yaitu kemelekatan pada kehidupan alam materi halus (Ruparaga) kemelekatan pada kehidupan alam tanpa materi (Aruparaga), ia juga memotong kesombongan (mana), Uddhaca (kegelisahan), Kegelapan batin (Avijja) dan kesadaran ini juga memotong sisa dari jenis kesadaran tidak baik yaitu ditthigatavipayutta 4 dan uddhacasamapyutta 1.

Alasan-alasan Pencapaian kesucian tidak Ditentukan dengan Pakaian dan Makanan
Dalam usahanya untuk mencapai penerangan sempurna, Buddha melakukan upaya dengan melatih diri dengan mutlak pantang makan. Namun pada saat itu dewa berkata:

“jangan mempraktekkan mutlak pantang makan secara total, tuan yang baik. Jika anda mempraktekannya kami akan menuangkan sari surgawi melalui pori-pori tubuh anda. Dengan demikian anda akan bertahan”. Lalu Buddha berpikir dengan makan sedikit demi sedikit, sehingga tubuhnya menjadi kurus sekali. Apa yang dilakukan tidak membawanya kepada suatu tingkat kesucian. Dalam hal pakaian Buddha bersabda: “walaupun seseorang dengan mewah dihiasi, jika ia berjalan dengan damai”.

Jika ia tenang, mengalahkan nafsunya dengan pasti dan bersih, dan jika ia menahan diri dari melukai makhluk hidup apapun, orang itu adalah brahmin, orang itu adalah pertapa,orang itu adalah Bhikkhu.

Agama Buddha Bukan Religius Berhala
Banyak orang sering menyebutkan secara keliru bahwa umat Buddha melakukan sembahyang di vihara. Untuk itu, sebaiknya harus dimengerti terlebih dahulu istilah ‘sembahyang’ yang sebenarnya terdiri dari dua suku kata yaitu`sembah’ berarti menghormat dan ‘hyang’ yaitu dewa. Dengan demikian, ‘sembahyang’ berarti menghormat, menyembah para dewa. Apabila  ‘sembahyang’ diartikan seperti itu, maka umat Buddha sesungguhnya tidak melakukan sembahyang. Umat Buddha bukanlah umat yang menghormat maupun menyembah para dewa. Umat Buddha mengakui keberadaan para dewa-dewi di surga, namun umat tidak sembahyang kepada mereka. Umat Buddha juga tidak `berdoa’ karena istilah ini mempunyai pengertian ada permintaan yang disebutkan ketika seseorang sedang berdoa.

Umat Buddha tentu saja tidak pernah meminta kepada arca Sang Buddha maupun kepada pihak lain. Keterangan ini jelas menegaskan bahwa umat Buddha bukanlah penyembah berhala karena memang tidak pernah meminta-minta apapun juga kepada arca Sang Buddha, arca yang lain bahkan kekuatan di luar manusia lainnya. Daripada disebut `sembahyang’ maupun `doa’, umat Buddha lebih sesuai dinyatakan sedang melakukan ‘uja bakti’.

Istilah puja bakti ini terdiri dari kata `puja’ yang bermakna menghormat dan `bakti’ yang lebih diartikan sebagai melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam melakukan puja bakti, umat Buddha melaksanakan tradisi yang telah berlangsung sejak zaman Sang Buddha masih hidup yaitu umat datang, masuk ke ruang penghormatan dengan tenang, melakukan namakara atau bersujud yang bertujuan untuk menghormat kepada lambang Sang Buddha, jadi bukan menyembah patung atau berhala.

Kebiasaan bersujud ini dilakukan karena Sang Buddha berasal dari India.

Sudah menjadi tradisi sejak zaman dahulu di berbagai negara timur termasuk India bahwa ketika seseorang bertemu dengan mereka yang dihormati, maka ia akan melakukan sujud yaitu menempelkan dahi ke lantai sebagai tanda menghormati mereka yang layak dihormati dan menunjukkan upaya untuk mengurangi keakuan sendiri. Karena bersujud di depan altar ataupun arca Sang Buddha hanyalah bagian dari tradisi, maka para umat dan simpatisan boleh saja tidak melakukannya apabila batinnya tidak berkenan untuk melakukan tindakan itu. Tidak masalah, karena sebentuk arca tidak mungkin menuntut dan memaksa seseorang yang berada di depannya untuk bersujud.

Karena bersujud di depan altar ataupun arca Sang Buddha hanyalah bagian dari tradisi, maka para umat dan simpatisan boleh saja tidak melakukannya apabila batinnya tidak berkenan untuk   melakukan tindakan itu.

Kalimat Ini sudah jauh sekali dari pemahaman Budhisme, kalau orang-orang  beranggapan bahwa menyembah itu hanya sebagai tradisi tanpa dasar pemahaman yang kuat mengenai arti dari menyembah maka ini SUATU KEMEROSOTAN BESAR DALAM BUDDHA DHARMA.

Daftar Isi

Buddhagosa Bhadantacariya, Jalan Kesucian 1,Mutiara Dhamma, Bali,:1997
Narada Mahathera, Sang Buddha dan Ajarannya II, Yayasan DhamamaDipa Arama, Jakarta:1992
Narada Mahathera, Sang Buddha dan Ajarannya I, Yayasan DhamamaDipa Arama, Jakarta:1992
sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=458498790&postcount=9734
sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=458498790&postcount=9734
Sumber : http://www.nshi.org/Buddhisme/Indonesia%20Buddhisme/Delapan-Jalan-Kemuliaan.htm

Diposkan oleh Samanera Vimalaseno di 08.07
http://vimalasenos.blogspot.com.au/2013/10/ariya-puggala-makhluk-makhluk-suci.html