Akibat Perilaku Korupsi & Pencurian
(Oleh Bhiksu Tadisa Paramita)
Umumnya semua orang yang normal mau hidup makmur dan memiliki kekayaan, agar hidup senang sehingga tidak susah. Namun banyak orang yang mencarinya salah dan melanggar hukum, melanggar norma agama dan menciptakan karma buruk, akibatnya hasil kejahatannya berupa harta kekayaan tersebut sekarang tidak membawa berkah keberuntungan bagi dirinya sendiri maupun untuk keluarganya, kelak harus berhadapan dengan hukum negara, hukum akhirat dan hukum karma. Marilah kita sejenak melihat tulisan ini untuk mengetahui sebab-akibat praktik korupsi yang banyak dilakukan oleh pejabat publik maupun pegawai swasta.
Mengapa disekeliling kita begitu banyak binatang disiksa dan disembelih oleh ulah segelintir algojo berbentuk ‘manusia’ untuk kebutuhan dan konsumsi para umat manusia? Pernahkah kita berpikir sebab apa dan mengapa mereka terlahir sebagai binatang? Dosa dan karma apa para binatang tersebut sehingga senantiasa diburu, ditangkap, dikurung, disiksa, dipotong, dirajam, dicingcang, direbus, digoreng, atau dibakar?
Di dalam banyak kitab suci disabdakan bahwa terlahir sebagai binatang karena melakukan kejahatan yang dilandasi kebodohan, tidak kenal budi dan bisa membalas budi, tidak memiliki rasa malu berbuat jahat dan takut akibat perbuatan jahat, hidup tanpa beretika dan tidak bermoral, melakukan banyak kejahatan seperti pencurian, korupsi, perampokan, merampas milik orang lain, menodong, menipu, menjarah, memalsukan logo dan merek orang lain, menggelapkan pajak dan menjadi penadah barang curian dan kejahatan lainnya yang membuat kesusahan dan penderitaan makhluk lainnya. Apabila pencurian atau korupsi dilakukan terhadap hasil keringat dan susah payah perjuangan orang banyak (uang rakyat, simpanan para nasabah, uang negara, akibatnya banyak rakyat menjadi susah dan sulit hidup, negara menjadi miskin, efeknya sangat luas yaitu banyak orang menjadi pengemis dan gembel, atau keluarga miskin tidak mempunyai biaya untuk menyekolahkan anaknya, dan tidak mendapatkan makanan layak yang bergizi) maka dosa dan karma buruknya adalah sepuluh penjuru. Akibat dosa dan karma buruk ini, setelah mati pasti masuk ke neraka selama berkalpa-kalpa dulu setelah hukumannya habis, baru mereka akan banyak kali tumimbal lahir menjadi binatang lemah untuk diburu. Selama hidupnya di dalam kerangkeng, tubuhnya disiksa dan dibunuh untuk dimakan guna membayar utang karma. Bila saja segala hukuman menjadi binatang sudah habis dan mempunyai kesempatan terlahir kembali sebagai manusia maka ia akan dilahirkan di keluarga miskin, hina, bodoh dan papa untuk bekerja sebagai pembantu atau pelayan tanpa mendapatkan upah dan gaji yang memadai sehingga hidup susah dan nelangsanya sepanjang hidupnya karena harus membayar sisa-sisa hutang karma di kehidupan dulunya. Apabila di dalam kesusahannya kembali tergoda dan terjerumus dengan aksi kejahatan maka ia akan kembali ke neraka, jadi binatang dan manusia miskin kembali, tetapi bila ia sadar malu berbuat jahat dan takut akibat jahat, sehingga di dalam kemiskinannya ia tidak mau mencuri atau korupsi, melainkan sadar dan gembira melakukan kebajikan berdana, maka cepat atau lambat ia akan berubah nasib dari miskin menjadi orang berkecukupan bahkan kelak bisa meraih kehidupan yang makmur.
Di alam semesta ini segala perbuatan pasti ada konsekuensinya tidak ada yang gratis, ada sebab tentu ada akibatnya. Cobalah perhatian binatang ayam, dari jengger di kepalanya sampai ke kakinya termasuk telur, jeroannya, semua dicari, disukai dan dimakan orang, begitupula bulunya banyak diambil orang untuk dijadikan kemoceng, dan kotorannya pun masih diambil orang untuk dijadikan pupuk. Melihat kondisi demikian tentu kita bertanya dosa apa yang dilakukan binatang ayam tersebut dulunya? Jawabannya dosa terbesarnya tiada lain adalah perbuatan jahat yang termasuk dalam kelompok ‘pencurian’ yang merugikan banyak orang, seperti korupsi uang rakyat atau uang negara, atau memimjam uang atau memiliki hutang besar dengan banyak orang dan tidak mau membayarnya, akibatnya dilahirkan terus menjadi ayam, tubuhnya untuk dimakan banyak orang.
Di dalam kitab suci Shen Cung Ing Yen Ci disabdakan ada seseorang hidup bertetangga dengan baik, suatu hari ia kehabisan garam dan memijam kepada tetangga sebelahnya, yaitu segenggam garam untuk keperluan bumbu masak. Setelah pinjam ia lupa mengembalikannya. Peminjaman ini sudah dilupakan bertahun-tahun, pada suatu malam hari ini bermimpi bahwa ia ditindih dengan sebuah gunung garam dan mengalami mimpi sama yang berulang-ulang terus terjadi dalam beberapa hari, ia berpikir kenapa ada sebuah gunung garam yang menindihnya, ia terus merenung untuk mengetahui makna yang tersirat dalam impian tersebut. Suatu hari ia menyadari bahwa dulu ia pernah meminjam segenggam garam kepada tetangganya dan ia lupa mengembalikannya akibatnya sekarang bunga garam tersebut yang harus dibayarnya sebesar gunung, ia merasa bersalah dan ketakutan akibat perbuatan lupa membayar utang kepada tetangganya. Untuk menghilangkan mimpi buruk, rasa bersalah dan takut akibat perbuatan bodohnya ia mengembalikan uang yang banyak sekali sebagai pengganti garam sebesar gunung tersebut. Melihat peristiwa sebab akibat demikian tentu kita tidak boleh alpa dan gegabah meminjam barang orang lain tanpa mau mengembalikannya apalagi korupsi uang rakyat, uang Negara dan uang Triratna. Tentu kelak konsekuensinya sungguh menakutkan dan menyedihkan.
Di dalam Sutra Ksitigarbha Bodhisatva, disabdakan akibat perilaku pencurian dan perampokan (termasuk koruptor, merampas, menodong, menipu, menjarah, menadah) ganjarannya adalah kemiskinan dan penderitaan. Kepada mereka yang memboroskan dan mencuri barang milik Vihara dan Sangha ganjaran penderitaannya di neraka selama berkalpa-kalpa.
Di dalam Sutra Sepuluh Perbuatan Kebajikan, Hyang Buddha bersabda: Akibat dari mencuri termasuk korupsi, seseorang harus menerima 10 macam hal yang tidak menyenangkan atau bencana:
1. Walaupun harta sudah terkumpul, selalu mengalami kasus perampokan atau tertimpa bencana banjir, kebakaran dan anak-anak kesayangannya akan terpisah darinya.
2. Banyak orang tidak menyukainya.
3. Selalu dianiayai orang.
4. Orang-orang dari berbagai penjuru sering memakinya (curiga).
5. Dalam hati selalu merasa gelisah dan takut dicelakai oleh orang lain.
6. Nama buruk tersebar dimana-mana.
7. Dimanapun berada selalu merasa tidak aman.
8. Harta dan jiwa tidak aman. Kepinteran dan keahlian semuanya serba suram (memudar).
9. Tidak suka menderma (kikir tidak suka berdana).
10. Setelah meninggal akan jatuh ke alam neraka untuk menerima hukuman.
Melihat akibat kejahatan pencurian atau praktik korupsi sungguh iba, miris dan menakutkan. Kenapa bisa demikian? Karena harta yang dikumpulkan tidak lazim dan tidak halal itu tidak akan membawa keberuntungan dan kebaikan melainkan kemalangan dan penderitaan besar. Walaupun mungkin saja pejabat publik atau pegawai swasta yang melakukan kejahatan pencurian atau praktik korupsi lolos dari hukum negara, tapi ia tidak akan lolos dari hukum akhirat dan hukum karmanya, karena hukum kebenaran dan hukum keadilan melingkupi alam semesta ini.
Seperti kita ketahui, bahwa kehidupan manusia di muka bumi ini bersifat maya dan tidak kekal, paling panjang usia manusia jaman sekarang tidak lebih dari 80 tahun saja, bahkan ada yang berusia pendek, abnormal dan cacat. Hidup yang singkat ini seharusnya di isi dengan hal-hal yang positif bukan sebaliknya menciptakan hal-hal yang negatif. Coba renungkan, di saat lahir kita tidak membawa materi apapun, di saat kita mati pun tidak membawa materi juga. Apa yang mau diserakahkan? Apa yang bisa dibawa setelah mati? Hanya kesadaran dan karmanyalah yang mengikuti kemana ia dilahirkan. Ketahuilah bahwa, kebutuhan manusia tidak banyak tapi keserakahan manusia terlalu banyak, sehingga semua ingin dimiliki, semua ingin dirasakan, semua ingin patuh kepadanya. Karena hatinya memiliki keserakahan, maka jalan apapun ditempuhnya asal ia mendapatkan apapun yang ingin dimilikinya. Bila jalan benar ngak bisa ya jalan miringlah. Sekarang mereka tidak takut dosa dan akibatnya, karena toh “Yang Di Atas” sana maha pengasih dan pengampun, nanti di saat tualah baru cuci dosa dan minta ampun. Memang dosa terhadap diri sendiri bisa bertobat dan mudah di ampuni, bagaimana dengan dosa sepuluh penjuru? Sulit! Karena siapa yang menabur, siapa pula yang menuai.
Orang yang sudah sadar dan hidup bijaksana tidak akan melakukan aksi kejahatan pencurian atau praktik korupsi, karena ia menyadari bahwa segala bentuk kejahatan terhadap siapapun dan dalam bentuk apapun, efek dan akibatnya juga merusak dan merugikan dirinya sendiri, baik dalam kehidupan sekarang, maupun kehidupan yang akan datang, atau kehidupan yang berulang-ulang yang berlangsung lama sekali. Para bijaksana menyadari kejahatan mendatangkan kemalangan sedangkan kebaikan mendatang keberuntungan. Oleh karena itu, mereka tidak melakukan kejahatan pencurian atau korupsi, melainkan gemar berdana dan suka menolong orang lain. Saat bekerja dan berusaha dimanapun dan kepada siapapun, perilakunya jujur dan bersih, hidupnya selalu berpedoman dengan agama, dan senatiasa mengedepankan kebaikan bagi banyak orang lain. Walaupun sekarang usaha demikian sulit kaya namun ia aman, bahagia dan mulia karena tidak melakukan kejahatan. Kelak akibat perbuatan baiknya akan dilahirkan di surga dewa menikmati kebahagiaan untuk masa yang lama sekali.***